Anda di halaman 1dari 22

DISCOVER LEARNING

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


HEMATOLOGY

EFEKTIFITAS SPIRITUAL CARING TERAPI MUROTTAL


AL QUR’AN TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN PASIEN
LEUKEMIA
Dosen Fasilitator:
Sholihin, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun Oleh:
Sri Handayani
NIM : 202002T055

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


PROGRAM NON REGULER
STIKES BANYUWANGI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Efektifitas Spiritual caring Murottal Al Qur’an terhadap penurunan kecemasan
pasien Leukemia”.Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Keperawatan
Medikal Bedah I Hematology. Kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan tugas ini. Akhir kata, semoga tugas ini dapat
membawa manfaat.

Banyuwangi, Maret 2021


Penyusun

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... i
KATAPENGANTAR………………………………………………………..…..ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ..................................................................................... 3
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 3
1.4 Manfaat penelitian ..................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 5
2.1 Leukemia .................................................................................................. 5
2.1.1 Definisi ..................................................................................................... 5
2.1.2 Jenis/ klasifikasi........................................................................................ 5
2.1.4_Tanda dan gejala……………………………………………………......9
2.2___Kecemasan pada leukemia……………………….…………….……..11
2.3___Murottal Al Qur'an…………………....…..…………………………..13
BAB III……………………………………………………………………..… 14
PEMBAHASAN ................................................................................................... 14
3.1 Telaah evidence based ............................................................................ 14
BAB IV………………………………………………………………………....18
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………...18
4.1 KESIMPULAN………………………………………………………..18
4.2 SARAN ................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Leukemia adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih

(leukosit), leukosit yang dihasilkan bersifat imatur atau abnormal dan dalam

jumlah yang berlebihan, selanjutnya leukosit tersebut melakukan invasi ke

berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum tulang,

mengganti unsur-unsur sel yang normal, akibatnya adalah dihasilkannya sel darah

merah dalam jumlah yang tidak mencukupi sehingga timbul anemia.

Leukemia pertama kali diterangkan oleh seorang ahli faal bernama Bennet

dari Skotlandia (Inggris Raya) dan seorang ahli patologi bernama Virchow di

Jerman pada tahun 1845. Leukemia merupakan serangkaian gangguan yang

ditunjukkan dengan sangat tingginya sel-sel darah putih yang tidak normal dalam

sirkulasi darah (Gamayanti, 2006). Leukemia disebabkan pertumbuhan sel yang

tidak normal oleh sumsum tulang belakang. Ada dua klasifikasi leukemia yang

didasarkan pada kecepatan kemajuan [progress). Pertama, leukemia akut,

berkembang dengan sangat cepat dan menjadi penyebab kematian di tiap bulan.

Jenis leukemia ini dapat menyerang di segala usia termasuk anak-anak (Ziegler,

dkk., 2005). Kedua, leukemia kronis, kemajuannya sangat lambat dan cenderung

diderita oleh orang dewasa (Sheridan & Radmacher, 1992).

Berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency For Research on

Cancer (IARC) diketahui bahwa pada tahun 2012 terdapat 14.067.894

1
kasus baru kanker dan 8.201.575 kematian akibat kanker diseluruh dunia. Khusus

untuk kasus leukemia insiden yang terjadi pada tahun 2016 mencapai 60.300 jiwa

dengan angka kematian mencapai 24.370 jiwa. Di indonesia pada tahun 2013

insiden leukemia yang terjadi mencapai 347.792 jiwa. (Pusdatin, 2015). Anak

yang menderita leukemia sering menghadapi masalah psikososial selama

menjalani pengobatan seperti kelelahan, gangguan mood, kecemasan, serta

kehilangan kepercayaan diri. (Prisani, 2017) akan tetapi salah satu dampak

psikologis yang paling sering dirasakan klien yang menderita leukemia adalah

kecemasan. Dimana kecemasan merupakan perasaan yang tidak menyenangkan

yang disebabkan karena adanya ketakutan atas sesuatu yang tidak terjadi (Sigdel,

2015).

Manajemen ansietas dapat dilakukan dengan banyak strategi diantaranya

dengan memberikan pendidikan kesehatan, pemberian teknik relaksasi serta

pemberian obat anti kecemasan golongan (alprazolam triazolo benzodia zepine)

0,5 mg 3 kali per hari (Bailey, 2010; Pritchard, 2009). Akan tetapi terapi

farmakologi yang diberikan seperti pemberian obat anti ansietas golongan

(alprazolam triazolo benzodia zepine) 0,5 mg 3 kali per hari memiliki efek hanya

sementara dan memiliki efek samping seperti perubahan suasana hati dan

gangguan ingatan. Oleh karena itu pemberian terapi non farmakologi sangat di

anjurkan dalam mengatasi kecemasan tanpa menimbulkan efek samping yang

berarti. (Bradt, Dileo, & Shim, 2013). Salah satu pemberian terapi non

farmakologi yang disarankan untuk mengatasi kecemasan adalah terapi musik,

salah satu jenis terapi musik yang rekomendasikan adalah murottal terapi.

(Mirsane, Kheirkhah, Shafagh, Ajorpaz, & Aminpour, 2016). Ketika seseorang

2
mendengarkan terapi murottal maka akan memberikan rangsangan terhadap

gendang telinga dengan demikian telinga akan memulai proses mendengarkan

dimana setiap bunyi yang di hasilkan oleh sumber bunyi akan diteruskan melalui

saraf pendengaran menuju ke korteks pendengaran di otak. Terapi murottal

bekerja pada otak dimana ketika diberikan stimulus terapi murottal maka otak

akan memproduksi penurunan kortisol sehingga dapat memberikan umpan balik

berupa perasaan rileks dan kenyamanan. Dengan mendengarkan ayat-ayat suci Al-

Qur’an seorang muslim secara umum akan merasakan perubahan fisiologis berupa

penurunan depresi.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana penjelasan Leukemia?

2. Bagaimana penjelasan kecemasan yang timbul pada pasien leukemia?

3. Bagaimana efektifitas Spiritual caring Murottal Al Qur’an pada pasien

Leukemia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis efektifitas Spiritual caring Murottal Al Qur’an tehadap pasien

leukemia.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Menjelaskan konsep dasar Leukemia

2. Menjelaskan kecemasan yang timbul pada pasien leukemia

3. Menelaah jurnal tentang efektifitas Spiritual caring Murottal Al Qur’an

terhadap pasien leukemia

3
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Memberikan referensi pada bidang keilmuan Keperawatan Medikal Bedah

tentang inovasi intervensi keperawatan pada pasien leukemia

1.4.2 Praktis
Memberikan masukan dalam aplikasi asuhan keperawatan sebagai

intervensi pada pasien leukemia bagi perawat.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leukemia
2.1.1 Definisi
Leukemia adalah sekelompok kanker darah yang biasanya dimulai di

sumsum tulang dan mengakibatkan tingginya jumlah sel darah abnormal. Sel darah

ini tidak berkembang sepenuhnya dan disebut sel blas atau leukemia. Gejala

mungkin termasuk pendarahan dan memar, kelelahan, demam, dan peningkatan

risiko infeksi. Gejala ini terjadi karena kurangnya sel darah normal. Diagnosis

biasanya dibuat dengan tes darah atau biopsi sumsum tulang.

(https://en.wikipedia.org/wiki/Leukemia, diakses 10 maret 2021).

Penyebab pasti leukemia tidak diketahui. Kombinasi faktor genetik dan

faktor lingkungan (tidak diwariskan) diyakini berperan. Faktor risiko termasuk

merokok, radiasi, beberapa bahan kimia (seperti benzena), kemoterapi sebelumnya,

dan sindrom Down. Orang dengan riwayat keluarga leukemia juga berisiko lebih

tinggi. Ada empat jenis utama leukemia, leukemia limfoblastik akut (ALL),

leukemia mieloid akut (AML), leukemia limfositik kronis (CLL), dan leukemia

mieloid kronis (CML) serta sejumlah jenis yang kurang umum. Leukemia dan

limfoma keduanya termasuk dalam kelompok tumor yang lebih luas yang

memengaruhi darah, sumsum tulang, dan sistem limfoid, yang dikenal sebagai

tumor jaringan hematopoietik dan limfoid.

2.1.2 Jenis / Klasifikasi

Secara klinis dan patologis, leukemia dibagi lagi menjadi beberapa kelompok besar.

Yang pertama adalah antara bentuk akut dan kronisnya:

5
1. Leukemia akut ditandai dengan peningkatan pesat jumlah sel darah yang belum

matang. Kerumunan yang diakibatkan oleh sel-sel tersebut membuat sumsum

tulang tidak dapat menghasilkan sel darah yang sehat sehingga hemoglobin

rendah dan trombosit rendah. Perawatan segera diperlukan pada leukemia akut

karena perkembangan yang cepat dan akumulasi sel-sel ganas, yang kemudian

menyebar ke aliran darah dan menyebar ke organ tubuh lainnya. Bentuk

leukemia akut adalah bentuk leukemia yang paling umum pada anak-anak.

2. Leukemia kronis ditandai dengan penumpukan sel darah putih yang relatif

matang secara berlebihan, tetapi masih abnormal. Biasanya membutuhkan

waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk berkembang, sel-sel

diproduksi pada tingkat yang jauh lebih tinggi dari biasanya, menghasilkan

banyak sel darah putih yang abnormal. Sedangkan leukemia akut harus segera

diobati, bentuk kronis kadang-kadang dipantau selama beberapa waktu

sebelum pengobatan untuk memastikan efektivitas terapi yang maksimal.

Leukemia kronis kebanyakan terjadi pada orang tua, tetapi dapat terjadi pada

semua kelompok umur.

Selain itu, penyakit dibagi lagi menurut jenis sel darah yang terpengaruh. Ini

membagi leukemia menjadi leukemia limfoblastik atau limfositik dan leukemia

mieloid atau mielogenous:

1. Pada leukemia limfoblastik atau limfositik, perubahan kanker terjadi pada

sejenis sel sumsum yang biasanya membentuk limfosit, yaitu sel sistem

kekebalan yang melawan infeksi. Kebanyakan leukemia limfositik

melibatkan subtipe spesifik limfosit, sel B.

6
2. Pada leukemia myeloid atau myelogenous, perubahan kanker terjadi pada

jenis sel sumsum yang biasanya membentuk sel darah merah, beberapa jenis

sel darah putih lainnya, dan trombosit.

Menggabungkan dua klasifikasi ini menghasilkan total empat kategori utama. Di

dalam setiap kategori utama ini, biasanya ada beberapa subkategori. Akhirnya,

beberapa jenis yang lebih jarang biasanya dianggap berada di luar skema klasifikasi

ini.

1. Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah jenis leukemia tersering pada

anak kecil. Ini juga mempengaruhi orang dewasa, terutama mereka yang

berusia 65 tahun ke atas. Perawatan standar melibatkan kemoterapi dan

radioterapi. Subtipe termasuk prekursor B leukemia limfoblastik akut,

prekursor T leukemia limfoblastik akut, leukemia Burkitt, dan leukemia

bipenotipik akut. Sementara sebagian besar kasus ALL terjadi pada anak-

anak, 80% kematian akibat ALL terjadi pada orang dewasa.

2. Leukemia limfositik kronis (CLL) paling sering menyerang orang dewasa di

atas usia 55 tahun. Kadang-kadang terjadi pada orang dewasa yang lebih

muda, tetapi hampir tidak pernah menyerang anak-anak. Dua pertiga dari

orang yang terkena adalah laki-laki. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun

adalah 85%. Ini tidak dapat disembuhkan, tetapi ada banyak perawatan yang

efektif. Salah satu subtipe adalah leukemia prolimfositik sel-B, penyakit

yang lebih agresif.

7
3. Leukemia myelogenous akut (AML) terjadi jauh lebih sering pada orang

dewasa daripada pada anak-anak, dan lebih sering pada pria daripada

wanita. Ini diobati dengan kemoterapi. Tingkat kelangsungan hidup lima

tahun adalah 20%. Subtipe AML termasuk leukemia promyelocytic akut,

leukemia myeloblastic akut, dan leukemia megakaryoblastic akut.

4. Leukemia myelogenous kronis (CML) terjadi terutama pada orang dewasa;

sejumlah kecil anak-anak juga mengembangkan penyakit ini. Ini diobati

dengan imatinib (Gleevec di Amerika Serikat, Glivec di Eropa) atau obat

lain. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun adalah 90%. Salah satu subtipe

adalah leukemia myelomonocytic kronis.

5. Leukemia sel rambut (HCL) kadang-kadang dianggap sebagai bagian dari

leukemia limfositik kronis, tetapi tidak cocok dengan kategori ini. Sekitar

80% orang yang terkena adalah pria dewasa. Tidak ada kasus pada anak-

anak yang dilaporkan. HCL tidak dapat disembuhkan tetapi mudah diobati.

Kelangsungan hidup adalah 96% hingga 100% dalam sepuluh tahun.

6. Leukemia prolymfositik sel-T (T-PLL) adalah leukemia yang sangat langka

dan agresif yang menyerang orang dewasa; lebih banyak pria daripada

wanita yang didiagnosis dengan penyakit ini. Terlepas dari kelangkaannya

secara keseluruhan, ini adalah jenis leukemia sel T matur yang paling

umum, hampir semua leukemia lain melibatkan sel B. Sulit untuk diobati,

dan kelangsungan hidup rata-rata diukur dalam beberapa bulan.

7. Leukemia limfositik granular besar dapat melibatkan sel-T atau sel NK;

seperti leukemia sel berbulu, yang hanya melibatkan sel B, ini adalah

leukemia langka dan lamban (tidak agresif).

8
8. Leukemia sel-T dewasa disebabkan oleh human T-lymphotropic virus

(HTLV), virus yang mirip dengan HIV. Seperti HIV, HTLV menginfeksi

sel CD4 + T dan bereplikasi di dalamnya; namun, tidak seperti HIV, virus

tidak menghancurkan mereka. Sebaliknya, HTLV "mengabadikan" sel-T

yang terinfeksi, memberi mereka kemampuan untuk berkembang biak

secara tidak normal. Virus limfotropik sel T manusia tipe I dan II (HTLV-I /

II) adalah endemik di wilayah tertentu di dunia.

9. Eosinofilia klonal (juga disebut hipereosinofili klonal) adalah sekelompok

kelainan darah yang ditandai dengan pertumbuhan eosinofil di sumsum

tulang, darah, dan / atau jaringan lain. Mereka mungkin prakanker atau

kanker. Eosinofilia klonal melibatkan "klon" eosinofil, yaitu sekelompok

eosinofil identik secara genetik yang semuanya tumbuh dari sel leluhur

yang bermutasi sama. Gangguan ini dapat berkembang menjadi leukemia

eosinofilik kronis atau mungkin terkait dengan berbagai bentuk neoplasma

mieloid, neoplasma limfoid, mielofibrosis, atau sindrom mielodisplastik.

2.1.3 Tanda dan Gejala


Gejala yang paling umum pada anak-anak adalah mudah memar, kulit

pucat, demam, dan pembesaran limpa atau hati. Kerusakan sumsum tulang, dengan

cara menggusur sel sumsum tulang yang normal dengan jumlah sel darah putih

yang belum matang lebih banyak, mengakibatkan kekurangan trombosit darah,

yang penting dalam proses pembekuan darah. Ini berarti orang dengan leukemia

dapat dengan mudah menjadi memar, berdarah berlebihan, atau mengalami

perdarahan tusuk jarum (petechiae).

9
Sel darah putih, yang terlibat dalam melawan patogen, mungkin tertekan

atau tidak berfungsi. Hal ini dapat menyebabkan sistem kekebalan orang tersebut

tidak dapat melawan infeksi sederhana atau mulai menyerang sel tubuh lainnya.

Karena leukemia menghalangi sistem kekebalan untuk bekerja secara normal,

beberapa orang sering mengalami infeksi, mulai dari amandel yang terinfeksi, luka

di mulut, atau diare hingga pneumonia yang mengancam jiwa atau infeksi

oportunistik. Akhirnya, kekurangan sel darah merah menyebabkan anemia, yang

dapat menyebabkan dispnea dan pucat.

Beberapa orang mengalami gejala lain, seperti merasa mual, demam,

menggigil, keringat malam, rasa lelah, dan gejala mirip flu lainnya. Beberapa orang

mengalami mual atau perasaan kenyang karena pembesaran hati dan limpa; ini

dapat menyebabkan penurunan berat badan yang tidak disengaja. Ledakan yang

terkena penyakit mungkin datang bersamaan dan menjadi bengkak di hati atau di

kelenjar getah bening yang menyebabkan rasa sakit dan menyebabkan mual.

Jika sel leukemia menyerang sistem saraf pusat, maka gejala neurologis

(terutama sakit kepala) dapat terjadi. Gejala neurologis yang tidak umum seperti

migrain, kejang, atau koma dapat terjadi akibat tekanan batang otak. Semua gejala

yang terkait dengan leukemia dapat dikaitkan dengan penyakit lain. Akibatnya,

leukemia selalu didiagnosis melalui tes kesehatan.

Kata leukemia, yang berarti 'darah putih', berasal dari karakteristik jumlah

sel darah putih yang tinggi pada kebanyakan orang yang menderita sebelum

pengobatan. Jumlah sel darah putih yang tinggi terlihat ketika sampel darah dilihat

di bawah mikroskop, dengan sel darah putih ekstra sering kali tidak matang atau

tidak berfungsi. Jumlah sel yang berlebihan juga dapat mengganggu tingkat sel

10
lain, menyebabkan ketidakseimbangan yang lebih berbahaya dalam jumlah darah.

Beberapa orang yang didiagnosis dengan leukemia tidak memiliki jumlah sel darah

putih yang tinggi yang terlihat selama pemeriksaan darah biasa. Kondisi yang

kurang umum ini disebut aleukemia. Sumsum tulang masih mengandung sel darah

putih kanker yang mengganggu produksi normal sel darah, tetapi mereka tetap

berada di sumsum alih-alih memasuki aliran darah, di mana sel tersebut akan

terlihat dalam tes darah. Untuk penderita aleukemia, jumlah sel darah putih di

aliran darah bisa normal atau rendah. Aleukemia dapat terjadi pada salah satu dari

empat tipe utama leukemia, dan sangat umum terjadi pada leukemia sel berbulu.

2.2 Kecemasan pada pasien leukemia

Penderita leukemia menghadapi masalah psikososial dan masalah fisik selama

dan setelah menjalani pengobatan seperti kelelahan, peningkatan resiko distress.

Selain masalah fisik Anak yang menjalani kemoterapi juga dapat mengalami

masalah psikososial seperti gangguan mood, kecemasan, kehilangan kepercayaan

diri, penurunan persepsi diri, depresi dan perubahan perilaku yang memberi

dampak kepada anak yaitu tidak dapat bersekolah (Prisani, 2017). akan tetapi salah

satu dampak psikologis yang paling sering dirasakan klien yang menderita

leukemia adalah kecemasan. Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang

biasa di tandai dengan rasa khawatir yang berlebihan, tidak tenang, gelisah, takut

akan pikirannya sendiri, mudah terkejut, akan tetapi masih dalam batas normal.

(Dadang, 2016) kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan yang

disebabkan karena adanya ketakutan atas sesuatu yang tidak terjadi (Sigdel, 2015).

Kecemasan dan rasa takut timbul dari proses otak yang sama dan menyebabkan

reaksi fisiologis yang sama, ketakutan biasanya

11
berhubungan dengan ancaman yang jelas, sementara kecemasan terjadi tanpa

adanya bahaya langsung. Seseorang akan merasa cemas saat memiliki perasaan

takut atau adanya perasaan tidak nyaman akan tetapi tidak berada dalam bahaya.

(Pittman & Karle, 2015) Pada umumnya Pengobatan di rumah sakit hanya berfokus

pada pemulihan fisik tanpa memperhatikan kondisi psikologis pasien seperti

kecemasan dan depresi (Hussain, 2011). Kecemasan merupakan gangguan alam

perasaan yang biasa di tandai dengan rasa khawatir yang berlebihan, tidak tenang,

gelisah, takut akan pikirannya sendiri, mudah terkejut, akan tetapi masih dalam

batas normal (Dadang, 2016). Manajemen ansietas dapat dilakukan dengan banyak

strategi diantaranya dengan memberikan pendidikan kesehatan, pemberian teknik

relaksasi serta pemberian obat anti kecemasan golongan (alprazolam

triazolobenzodiazepine) o.5 mg 3 kali per hari (Bailey, 2010; Pritchard, 2009).

Akan tetapi terapi farmakologi yang diberikan seperti pemberian obat anti ansietas

golongan (alprazolam triazolobenzodiazepine) o.5 mg 3 kali per hari memiliki efek

hanya sementara dan memiliki efek samping seperti perubahan suasana hati dan

gangguan ingatan. Oleh karena itu pemberian terapi non farmakologi sangat di

anjurkan dalam mengatasi kecemasan tanpa menimbulkan efek samping yang

berarti. (Bradt, Dileo, & Shim, 2013). Salah satu pemberian terapi non farmakologi

yang disarankan untuk mengatasi kecemasan adalah terapi musik, salah satu jenis

terapi musik yang rekomendasikan adalah murottal terapi.(Mirsane, Kheirkhah,

Shafagh, Ajorpaz, & Aminpour, 2016).

12
2.3 Murottal Al Qur’an

Murottal Al-Qur’an merupakan salah satu jenis terapi musik dengan suara

Al-Qur’an yang memiliki pengaruh positif bagi pendengarnya. Mendengarkan ayat-

ayat Al-Qur’an yang dibacakan secara tartil akan memberikan ketenangan jiwa.

lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dapat menurunkan hormon-hormon stres,

meningkatkan perasaan rileks, mengalihkan perhatian, rasa takut, cemas,

memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta

memperlambat pernafasan, detak jantung, dan denyut nadi (Siswantinah, 2011).

Bagi umat muslim, Al-Qur’an bukan hanya sebagai kitab suci yang merupakan

pedoman hidup, akan tetapi juga sebagai penyembuh terhadap penyakit, penerang,

serta pemberi kabar gembira. Dengan demikian seseorang akan berusaha untuk

berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan cara melalui lisan, tulisan maupun perbuatan

(Atabik, 2014) Intervensi pemberian terapi musik sangat bermanfaat untuk

mengurangi tingkat kecemasan, salah satu jenis terapi musik yaitu suara-suara Al-

Qur’an yang di bacakan atau diperdengarkan (Mirsane et al., 2016). Ketika

seseorang mendengarkan terapi murottal maka akan memberikan rangsangan

terhadap gendang telinga dengan demikian telinga akan memulai proses

mendengarkan dimana setiap bunyi yang di hasilkan oleh sumber bunyi akan

diteruskan melalui saraf pendengaran menuju ke korteks pendengaran di otak.

Terapi murottal bekerja pada otak dimana ketika diberikan stimulus terapi murottal

maka otak akan memperoduksi penurunan kortisol sehingga dapat memberikan

umpan balik berupa perasaan rileks dan kenyamanan. Dengan mendengarkan ayat-

ayat suci Al-Qur’an seorang muslim secara umum akan merasakan perubahan

fisiologis berupa penurunan depresi. salah satu ayat yang direkomendasikan adalah

surat Ar-Rad ayat 1-28. (Siswantinah, 2011).

13
BAB 3
PEMBAHASAN

3.2 Telaah Evidence Based


Leukemia disebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal oleh sumsum
tulang belakang. Ada dua klasifikasi leukemia yang didasarkan pada kecepatan
kemajuan [progress). Pertama, leukemia akut, berkembang dengan sangat cepat
dan menjadi penyebab kematian di tiap bulan. Jenis leukemia ini dapat menyerang
di segala usia termasuk anak-anak (Ziegler, dkk., 2005). Kedua, leukemia kronis,
kemajuannya sangat lambat dan cenderung diderita oleh orang dewasa (Sheridan
& Radmacher, 1992). Intervensi yang dilakukan untuk pengobatan leukemia
sebagai prosedur medis mencakup dua hal, yaitu terapi suportif dan spesifik.
Terapi suportif meliputi transfusi yang bertujuan untuk mengatasi anemia dan
mengontrol pendarahan (hemorrhage) serta pemberian antibiotik untuk mencegah
terjadinya infeksi. Terapi spesifik meliputi kemoterapi dan radioterapi, yang
memiliki efek jangka panjang (Neison, dkk., 1969). Masa pengobatan leukemia
berlangsung 106-110 minggu dan tidak jarang mengalami efek samping seperti
rasa mual, muntah, pusing, rambut rontok, diare, wajah menjadi sembab, bundar
{moon face), dan terjadi komplikasi (infeksi, demam tinggi, pendarahan dan
pneumonia). Pengobatan leukemia terdiri dari tiga fase: (a) Fase induksi remisi,
yaitu diberikan dari minggu ke-0 hingga minggu ke-6; (b) Fase
konsolidasi/intensifikasi, yaitu pengobatan diberikan dari minggu ke-6 hingga
minggu ke-10; dan (c) Fase ma/nfenance/pengobatan susunan syaraf pusat dan
pengobatan lanjutan diberikan dari minggu ke-10 hingga minggu ke-106. Tujuan
fase induksi adalah untuk mereduksi sel-sel leukemia secara cepat dan maksimal
dan melakukan pencegahan terjadinya kondisi sakit lagi {reiapse). Kegagalan
dalam suatu fase akan menghambat pasien untuk masuk pada fase selanjutnya.
Persiapan fisik dan mental pasien sangat penting untuk melanjutkan pengobatan
pada fase berikutnya. Penelitian ini mengambil pasien pada tahap induksi remisi
atau fase konsolidasi dengan alasan pasien belum terbiasa dengan pengobatan
yang dijalaninya dan menimbulkan kecemasan yang tinggi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak dengan penyakit kronis merasa tegang dan tidak
nyaman dengan proses pengobatan dan efek samping yang ditimbulkan
(Escudero, & Craren, 2007), termasuk penyakitnya, suntikan dan perlakuan
medis, serta respon emosional lainnya (Zempsky, dkk., 2007; Weinman, 1981).

14
Beberapa stresor ketika anak masuk rumah sakit adalah anak harus berpisah
dengan anggota keluarganya saat menjalani prosedur medis, rasa sakit dan
ketidaknyamanan pada 76 Jurnal Intervensi Psikologi, Vol. 1. No. 1. Juni 2009
Terapi Kognitif Perilaku Untuk Mengurangi Kecemasan penyakit, suntikan atau
perlakuan medis, merasa asing dengan lingkungan rumah sakit, imobilitas,
terganggunya rutinitas, menjadi tergantung kepada orang lain, kerusakan badan
(perubahan fisik). Semua itu menimbulkan rasa malu, serta terjadi kesalahan
dalam membentuk konsep tentang tujuan dari rawat inap (opname) di rumah sakit
beserta prosedur medisnya (Siegel & Hudson, 1992), Prosedur medis yang
diterima anak-anak khususnya yang menderita penyakit kronis (leukemia)
menimbulkan kecemasan dan depresi (Escudero, dkk., 2007). Beberapa anak yang
menjalani rawat inap menunjukkan reaksi bermusuhan, mengalami kemunduran,
menunjukkan perilaku ketergantungan seperti menarik diri, mengompol,
merasakan ketakutan yang berlebihan, memberontak dan meronta-ronta (Taylor,
2006). Rasa sakit merupakan interaksi kompleks antara fisiologis, psikis, sosial
dan perilaku (Taylor, 2006). Realisasi dari rasa sakit akan menghasilkan depresi,
kecemasan dan kemarahan yang akan berpengaruh pada perilaku. Kecemasan
merupakan salah satu kondisi psikologis yang biasa terjadi karena pengalaman
tidak menyenangkan yang dialami oleh setiap manusia. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika banyak ditemukan kasus kecemasan pada individu yang
mengalami gangguan fisik, bahkan mencapai 50% pasien medis (Hersen, dkk.,
1986). Kecemasan merupakan suatu keadaan khawatir, gugup, atau takut ketika
berhadapan dengan pengalaman yang sulit dalam kehidupan seseorang dan
menganggap bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Greenberger & Padesky,
1995; Nevid, dkk., 2005). Simtom kecemasan sangat bervariasi dan berbeda untuk
setiap individu. Simtom kecemasan dapat mengganggu kualitas hidup seseorang
karena dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menjalankan berbagai
aktivitas (Greenberger & Padesky, 1995). Seseorang yang mengalami kecemasan
akan mengalami simtom-simtom seperti: (1) Simtom fisik, meliputi gemetar,
keluar banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan
dingin, mual, panas dingin, lebih sensitif atau, kegelisahan, kegugupan, pingsan,
merasa lemas, sering buang air kecil, dan diare; (2) Simtom perilaku, ditunjukkan
dengan periiaku menghindar, perilaku ketergantungan atau melekat, perilaku
terguncang, dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan;

15
dan (3) Simtom kognitif, yaitu khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu

yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa

terancam oleh orang atau peristiwa, kebingungan, dan khawatir akan ditinggal

sendiri (Greenberger & Padesky, 1995; Nevid, dkk., 2005).

penelitian yang dilakukan oleh (Mahjoob, Nejati, Hosseini, & Bakhshani,

2016) bertujuan untuk menilai pengaruh mendengarkan ayat suci Al-Qur’an

terhadap kesehatan mental. Penelitian dilakukan Zahedan University of Medical

Sciences, di tenggara Iran. Hasilnya menunjukan perbedaan yang signifikan antara

hasil tes dan kelompok kontrol dalam skor kesehatan mental rata-rata mereka

setelah mendengarkan ayat suci Al-Qur’an dengan nilai (P=0,037), tidak ada yang

membedakan antara jenis kelamin yang signifikan pada kelompok sebelum dan

sesudah intervensi ditemukan (P=0,806) hasil ini menunjukkan bahwa

mendengarkan ayat suci Al-Qu’an dapat direkomendasikan untuk meningkatkan

kesehatan mental dan memberikan rasa tenang yang lebih besar. Penelitian lain

dilakukan oleh (Faradisi, 2018) dimana penelitian ini bertujuan untuk menilai

efektifitas Pengaruh Pemberian Terapi Murottal terhadap Penurunan Kecemasan

Post operasi. Jika dilihat dari analisis hasil penelitian, terapi murottal terbukti

valid dapat mengurangi kecemasan dibandingkan dengan kelompok kontrol

dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara uji variabel dan uji interaksi

kelompok intervensi pada kecemasan menghasilkan hasil yang signifikan untuk

semua tes multivariat P < 0,001 (p <0,05). Artinya ada perbedaan skor kecemasan

antara kelompok murrotal dan kelompok kontrol. Dari hasil yang didapatkan dari

penelitian ini dapat dilihat bahwa rata-rata skor anxiety group murrotal lebih

16
rendah dari rata-rata kelompok kontrol. Ini berarti terapi murottal terbukti

signifikan, bisa dijadikan sebagai terapi tambahan dalam pengelolaan kecemasan

pasca operasi. Penelitian yang dilakukan oleh (Babamohamadi, Sotodehasl, &

Koenig, 2015) dimana bertujuan untuk menilai pengaruh Al-Qur’an terhadap

kecemasan pada pasien hemodialisa. Dari penelitian ini hasil yang didapatkan

menujukkan terjadinya penurunan yang signifikan terhadap skor kecemasan pada

kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol F= 15,5 P= 0,0002.

Penelitian lain yang dilakukan oleh (Batoul Jabbari, Mojgan Mirghafourvand,

fahimeh Sehhatie, 2017) Penelitian ini bertujuan untuk menilai bagaimana

efektifitas terapi murottal Al-Qur’an terhadap kecemasan pada pasien persalinan.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan

antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dimana hasil yang didapatkan

pada kelompok intervensi setelah diberikan murottal terapi adalah (P=0,01)

namun pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan yang signifikan (P=0,05).

Ini berarti terapi murottal terbukti signifikan, bisa dijadikan sebagai terapi

tambahan dalam menurunkan kecemasan pada pasien hemodialisa.

17
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa

terapi murottal Al-Qur’an terbukti efektif dalam menurunkan kecemasan pada

pasien yang mengalami kecemasan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi klien dimana

setelah diberikan terapi murottal Al-Qur’an klien tampak lebih tenang.

3.1 Saran
Diharapkan bagi perawat serta rumah sakit dapat menjadikan murottal Al-

Qur’an sebagai terapi komplementer, serta menabah referensi untuk lebih

meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan pada pasien yang mengalami

leukemia dengan kecemasan dalam pemberian terapi murottal Al-Qur’an

18
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, A. 2014. The Living Qur’an: Potret Budaya Tahfiz AlQur’an Di Nusantara. Jurnal
Penelitian, 8(1), 161–178

Ganari, hinggar. Juni 2009.1 “Terapi Kognitif Perilaku dan Kecemasan Menghadapi Prosedur
Medis Pada Anak Penderita Leukemia”. Jurnal Intervensi Psikologi

https://en.wikipedia.org/wiki/Leukemia

Ramdaniati, Sri, dkk. Oktober 2020. 12 “Penerapan Intervensi Bermain, Makanan,


Spiritual Dan Akupresur Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Anak Penderita
Leukemia” Jurnal riset kesehatan Poltekes Depkes Bandung

Ricky, Desember 2019.4 “Efektivitas Terapi Murottal Al-Quran Terhadap Kecemasan


Anak Dengan Leukemia “Literature Review” Jurnal Keperawatan global. Hal 74-120

Siswantinah. 2011. The Effect Of Murotal Therapy On Anxiety Patients With Chronic Renal
Failure Who Underwen Hemodialysis, 1–15.

19

Anda mungkin juga menyukai