Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

MENOMETRORHAGIA + ANEMIA

Disusun oleh :

ANITA ASTALIA

NIM : 202104082

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI (NERS)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
“MENOMETRORHAGIA + ANEMIA”

Mengetahui Banyuwangi, 2022

Perseptorship Klinik Mahasiswa

(Widayanti Khoirun Nisa’, SST) (Anita Astalia)

Menyetujui Kepala Urusan Maternal

Perseptorship Akademik

( ) (Henik Khusniyati, Amd. Keb.)


A. DEFINISI MENOMETRORHAGIA
Menurut Benson (2008) menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada
interval yang tidak teratur. Biasanya jumlah dan lama perdarahan bervariasi.
Penyebab menometroragia sama dengan penyebab metroragi.
Menurut Gant dan Cunningham (2010) menometroragia adalah perdarahan yang
berlebihan dan lama dengan interval irregular dan sering. Sedangkan menurut
Manuaba (2008) menometroragia adalah perdarahan uterus yang sesuai waktu,
tetapi dengan jumlah yang banyak.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa menometroragia
merupakan perdarahan menstruasi yang di luar siklus menstruasi dengan durasi
yang lama serta jumlah perdarahannya banyak.

B. ETIOLOGI
Penyebab menometroragia adalah berasal dari luar uterus (gangguan pembekuan
darah, terjadi akibat infeksi pada uterus) atau berasal dari uterus sendiri yaitu
gangguan hormonal, artinya semata- mata akibat ketidakseimbangan hormonal
dalam siklus menstruasi yang mengaturnya (Manuaba, 2008)..
Menurut Wiknjosastro (2009) menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan
organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional
1. Sebab-sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:
a. Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus
pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri;
b. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, abortus
sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa,
koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma
uteri, mioma uteri;
c. Tuba falopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor
tuba;
d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.
2. Sebab-sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik
dinamakan perdarahan disfungsional. Penelitian menunjukkan bahwa perdarahan
disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium
diantaranya endometrium jenis sekresi dan nonsekresi yang keduanya memiliki
arti penting dalam membedakan perdarahan yang anovulatoar dari yang ovulatoar.
a. Perdarahan ovulatoar
Untuk menegakkan diagnosa perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan
kerokan pada masa mendekati menstruasi. Jika karena perdarahan yang
lama dan tidak teratur siklus menstruasi tidak dikenali lagi, maka kadang-
kadang bentuk kurve suhu basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan
bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya
sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1) Korpus luteum persistens; dijumpai perdarahan yang kadang-kadang
bersamaan dengan ovarium membesar.
2) Insufisiensi korpus luteum karena kurangnya produksi progesteron
disebablan gangguan LH releasing factor.
3) Apopleksia uteri; wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
4) Kelainan darah; anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
b. Perdarahan anovulatoar
Perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan
endokrin. Sedangkan pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan
yang tidak normal disebabkan oleh gangguan atau lambatnya proses
maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing
factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna.

C. FAKTOR RISIKO
Menurut Wiknjosastro (2007) menometroragia karena sebab fungsional paling
sering dialami pada masa pubertas dan pada masa pra menopause. Selain itu, stress
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar
pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti
kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan
lain-lain, dapat menyebabkan menometroragia.

D. KLASIFIKASI

E. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan gangguaan menstruasi bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak jarang
menyebabkan rasa frustasi bagi penderita (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011).
Pada kasus menometroragia, pasien datang dengan keluhan perdarahan saat
menstruasi yang berlangsung terus/panjang dan berdarah banyak (Manuaba, 2008).

tanda klinis dan laboratoris pada menometroragia menggambarkan pola perdarahan


uterus abnormal yang dapat terjadi setiap saat dan tidak terduga (Anwar, Baziad
dan Prabowo, 2011). Pada wanita perimenopause yaitu usia antara masa
pramenopause dan pascamenopause sekitar usia 40-50 tahun dilakukan analisis
hormonal, yaitu pemeriksaan hormon FSH, LH, dan estradiol. Kadar FSH >
35mIU/ml menunjukkan pasien telah memasuki usia perimenopause, sedangkan
kadar estradiol yang tinggi menyebabkan terjadinya penebalan endometrium
(Baziad, 2008)

F. PATOFISIOLOGI
Pada perdarahan anovulatoar, estradiol-17β diproduksi secara terus-menerus tanpa
pembentukan korpus luteum dan pelepasan progesterone. Akibatnya tidak terjadi
ovulasi dan menyebabkan stimulasi / rangsangan estrogen berlebihan (unopposed
estrogen) pada endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi
tidak diikuti dengan pembentukan jaringan penyangga yang baik karena kadar
progesterone rendah. Endometrium menjadi tebal tapi rapuh, jaringan
endometrium lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps jaringan sehingga terjadi
perdarahan yang tidak teratur (Norwitz, Schorge, 2007; Anwar, Baziad, Prabowo,
2011).
Pathway :

Gangguan fungsional Estrogen diproduksi


hipotalamus, hipofisis, terus menerus
hormonal

Peningkatan Estrogen

Korpus Luteum tidak Progesteron rendah


terbentuk

Penurunan sekresi
estrogen

Proliferasi endometrium

Startum kompakta dan stratum spongisa lepas

Pembentukan trombosit dan prostaglandin


Risiko infeksi tidak terjadi
Endometrium tebal namun rapuh
Imunitas menurun

Gangguan rasa nyaman Perdarahan

Syok Hipovolemik anemia Risiko ketidakseimbangan Nyeri


cairan akut
Pre syok Hb turun
Gangguan pertukaran
Pusing Penurunan transport oksigen Kesulitan Hipoksia gas
Bernafas
Gangguan Perfusi
Perfusi menurun Lemah, lesu,
jaringan cerebral
gangguan koordinasi,
Aliran darah ke perifer menurun bingung

- Intoleransi aktifitas
Gangguan perfusi jaringan perifer - Defisit Perawatan diri
G. KOMPLIKASI
Morbiditas berhubungan dengan jumlah kehilangan darah pada saat
menstruasi, yang kadang-kadang cukup parah untuk menyebabkan syok
hemoragik. Pendarahan menstruasi yang berlebihan merupakan dua pertiga dari
semua histerektomi dan sebagian besar operasi destruktif endoskopik
endometrium, termasuk anemia dan kekurangan zat besi, penurunan kualitas
hidup, dan peningkatan biaya perawatan kesehatan.
1. Anemia (bisa menjadi parah)
2. Adenokarsinoma Rahim

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah :
Hemoglobin, uji Fungsi thiroid, dan kadar HCG, FSH, LH. Prolaktin dan
androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika
ada tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui :
a. Dilatasi dan kuretase
b. Histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita
muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda < 40 tahun
yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah
pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia
mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk
melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada
seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada
wanita yang memerlukan investigasi histeroskopi lebih sensitif
dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas
endometrium.
3. Laparaskopi
Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba
terapeutik.

I. PENATALAKSANAAN
Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan
kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:
1. Menghentikan perdarahan
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal.
3. Transfusi jika kadar hemoglobin Hb kurang dari 8 gr%
Penatalaksanaan pertama menometroragia ditentukan pada keadaan umum. Jika
keadaannya tidak stabil maka klien perlu dirawat di rumah sakit untuk perbaikan
keadaan umum. Pada keadaan akut, dimana Hb sampai < 8 gr % maka klien harus
dirawat dan diberikan tranfusi darah. Jika telah stabil, segera dilakukan penanganan
untuk menghentikan perdarahan (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011; Baziad,
2008). Penatalaksanaan penghentian perdarahan dapat dengan terapi hormon
ataupun nonhormon. Medikamentosa nonhormon yang dapat digunakan untuk
perdarahan uterus abnormal adalah sebagai berikut (Anwar, Baziad dan Prabowo,
2011):
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
NSAID dapat memperbaiki hemostasis endometrium dan mampu menurunkan
jumlah darah menstruasi 20% hingga 50%. Efek samping secara umumnya
dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal dan merupakan kontraindikasi
pada perempuan dengan ulkus peptikum. Terdapat 5 kelompok NSAID
berdasarkan susunan kimianya, yakni:
a. Salisilat (aspirin)
b. Analog asam indoleasetik (indometasin)
c. Derivat asam proponik (ibuprofen) yang diberikan dengan dosis 600-1200
mg sehari.
d. Fenamat (asam mefenamat) yang diberikan dengan dosis 250- 500 mg, 2
hingga 4 kali sehari.
e. Coxibs (celecoxib)
1. Antifibrinolisis
Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan dengan keluhan
perdarahan uterus abnormal ditemukan kadar aktivator plasminogen pada
endometrium lebih tinggi dari normal. Penghambat aktivator plasminogen atau
obat antifibrinolisis dapat digunakan untuk pengobatan perdarahan uterus
abnormal. Asam traneksamat merupakan penghambat plasminogen yang
bekerja secara reversibel dan bila diberikan ketika perdarahan terjadi, mampu
menurunkan jumlah perdarahan 40-50%. Efek sampingnya yakni keluhan
gastrointestinal dan tromboemboli yang ternyata kejadiannya tidak berbeda
bermakna dibandingkan kejadian pada populasi normal.
Sedangkan terapi hormon untuk menghentikan perdarahan terlebih dahulu
mempertimbangkan faktor aktivitas seksual yang dikelompokkan menjadi 3
kelompok usia:
1. Usia pubertas
Pada usia pubertas, umumnya terjadi siklus anovulasi. Sehingga tanpa
pengobatan, siklus menstruasi dapat menjadi ovulasi selama perdarahan tidak
berbahaya atau tidak mengganggu pasien. Pengobatan dapat diberikan bila
gangguan telah terjadi 6 bulan atau 2 tahun setelah menarche siklus ovulasi
belum dijumpai. Pada keadaan tidak akut dapat diberikan antiprostaglandin,
antiinflamasi nonsteroid, atau asam traneksamat. Pada keadaan akut, diberikan
estrogen-progesteron kombinasi, pil kontrasepsi kombinasi atau estrogen dosis
tinggi. Yang paling mudah adalah pemberian pil kontrasepsi kombinasi selama
3 hari. Setelah perdarahan dapat diatasi yakni dengan tanda terjadinya
perdarahan hebat 3-4 hari maka selanjutnya dilakukan pengaturan siklus
dengan pemberian tablet progesteron misalnya MPA dosis 10 mg per hari
selama 14 hari kemudian pengobatan dihentikan 14 hari berikutnya, diulang
selama 3 bulan
2. Usia reproduksi
Pada usia reproduksi, setelah dipastikan bahwa perdarahan dari uterus
dan bukan karena gangguan kehamilan maka dapat dilakukan dilatasi dan
kuretase yang kemudian diperiksakan patologi-anatominya. Jika hasilnya
perdarahan yang dialami karena penyebab hormonal maka dapat diberikan
terapi hormonal estrogen-progesteron kombinasi atau pil kontrasepsi
kombinasi yang diberikan sepanjang siklus menstruasi dapat juga diberikan
tablet progesteron MPA dosis 10 mg / hari selama 14 hari kemudian
pengobatan dihentikan 14 hari berikutnya, diulang selama 3 bulan (Anwar,
Baziad dan Prabowo, 2011; Baziad, 2008; Wiknjosastro, 2007).
3. Usia perimenopause
Pada keadaan klien yang tidak akut, dapat segera dilakukan dilatasi dan
kuretase untuk mengetahui ada tidaknya keganasan. Jika hasil pemeriksaaan
patologi-anatomi menggambarkan endometrium bentuk hiperplasia
adenomatosa atau kistik maka pertama kali dapat diberikan MPA 3x10 mg /
hari selama 6 bulan atau DMPA 150 mg / bulan selama 6 bulan. Kemudian
dilakukan dilatasi dan kuretase ulang setelah klien mendapat menstruasi
normal atau setelah pengobatan selesai terjadi perdarahan abnormal (Baziad,
2008). Hasil dilatasi dan kuretase ulang ada 2
a. Tidak ditemukan gambaran hiperplasia, maka klien yang mendapat MPA
dapat melanjutkan terapinya dengan dosis 3x10 mg, 2 kali / minggu selama
6 bulan. Sedangkan yang mendapat DMPA, tidak dilanjutkan. Setelah
selesai pengobatan dilanjutkan dengan pengaturan siklus menstruasi sama
seperti pada usia pubertas (Baziad, 2008).
b. Masih terdapat gambaran hiperplasia atau tidak menunjukkan perubahan
terhadap pengobatan yang diberikan, maka pengobatan pilihan terakhir
adalah histerektomi walaupun telah dilakukan kuretase berkali-kali dan
telah mempunyai cukup anak (Baziad, 2008; Wiknjosastro, 2007).

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
data yang perlu dikajji pada pasien dengan kelainan system reproduksi,
menometroragia antara lain meliputi:
a) Identitas
(1) Nama
Pada kasus menometroragia nama berfungsi untuk mengetahui
identitas klien dan membedakannya dengan klien lainnya yang
memiliki kasus yang sama. Selain itu dibutuhkan nama suami atau
seseorang dalam keluarga klien yang bertanggung jawab sebagai
pengambil keputusan.
(2) Umur
Umur sangat dibutuhkan untuk menentukan klien termasuk dalam
faktor resiko dari kasus menometroragia yakni usia pubertas dan usia
pramenopause (Wiknjosastro, 2007).
b) Keluhan utama
Pada kasus menometroragia, pasien datang dengan keluhan
perdarahan saat menstruasi yang berlangsung terus/panjang dan berdarah
banyak (Manuaba, 2008).
c) Riwayat menstruasi
Bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus
memanjang, oligomenorea / amenorea, sifat perdarahan (banyak atau
sedikit), lama perdarahan, ciri khas darah yang hilang (misalnya warna,
konsistensi, gumpalan), periode menstruasi terakhir, periode menstruasi
normal terakhir, menarke (Anwar, Baziad, dan Prabowo, 2011; Benson,
2009).
d) Riwayat obstetri
Kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu perlu untuk ditanyakan
guna mengetahui apakah pasien seksual aktif atau masih virgin sehingga
dapat dibedakan dalam penatalaksanaannya (Manuaba, 2010).
e) Riwayat kesehatan dahulu dan sekarang
Perlu diperhatikan adanya penyakit metabolik, penyakit endokrin,
dan penyakit menahun yang dicurigai sebagai penyebab dari perdarahan
(Wiknjosastro, 2007). Adanya riwayat penyakit reproduksi.
f) Riwayat sosial
Stress yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam
maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu
keseimbangan emosional, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang
terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan menometroragia (Wiknjosastro,
2007).

2. Pemeriksaan Fisik
Data yang dikaji pada klien dengan menometroragia yakni :
a) Keadaan umum
Pengkajian pada menometroragia disertai hipertensi ringan ini terdiri
dari pemeriksaan umum seperti pemeriksaan status kesadaran dan keadaan
umum klien untuk mengetahui apakah klien dalam keadaan tabil atau tidak
(Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011).
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang menjadi fokus utama :
a. Kepala dan leher lakukan inspeksi (observasi) daerah konjungtiva dan
mulut. Lalu palpasi apakah terjadi pembesaran tiroid atau tidak?
pemeriksaan pada mata untuk melihat apakah konjungtiva terlihat pucat
yang menunjukkan adanya komplikasi anemia pada kasus
menometroragia. Inspeksi genetalia bagian luar juga diperlukan untuk
memastikan sumber perdarahannya (Aziz, 2006; Manuaba, 2010).
b. Dada dan jantung lakukan auskultasi (dengarkan) menggunakan
stetoskop daerah jantung dan paru–paru.
c. Payudara inspeksi puting susu apakah menonjol keluar atau tidak,
palpasi area payudara dan axilla di seluruh kuadran.
d. Kulit Inspeksi bagaimana warna kulit pasien apakah pucat/anemis
e. Ekstremitas lakukan pemeriksaan reflex patella dengan
menggunakan reflex hammer.
f. Abdomen lakukan palpasi abdomen, adakah nyeri tekan pada daerah
abdomen
g. Vagina vulva lakukan pemeriksaan area vulva apakah tampak warna
kebiruan pada mukosa vagina, bagaimana perdarahan pervagina pasien,
Pemeriksaan dalam (vagina toucher): untuk mengetahui bagaimana
vaginanya, serviknya, uterusnya dan ada/tidaknya kelainan pada
adneksanya (Manuaba, 2010). Pemeriksaan inspekulo: mencari sumber
perdarahannya dan menetapkan terdapatnya / tidak kelainan pada
serviks (Manuaba, 2010).

3. Diagnosa Keperawatan
a. D.0036 : Risiko Ketidakseimbangan Cairan s/d Trauma/ perdarahan
 Manajemen Cairan (1.03098)
Observasi :
- Monitor status hidrasi (misal frekuensi nadi, kekuatan andi, akral,
pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan
darah)
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (misal hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urine, BUN)
- Monitor status hemodinamik (misal MAP, CVP, PAP, PCWP jika
tersedia)
Terapeutik
- Catat intake dan output, hitung balance cairan 24 jam
- Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik jika perlu
b. 0142 : Risiko Infeksi b/d efek prosedur invasif peningkatan paparan
organisme pathogen lingkungan, yang ditandai dengan adanya tindakan
infasif (Kuretase)
Pencegahan infeksi (1.14539 )
Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
Terapeutik
- Berikan perawatan pada area luka
- Pertahankan teknik aseptic pada saat perawatan luka operasi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
- Anjurkan meningkatan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
c. D.0109 Defisit Perawatan Diri b/d kelemahan, gangguan muskuloskeletal,
neuromuskuler, gangguan psikologis dan atau psikotik, penurunan motivasi/
minat ditandai dengan menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu
mandi/ mengenakan pakaian, makan, ke toilet, berhias secara mandiri, minat
melakukan perawatan diri kurang.
Dukungan perawatan diri (1.11348)
Observasi
- Identifikasi kebiasaan aktifitas perawatan diri sesuai usia
- Monitor tingkat kemandirian
- Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias,
dan makan
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang terapeutik (misal suasana hangat, rileks,
privasi)
- Siapkan keperluan pribadi (parfum, sikat gigi, sabun mandi)
- Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
- Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan
diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
- Anjurkan untuk melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan
d. D.0003 Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan ventilasi perfusi,
perubahan membran alveolus kapiler
Pemantauan Respirasi (1.01014)
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti Bradipnea, takipnea, hiperventilasi)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil X ray Thorax
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantaiuan jika perlu
e. D.0074 : Gangguan Rasa Nyaman b/d Gejala penyakit, kurang pengendalian
situasional atau lingkungan, ketidakadekuatan sumber daya, kurangnya
privasi, gangguan stimulus lingkungan, efek samping terapi, adaptasi
kehamilan.
1) Pengaturan Posisi (1.01019)
Tindakan
 Observasi
 Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah
posisi
 Terapeutik
 Tempatkan objek yang sering digunakan pada jangkauan
 Tempatkan bel atau lampu panggilan dalam jangkauan
 Atur posisi tidur yang disukai
 Berikan bantal yang tepat pada leher
 Minimalkan gesekan dan tarikan saat mengubah posisi
 Edukasi
 Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika
tubuh yang baik selama melakukan perubahan posisi

 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian premedikasi sebelum mengubah posisi
jika perlu
2) Perawatan Kenyamanan (1.08245)
Tindakan
 Observasi
 Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
 Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi, dan
perasaannya
 Identifikasi masalah emosional dan spiritual
 Terapeutik
 Berikan posisi yang nyaman
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
 Dikusikan mengenai situasi dan pilihan terapi/pengobatab
yang diinginkan
 Edukasi
 Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi/ pengobatan
 Ajarkan terapi relaksasi
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik bila perlu
f. D. 0080 : Ansietas b/d krisis situasional, kebutuhan tidak terpenuhi, krisis
maturasional, ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
kekhawatiran mengalami kegagalan, disfungsi sitem keluarga, hubungan
orang tua anak tidak memuaskan, faktor keturunan (temperamen mudah
teragitasi sejak lahir), penyalahgunaan zat, terpapar bahaya lingkungan,
kurang terpapar informasi.
Reduksi Ansietas (1.09314)
Tindakan
 Observasi
 Observasi saat tingkat ansietas berubah
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
 Terapeutik
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan
penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosisi, pengobatan,
dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien jika perlu
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih tehnik relaksasi
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat antiansietas bila perlu
g. D. 0023 : Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme
regulasi, peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan,
Evaporasi.
Manajemen Syok Hipovolemik (1.02050)
Tindakan
 Observasi
 Monitor status kardiopulmonari (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, dan MAP)
 Monitor status oksigenasi (Oksimetri, nadi, AGD)
 Monitor status cairan (tekanan dan haluaran,turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat kesadaran respon pupil
 Terapeutik
 Pertahankan jalan napas paten
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >
94%
 Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanik (jika perlu)
 Berikan posisi syok (Modified trendelenberg)
 Pasang jalur IV
 Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
 Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung (Jika
Perlu)
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian epineprin
 Kolaborasi pemberian dipenhidramin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
 Kolaborasi pemberian krikotiroidotomi, jika perlu
 Kolaborasi intubasi endotrakeal, jika perlu
 Kolaborasi pemberian resusitasi cairan, jika perlu
h. D. 0009 : Perfusi Perifer tidak efektif b/d hiperglikemia, penurunan
konsentrasi hemoglobin, peningkatan tekanan darah, kekurangan volume
cairan, penurunan arteri dan atau vena, kurang terpapar informasi tentang
faktor pemberat (misal merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas,
asupan garam, imobilitas), kurang terpapar informasi tentang proses
penyakit (misal diabetes melitus, hiperlipidemia), kurang aktifitas fisik.
Perawatan Sirkulasi (1.02079)
Tindakan
 Observasi
 Periksa sirkulasi perifer (misal nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu,ankle brachial index)
 Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mial diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan , nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas
 Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstrimitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
 Edukasi
 Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (misalkan
melembabkan kulit kering pada kaki)
 Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (misal
rendah lemakjenuh, minyak ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(misal rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
i. D. 0077 : Nyeri Akut b/d agen pencedera fisiologis, agen pencedera
kimiawi, agen pencedera fisik
Manajemen Nyeri (1.08238)
Tindakan
 Observasi
 Identifikasi lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identikasi repon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgesik
 Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(misal TENS, hipnosis,akupresur)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

 Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nofarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
 Pemberian analgetik, jika perlu
j. D. 0056 : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup
monoton
Manajemen Energi (1.05178)
Tindakan
 Observasi
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
 Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (misal
Cahaya, suara,kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Monitor pola dan jam tidur
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
 Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
 Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Benson, R. C., & Pernoll, M. L. (2008). Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta:
EGC.

Manuaba, I. A. (2009). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk


Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. A. (2008). Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC.

Anwar, M., Baziad, A. & Prabowo,R.P. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta : Pustaka
Sarwono Prawiroharjo

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
LEMBAR KONSULTASI

No Tanggal Perbaikan TTD

Anda mungkin juga menyukai