Anda di halaman 1dari 6

BAB II

Konsep Medis

2.1 Definisi
Prolapsus uteri merupakan salah satu bentuk prolapsus organ panggul dan
merupakan suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus (rahim) ke dalam atau keluar
melalui vagina sebagai akibat dari kegagalan ligamen dan fasia yang dalam keadaan
normal menyangganya. (Hardianti, 2015).
Prolapsus uteri merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi Wanita
dengan prolapsus uteri dapat mengalami masalah fisik dan psiko-sosial. Masalah atau
gangguan fisik tersebut merupakan salah satu kontributor utama yang mempengaruhi
rendahnya kesehatan reproduksi. Meskipun prolapsus uteri jarang menyebabkan
mortalitas atau morbiditas berat, tetapi dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan
kualitas hidup wanita. Wanita dengan segala usia dapat mengalami prolapsus uteri,
namun prolapsus lebih sering terjadi pada wanita dengan usia lebih tua. (Hardianti,
2015).
Prolaps uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh karena kelemahan
otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau turunnya uterus
melalui dasar panggul atau hiatus genitalis akan jadi longgar dan organ pelvis akan
turun ke dalamnya. (Faluvianti, 2016).

Prinsip terjadinya prolaps uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvis yang di
sebabkan oleh proses melahirkan akibat regangan dan robekan fasia endopelvik,
muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial pudenda juga
terlibat dalam proses persalinan sehingga wanita multipara sangat rentan terhadap factor
resiko terjadinya prolaps uteri. (Faluvianti, 2016).

2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya prolapsus belum diketahui secara pasti. Namun, secara
hipotetik disebutkan penyebab utamanya adalah persalinan pervaginam dengan bayi
aterm. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa persalinan pervaginam dan penuaan
adalah dua faktor risiko utama untuk pengembangan prolapsus. (Hardianti, 2015).

Penyebab prolaps uteri adalah multifaktoral, secara umum antara lain: frekuensi
partus yang tinggi, partus dengan penyulit, asites atau tumor- tumor daerah pelvis, usia
tua, defisiensi hormonal (hipoestrogen) akibat menopause, batuk kronis, obesitas,
aktivitas angkat berat, konstipasi kronis dan disfungsi neuromuskuler. Serta ibu yang
banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor.
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik, terutama
ligamentum transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi elongatio colli disertai
prolapsus uteri. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.
Persalinan lama yang sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding
vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot
panggul yang tidak baik. Pada menopause, hormon estrogen telah berkurang
(Hipoestrogen) sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. (Faluvianti,
2016).

2.3 Manifestasi klinis


Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan
apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps uteri ringan mempunyai banyak
keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai :

1) Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia


eksterna.
2) Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau berkurang.
3) Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala :

a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian


lebih berat juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kemih tidak dapat dikosongkan seluruhnya.

c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan
mengejan. Akdang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel
yang besar sekali.
4) Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi :

a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.

b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel dan vagina.
5) Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :

a. pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu


berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan
lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada portio uteri.
6) Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh
di vagina (Faluvianti, 2016).
2.4

2.5 Patofisiologi
Prolaps uteri terbagi dalam berbagai tingkat dari yang paling ringan sampai
prolaps uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam
yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen yang tergolong dalam
fasia endopelvik dan otot-otot serta fasia- fasia dasar panggul. Juga dalam keadaan
tekanan intra abdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan
uterus, terutama apabila tonus-tonus otot melemah seperti pada penderita dalam
menopause.
Serviks uteri terletak di luar vagina akan tergesek oleh pakaian wanita tersebut
dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di
bagian depan dinding vagina kendor biasanya terjadi trauma obstetrik, ia akan terdorong
oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina ke
belakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat
menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang lancar atau yang diselesaikan
dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Kekendoran fasia dibagian belakang
dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab- sebab lain dapat menyebabkan
turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke
lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum douglas.
Dinding vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat
berisi usus atau omentum. Semua akan terlihat nyata ketika menopause. (Faluvianti,
2016).
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah:
a. Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan serviks
uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-putihan.
b. Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang,
dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu
dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut.
c. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat, karena
tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh
darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang
terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
d. Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae
atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan (Tripana,
2013).

2.7 Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena umumnya
asimtomatik. Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif
lebih banyak dipilih. Sementara itu, pasien dengan prognosis operasi buruk
atau sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat melakukan pengobatan
simtomatik saja.
b. Terapi Konservatif
Pengobatan cara ini tidak terlalu memuaskan tetapi cukup membantu. Cara
ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita yang
masih menginginkan anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi, atau
kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi.
1. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang
terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan.
Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot
yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa
bulan. Caranya ialah penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai BAB, atau
penderita disuruh membayangkan seolah-oleh sedang miksi dan
tiba-tiba menahannya
2. Penatalaksanaan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif,
yaitu menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu,
jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi.Ada berbagai macam
bentuk dan ukuran pessarium. Prinsip pemakaian pessarium adalah
bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina
bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut berserta uterus
tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika pessarium
terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah, pessarium dapat jatuh
dan prolapsus uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik
untuk prolapsus genitalis ialah pessarium cincin, terbuat dari plastik.
Jika dasar panggul terlalu lemah.
c. Terapi Operatif
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika dilakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula.
Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan
pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri, atau sebaliknya. Indikasi
untuk melakukan operasi pada prolaps vagina ialah adanya keluhan.
(Erwinanto, 2015).
Daptar Pustaka

1. Tripana. 2013. Referat Ginekologi Prolapsus Uteri. Pekanbaru : KKS Obstetri dan
Ginekologi, RSUD Bangkinang Fakultas Kedokteran Universitas Abdurrab Pekanbaru
2. Hardianti & Besori Adi. 2015. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian
prolapsus uteri di RSUP Dr. Kariadi Semarang Media Medika Muda, Vol. 4, No. 4. Hal
498-508
3. Faluvianti. 2016. Perbedaan Fungsi SEksual Pasien Prolapsus Uteri antara terapi opertif
dan no operatif di RSUD Dr. Soetomo Surabaya . Surabaya: Program Studi Pendidikan
Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
4. Erwinanto. 2015. Prolaps Uteri. Medical Hospitalia, Vol. 3(2), Hal. 138-142

Anda mungkin juga menyukai