Uroginekologi Rekonstruksi
Oleh:
Preseptor :
2017
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Prolaps Uteri
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan
otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui
dasar panggul atau hiatus genitalis. Prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang
telah melahirkan, wanita tua dan wanita yang bekerja berat, walaupun demikian dapat pula
dengan penyulit, merupakan penyebab prolaps uteri. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada
janin pada pembukaan belum lengkap. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis
mempermudah terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara,
faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.7
Peningkatan tekanan di dalam perut akibat batuk yang kronis, asites, berkali-kali
mengangkat beban yang berat atau kebiasaan mengejan akibat konstipasi dapat
penentuan usia, terutama setelah menopause, juga memainkan peran penting dalam
a. Multiparitas
Persalinan pervaginan adalah yang paling sering sebagai faktor resiko untuk prolaps
kali pada persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan di Oxford pada
17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan wanita yang telah
b. Usia
dalam pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi POSST, ada 100% peningk
atan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita berusia 20 sampai
59 tahun, kejadian prolaps organ pelvis berlipat ganda dengan setiap dekade. Seperti
risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan adalah proses yang kompleks.
Peningkatan insiden mungkin akibat dari penuaan fisiologis dan proses degeneratif
serta hipoestrogenisme.9
prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus kecil, sepertiga dari wanita
dengan sindrom Marfan dan tiga perempat dari wanita dengan sindrom Ehlers-
2.1.4 Patogenesis
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan sampai
prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam yang
dalam fascia endopelvis dan otot-otot serta fascia-fascia dasar panggul. Juga dalam keadaan
tekanan intra abdominal yang meningkat dan kronis akan memudahkan terjadinya
penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam
menopause.4.6
Serviks uteri terletak di luar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut dan
lambat laun akan menimbulkan ulkus yang disebut dengan ulkus dekubitus. Jika fascia di
bagian depan dinding vagina kendor biasanya akibat trauma obstetrik maka akan terdorong
belakang yang di namakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat
menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang lancar sehingga akan
Pada divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya di belakang uretra
ada lubang yang membuat kantong antara uretra dan vagina. 4,6
Kekendoran fascia di bagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau
sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding
belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah
hernia dari kavum Douglas. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan menonjol ke
2.1.5 Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat antara
2. Prolapsus uteri tingkat I, uterus turun, tetapi serviks masih di dalam vagina.
3. Prolapsus uteri tingkat II, uterus untuk sebagian keluar dari vagina.
4. Prolapsus uteri tingkat III, atau prosidensia uteri, uterus keluar seluruhnya dari
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita yang satu
dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita
Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia eksterna.
Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring,
waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet
2.1.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologi umumnya dengan mudah
dapat menegakkan diagnosis prolapsus uteri. Pasien dengan prolaps uteri biasanya
dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi
normal atau portio telah sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah
keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi,
ditentukan pula panjang serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari ukuran
smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada kasus yang jarang terjadi yang
dicurigai karsinoma
d. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membedakan prolaps dari kelainan-
kelainan lain.2
2.1.8 Tatalaksana
a. Tanpa operasi
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan dan hanya memberikan hasil
sementara. Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, jika yang
bersangkutan masih ingin memperoleh anak lagi, jika penderita menolak untuk
dioperasi atau jika kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi. Yang termasuk
Latihan-latihan otot dasar panggul terutama berguna pada prolaps yang ringan.
menghentikannya.
Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat
pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektroda dapat dipasang dalam pessarium
bersifat paliatif yakni menahan uterus ditempatnya selama dipakai. Akan tetapi,
b. Pengobatan operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa
faktor, seperti umur penderita, keinginan untuk masih memdapatkan anak atau
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan. Prolaps uteri biasanya
disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolaps
uteri, prolaps vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina
yang membutuhkan pembedahan padahal tidak ada prolaps uteri, atau prolaps uteri
yang belum perlu dioperasi. Yang termasuk pengobatan tanpa operasi adalah:
Operasi Manchester/Manchester-Fothergill
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkat lanjut dan
hari.
Pada wanita tua yang tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan
sehingga lumen vagina tidak ada dan uterus berada diatas vagina yang tertutup.
Akan tetapi operasi ini dapat mengakibatkan tarikan pada dasar kandung
Ventro fiksasi yaitu menjahit fundus uteri pada dinding perut dan interposisi
2.2.1. Definisi
Fistula urogenital diartikan sebagai suatu hubungan abnormal antara dua atau
bahkan lebih organ internal urogenital atau terbentuknya hubungan antara saluran kemih
2001).
2.2.2. Etiologi
Fistula pada rektum dan vagina atau uretra dapat disebabkan oleh etiologi yang
berbeda. Hal ini dapat disebabka oleh kelainan kongenital maupun yang didapat seperti
inflamasi, infeksi, neoplasma atau trauma. Fistula iatrogenik dapat disebabkan oleh
Obstetri
Penyakit Crohn
Pasca operasi
Infeksi
Keganasan / Pengobatan keganasan
2.2.3. Patofisiologi
Trauma pada kandung kemih saat melakukan tindakan histerektomi yang sulit atau
Kebanyakan terbentuk fistula vesiko-vagina saat melakukan diseksi tumpul yang luas pada
daerah kandung kemih saat melakukan pemisahan lapisan kandung kemih. Hal ini
posterior kandung kemih. Hal lain dalam tindakan pembedahan yang menyebabkan
terjadinya fistula adalah jahitan pada puncak vagina yang secara kebetulan melibatkan
kandung kemih, keadaan ini menjadikan jaringan sekitarnya iskemia, nekrosis dan
Fistula sebagai hasil dari suatu proses persalinan terjadi saat persalinan lama atau
dengan kesulitan. Bagian kepala janin akan menekan bagian trigonal dan leher kandung
kemih dengan menekan ke bagian tulang pubis pada simpisis. Keadaan demikian juga
Fistula yang timbul sebagai komplikasi radiasi tidak tampak dalam kurun waktu
tahun setelah radiasi. Manifestasi lambat tersebut disebabkan oleh perubahan lanjutan efek
radiasi. Timbul fibrosis pada jaringan subepiteleal, hialinisasi jaringan ikat akan tampak
mengkasilkan atropi atau nekrosis pada epitel kandung kemih, kemudian terjadi ulserasi
2.2.4. Klasifikasi
Belum dijumpai kesepakatan yang menjadi standar untuk menentukan satu pembagian
pemakaian system scoring untuk dapat memprediksi luaran penderita fistula (Wall, 2006)
Klasifikasi terdahulu oleh Sims (1852) yang melakukan pembagian fistula berdasarkan
1. Vesikouterina
2. Urethrovaginal
3. Vesikovaginal
4. Ureterovaginal
Namun pada umumnya, terdapat dua faktor yang sangat penting yang harus dilibatkan
dalam setiap pembagian suatu fistula urogenital dengan maksud untuk mendapatkan
1. Besarnya kerusakan, yang diukur berdasarkan besarnya fistula, jaringan parut yang
uretra dan leher kandung kemih. Untuk menilai kerusakan objektif yang terjadi pada
bagian leher kandung kemih sangat sulit dilakukan, namun demikian pengukuran
panjang urethra yang sehat dapat menghasilkan suatu penilaian yang cukup
Fistula vesikovaginal dapat dibagi lagi berdasarkan lokasi anatomi fistula tersebut.
sering melibatkan ureter pada pinggir fistula dan prolapsus kandung kemih melalui
1. Fistula simple, panjang vagina normal, fistula diameter tidak lebih 2 cm dan tidak
Kemiskinan
obstetri, Kemiskinan merupakan penyebab mendasar yang penting. Wanita yang mengalami
fistula vagina cenderung mengalami kemiskinan, kurang gizi, kurangnya pendidikan dan
tinggal di daerah terpencil atau pedesaan. Dua studi epidemiologi fistula telah menemukan
bahwa lebih dari 99% dari wanita dengan vistel vagina buta huruf. Di sub-Sahara Afrika
insiden OF telah diperkirakan sekitar 124 kasus per 100.000 yang dirujuk dari daerah
sebagian besar wanita yang diobati fistula melahirkan di rumah, tanpa bantuan dari
Menikah dan melahirkan pada usia muda beresiko menyebabkan lamanya persalinan
dan fistula vagina. Di Afrika dan Asia Selatan, perempuan umumnya menikah pada usia
remaja, dan banyak hamil segera setelah itu, sebelum panggul mereka sepenuhnya
berkembang untuk melahirkan. Di Ethiopia dan Nigeria, lebih dari 25% dari pasien fistula
telah hamil sebelum usia 15 dan lebih dari 50% telah hamil sebelum usia 18. Fistula juga
Dalam banyak komunitas tradisional perkawinan dan melahirkan pada usia yang
sangat muda, dan keluarga besar adalah norma. Sehingga sangat kurang kesadaran untuk
menunda kehamilan dan menunggu ibu pulih dan memperoleh kekuatan umtuk kehamilan
berikutnya. Sistem keyakinan, dan nilai-nilai budaya dan sosial yang sangat tertanam
menjadi suatu penghalang yang mencegah wanita muda mampu mengelola hidup dan
2.2.6. Diagnosa
2.2.6.1. Anamnesis
Adanya kebocoran urin melalui vagina tanpa rasa nyeri dan terjadi setelah
persalinan atau operasi dan radiasi. Pada fistula yang kecil urin dapat merembes atau terjadi
sekali sekali tergantung pada vesika yang terisi penuh atau posisi tubuh. Gejala yang paling
sering pada fistula vagina adalah inkonensia total involunter. Dijumpai iritasi pada daerah
vulva, paha dan infeksi saluran kemih. Dalam anamnesis harus diupayakan mengetahui
penyebab fistula dengan pertanyaan yang spesifik tentang etiologi. Juga diperoleh catatan
medis sebelumnya tentang penyakit, kondisi atau terapi yang bisa saja menyebabkan
berkembangnya fistula dan juga setiap prosedur yang mungkin pernah dilakukan untuk
Gejala yang paling umum dari fistula rektovaginal merupakan bagian dari gas,
feces, atau lendir keluar melalui vagina. Gejala ini bisa disalah artikan sebagai
fistula kecil, satu-satunya gejala mungkin keputihan berbau busuk atau episode berulang
menjadi vaginitis. Di lain waktu, gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari
menonjol pada pasien dengan penyakit inflamasi usus. Kadang-kadang, fistula rektovaginal
Secara umum fistula vagina disebabkan oleh proses persalinan yang lama sehingga
kepala janin menekan vagina dan jaringan kandung kemih yang menyebabkan nekrosis dan
terbentuk fistula. Fistula vagina juga sering terjadi pada wanita yang mengalami
kekurangan gizi, bertubuh kecil, hamil pada usia yang sangat muda dan pasien pasien
Vulva dan perineum biasanya basah dan disertai urin. Dengan menggunakan
speculum biasanya mudah mencari lokasi fistula urogenital yang melibatkan kandung
kemih atau uretra bila pasien diperiksa dengan posisi litotomi. Dipakai spekulum sims
untuk melihat dinding vagina dan bisa digunakan probe kecil untuk melihat fistula diantara
uretra dan kandung kemih dengan vagina. Adanya urin pada forniks posterior vagina
lokasi fistula dan kebocoran dapat diperlihatkan, namun penilaian lebih lanjut masih
Uji bahan warna (misalnya indigo carmine atau methylene blue dalam air steril atau
normal saline) atau susu (misalnya formula bayi steril) bisa digunakan untuk mengisi
kandung kemih melalui kateter transurethral. Bila ada fistula vagina maka cairan pewarna
atau caira susu akan tampak pada vagina. Bila fistula kecil, mungkin perlu menempatkan
sedikit bola kapas secara longgar melalui liang vagina dan pasien diinstruksikan bergerak-
gerak berganti posisi agar terjadi kebocoran dari kandung kemih ke dalam vagina. Bila
terjadi bola kapas akan basah dan berwarna biru. Namun bila metode ini gagal atau tampon
terlihat basah tetapi tidak terdapat pewarnaan dapat dilakukan cara pyridium oral atau
ureterouterin da ureteroservikal.
Double day tes digunakan untuk mendeteksi fistula uterovaginal. Pasien diberikan
phenazopyridine oral dan indigo carmine atau methilen blue dimasukkan ke dalam kandung
kemih melalui kateter urethra. Phenazopyridine membuat urin berwarna merah dan
methylene blue atau indigo carmine membuat urin berwarna biru. Adanya warna biru pada
tampon menunjukkan fistula vesikovagina atau urethrovagina dan jika merah menunjukkan
Uji air dan udara bisa digunakan untuk mendeteksi fitel vesikovagina. Pasien
dengan knee-chest position, vagina diisi dengan air steril atau saline normal dan udara atau
carbon dioksida dimasukkan ke kandung kemih melalui kateter transurethral kecil. Gas
yang keluar melalui fistula dibuktikan oleh gelembung-gelembung cairan di dalam vagina
(Pranata, 2007).
2.2.6.4. Endoskopi
vistula urogenital. Ini membantu memastikan lokasi anatomis yang pasti dari fistula dan
hubungan fistula vesikovagina dengan muara uretra. Yang penting, Cystourethroscopy juga
harus diulang beberapa kali selama penanganan prabedah distula urogenital (Shobeiri,
2001).
2.2.6.5.Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan kadar urea dari cairan yang keluar dari vagina. Jika
dicurigai suatu fistula hasil kadar urea yang tinggi menandakan cairan yang keluar
mengandung urin. Cairan urin sebaiknya dilakukan kultur dan uji sensitivitas, apa ada
2.2.7. Penatalaksanaan
suprapubis atau transurethral terpasang dan dipertahankan sampai 30 hari. Fistula vesiko-
vagina yang kecil < 1 cm akan hilang atau berkurang selama periode waktu tersebut. Fistula
vagina yang kecil dapat sembuh dengan pemasanngan kateter foley. Fistula yang terjadi
dapat menutup spontan kembali setelah 3 minggu pemasangan kateter untuk drainase urin.
Jika dalam kurun waktu 30 hari setelah pemasangan kateter tidak terdapat
Perlu dilakukan perbaikan keadaan umum. Penderita yang sudah menopause dan
sudah menjalani oophorectomy diberikan terapi estrogen dapat secara topical atau sistemik
estradiobenzoat setiap hari selama 1-2 minggu dan dilanjutkan 2 minggu paska bedah.
Infeksi saluran kemih dan infeksi pada vagina harus segera dicegah sebelum tindakan
pembedahan. Penilaian keadaan umum dan kondisi jaringan di sekitar fistula menentukan
Prinsip dasar pembedahan untuk menutup fistula adalah sama yaitu mobilisasi
jaringan, vaskularisasi yang baik dan penyatuan jaringan yang baik. Keutamaan dalam
pelaksanaan tindakan bedah fistula adalah tampilan fistula yang adekuat, hemostasis yang
baik, mobilisasi yang luas dari vagina dan kandung kemih dan menghilangkan jaringan
yang mengalami devaskularisasi dan benda asing, jaringan bebas regangan, permukaan
jaringan sesuai jalur dan konfirmasi penutupan fistula dan drainase kandung kemih selama
Pendekatan operasi untuk fistula urogenital pada prinsipnya ada 3 pilihan yaitu:
a. Transvaginal
b. Transabdominal
c. Kombinasi transvaginal dan transabdominal
` Posisi penderita menjadi perhatian untuk tujuan pemaparan daerah fistula yang
Posisi Lawson
Posisi ini ideal untuk fistula pada uretra proksimal dan leher kandung kemih. Pasien
di tempatkan dalam posisi prone dengan lutut diangkat melebar disangga dengan
lebih jelas
Posisi Jackknife.
Posisi ini ideal untuk fistula pada uretra proksimal dan leher kandung kemih. Pasien
biasanya tidak melibatkan pembedahan pada saluran fistula atau kandung kemih. Prosedur
puncak vagina pada posisi jam 12,3,6, an 9, sedikitnya 2 cm dari tepi fistula.
Dengan tarikan pada jahitan penggantung ini, dibuat gambaran lingkaran atau oval 2
cm ke segala arah dari tepi lubang fistula, dan ini secara kasar dibagi menjadi empat
kuadran.
Hidrodiseksi dengan saline atau bahan vasokontriksi encer bisa digunakan untuk
kateter balon kecil melalui fistula dapat membantu dalam mobilisasi dan
dengan lapisan pertama jahitan terputus bahan yang dapat diserap dan kemudian
steril ke dalam saluran kemih. Apabila terjadi kebocoran, pada tempat kebocoran
dilakukan jahitan secara terputus menutupi tepi kebocoran. Sesudah jahitan kedap
air, epithelium vaginal diaproksimasi dengan jahitan terputus dan benang absorbsi
lambat.
atraumatik.
Preparasi dan mobilisasi jaringan sekitas fistula dengan cara sangat berhati-hati
adalah sengat penting. Operator yang kurang hati-hati akan menyebabkan terjadinya
kegagalan sebab setiap keruskana jaringan karena tidah hati-hati akan menambah
tindakan
Pada fistula yang jaringan sikatrik terfiksasi erat dengan simfisis pubis atau tulang
Teknik Operasi:
Dipasang empat jahitan penggantung 2 cm dari pinggir fistula secara simetris pada
dinding dengan vagina. Dengan penggantung ini fistula dapat ditampilkan lebih ke
dilanjutkan ke depan.
Terpenting bahwa dinding vagina yang diinsisi melingkar dimobilisasi secukupnya
ke sagala arah dengan melakukan preparasi yang luas dari muara fistula dengan
sangat hati-hati.
Dengan cara menjepit dan menarik portio ke bawah dengan tenakulum maka pole
ke belakang kandung kemih dapat lebih mudah direparasi dari dinding depan servik
sirkumsisi didapatkan permukaan kandung kemih yang bebas dan luas untuk
benang halus tetapi lama diabsorbsi untuk melipat mulut fistula ke arah kandung
kemih dan menutupnya. Tusuk jarum tidak boleh menembus dinding fistula. Segera
sesudah serangakaian jahitan pertama ini selesai harus dilakukan tes dengan larutan
methylen blue 100 ml dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk menguji apakah
rangkaian jahitan yang pertama. Jahitan kedua ini harus cukup jauh ke lateral dan
melewati jauhdari rangkaian jahitan partama dengan demikian diharapkan sudut-
sudut dari rangkaian jahitan pertama ditutupi dengan baik oleh jahitan ke dua.
Semua jahitan tersebut seperti juga pada rangkaian pertama dipasang dahulu
rangkaian jahitan pada fasia kandung kemih seperti cara Futh. Pole bawah buli-buli
dibebaskan hingga mendekati plika vesiko uterine. Untuk menutupi dan melindungi
bantalan.
Dilakukan insis memanjanga kira-kira 8 cm pada kulit labium mayor kiri dengan
ujung cranial insisi setinggi klitoris. Pinggir sayatan kulit tersebut dipegang dan
direntangkan satu sama lain dengan klem jaringan atau klem pean. Lapisan otot-
luka di labia kea rah vagina dan keluar di daerah operasi fistula sambil menjepit
dan dijahit pada fasia kandung kemih dengan kedua benang penggantung tadi.
Kemudian dinding vagina dijahit satu-satu arah memanjang dengan benang yang
2002)
Cara ini dipakai pada kasus fistula vesikovaginal dengan defek dinding vagina yang
luas sehingga pinggir vagina tersebut tidak dapat bertemu karena jarak yang terlalu jauh.
Maka dilakukan penambahan defek dinding vagina tadi dengan mempengaruhi kulit
perivulva.
Teknik Operasi
a. Fistula vesiko-vagina direparasi seperti pada fistulaplastik cara futh sampai dengan
bulbokavernosus tadi langsung dilapisan bawah kulit labium mayor jangan terlalu
dalam. Pada ujung cranial lempengan kulit tadi dipasang jahitan penggantung
benang monofil.
d. Dibuat terowongan subkutan dari luka labia ke vagina guna memindahkan
lempengan kulit tadi menutupi luka jahitan fistula untuk menambal dinding vagina
yang defek dengan menarik dengan benang penggantung tadi. Perdarahan harus
dirawat sebaik mungkin sebab transportasi lempeng kulit tadi melalui terowong
vagina memakai benang monofil yang diabsorbsi yaitu no-3 atau 4-0.
f. Setelah dilakukan hemostasis yang cukup baik maka luka kulit perivulva ditutup
dengan jahitan satu-satu memakai benang monofil no 3-0 atau 4-0. Subkutis tidak
dijahit akan tetapi akan dipasang drain untuk selama 3-4 hari.
Gambar 7. Fistel plastik teknik Symonds-Knapstein (Myokutan-Bulbokavernosus- Plastik)
Indikasi:
Teknik Operasi
dilanjutkan ke lateral kiri dan kanan. Dinding vagina di preparasi dan dibebaskan
dari fascia kandung kemih. Posisi balon kateter pada tahap ini ditarik ke depan dank
ke bawah.
d. Kemudian sayatan tidak dianjurkansirkuler pada dinding fistula bagian belakang
sepanjang 7 cm. Dilakukan preparasi dinding belakang vagina yang berbentuk lidah
sepatu ini dibebaskan sampai 0.5 cm dari pinggir belakang fistula.posisi balon
kateter pada tahap ini ditarik ke depan dank ke atas. Balon kateter ini dilepaskan
dari depan menembus gulungan polster dan dilanjutkan pada facia kandung kemih
dibelakang fistula. Setelah semua benang jahitan terpasang dengan baik barulah
sempurna.
g. Dilakukan test dengan larutan methylen blue untuk mengui kekedapan jahitan.
Setelah terbukti tidak bocor maka dilanjutkan dengan jahitan lapisan kedua.
h. Tahap berikut terlebih dahulu dilakukan jahitan memanjang pada dinding vagina
bekas pengambilan gelungan polster tadi akan berakhir jahitan melintang terhadap
melibatkan ureter atau organ pelvis lainnya atau yang mungkin terkait dengan enyakit
keganansan atau akibat dari radioterapi. Operasi transabdominal juga dikerjakan apabila
fistula tinggi sehingga sulit di capat dari vgaina. Komponen vesiko-vagian dari fistula bisa
dicapai dengan cystostomy sagital untuk memberikan akses ke tempat fistula. Saluran
fistula dieksisi, dan ruang vesikovaginal disayat lebar. Lubang ke dalam vagina di tutup
dengan kedua lapisan menggunakan benang absorbs lambat dan lubung pada kandung
kemih ditutup dengan tiga lapisan menggunakan jahitan benang yang dapat diabsorbsi
untuk aproksimasi submukosa dan dua lapis jahitan dengan benang absorbs lambatuntuk
abrikasi otot yang berdekatan. Diajurkan agar omentum atau peritoneum diatur tempatnya
sedemikian rupa sehingga memisahkan vagina dan kandung kemih. Keterlibatan organ-
b. Fistula ureterovaginal
Fistula uretrovaginal biasanya berlokasi 4-5 cm bagian distal ureter. Hal ini paling
atas dan yang mengenai segmen distal yang bisa dipertahankan, ditanggulangi dengan
ureteroureterostomy.
c. Ureteroneocystostomy
Hal ini dilakukan dengan pendekatan abdominal. Segmen distal ureter di samping
kandung kemih diligasi atau dijahit atas dengan bahan jahitan permanen. Kandung kemih
dibuka dibagian apex dam fundus kandung kemih digeser ke arahujung proksimal ureter
yang akan diimplantasi ke kandung kemih. Anastomosis antara ujung ureter dan kandung
kemih harus bebas tegangan . Apabila ada keraguan akan hal ini, kandung kemih bisa
dimobilisasi dengan memotong ruang retropubik. Pergeseran kandung kemih kea rah ujung
ureter bisa dipertahankan dengan menjahit fundus kandung kemih ke otot psoas dengan
memuaskan. Ureter proksimal diimplantasi ke kandung kemih dengan jarak sekitar 0.5 cm
dari kedua muara ureter, dijahit dengan benang yang dapat di absorbs.
Kemudian peritoneal flap yang membungkus ureter dijahit ke kandung kemih pada
sisi luar dengan benang yang di absorbs lambat. Kandung kemih ditutup dengan dua lapis
Kombinasi fistula vesiko dan rekto vagina harus diperbaiki secara bersamaan. Biasanya
perbaikan dimulai dari fistula vesiko-vagina, tetapi pertimbangan sesuai dengan pendekatan
Vital sign
Darah yang keluar dari vagina maupun kateter
Cairan intravena harus tetap diberikan sampai pasien dapat minum sendiri
Keseimbangan cairan harus dipantau secara teratur
Pasien harus tetap nyaman dengan obat analgesia yang adekuat
Pasien dengan repair yang simple harus mobilisasi sesegera mungkin
Yang perlu dipantau setelah 24 jam dan selama beberapa hari pasca operasi
Pasien harus minum banyak air dan memproduksi urin sebanyak 2-3 liter per 24 jam
Jika menggunakan vaginal pack harus dilepaskan dalam 24-72 jam
Kateter harus dipertahankan selama 10-14 hari
Memastikan bahwa selang kateter tidak terlilit dan urinbag berada lebih rendah dari
vesika urinaria.
Pasien di minta untuk mobilisasi sesegera mungkin, pada pasien dengan
pembedahan yang sederhana dapat imobilisasi pada hari yang sama dengan hari
pada wanita yang pernah melahirkan akibat perubahan otot dan fascia dasar panggul,
Terdapat beberapa macam klasifikasi inkontinensia urine, di sini hanya dibahas beberapa
D. F
istul
urin
Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau
Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu
juga di dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah
melahirkan. Akibatnya penderita harus sering menganti pakaian dalam dan bila perlu juga
pembalut wanita. Frekuensi berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang
Biasanya dalam pemeriksaan badan tidak dijumpai kelainan pada ginjal dan kandung
kemih. Pada pemeriksaan vulva ternyata bahwa sewaktu mengejan dapat dilihat dinding
depan vagina. Informasi yang penting bisa diperoleh dengan percobaan Marshall-
ginekologis dimasukan kateter ke dalam kandung kemih. Ditentukan jumlah urine yang
tersisa. Kemudian diikuti oleh pengisian kandung kemih dengan air sampai penderita
merasa ingin berkemih. Dengan demikian ditentukan kapasitas kandung kemih. Normalnya
pengeluaran urine dengan meminta penderita batuk. Jika pada posisi berbaring tidak terjadi
pengeluaran urine, maka percobaan diulang pada posisi berdiri dengan tungkai dijauhkan
Pada inkontinensia stres sejati, harus terjadi pengeluaran urine pada saat ini.
Kemudian dicoba dengan korentang atau dengan dua jari menekan dinding depan vagina
kanan dan kiri sedemikian rupa ke arah kranial sehingga sisto-uretrokel hilang. Penderita
diminta batuk lagi. Bila sekarang pengeluaran urine terhenti maka ini menunjukkan
penderita akan dapat disembuhkan dengan operasi kelainan yang dideritanya. Pemeriksaan
ini dapat ditambah dengan sistometri, sistoskopi serta kalibrasi pada uretra untuk
Pada foto rontgen lateral atas sistogram miksi bisa tampak sudut terbelakang
vesikouretra membesar sampai 1800 atau lebih. Normalnya sudut ini sekitar 1200.
interdisipliner antara urologi dan ginekologi. Di sini pengambilan keputusan yang tepat
ginekologis yang juga harus diobati. Kebanyakan diagnostik yang tepat ditegakkan dari
Pada inkontinensia stres yang ringan, misalnya yang menghabiskan 3-4 pembalut
sehari, penderita bisa memperoleh perbaikan dengan fisioterapi dan senam untuk otot-otot
dasar panggul. Pada prinsipnya pengobatan inkontinensia stres bersifat operatif. Dikenal
berbagai teknik bedah yang semuanya dapat memberikan perbaikan 80-90 kasus. Semua
bentuk operasi ini berlandaskan pada prinsip yang sama yaitu menarik dinding vagina ke
arah ventral untuk menghilangkan sistokel dan mengembalikan sudut vesiko-uretral
menjadi 1200 seperti semula. Ini dapat terlaksana dengan menjahitkan dinding vagina pada
lebih lateral pada lig. Pouparti (teknik Burch); atau dengan bedah sling, menarik uretra ke
atas memakai selembar fasia atau bahan yang tidak dapat diresorpsi serta diikatkan pada
fasia abdominalis.1,5
Biasanya keluhan stres dan desakan bercampur aduk. Dalam keadaan seperti ini,
sangat penting diagnostik yang cermat yang juga meliputi sistometri dan pengukuran aliran.
Apabila inkontinensia desakan dengan atau tanpa pembentukan sisa urine diobati dengan
salah satu bedah plastik suspensi di atas, maka pola keluhan semula dapat lebih mengikat.1
Komplikasi terapi bedah inkontinensia stres terutama terdiri dari pembentukan sisa
urine segera dalam fase pascabedah. Biasanya masalah ini bersifat sementara dan dapat
diatasi dengan kateterisasi intermiten, dengan karakter yang ditinggalkan atau lebih baik
pembentukan sisa urine tanpa kateterisasi. Komplikasi lain biasanya berasal dari indikasi
yang salah. Perforasi kandung kemih dengan kebocoran urine, infeksi saluran kemih yang
dengan keinginan yang kuat untuk mengosongkannya (urgensi).11 Biasanya terjadi akibat
kandung kemih tak stabil. Sewaktu pengisian, otot detusor berkontraksi tanpa sadar secara
spontan maupun karena dirangsang (misalnya batuk). Kandung kemih dengan keadaan
semacam ini disebut kandung kemih tak stabil. Biasanya kontraksinya disertai dengan rasa
ingin miksi. Gejala gangguan ini yaitu urgensi, frekuensi, nokturia dan nokturnal
enuresis.3,4,9
Penyebab kandung kemih tak stabil adalah idiopatik, diperkirakan didapatkan pada
sekitar 10% wanita, akan tetapi hanya sebagian kecil yang menimbulkan inkontinensia
karena mekanisme distal masih dapat memelihara inkontinensia pada keadaan kontraksi
Rasa ingin miksi biasanya terjadi, bukan hanya karena detrusor (urgensi motorik),
akan tetapi juga akibat fenomena sensorik (urgensi sensorik). Urgensi sensorik terjadi
karena adanya faktor iritasi lokal, yang sering dihubungkan dengan gangguan meatus
uretra, divertikula uretra, sistitis, uretritis dan infeksi pada vagina dan serviks. 4 Burnett3,
menyebutkan penyebabnya adalah tumor pada susunan saraf pusat, sklerosis multipel,
penyakit Parkinson, gangguan pada sumsum tulang, tumor/batu pada kandung kemih,
sistitis radiasi, sistitis interstisial. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya. Sedang urgensi
motorik lebih sering dihubungkan dengan terapi suportif, termasuk pemberian sedativa dan
intravesikal melebihi tekanan maksimal maksimal uretra akibat dari distensi kandung
kemih tanpa adanya aktifitas detrusor.17,19 Terjadi pada keadaan kandung kemih yang
lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat
naik tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya urine menetes lewat uretra
Corak atau sifat gangguan fungsi kandung kemih neurogen dapat berbeda,
tergantung pada tempat dan luasnya luka, koordinasi normal antara kandung kemih dan
uretra berdasarkan refleks miksi, yang berjalan melalui pusat miksi pada segmen sakral
medula spinalis. Baik otot kandung kemih maupun otot polos dan otot lurik pada uretra
Otot lurik periuretral di dasar panggul yang menjadi bagian penting mekanisme
penutupan uretra juga dihubungkan dengan pusat miksi sakral. Dari pusat yang lebih atas di
dalam otak diberikan koordinasi ke pusat miksi sakral. Di dalam pusat yang lebih atas ini,
sekaligus masuk isyarat mengenai keadaan kandung kemih dan uretra, sehingga rasa ingin
miksi disadari.1,311
Fistula urine sebagian besar akibat persalinan, dapat terjadi langsung pada waktu
tindakan operatif seperti seksio sesar, perforasi dan kranioklasi, dekapitasi, atau ekstraksi
dengan cunam. Dapat juga timbul beberapa hari sesudah partus lama, yang disebabkan
karena tekanan kepala janin terlalu lama pada jaringan jalan lahir di tulang pubis dan
pervaginam, operasi radikal untuk karsinoma serviks uteri, semuanya dapat menimbulkan
fistula traumatik. Tes sederhana untuk membantu diagnosis ialah dengan memasukan
metilen biru 30 ml kedalam rongga vesika. Akan tampak metilen biru keluar dari fistula ke
dalam vagina.
vagina (transvaginal), karena lebih mudah dan komplikasi kecil. Bila ditemukan fistula
yang terjadi pasca persalinan atau beberapa hari pascah bedah, maka penanganannya harus
ditunda tiga bulan. Bila jaringan sekitar fistula sudah tenang dan normal kembali operasi
2.3.6. Diagnosis
Hal yang penting dalam menilai wanita dengan inkontinensia urine adalah dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap.19 Pemeriksaan awal tidak selalu diagnostik,
tetapi informasi yang didapat akan menuntun klinisi dalm memilih test diagnostik yang
rektal dan penilaian neurologis. Pada pemeriksaan abdomen bisa didapatkan distensi
kandung kemih, yang menunjukkan suatu inkontinensia luapan, dan dikonfirmasi dengan
kateterisasi. Inspekulo bisa tampak prolaps genital, sistokel dan rektokel. Adanya urine
dalam vagina terutama pasca histerektomi mungkin mengetahui adanya massa pelvis.16
Test sederhana dapat dikerjakan setelah pemeriksaan fisik untuk membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya. Test Q-tip (the cotton swab test)16, merupakan test
dengan kateterisasi. Jumlah urine dari kencing dan kateter merupakan volume kandung
dikirim ke laboratorium.
Sistourethroskopi dikerjakan dengan anestesi umum maupun tanpa anestesi, dapat dilihat
keadaan patologi seperti fistula, ureter ektopik maupun divertikulum. Test urodinamik
meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test yang paling penting,
karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun
hipoaktif. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang digunakan untuk
ektopik).
Test tambahan yang diperlukan untuk evaluasi diagnostik yaitu Pessary Pad Test.
Penderita minum 500 ml air selama 15 menit untuk mengisi kandung kemih. Setelah
jam, penderita melakukan latihan selama 45 menit dengan cara : berdiri dari duduk (10
kali), batuk (10 kali), joging di tempat (11 kali), mengambil benda dari lantai (5 kali), dan
mencuci tangan dari air mengalir selama 1 menit. Test positif bila berat Pad sama atau lebih
besar dari 1g. Test ini dapat menunjukan adanya inkontinesia stres hanya bila tidak
Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi
pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan otot dasar
panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain itu juga dipakai obat-obatan,
Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar pelvis. Fisioterapi
meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu penutupan urethra pada
keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra misalnya pada waktu batuk. Juga dapat
Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan abdominal pada
uretra proksimal. Fisio terapi membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot lurik
Pada kandung kemih neurogrik, latihan kandung kemih (bladder training) telah
menunjukan hasil yang efektif.11 Latihan kandung kemih adalah upaya melatih kandung
kemih dengan cara konservatif, sehingga secara fungsional kandung kemih tersebut
2. Obat-obatan 11,15,16,17
Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor yang
menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan penutupan urethra obat
aktif agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe stmulasi ini dengan efek samping
relatif ringan..
b. Efedrin
noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan efektif pada inkotinensia
stres.Efek samping menigkatkan tekanan darah, kecemasan dan insomnia oleh karena
stimulasi SSP
c. Phenylpropanololamine
tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah komponen utama obat influensa
mengalami perbaikan.
d. Estrogen
meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra dengan estrogen dosis
tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya diberikan setelah tindakan bedah pada
39
inkontinensia dengan tujuan untuk memperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan
1. Kolporafi anterior
2. Uretropeksi retropubik
3. Prosedur jarum
Tindakan operatif sangat membutuhkan informed consent yang cermat dan baik pada
penderita dan keluarganya karena angka kegagalan maupun rekurensi tindakan ini tetap
ada.
Kolporaphy anterior apakah dilakukan sebagai prosedur yang terpisah atau bersamaan
dengan pembedahan ginekologi yang lain umumnya merupakan operasi ginekologi. Operasi
ini merupakan operasi definitif untuk mengkoreksi stes inkontinensia. Bagaimanapun selama
dua dekade teknik operasi ini telah teruji secara cermat dan terbukti lebih spesifik untuk
40
Gambaran klasik telah dipublikasikan oleh Kelly (1913). Teknik operasi termasuk
penjahitan pada robekan fascia dari uretra dan kandung kemih yang kemudian dimodifikasi
fisiologi struktur dasar panggul. Beberapa hal yang harus diidentifikasi adalah :
1. Mukosa vagina
2. Peritoneum vesikouterina
3. Fascia pubovesikalis-servikalis
4. Uretrovesical junction
5. Uretra
41
DAFTAR PUSTAKA
3. Anhar, K & Fauzi, A 2003, Kasus prolaps uteri di rumah sakit dr.mohammad hoesin
palembang selama lima tahun (1999-2003).
4. Decherrney AH, Pelvic Organ Prolaps in Current Diagnosis and Treatment. Edit
Goodwin, TM, The McGraw hill :New York. Hal (315-328) edisi ke 4. 2006
9. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,Cunningham
FG. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies.2008.
10. Wiknjosastro H. Prolapsus Genitalis. Ilmu Kandungan. Edisi pertama, Cetakan ke-5.
Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1991. 360-375.
42
15. Pranata, A. 2007. Karakteristik Kasus Fistula Urogenital di Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSUP H. Adam Malik dan RSUD dr. Pirngadi Medan. Tesis. FK-USU :
Medan
16. Riley V.J. 2004. Vesikovaginal Fistula, available at Emedicine.
17. Santoso BI. 2002. Fistula Urogenital, Urogenikologi I, Uroginikologi Rekonstruksi
Obstet dan ginekol FK-UI : Jakarta.
18. Shobeiri SA, Chesson RR, Echols KT. 2011. Cystoscopy Fistulography: A new
technique for the diagnosis of vesikocervical Fistula.
19. Tafesse B, Muleta M, Michael A.W, et al. 2006. Obstetric Fistula and its Physical,
Social and Psychological dimension : The Etiopian Scenario. Acta Urologica.
23;4:25-31.
20. Wall L.L, Arrowsmith S.D, Briggs N.D. 2006. Urinary Incotinence in the Developing
Word: the Obstetric Fistula, Comittee 12, available at fistulafoundation.org
21. WHO. 2006. Obstetric Fistula.
22. Zmora O, Tulchinsky H, Eyal G, Goldman G, Klauster JM, Rabau M. 2006. Gracilis
Muscle Transposition for Fistulas Between the Rectum and Urethra or Vagina.
Disease of the Colon and Rectum.
23. Andrianto P. Urologi Untuk Praktek Umum. EGC. Jakarta, 1991 : 175-186.
24. Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. Edisi I. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta, 1991 : 392-
404.
25. Burnnet LS. Relaxations, Malpositions, Fistulas, and Incontinence. In : Jones HW,
Wentz AC, Burnnet LS. Novaks Texbook of Gynecology. Eleventh Ed. William &
Wilkins, 1988 ; 467-478.
26. Marchant DJ. Urinary Incontinence. Obsterics and Gynecology Annual, 19809 ; 9 :
261-2
27. Richardson AC, Edmonds PB, Williams NL. Treatment of Stress Incontinence due
to Paravaginal Fascial Defect. Obstet Gynecol 1981 ; 57 : 357-362.
28. Fantl JA, Hurt WE, Bump RC, Dunn LJ, Choi SC. Urethral Axis and Sphincteric
Function. Am J Obstet Gynecol 1986 ; 155 : 554-558.
29. De Lancey JL. Correlative Study of Paraurehtral Anatomy. Obstet Gynecol 1986; 68 :
91-97
30. De Lancey JL. Structural Aspects of the Exrrinsic Continence Mechanism. Obstet
Gynecol 1988 ; 72
43
31. Low JA, Mauger GM, Dragovic J. Diagnosis of the Unstable Detrusor : Comparison
of an Incremental and Continuous Infusion Technique. Obstet Gynecol 1985 ; 65 : 99-
103.
32. Sand PK, Bowen LW, Ostegard DR, Brubaker L, Panganiban R. The Effect of
Retropubic Urethropexy on Detrusor Instability. Obstet Gynecol 1988 ; 71 : 818-822.
33. Purnomo, Dasar-dasar Urologi. FK>Brawijaya, Malang 2003; 106-119.
34. Bhatia NN, Bergman A. pessary Test in women With urinary Incontinence. Obstet
Gynecol 1985 ; 65 : 220-225.
35. Horbach NS, Blanco JS, Ostergard DR, Bent AE, Cornella JL. A Suburethral Sling
Procedure With Polytetrafluoroethylene for the Treatment of Genuine Stress
Incontinence in Patients With Low Urethral Closure Pressure. Obstet Gynecol 1988 ;
71 : 648-652.
36. Morgan JE, Farrow GA, Stewart FE. The Marlex Sling Operation for the Treatment of
Recurrent Stress Urinary Incontinence : A 16-years review. Am J Obstet Gynecol
1985 ; 151 : 224-226.
37. Junizaf. Buku Ajar Uroginekologi. FK.UI. Jakarta, 2002 ; 90-96.
38. Josoprawiro. Inkontinensia Urin dan Gejala Uroginetal Terkait Pada Wanita Usia
Lanjut. PIT X, Padang. 30Juni-3Juli 1997
39. Shawn.A.S. Incontinence, Prolapse, and Disorder of The Pelvis Floor.. In : Jonathan,
Rebecca, Paula Third. Ed. William % Wilkins, 2002 ; 654-680.
44