Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA NY. L DENGAN PLASENTA PREVIA

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :
Amelia Maharani
Nim. 22149011091

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA
2022
A. Pengertian Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan plasenta yang berimplementasi pada segmen
bawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
internum (OUI). Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan
antepartum. Perdarahan antepartum merupakan perdarahan pervaginam yang
terjadi pada kehamilan diatas 28 minggu. Sampai saat ini penyebab plasenta
previa belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang diduga
kuat menimbulkan kelainan ini, yaitu multiparitas dan cacat rahim, riwayat
bedah sesar, usia 35 tahun atau lebih, ibu hamil yang merokok, riwayat kuretase,
riwayat kehamilan ganda dan riwayat miomektomi (Manuaba, 2014).
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Gejala perdarahan
awal plasenta previa pada umumnya hanya berupa perdarahan bercak atau
perdarahan ringan dan umumnya akan berhenti secara spontan. Jumlah
perdarahan yang terjadi sangat tergantung dari jenis plasenta previa. Perdarahan
dapat terjadi pada saat uterus merenggang dan tumbuh, tidak terasa nyeri dan
terlihat sebagai pengeluaran darah yang segar. Sering kali ditemukan
malpresentasi bagian presentasi janin. Terdapat risiko perdarahan pascapartum
yang lebih lanjut saat kekuatan retraksi segmen bawah uteri buruk setelah terjadi
plasenta previa. (Prawirohardjo, 2010; Medforth, 2012).

B. Epidimiologi
Plasenta previa banyak ditemukan pada ibu dengan kehamilan berisiko
seperti pada ibu dengan paritas tinggi, dan usia diatas 30 tahun, uterus yang
cacat serta ibu dengan kehamilan ganda. Pada beberapa rumah sakit, insiden
plasenta previa berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9%. Insiden di negara maju
lebih rendah yakni sekitar 0,3-0,6 % dari seluruh persalinan atau kurang dari
1% yang disebabkan berkurangnya jumlah ibu dengan paritas tinggi atau
risiko tinggi. Kejadian plasenta previa. Peningkatan penggunaan
ultrasonografi dapat meningkatkan deteksi dini plasenta previa. Kejadian
plasenta previa adalah 1 dari 200 persalinan (Prawirohardjo 2010; Quennan,
2012).
C. Klasifikasi
Ada empat macam jenis berdasarkan letaknya (Cunningham, 2010):
1. Plasenta previa totalis yaitu ostium internum tertutup sama sekali oleh
jaringan plasenta.
2. Plasenta previa parsialis yaitu ostium internum tertutup sebagian oleh
jaringan plasenta
3. Plasenta previa marginalis dimana tepi plasenta terletak pada bagian
pinggir ostium internum dan
4. Plasenta letak rendah yaitu plasenta tertanam dalam segmen bawah
uterus, sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium
internum tetapi sangat berdekatan.
Kejadian yang paling khas pada plasenta previa yaitu perdarahan rasa
nyeri yang biasanya terlihat setelah kehamilan mendekati akhir
trimester kedua atau sesudahnya, perdarahan secara tiba-tiba. Pasien
dengan plasenta previa dapat digolongkan kedalam beberapa
kelompok (Cunningham, 2010) yaitu :
1. Kelompok dengan janin prematur tetapi tidak terdapat
kebutuhan yang mendesak untuk melahirkan janin tersebut,
2. Kelompok dengan janin dalam waktu 3 minggu menjelang
aterm,
3. Kelompok yang berada dalam proses persalinan dan
4. Kelompok dengan perdarahan yang begitu hebat sehingga
uterus harus dikosongkan meskipun janin masih imatur.
Penatalaksanaan yang tepat adalah pengurangan aktivitas fisik,
menghindari pemeriksaan dalam dan pemberian cairan infus
berupa elektrolit dan tranfusi jika perdarahan terus menerus.
D. Etiologi
Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti. Frekuensi plasenta
previa meningkat pada grande multipara, primigravida tua, bekas secsio
sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, dan leioma uteri. Penyebab secara pasti
belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa ahli penyebab plasenta
previa yaitu :
1. Plasenta previa merupakan implementasi di segmen bawah rahim
dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implanmtasi, endometrium yang tipis sehingga
diberpulakan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi
pada janin dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.
2. Etiologi plasenta previa belum diketahui pasti namun meningkat pada
grande multi para, primigravida tua, bekas secsio sesarea, bekas
operasi dan leiomioma uteri. (Norma, dkk. 2013)
Menurut Sofian (2012), penyebab plasenta previa yaitu :
a. Endometrium yang inferior
b. Chorion leave yang persesiten
c. Korpus luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang
kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Brown
menekankan bahwa faktor terpenting ialah vili korealis persisten pada desidua
kapsularis.

E. Manifestasi klinis

Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan biasanya terjadi
pada akhir trimester II hingga trimester III atau sebelum persalinan,
perdarahan uterus keluar tanpa disertai rasa nyeri. Perdarahan pertama
biasanya sedikit kemudian berhenti sendiri, namun perdarahan berulng tanpa
sebab yang jelas akan timbul kembali. Pada plasenta letak rendah, perdarahan
baru terjadi pada saat mulai persalinan, bisa sedikit sampai banyak mirip
dengan solusio plasenta. Perdarahan berat disebabkan segmen bawah rahim
tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim sehingga dapat
menybabkan perdarahan berlangsung hingga pasca persalinan. Perdarahan
bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada
plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih
mudah terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada
retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta (Prawirohardjo, 2010).
F. Gejala dan Dampak Ibu dan Janin
Gejala dan dampak yang dapat terjadi pada ibu dan janin dengan kasus
plasenta previa adalah sebagai berikut:
1. Gejala
Gejala-gejala plasenta previa ialah perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi
pada malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim, bagian
terendah masih tinggi diatas pintu atas panggul (kelainan letak).
Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala. Biasa
perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda
dari abortus, perdarahan pada plasenta previa di sebabkan karena
pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim.Biasanya kepala anak
sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim, kepala
tidak dapat mendekati pintu atas panggul, karena hal tersebut di atas, juga
ukuran panjang rahim berkurang maka plasenta previa lebih sering
terdapat kelainan letak(Rukiyah, 2010:205-206).
2. Dampak
a. Bahaya pada ibu dengan plasenta previa jika terjadi, yaitu
perdarahan yang hebat, Infeksi sepsis dan emboli udara
b. Sementara bahaya untuk janinnya antara lain yaitu Hipoksia,
Perdarahan dan syok (Maryunani, 2013:138).
G. Faktor Risiko
Faktor risiko plasenta previa menurut Mochtar dalam Norma (2013)
adalah:
1. Usia ibu > 35 tahun
2. Paritas banyak
3. Endometrium cacat oleh karena bekas cesar atau bekas kuretase
4. Jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari 2 tahun
5. Mioma uteri
6. Polip endometrium
7. Kehamilan kembar
8. Ibu yang merokok
9. Riwayat plasenta previa sebelumnya
10. Adanya luka jaringan parut sehingga dapat menyebabkan hipoplasia
endometrium sedangkan faktor lainnya adalah reaksi korpus luteum
melambat.

H. Patofisiologi Plasenta Previa


Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding
uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebihbanyak tempat
untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta
terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada
pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk
menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas.
Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300
ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada
kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot
selama kehamilan berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium
dari vili tidak berubah akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang
dan hanya ditemukan sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot
menjadi lebih padat, mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh
darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast (Kay, 2003).
Menurut Manuaba (2008) Implantasi plasenta di segmen bawah rahim
dapat disebabkan:
a) Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi
b) Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi janin
c) Villi korealis pada korion leave yang persisten
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada
segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks
tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya
sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saai itu mulailah terjadi
perdarahan. Darahnya berwarna merah segar berlainan dengan darah yang
disebabkan solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber
perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III
dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin
dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa
totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah yang mungkin
baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).
Terjadinya plasenta previa biasa terjadi pada tahap pertama setengah
dari kehamilan, dan persistensinya terhadap istilah akan tergantung padausia
kehamilan dan definisi yang digunakan untukhubungan yang tepat dari os
serviks interna ke plasenta di TVS. Dalam panduan ini, terminologi berikut
dianjurkan untuk menggambarkan hubungan ini: kapan tepi plasenta tidak
mencapai os internal, jaraknya dilaporkan dalam milimeter dari os internal;
ketika tepi plasenta tumpang tindih os internal dengan jumlah apapun, jarak
digambarkan sebagai milimeter tumpang tindih.
Sebuah tepi plasentayang persis mencapai os internal digambarkan oleh
pengukuran 0 mm.Untuk tepi plasenta mencapai atau tumpang tindih os
internal,Mustafa et al. menemukan dalam sebuah studi longitudinal sebuah
kejadian42% antara 11 dan 14 minggu, 3,9% antara 20 dan 24 minggu, dan
1,9% pada saat. Dengan tumpang tindih antara 23 mm11 dan 14 minggu,
mereka memperkirakan bahwa probabilitas plasenta previa pada saat itu
adalah 8%. Demikian pula Hill et al. Melaporkan kejadian 6,2% untuk
plasenta yang membentang di atasOs internal antara 9 dan 13 minggu. Dalam
seri mereka 1252pasien, 20 (1,6%) memiliki tumpang tindih tepi plasenta16
mm atau lebih, dan hanya 4 yang memiliki plasenta previa bertahan sampai
term (0,3%). Dua studi tambahan yang ada memeriksa berbagai jarak tumpang
tindih antara 9 dan16 minggu23,24 sepakat bahwa persistensi plasenta previa
adalahsangat tidak mungkin jika tingkat tumpang tindih plasenta tidak lebih
dari 10 mm.
Dua penelitian meneliti nilai cut-off di18 sampai 23 minggu
gestasi.25,26 Ini menemukan kejadian serupa dari plasenta mencapai atau
tumpang tindih internalOs hingga 2%, dan keseluruhan kurang dari 20% ini
bertahan sebagai plasenta previa Kemungkinan plasenta persisten previa
efektif nol saat tepi plasenta tercapainamun tidak tumpang tindih os (0 mm)
dan meningkat secara signifikan melebihi 15 mm tumpang tindih sehingga
jarak> 25 mm, tumpang tindih memiliki kemungkinan adanya plasenta previa
saat melahirkan antara 40% dan 100%.
Patway Plasenta Previa

I. Penatalaksanaan Plasenta Previa


Penatalaksanaan plasenta previa dibagi dua, yaitu ekspektatif
(konservatif) dan aktif.
1. Konservatif : Dilakukan bila perdarahan sedikit, keadaan ibu dan janin
baik, berat janin < 2500 gram atau usia gestasi < 36 minggu. Bila terjadi
perdarahan banyak atau gawat janin, dilakukan tindakan aktif. Pemberian
tokolitik hanya pada kasus terpilih.
2. Aktif : Dilakukan bila TBJ ³ 2500 gram atau usia gestasi ³ 36
minggu. Bila terjadi perdarahan banyak lakukan resusitasi cairan, atasi
anemia (transfusi), dan PDMO. Plasenta yang terletak dua sentimeter dari
OUI merupakan indikasi kontra persalinan per vaginam (RCOG
Evidence Base Level III). Cara persalinan harus berdasarkan keputusan
klinik disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Pada kasus sulit dengan
kemungkinan terjadi plasenta akreta, sebaiknya didampingi spesialis
obstetri dan ginekologi senior.
Penatalaksanaan/Terapi Spesifik
1. Terapi ekspektatif
Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir
prematur, pasien dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui
kanalis servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif.
Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.Syarat pemberian
terapi ekspektatif :
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal)
d. Janin masih hidup.
Penatalaksanaan yang dilakukan antara lain :
a. Rawat inap, tirah baring, dan berikan antibiotik profilaksis.
b. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi
placenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi
janin.
Berikan tokolitik bila ada kontriksi :
 MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam
 Nifedipin 3 x 20 mg/hari
 Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru
janin
c. Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari
test amniosentesis.
d. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu placenta masih
berada di sekitar ostinum uteri internum, maka dugaan plasenta
previa menjadi jelas sehingga perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat
darurat.
e. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 mingu
masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali
apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk mencapai RS
lebih dari 2 jam) dengan pesan segera kembali ke RS apabila
terjadi perdarahan ulang.
2. Terapi aktif (tindakan segera)
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam
yang aktif dan banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa
memandang maturitas janin.Untuk diagnosis placenta previa dan
menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan
dipenuhi, lakukan PDOM jika :
a. Infus / tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
b. Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu
c. Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor
(misal : anensefali)
d. Perdarahan dengan bagian terbawah jsnin telah jauh melewati
PAP (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)

Cara menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :


1. Seksio Cesaria (SC)
Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup
tindakan ini tetap dilakukan.Tujuan SC antara lain :
a. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan
b. Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri,
jika janin dilahirkan pervaginam
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi
sehingga cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan
mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi placenta sering
menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan
susunan serabut otot dengan korpus uteri. Pada saat melakukan SC
siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
dan lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan
perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada placenta.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a) Amniotomi dan akselerasi
b) Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis
dengan pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan
memecah ketuban, placent akan mengikuti segmen bawah
rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus
belum ada atau masih lemah akselerasi dengan infus oksitosin.
3. Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan
tamponade placenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton
Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
4. Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian diberi
beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang
efektif untuk menekan placentadan seringkali menyebabkan
perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada
janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a) Identitas klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku atau bangsa, pendididkan, pekerjaan, dan alamat.
b) Identitas Penanggung Jawab Pasien
2. Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama :
 Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri.
 Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim
bertambah dengan dorongan yang berkumpul dibelakang
plasenta, sehingga rahim tegang.
 Perdarahan yang berulang-ulang.
b) Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan
darah, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari
perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien
pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali
pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll.
c) Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi, tali
pusat pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.
d) Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta
tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
a) Pemeriksaan fisik (head to toe)
Keadaan umum
1. Kesadaran : composmetis sampai dengan koma
2. Postur tubuh : biasanya gemuk
3. Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
4. Raut wajah : biasanya pucat
a) Tanda-tanda vital
 Tensi : normal sampai turun (syok)
 Nadi : normal sampai meningkat (> 100x / menit)
 Suhu : normal / meningkat (> 37,5˚ c)
 RR : normal / meningkat (> 22x / menit)
b) Anamnesa plasenta previa
 Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
1. Sift perdarahan :
 Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
 Tanpa sebab yang jelas
 Dapat berulang
2. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu atau janin
dalam rahim
3. Pada inspeksi dijumpai
 Perdarahan pervagina encer sampai menggumpal
 Pada perdarahan yang banyak ibu tanpa anemis
c) Pemeriksaan fisik ibu
1. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
2. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai
koma.
3. Pada pemeriksaan dapat dijumpai  :
a. Tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal
b. Tekanan darah turun, nadi dan pernafasan meningkat
c. Tanpa anemis
d) Pemeriksaan khusus
1. Pemeriksaan palpasi abdomen
 Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai
dengan umur hamil.
 Karena plasenta di segmen bahwa rahim, maka dapat
dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian
terendah masih tinggi.
e) Pemeriksaan denyut jantung janin
1. Bervariasi dari normal sampai ke ujung asfiksia dan kematian
dalam rahim.
2. Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap
untuk segera mengambil tindakan, Tujuan pemeriksaan dalam
untuk :
 Menegakkan diagnosa pasti
 Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi
persalinan atau hanya memecahkan ketuban.
 Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar osteum,
uteri, internum.
3. Pemeriksaan diagnostic
a. USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital,
letak dan derajat maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting
karena hal ini berkaitan dengan teknik operasi yang akan
dilakukan.
b. Kardiotokografi (KTG) : Kardiotokografi dalam Persalinan adalah
suatu metoda elektronik untuk memantau kesejahteraan janin
dalam kehamilan dan atau dalam persalinan. Dilakukan pada
kehamilan > 28 minggu.
c. Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO
atau operasi, perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu
perdarahan dan gula darah sewaktu. Pemeriksaan lainnya dilakukan
atas indikasi medis.
d. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan
bagian-bagian tubuh janin.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik akibat prosedur operasi suction cesare (D.0077)
2. Resiko Infeksi b/d Efek Prosedur invansif (D.0142)

C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SLKI)
1. Nyeri Akut b/d Tingkat nyeri ekspetasi Manajemen nyeri (I.08238).
Agen Pencedera menurun (L. 08066). Tindakan
Fisik akibat Setelah dilakukan Observasi :
prosedur operasi tindakan keperawatan selama  Identifikasi,lokasi,karakteristik,durasi,
suction cesare 1 x 24 jam diharapkan frekuensi,kualias dan intensitas nyeri
(D.0077) gangguan rasa nyeri  identifikasi skala nyeri
berkurang
Kriteria Hasil :  identifikasi respon nyeri non verbal

 Kemampuan pasien untuk  identifikasi faktor yang memperberat


menuntaskan aktivtas dan memperingan nyeri
meningkat  identifikasi pengetahuan dan keyakinan

 Keluhan nyeri tentang nyeri


menurun  identifikasi pengaruh budaya terhaap
 Pasien tampak respon nyeri
meringis menurun  idenifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
 Gelisah menurun hidup
 monitor keberhasilan terapi
 Kesulitan tidur
komplemeter yang sudah diberikan
menurun
 monitor efek samping penggunaan
 Menarik diri menurun
analgetik
 Berfokus pada diri sendiri Terapeutik :
menurun
 berikan teknik non farmakologis untuk
 Diaphoresis menurun
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
 Perasaan depresi hypnosis, akupresur,terapi
(tertekan) menurun music,biofeedback, terapi pijat, aroma
 Perasaan takut terapi, teknik imajinasi bimbingan,
mengalami cedera kompres hangat/dingin, terapi bermain)
berulang menurun  kontrol lingkungan yang memperberat

 Anoreksa menurun rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,


pencahayaan dan kebisingan)
 Perineum terasa  fasilitas istirahat dan tidur
tertekan menurun
 Uretus teraba  pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
2. Resiko Infeksi Integritas kulit dan  pasang balutan sesuai jenis luka
b/d Efek jaringan ekspetasi meningkat  pertahankan teknik steril saat
Prosedur invansif (L.14125) Setelah dilakukan
(D.0142) tindakan keperawatan melakukan perawatan luka
selama 3 x 24jam  ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
diharapkan gangguan
integritas kulit dan jaringan drainase
membaik/meningkat Kriteria  jadwalkan perubahan posisi 2 jam atau
hasil :
 Elastis kulit meningkat
sesuai kondisi pasien

 Hidrasi meningkat  berikan diet dengan kalori 30-35

 Perfusi jaringan meningkat kkal/kg BB/ hari dan protein 1,25-1,5

 Kerusakan jaringan g/kg BB/ hari

menurun  berikan suplemen vitamin dan mineral


 Kerusakan lapisan kulit (mis. Vitamin A, vitamin C, zinc, asam
menurun amino ) sesuai indikasi
 Nyeri menurun  berikan terapi TENS (stimulasi saraf
 Pendarahan menurun transkutaneus), jika perlu
 Kemerahan menurun Edukasi :
 Hematoma menurun  jelaskan tanda dan gejala infeksi
 anjurkan mengonsumsi makanan tinggi
 Pigmntasi abnormal
kalori dan protein
menurun
 ajarkan prosedur perawatan secara
 Jaringan parut menurun
mandiri
 Nekrosis menurun
 Abrasi kornea menurun Kolaborasi :
 kolaborasi prosedur debridement (mis.
 Suhu kulit membaik
 Sensasi membaik Enzimztik, biologis, mekanis,autolitik),
 Tektur membaik jika perlu
 Pertumbuhan rambut  kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
membaik
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F., Leveno, K.., Bloom, S., Hauth, J., Rouse, D., Spong, C. (2010).
Williams Obstetrics,(23rd ed.). San Francisco: The Mc Graw-Hill Companies

Davood S, Parviar K, Ebrahimi S (2008). Selected pregnancy variables in women


with placenta previa. Res. J. Obstet Gynecol, 1: 1-5.

Fauziyah, Y. (2012). Obstetri Patologi Untuk Mahasiswa Kebidanan dan


Keperawatan. Yogyakarta: Nuha medika.

Manuaba, I. (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk

Pendidikan Bidan, Ed. 2. Jakarta: EGC

Manuaba, I. (2014). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk


Pendidikan Bidan, Ed. 2. Jakarta: EGC

Maryunani, Anik. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.


Jakarta : Trans Info Medika

Medforth J, et al. Walker A. 2012. Kebidanan Oxford : Dari Bidan untuk


Bidan.Jakarta: EGC

PPNI, P. S. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP


PPNI.
https://www.academia.edu/28701259/LP_Plasenta_Previa
(diakses pada tanggal 10 Januari 2023)

Anda mungkin juga menyukai