Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORI DISTRESS SYNDROM (RDS)

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
Amelia Maharani
Nim. 22149011091

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA
2023
Laporan Pendahuluan
Respiratory Distress Of The Newborn

1. Konsep Dasar Medis


A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD)
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-
tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap
atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar
60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering
terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada,
sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2016)
B. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2016) etiologi dari RDS yaitu :
1) Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2) Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong
alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang
dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3) Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4) Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5) Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
6) Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
7) Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin
besar pula kemungkinan terjadi RDS.
C. Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk

berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis

dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama

disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.

Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus

sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara

fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga

menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar

yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan

ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa

surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu

usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas

(ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks

yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali

perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai

akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini

daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya

kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan

mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular

resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di

samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah

janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.

Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang

menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal

yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat

sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang

menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan

epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan

terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik

membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi

alveoli dan menghambat pertukaran gas.

Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari

sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan

vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi

alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang

diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.

Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,

asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan

hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan

epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh

penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut

(Asrining Surasmi, dkk, 2003).


Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang

terdiri dari : atelektasis  hipoksia  asidosis  transudasi  penurunan aliran darah

paru  hambatan pembentukan substansi surfaktan  atelektasis. Hal ini akan

berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi (Staf Pengajar IKA,

FKUI, 1985).

Penilaian tingkat kegawatan napas dengan downe skor


Skor
Pemeriksaan
0 1 2

Frekuensi napas ,60x/menit 60-80x/menit >80x/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis menetap
Sianosis hilang
Sianosis Tidak ada sianosis walaupun diberikan
dengan O2
O2

Penurunan ringan Tidak ada udara


Air entry Udara masuk
udara masuk masuk

Dapat didengar Dapat didengar


Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop tanpa bantuan

Evaluasi :
1-3 Sesak napas ringan O² Nasal / Head Box
4-6 Sesak napas sedang Perlu Nasal CPAP
≥7 Sesak napas berat Diperlukan analisis gas darah/ Perlu Intubasi
D. Manifestasi Klinik
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya
atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran
serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala
klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung,
grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1) Terdapat sedikit bercak  retikulogranular dan  sedikit bronchogram udara.
2) Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran  udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru.
3) Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat,
seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah :
1) Pernapasan cepat
2) Pernapasan terlihat parodaks
3) Cuping hidung
4) Apnea
5) Murmur
6) Sianosis pusat
E. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
1) Seri rontqen dada, untuk  melihat  densitas  atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan   overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru
a. Untuk  menentukan  maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin
yang mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau
lebih mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia
gestasi 35 minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak
F. Penatalaksananaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2016) dan Surasmi,dkk (2017) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan
bila  bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga kepatenan jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang
4) Segera periksa kadar gula darah

Gangguan nafas ringan :


Pemberian nutrisi adekuat  Setelah menajemen umum, segera dilakukan
menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat
gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN).
Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan
sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.

Gangguan nafas sedang :


1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
4) Suhu aksiler <> 39˚C
5) Air ketuban bercampur mekonium
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(> 18 jam) .
7) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan  antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
11) Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2
jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
12) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2 secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
13) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .

Gangguan nafas berat :
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 40-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis :
1) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
2) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
3) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
4) Fenobarbital
5) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
6) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
7) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan.
G. Komplikasi
1) Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2) Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

2. Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian
1) Anamnesa :
a. Data Demografi
a) Nama
b) Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
c)  Jenis Kelamin
d) Suku / Bangsa
e) Alamat
b. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori,
pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan
bunyi napas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,
dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema
terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/
intercosta, grunting expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru yang
imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature
dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran
pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal atau 
intrapartus, dan  makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang
memiliki riwayat sebagai perokok, dan  pengkonsumsi minuman keras serta
tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).

f. Riwayat penyakit keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar sehinnga
menimbulakan membrane hyialin disease.
g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap bayinya.
h. Status Infant saat Lahir
a) Prematur, umur kehamilan.
b) Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
c) Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi keadaan
umum bayi baru lahir.
d) Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat
dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi :
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi
terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi,
ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
a) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
b) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara :
a) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
b) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan
pucat akan menghilang 2-3 detik.
c) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan
letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga
terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
3) ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat  bayi belum minum atau
menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan
nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi  
Penurunan pengeluaran urine
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan, keterbatasan
pengembangan otot (D.0005)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler (D.0003)
3. Hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit (D.0140)

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan (SIKI) Intervensi (SDKI)


Kperawatan
Pola nafas tidak Pola Napas Manajemen jalan napas SIKI
efektif b.d SLKI (L.01004 (I.01011 hal. 186)
hal. 95) Setelah Observasi
penurunaan energi/
dilakukan 1. Monitor pola napas
kelelahan, tindakan (frekuensi, kedalaman, usaha
keterbatasan keperawatan napas)
selama 1x7 jam 2. Monitor bunyi napas tambahan
pengembangan otot
diharapkan pola (mis. gurgling, mengi,
(D.0005) napas efektif wheezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
dengan kriteria aroma)
hasil: Terapeutik
1. Dyspnea
menurun skor 1. Pertahankan kepatenan jalan
5 napas dengan head-tilt
2. Penggunaan (jaw-thrust jika curiga trauma
otot bantu servikal)
napas 2. Posisikan semi-Fowler atau
menurun skor Fowler
5 3. Berikan minum hangat
3. Ortopnea 4. Lakukan fisioterapi dada, jika
menurun skor perlu
5 5. Lakukan penghisapan lendir
4. Pernapasan kurang dari 15 detik
pursed-lip 6. Lakukan hiperoksigenasi
menurun skor
5 sebelum penghisapan
5. Pernapasan endotrakeal
cuping 7. Keluarkan sumbatan benda
hidung padat dengan forsep McGill
menurun skor 8. Berikan oksigen, jika perlu
5 Edukasi
6. Frekuensi 1. Anjurkan asupan cairan 2000
napas membaik ml/hari, jika tidak
skor 5 kontraindikasi
7. Kedalaman 2. Ajarkan teknik batuk efektif
napas membaik Kolaborasi
skor 5 Kolaborasi pemberian bronkodiulator,
jika perlu
Gangguan Pola Napas Pemantauan Respirasi SIKI
pertukaran gas SLKI (L.01004 (I.010114 hal.247)
hal. 95) Setelah Observasi
berhubungan
dilakukan 1. Monitor frekuensi, irama,
dengan perubahan tindakan kedalaman dan upaya nafas
keperawatan 2. Monitor pola nafas (seperti
membran alveolar-
selama 1x7 jam bradipnea, takipnea,
kapiler (D.0003) hiperventilasi, kussmaul,
diharapkan
oksigenasi atau cheyne-stokes
3. Moniitor kemampuan batuk
elimasi efektif
karbodioksida 4. Monitor adanya sputum
pada membran 5. Monitor adanya sumbatan jalan
eveolus kafiler nafas
dalam batas 6. Palpasi kesimestrisan paru
normal dengan 7. Akultasi bunyi nafas
kriteria hasil: 8. Monitor saturasi oksigen
1. Dyspnea 9. Monitor nilai AGD
menurun skor
5 10. Monitor hasil x-ray toraks

2. Penggunaan Terapeutik
otot bantu 1. Atur interval pemantauan
napas respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
menurun skor
Edukasi
5
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Pernapasan
pemantauan Informasikan hasil
cuping
pemantauan
hidung
menurun skor
5
4. Bunyi nafas
tambahan
menuurn 5
5. Pengliatan
kabur
menurun 1

Eliminasi urine Manajemen eliminasi urine SIKI


Hiportermi b.d (I.04152 hal. 175)
SLKI (L.04034
belum hal. 24) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi tanda
terbentuknya
tindakan dan gejala
lapisan lemak retensi urin atau
keperawatan
pada kulit selama 1x7 jam inkontenensia
(D.0140 hal 302) diharapkan urin
eliminasi urin 2. Identifikasi
tidak terganggu, faktor yang
dengan kriteria menyebabkan
hasil: retensi atau
1. Sensasi inkontenensia
berkemih urin
meningkat skor 3. Monitor eliminasi
5 urine (mis.
2. Distensi frekuensi,
kandung konsistensi,
kemih menurun aroma, volume,
skor 5 dan warna)
3. Berkemih tidak Terapeutik
tuntas menurun 1. Catat waktu-waktu dan
skor 5 haluaran berkemih
Frekuensi BAK 2. Batasi asupan cairan, jika
membaik skor 5 perlu
3. Ambil sampel urine tengah
(midstream) atau kultur
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urin
3. Ajarkan mengambil specimen
urin midstream
4. Ajarkan
mengenali tanda
berkemih dan
waktu tepat
untuk berkemih
5. Ajarkan terapi
modalitas
penguatan
otot-otot
panggul/berkemi
han
6. Anjurkan
minum yang
cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Daftar Pustaka

Dinkes, Kota Palembang. 2013. Profil Kesehatan Palembang

Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014. Profil Kesehatan Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang 2011-2013

Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam. Yogyakarta : Nuha
Medika

Wilkinsom dkk. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC

Wijayakusuma. 2009. Terapi Juz Untuk Cegah danAtasi Asma. Jakarta : INDOCAMP

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Herdman, T. Heather (2015) Nanda International Inc. diagnosis keperawatan : definisi &
klasifikasi 2015 ed 10, jakarta : EGC

Bulechek Gloria, Butcher Howard,dkk (2016) Nursing Interventions Classification (NIC), 6th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd

Moorhead Sue, Marion Johnson, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd

https://www.academia.edu/40134758/
Laporan_Pendahuluan_Respiratory_Distress_of_The_Newborn_1_Konsep_Dasar_Medis_do
cx (diakses pada tanggal 13 Februari 2023)
https://www.academia.edu/36644088/Lp_Askep_Rds_Pada_Bayi_docx
https://id.scribd.com/document/530862935/Lp-Dan-Askep-Respiratory-Distress-Syndrome

Anda mungkin juga menyukai