Anda di halaman 1dari 21

Emergency Nursing

Makalah Seminar
Dosen Pengampu: Ns. M. Fathoni, S.Kep., MNS.

FEBRIS

Semester 6/ PSIK : KELOMPOK 1

1. 135070207113002 Hanifah Munajiyah


2. 135070207113010 Dwi Putro Setiyadi
3. 135070218113007 Siti Ulfa Maulida
4. 135070218113025 Riska Paska Kristina
5. 135070218113028 Dwi Rahayu

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KEDIRI
2016

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Salam sejahtera bagi kita semua.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena hanya
dengan taufiq dan hidayahNya kami dapat mengikuti materi kuliah emergency nursing
dengan sebaik-baiknya. Untuk meningkatkan pemahaman kami dalam mengkaji materi
emergency yang berhubungan dengan febris , kami menyusun sebuah makalah dengan
judul, “Febris”. Semoga makalah ini bermanfaat walau belum sempurna, tetapi semoga
membawa manfaat bagi kita semua.
Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Selanjutnya kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu kami, terutama kepada
pembimbing kami,Ns. M. Fathoni, S.Kep., MNS yang telah membimbing kami sehingga
makalah ini dapat kami susun dengan sebaik mungkin.

Demikian dua kata pengantar ini, kurang lebihnya kami mohon maaf bila ada
tulisan atau kalimat yang salah dalam makalah ini.

Kediri, 24 Mei 2016

Penyusun:

PSIK/ KELOMPOK 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan penulisan ......................................................................... 1
1.3 Manfaat ...................................................................................... 2
BAB II Tinjauan pustaka ............................................................................. 3
2.1 Definisi ............................................................ ..................... 3
2.2 Etiologi.......................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi..................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi................................................................................... 4
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................... 5
2.6 Pemeriksaan Diagnostik................................................................. 6
2.7 Penatalaksanaan............................................................................ 6
2.8 Komplikasi..................................................................................... 8
BAB III Kasus dan Asuhan Keperawatan .................................................. 9
BAB IV Pembahasan....................................................................................... 13
BAB V Kesimpulan dan saran....................................................................... 15
BAB VI Lesson Learnt dan rekomendasi..................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit
tersendiri. Demam terjadi karena adanya peningkatan suhu tubuh akibat
terganggunya sistem regulasi di dalam tubuh. Demam bisa terjadi pada
siapa saja, bisa diakibatkan dari penyakit apa saja, terutama pada
penyakit infeksi. Demam karena infeksi lebih rentan terjadi pada anak-
anak. Anak- anak memiliki sistem imun yang belum optimal, sehingga
akan mudah terkena infeksi.
Resiko kejadian demam pada anak terhadap penyakit serius
tergantung pada usia anak. Pada neonatus yang terkena demam
mempunyai resiko yang lebih besar terkena penyakit serius dibandingkan
dengan anak dengan umur yang lebih tua. Hal ini dikarenakan dua
alasan yaitu infeksi pada neonatus yang berbeda dari infeksi pada anak
pada umumnya dan kemampuan sistem imun neonatus yang belum
mampu mengatasi infeksi (Graneto, 2010).
Di Asia, sekitar 10 -15% anak- anak mengalami demam yang
berhubungan dengan gejala -gejala atau tanda dari suatu penyakit
(Graneto, 2010). Di Sumatera Utara, penyakit yang paling banyak
diderita adalah infeksi saluran pernapasan atas yang salah satu
gejalanya adalah demam. Selain infeksi saluran pernapasan atas, masih
banyak penyakit lain yang diderita masyarakat seperti malaria, demam
berdarah dengue, demam chikungunya, dan lain -lain yang juga salah
satu gejalanya adalah demam (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara, 2009).
Berdasarkan hal yang diuraikan diatas maka kami menganggap
perlu untuk membahas mengenai demam mulai dar definisi sampai
bagaimana penanganan demam dalam kegawatdaruratan. .
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1.2.1 Tujuan Umum
Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar demam
dan bagaimana penatalaksanaan demam.

1
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah:
a. Untuk memahami konsep demam .
b. Untuk mengetahui beberapa kasus demam dan bagaimana
asuhan keperawatannya.
c. Untuk mengetahui jurnal-jurnal yang terkait dengan
demam.
d. Untuk mengetahui implikasi jurnal pada kasus demam .
1.3 Manfaat penulisan
a. Memberikan pemahaman tentang konsep demam
b. Memberikan pemahaman tentang penatalaksanaan demam
c. Memberikan tambahan ilmu mengenai jurnal-jurnal yang bisa
diterapkan pada kasus demam.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Febris atau demam adalah suatu keadaan dimana pengeluaran produksi
panas yang tidak mampu untuk dipertahankan karena terjadinya
peningkatan suhu tubuh abnormal (Valita,2007). Menurut Munandar (dalam
Kusuma & sopyan, 2008), demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas
normal yaitu lebih besar dari 370 C pada orang yang istirahat total ditempat
tidur sedangkan pada orang dengan aktivitas sedang, bersuhu di atas
37,20C. Menurut Kaneshiro & Zieve (2010), derajat suhu yang dapat
dikatakan demam adalah rectal temperature ≥ 38,00 C atau oral temperature
≥ 37,50 C atau axillary temperature ≥ 37,20 C. Jadi dapat disimpulkan bahwa
febris adalah kenaikan suhu tubuh > 370 C pada orang isitirahat dan 37,20C
pada orang yang beraktivitas karena terganggunya hipotalamus dengan
adanya peningkatan produksi panas atau tubuh tidak mampu
mempertahankan keseimbangan suhu normal.
2.2 ETIOLOGI
Etiologi demam dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor infeksi dan
faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri,
virus, jamur, atau parasit. Infeksi bakteri yang pada umunya menimbulkan
demam pada anak-anak antara lain pnemonia, bronkitis, osteomyelitis,
appendisitis, TBC, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis,
ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dll (Graneto,2010).
Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral
pneumonia, influenza, DBD, chikungunya, H1N1, coccidioides imitis (Davis,
2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Janson & Baltimore,2007).
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal
antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan eksternal yang ekstrim terlalu
tinggi atau terlalu rendah, keadaan tumbuh gigi), pada anak-anak dalam
pemberian imunisasi, penyakit autoimun, keganasan, dan pemakaian obat-
obatan (antibiotik, antihistamin) (Kareshino & Zieve ,2010). Menurut Nelwan
(2009), penyebab dari faktor non infeksi adalah gangguan sistem saraf pusat
seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus,dll.

3
2.3 KLASIFIKASI
Demam terbagi atas beberapa tingkatan :
a. Demam ringan : suhu badan berkisar antara 370 – 380C
b. Demam sedang : suhu badan berkisar antara 380 – 390C
c. Demam : suhu badan berkisar antara 390- 400C
d. Demam tinggi : suhu badan diatas 400C
Tipe-tipe demam:
a. Continued fever: suhu tubuh terus-menerus diatas normal. Gejala ini
ditemukan pada lobar pnemonia, typus, dll.
b. Remittent fever: suhu tubuh tiap hari turun naik tanpa kembali normal.
Gejala ini ditemukan pada penyakit purulent, kadang-kadang pada
TBC.
c. Intermittent fever : suhu tubuh tiap hari kembali (bawah) normal,
kemudian naik lagi. Gejala ini ditemukan pada penyakit malaria
d. Hectic fever : memiliki fluktuasi temperatur yang jauh lebih besar
daripada remittent fever, mencapai 20C – 40C. Hal ini ditandai dengan
menurunya temperatur dengan cepat ke normal normal atau dibawah
normal, biasanya disertai dengan pengeluaran keringat yang
berlebihan. Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru dan sepsis.
e. Recurrent fever: demam yang kambuh
f. Undulant fever : ditandai dengan kenaikan suhu tubuh secara
berangsur yang diikuti dengan penurunan suhu tubuh secara
berangsur pula sampai normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit
bruse losis.
g. Irreguler fever : ditandai dengan variasi diural yang tidak teratur dalam
selang waktu yang berbeda. Gejala ini ditemukan pada demam
rematik, disentri, influenza, sepsis, rheumocarditis,dll.
h. Inverted fever : suhu tubuh pagi hari lebih tinggi daripada malam hari.
Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru,sepsis, dan bruse losis.
2.4. PATOFISIOLOGI
Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari
eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh
sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh. Pirogen eksogen,
dapat berupa infeksi atau non-infeksi, akan merangsang sel-sel makrofag,
monosit, limfosit, dan endotel untuk melepaskan interleukin(IL)-1, IL-6,

4
Tumor Necrosing Factor(TNF)-α, dan interferon(IFN)-γ yang selanjutnya
akan disebut pirogen endogen/sitokin. Pirogen endogen ini, setelah
berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik hipotalamus akan
merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2, yang
selanjutnya melepas asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan
kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah menjadi
prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah, baik secara
langsung maupun melalui pelepasan AMP siklik, menset termostat pada
suhu tubuh yang lebih tinggi. Hal ini merupakan awal dari berlangsungnya
reaksi terpadu sistem saraf autonom, sistem endokrin, dan perubahan
perilaku dalam terjadinya demam (peningkatan suhu).
Pusat panas di hipotalamus dan batang otak kemudian akan mengirimkan
sinyal agar terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sehingga
suhu tubuh naik sampai tingkat suhu baru yang ditetapkan. Hal demikian
dapat dicapai dengan vasokonstriksi pembuluh darah kulit, sehingga darah
yang menuju permukaan tubuh berkurang dan panas tubuh yang terjadi di
bagian inti akan memelihara suhu inti tubuh. Epinefrin yang dilepas akibat
rangsangan saraf simpatis akan meningkatkan metabolisme tubuh dan tonus
otot. Mungkin akan terjadi proses menggigil dan atau individu berusaha
mengenakan pakaian tebal serta berusaha melipat bagian-bagai tubuh
tertentu untuk mengurangi penguapan.
2.5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis berdasarkan fase demam menurut Ibrahim (2014) :
a. Fase 1 awal (dingin/menggigil)
 Peningkatan denyut jantung
 Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
 Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot
 Peningkatan suhu tubuh
 Pengeluaran keringat berlebih
 Rambut pada kulit berdiri
 Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
b. Fase 2 (proses demam)
 Proses menggigil hilang
 Kulit terasa hangat /panas
 Merasa tidak panas/ dingin

5
 Peningkatan nadi
 Peningkatan rasa haus
 Dehidrasi
 Kelemahan
 Kehilangan nafsu makan (jika demam meningkat)
 Nyeri pada otot akibat katabolisme protein
c. Fase 3 pemulihan
 Kulit tampak merah dan hangat
 Berkeringat
 Menggigil ringan
 Kemungkinan mengalami dehidrasi
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Penegakan diagnostik pada demam ada beberapa cara mulai dari
anamnesa, pemeriksaan penunjang lainnya. Anamnesa meliputi mengkaji
riwayat penyakit seperti : sejak kapan timbul demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual muntah, nafsu makan, diaforesis,
eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau
letargi, upaya yang harus dilakukan.
Pemeriksaan penunjang pada pasien demam menurut (Mansjour, 2009)
yaitu:
a. Pemeriksaan leukosit : pada kebanyakan kasus demam jumlah
leukosit dalam batas normal, kadang-kadang terdapat leukositosis
namun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT & SGPT : sering meningkat
c. Uji widal : merupakan salah satu pemeriksaan untuk menguji reaksi
antigen dan antibodi/aglutinin. Agglutinin yang spesifik terdapat
salmonella terdapat serum demam pasien.
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada demam ada dua kategori yaitu penalaksanaan
non farmakologi dan penatalaksanaan farmakologi.
a. Penatalaksanaan secara non farmakologi
 Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala
setiap 4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut,
atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik
ke atas atau apakah anak mengalami kejang- kejang. Demam yang

6
disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan
otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan
demikian,cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi
intelektual tertentu.
 Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
 Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
 Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai
oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel –sel otak.
 Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknya. Minuman
yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare
menyesuaikan),air buah atau air teh.Tujuannnya adalah agar cairan
tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh
gantinya.
 Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
 Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya
untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya
suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh
digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan
menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah
menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat
menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
 Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-
suam kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di
luar terasa hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu
diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol
pengatur suhu diotak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu
tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat
pembuluh darah tepi dikulit melebar atau mengalami vasodilatasi,
juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan
mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
b. Penatalaksanaan secara farmakologi
 Paracetamol (para acetoaminophenol)
Suatu obat untuk mengurangi demam dan nyeri . obat ini aman
bagi bayi dan anak sesuai kebutuhan. Obat ini dimetabolisme dihati.

7
Parasetamol dapat diberikan setiap 6 jam sesuai kebutuhan. Dosis
parasetamol berdasarkan berat badan. Dosis 10-15 mg/kg BB perkali
pemberian, maksimal 60 mg/kgbb per hari.
1. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamo
2. .Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1
½sendokteh sirup parasetamol
3. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2sendok
the sirup parasetamol
 Ibuprofen
Ibuprofen diberikan pada konsisi demem tinggi (>40 C) demam yang
tidak responsif terhadap pemberian parasetamol, atau demam yang
disertai dengan peradangan. Dosisnya 5-10 mg/kgbb perkali
pemberian, maksimal 40 mg/kgbb.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi febris menurut Pruthi (2014):
 Dehidrasi berat
 Halusinasi
 Demam yang disebabkan kejang (kejang demam), di sejumlah kecil
anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun

8
BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
 Identitas klien
Pasien bernama Tn.E berumur 28 tahun, jenis kelamin laki-laki
beragama islam, beralamat di kediri jalan brawijaya, pendidikan tidak
sekolah, pekerjaan tidak bekerja, suku bangsa jawa Indonesia, masuk
kerumah sakit pada tanggal 23 juli 2015 pukul 02.45 WIB, No.Rekam
medis 844228 dengan diagnosa medis febris. Penanggung jawab Tn. R.
berumur 65 tahun, beragama islam , bekerja sebagai petani, hubungan
dengan pasien adalah ayah kandung.
 Riwayat keperawatan
Pasien datang dari IGD dengan keluhan panas sejak ±4 hari,
pasien sebelum dibawa ke RSUD Gambiran, pasien dibawa ke
puskesmas kemudian tidak membaik panas muncul kembali sehingga
pasien dilarikan ke Rumah Sakit pada tanggal 23 juli 2015 pukul 02.45
WIB pada saat diIGD didapatkan hasil ttv TD:130/90mmhg, N:79xmnt,
S:39ºC, R:23x/mnt. Kemudian pasien di pindah ke ruang Cempaka. Saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 23 juli 2015 pukul 11.00 WIB
didapatkan hasil dari keluarga pasien, keluarga pasien mengatakan
pasien panasnya naik turun.
 Fokus pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 23 juli 2015 pukul 11.00
WIB keluarga pasien mengatakan panasnya naik turun sejak ±4 hari yang
lalu, panas muncul pada malam hari dan siang hari. Keluarga pasien
mengatakan klien mengeluh nyeri pusing saat ditanya pusing dibagian
kepala dan tidak menyebar ke sistem organ lain pasien merasa tenang
setelah di kompres dan dipijit kepalanya , keluarga pasien mengatakan
belum tahu tentang penyakitnya yang diderita dan apa penyebabnya dan
bagaimana perawatannya,keluaga klien hanya mengetahui sekilas saja.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik,
kesadaran kompos mentis, tanda-tanda vitalnya TD:130/80mmhg,
N:80x/mnt, R:23x/mnt, S:38°C dan hasil pemeriksaan fisik pada mata
konjungtiva tidak anemis, ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL
20tetes/menit . Data obyektif klien tampak gelisah saat suhu tubuh tinggi

9
dan nyeri pusing muncul dengan menggigit mulutnya dan tampak
memegangi kepala.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin yang pada tanggal 23
Juli 2015 di dapatkan hasil : UREA 29,4 mg/dl yang nilai normalnya 10-
50mg/dl,CREA 1,37mg/dl yang nilai normalnya 0,6-1,1 mg/dl, SGOT 15,1
u/l yang nilai normalnya 1-37u/l,SGPT 10.8u/l yang nilai normalnya 1-
42u/l. Hasil pemeriksaan uji widal pada tanggal 24 Juli 2015 St H1/200
negatif. Pada tanggal 23 juli 2012 klien mendapatkan terapi ceftriaxon 1x
2000mg,ranitidine 2 x 50 mg, paracetamol 3x500mg.
3.2 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama: Tn.E
Umur: 28 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat: kediri jalan brawijaya
Diagnosa medis: febris
No. RM: 844228
b. Identitas penanggung jawab
Nama: Tn.R
Umur: 68 tahun
Jenis kelamin: laki-laki
Alamat : jl. Brawijaya, kediri
Hub. Dengan klien: ayah
c. Primary survey
 Circulation
Nadi : 79x/mnit
TD:130/80mmhg
 Airway : normal
 Breathing : R:23x/mnt
 Disability : kesadaran compos mentis
d. Secondary survey
 Keadaan umum : TD:130/80mmhg, N:80x/mnt, R:23x/mnt,
S:38°C
 Keluhan : keluhan panas sejak ±4 hari

10
 Obat-obatan: terapi ceftriaxon 1x 2000mg,ranitidine 2 x 50 mg,
paracetamol 3x500mg
 Makanan: terpasang infus RL 20 tetes / menit
 Pemeriksaan mata: mata konjungtiva tidak anemis
 Pemeriksaan ekstremitas: ekstremitas atas tangan kiri
terpasang infus RL 20tetes/menit
e. Pemeriksaan diagnostik
UREA 29,4 mg/dl yang nilai normalnya 10-50mg/dl,CREA 1,37mg/dl
yang nilai normalnya 0,6-1,1 mg/dl, SGOT 15,1 u/l yang nilai
normalnya 1-37u/l,SGPT 10.8u/l yang nilai normalnya 1-42u/l, dan
hasil pemeriksaan uji widal negatif.
2. Penetapan diagnosa
Diagnosa yang diambil berdasarkan kasus diatas adalah
ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit dan
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. Penegakan
diagnosa ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses
penyakit ditunjukkan dengan data subyektif dan objektif. Data subyektif
yaitu Keluarga pasien mengatakan panas naik turun sejak ±4 hari yang
lalu panas muncul pada malam dan siang hari. Data obyektifnya yaitu
klien tampak lemah dan tiduran saja, akral hangat, TD:130/80mmhg
N:80x/menit S:38oc RR:23x/mnit, tangan kanan terdapat plebitis.
Penegakan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis ditunjukkan dengan data subyektif dan data objektif. Data
subjektif: klien mengeluh pusing nyeri dikepala , nyeri pusing tidak
menyebar ke sistem organ lain, nyeri timbul saat suhu klien naik dan
panas tinggi, nyeri datang ±10 menit dan data objektifnya klien
tampakgelisah jika nyeri pusing timbul.
3. Intervensi
a. Diagnosa ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses
penyakit:
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkantermoregulasi kembali efektif dengan kriteria hasil:
suhu dalam batas normal(36-37ºc),mukosa bibir tidak kering, akral
hangat.

11
 Intervensi : yang dibuat adalah kaji tanda- tanda vital, pantau
tanda hidrasi,ajarkan keluraga klien cara mengompres jika panas
tinggi, kolaborasi pemberian obatinjeksi ceftriaxon 1x2000mg,
ranitidine 2x50mg, paracetamol3x500mg.
b. Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
 Tujuan: Setelahdilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkanNyeri berkurang dengan ktriteria hasil skala nyeri
berkurang menjadi 2 dari skala 3,wajah tampak rileks, dan tidak
gelisah
 Intervensi : observasi tanda-tanda vital pasien, kaji tingkat
nyeri/pusing, ajarkan distraksi relaksasi , memberikan posisi yang
nyaman, beri kompres hangat, kolaborasi pemberian obat terapi
sesuai program antibiotik.
4. Evaluasi
a. Diagnosa ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses
penyakit : Didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan
panasnya turun data obyektif hasil monitoring tanda- tanda vital
tekanan darah: TD:130/800mmng ,N:80x/menit , S:36,5oc
,RR:21x/menit, pasien tampak tiduran saja, mukosa bibir kering
masalah belum teratasi dilanjutkan dengan mengajukan pasien untuk
banyak minum dan istirahat yang cukup, libatkan keluarga untuk
kompres hangat jika panas muncul kembali.
b. Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis: data
subyektif pasien mengatakan jadi lebih tahu tentang perawatannya
setelah diskusi bersama, keluarga pasien tampak tenang, masalah
kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang informasi
teratasi. Dilanjutkan dengan memberikan media leflet untuk
mengingatkan keluarga pasien.

12
BAB IV
PEMBAHASAN

Tn. E berusi 28 tahun masuk IGD dengan keluhan panas kurang lebih 4
hari. Sebelum dibawa ke rumah sakit, klien dibawa ke puskesmas namun
kondisinya tidak membaik dan panas masih muncul sehingga klien dibawa ke
rumah sakit pada 23 juli 2011. Hasil pemeriksaan di IGD didapatkan tanda-tanda
vital yakni tekanan darah 130/90mmHg, nadi 79x/menit, suhu 39⁰C dan frekuensi
pernafasan 23x/menit. Setelah dilakukan pemeriksaan di IGD, klien dipindahkan
ke ruang cempaka dan dilakukan pengkajian pada hari yang sama pada pukul
11.00WIB, diketahui bahwa panas klien naik turun dimana demam terjadi pada
siang dan malam hari saja, klien juga merasakan pusing, kelien merasa tenang
saat dikompres dan dipijat kepalanya. Keluarga klien belum mengetahui penyakit
yang diderita klien serta cara perawatannya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, kondisi umum klien baik dengan
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/80mmHg, nadi 80x/menit, suhu
tubuh 38⁰C, konjungtiva tidak anemis, pada tangan kiri terpasang infus RL 20
tetes/menit. Berdasarkan pengamatan, klien tampak gelisah saat suhu tubuhnya
tinggi dan nyeri pusing muncul dengan menggigit mulutnya dan tampak
memegangi kepala.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin yang pada tanggal 23 Juli
2012di dapatkan hasil : UREA 29,4 mg/dl yang nilai normalnya 10-50mg/dl,CREA
1,37mg/dl yang nilai normalnya 0,6-1,1 mg/dl, SGOT 15,1 u/l yang nilai
normalnya 1-37u/l,SGPT 10.8u/l yang nilai normalnya 1-42u/l. Hasil pemeriksaan
uji widal pada tanggal 24Juli 2012 St H1/200 negatif. Pada tanggal 23 juli 2012
klien mendapatkan terapi ceftriaxon 1x 2000mg,ranitidine 2 x 50 mg, paracetamol
3x500mg.
Pada kasus Tn. E yang masuk rumah sakita akibat suhu tubuh yang
tinggi selama 4 hari. Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh infeksi yang
dialami klien. Setelah dilakukan pemeriksaan, klien diberi antipiretik jenis
parasetamol untuk mengatasi demam dan ceftriaxon untuk menangani infeksi.
Pemberian antipiretik merupakan salah satu intervensi management demam.
Berdasarkan penelitian pada jurnal management of fever in children,
dijelaskan bahwa antipiretik telah digunakan secara luas untuk mengatasi
demam selama perawatan pra rumah sakit maupun saat dirawat di rumah sakit.

13
Sehingga penggunaan antipiretik sudah umum dan merupakan intervensi dasar
yang sering diberikan untuk menangani demam. Jenis antipiretik yang biasa
digunakan untuk menangani demam yakni parasetamol dan ibu profen.
Dalam penggunaan antipiretik sendiri, terdapat perdebatan terkait efek
samping dari obat-obatan tersebut. Jenis antipiretik yang umumnya yakni
parasetamol dan ibu profen merupakan obat golongan NSAID, jenis obat ini
memiliki efek samping yang dapat mempengaruhi sistem gastrointestinal. Untuk
parasetamol sendiri jika digunakan dalam waktu yang lama serta dengan dosis
yang tidak sesuai anjuran dokter dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
Dalam jurnal management of fever in children, membandingkan
keefektifan terapi dengan penggunaan terapi farmakologis antipiretik kombinasi
dengan terapi farmakologis antipiretik tunggal. Dalam penelitian tersebut
dijelaskan bahwa tidak ditemukan data yang mendukung lebih tingginya
efektivitas terapi antipiretik kombinasi diabndingkan terapi antipiretik tunggal.
Sehingga pemberian terapi antipiretik tunggal sudah cukup efektif menagani
demam dengan memilih menggunakan parasetamol saja atau ibuprofen.
Managemant penanganan demam sendiri memiliki tujuan utama
meningkatkan kenyamanan klien dari pada menurunkan suhu. Sehingga
diperlukan tindakan yang holistik dalam menangani klien dengan demam. Seperti
yang disebutkan pada jurnal penelitian survey of fever management for febril
intensive care patients without neurological injury, dijelaskan terkait tindakan
yang dipilih tenaga medis dalam menangani demam. Intervensi yang umumnya
dilakukan yakni menurunkan suhu tubuh dibawah 39⁰C denan kombinasi
pemberian antipiretik oleh dokter dan pemberian tindakan fisik oleh perawat
seperti kompres untuk menurunkan suhu tubuh. Penggunaan parasetamol dan
kompres untuk menurunkan suhu tubuh merupaka tindakan awal yang umumnya
dilakukan untuk menangani demam.
Pada kasus diatas penanganan demam yang diberikan pada Tn. E sesuai
dengan hasil penelitian dari jurnal management of fever in children dan survey of
fever management for febril intensive care patients without neurological
injury,yang menjelaskan hasil penelitian terkait management demam yang efektif
serta penggunaan antipiretik yang tepat sesuai kebutuhan.

14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Febris merupakan febris merupakan adanya kenaikan suhu abnormal
yakni lebih dari 370 Cdan diharuskan pada pasien ini untuk istirahat bed rest
selama suhu turun normal. Di Asia, sekitar 10 -15% anak- anak mengalami
demam yang berhubungan dengan gejala -gejala atau tanda dari suat u
penyakit (Graneto, 2010). Di Sumatera Utara, penyakit yang paling banyak
diderita adalah infeksi saluran pernapasan atas yang salah satu gejalanya
adalah demam. Selain infeksi saluran pernapasan atas, masih banyak
penyakit lain yang diderita masyarakat seperti malaria, demam berdarah
dengue, demam chikungunya, dan lain-lain yang juga salah satu gejalanya
adalah demam (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2009).
Dengan ditandai adanya fase awal seperti peningkatan denyut
jantung,peningkatan laju dan kedalaman pernapasan, menggigil akibat
tegangan dan kontraksi otot, peningkatan suhu tubuh yang diakibatkan oleh
jamur atau virus, jika tidak di lakukan penatalaksanaan akan timbul
komplikasi takikardi, insufisiensi jantung, insufisiensi pulmonal, kejang
demam.
5.2 Saran
1. Sebagai petugas kesehatan atau perawat harus memperhatikan prinsip
dan penatalaksanaan kegawatdaruratan dalam kasus demam.
2. Untuk masyarakat harus bisa mengenali tanda-tanda deman dan tahu
bagaimana cara mengatasinya.
3. untuk pembaca diharapkan dapat menambah wawasan dan membuat
pembaca lebih mengetahui tentang penalaksanaan pada demam.

15
BAB VI
LESSON LEARNT DAN REKOMENDASI

1. JURNAL PERTAMA
a. Lesson Learnt
Pada jurnal ini membahas tentang menejemen demam pada anak.
Anak yang demam sering diberikan obat antipiretik, dan setelah diberikan
anak tersebut merasa nyaman. Sebelum diberikan obat antipiretik
dilakukan pengukuran suhu. Pengukuran suhu bertujuan untuk mengetahui
seberapa tinggi suhu pasien, sehingga bisa menentukan dosis atau obat
yang tepat untuk diberikan. Penggunaan antipiretik tidak hanya digunakan
untuk menurunkan gejala demam saja, tapi juga untuk mengurangi gejala
lain yang menyertai seperti sakit kepala.
Dari kedua jurnal tersebut semua membahas tentang manajemen
demam secara farmakologi. Menejemen farmakologinya yaitu penggunaan
obat antipiretik, NSAID. Di indonesia juga sama dengan di jurnal dalam
menejemen demam yaitu penggunaan obat antipiretik. Dalam pemberian
obat antipiretik atau NSAID harus memperhatikan farmakodinamik dan
farmakokinetik agar tidak menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.
b. Rekomendasi
 Penggunaan antipiretik pada orang dewasa atau lansia harus
disesuaikan dengan yang diresepkan. Sebelum diberikan antipiretik
bisa dilakukan pengukuran suhu secara oral atau rektal. Pengukuran
secara oral dikatakan demam bila suhu (37,8 ° C) atau diukur kedua
kali menunjukkan suhu (37.2 ° C). Selain secara oral bisa.
 Penggunaan antipiretik tidak direkomendasikan pada penderita CAD
(coronary artery disease) karena akan meningkatkan metabolisme.
 Pemberian antipiretik direkomendasikan diberikan pada fase akut.
 Dalam penggunaan antipiretik penyedia pelayanan kesehatan harus
memberikan edukasi terkait efek samping obat dan petunjuk
penggunaan.
2. JURNAL KEDUA
a. Lesson Learnt
Penelitian yang dilakukan oleh Saxena,dkk (2011), menunjukkan
bahwa manajemen demam pada sepsis ada dua yaitu dengan terapi

16
farmakologi (parasetamol) dan pendinginan fisik (kompres es), serta ada
perbedaan manajamen demam pada sepsis pada perawat dengan dokter.
Perbedaan manajemen demam perawat dengan dokter:
 Perawat :
1) Menangani demam pada suhu di bawah 380C
2) Penatalaksanaan pertama menggunakan pendinginan fisik
(kompres es)
3) Penatalaksanaan kedua menggunakan terapi farmakologi
(parasetamol) atau kombinasi antara terapi pendinginan fisik
(kompres es) dan farmakologi (parasetamol).
 Dokter :
1) Menangani demam pada suhu lebih 390C
2) Penatalaksanaan pertama menggunakan terapi farmakologi
(parasetamol)
3) Penatalaksanaan kedua menggunakan pendinginan fisik (kompres
es).
b. Rekomendasi
Penatalaksanaan demam menurut hasil penelitian Saxena (2011),
dengan menggunakan pendinginan fisik (kompres es) bisa
direkomendasikan untuk penatalaksanaan demam di Indonesia.
Penatalaksaan demam dengan menggunakan kompres es akan sangat
efektif untuk dilakukan karena melihat biaya yang dikeluarkan akan
sangat terjangkau.

17
DAFTAR PUSTAKA

Hapsari. 2015. Evaluasi Penggunaan Analgetik-Antipiretik Pada Pasien Anak


Demam Berdarah Dengue (DBD Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X”
Tahun 2014. http://eprints.ums.ac.id/40310/1/Naskah%20Publikasi.pdf
diakses pada tanggal 24 mei 2016
Mclntyre.J. 2011. Management Of Fever In Childern. Arch Dis Child.
Pruthi. 2014. Fever .http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/fever/basics/complications/con-20019229 (onlien) diakses
pada tanggal 07-06-2016
Saxena,et al. 2011. A Survey Of Fever Management For Febrile Intensive Care
Patients Without Neurological Injury. Critical care and Resuscitation.
Vol.13.No.4

18

Anda mungkin juga menyukai