Disusun Oleh :
Amelia Maharani
Nim. 22149011091
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis
sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara
fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga
menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa
surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu
usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas
yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali
perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai
akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini
resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di
samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang
menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan
epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan
membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi
vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi
alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan
epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh
berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi (Staf Pengajar IKA,
FKUI, 1985).
Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun diberikan
dengan O2
O2
Evaluasi :
1-3 Sesak napas ringan O² Nasal / Head Box
4-6 Sesak napas sedang Perlu Nasal CPAP
≥7 Sesak napas berat Diperlukan analisis gas darah/ Perlu Intubasi
D. Manifestasi Klinik
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran
serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala
klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung,
grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1) Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru.
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat,
seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah :
1) Pernapasan cepat
2) Pernapasan terlihat parodaks
3) Cuping hidung
4) Apnea
5) Murmur
6) Sianosis pusat
E. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
1) Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru
a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau
lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia
gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak
F. Penatalaksananaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) dan Surasmi,dkk (2017) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga kepatenan jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah
Gangguan nafas berat :
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis :
1) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
2) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
7) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.
G. Komplikasi
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2) Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
C. Intervensi Keperawatan
2. Penggunaan Terapeutik
otot bantu 1. Atur interval pemantauan
napas respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
menurun skor
Edukasi
5
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Pernapasan
pemantauan Informasikan hasil
cuping
pemantauan
hidung
menurun skor
5
4. Bunyi nafas
tambahan
menuurn 5
5. Pengliatan
kabur
menurun 1
Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014. Profil Kesehatan Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang 2011-2013
Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam. Yogyakarta : Nuha
Medika
Wijayakusuma. 2009. Terapi Juz Untuk Cegah danAtasi Asma. Jakarta : INDOCAMP
Herdman, T. Heather (2015) Nanda International Inc. diagnosis keperawatan : definisi &
klasifikasi 2015 ed 10, jakarta : EGC
Bulechek Gloria, Butcher Howard,dkk (2016) Nursing Interventions Classification (NIC), 6th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd
Moorhead Sue, Marion Johnson, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd
https://www.academia.edu/40134758/
Laporan_Pendahuluan_Respiratory_Distress_of_The_Newborn_1_Konsep_Dasar_Medis_do
cx (diakses pada tanggal 13 Februari 2023)
https://www.academia.edu/36644088/Lp_Askep_Rds_Pada_Bayi_docx
https://id.scribd.com/document/530862935/Lp-Dan-Askep-Respiratory-Distress-Syndrome