Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Ada beberapa kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis,

labiopalatoskizis, atresia esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi biliaris, omfalokel, hernia diafragmatika, atresia duodeni, meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, dan hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akan di jelaskan lebih jauh disini adalah labioskizis dan labiopalatoskizis.

Labioskizis dan Labiopalatoskizis Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurangsempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuhbersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi bergunamembagi strukturstruktur yang terkena menjadi :Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan foramenincisivumPalatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh denganbelahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

B.

Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah : 1. Tujuan Umum a) Untuk memenuhi tugas Mata Ajar Keperawatan Kesehatan Anak II b) Diperoleh pengalaman dalam membuat Asuhan Keperawatan Anak dengan Labiopalatoskizis

2. Tujuan Khusus a. b. Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan Labiopalatoskizis. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien anak dengan Labiopalatoskizis. c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada anak dengan Labiopalatoskizis. d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien anak dengan Labiopalatoskizis. e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak dengan Labiopalatoskizis.

C.

Ruang Lingkup Dalam penyusuna makalah ini penulis hanya membatasi masalah mengenai Asuhan Keperawatan pada anak dengan Labiopalatoskizis.

D.

Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriftif, yaitu dengan mengumpulkan data, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan, dan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, dikatat dan sumber ilmiah lain yang berhubungan dengan judul dan permasalahan dalam karya tulis ini.

E.

Sistematika Penulisan Makalah ini terjadi dari 4 bab yang disusun secara sistematika dengan urutan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari Latar belakang, Tujuan, Ruang lingkup, Metode penulisan, dan sitematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Teoritis yang meliputi pengertian, patofisiologi (yang terdiri dari etiolagi, pejalanan penyakit, manifestasi klinis, komplikasi), dan penatalaksanaan.

BAB III : Asuhan Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian keperawatan, Diagnosa keperawatan,Perencanaan keperawatan, Pelaksanaan keperawatan, Evaluasi keperawatan.

BAB

IV

Penutup

yang

terdiri

dari

kesimpulan

dan

saran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167) Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003) Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003) Beberapa jenis bibir sumbing : a. Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. b. Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung. c. Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)

B. Etiologi 1. Faktor Herediter : Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. a. Mutasi gen. b. Kelainan kromosom 2. Faktor Eksternal / Lingkungan : a. Faktor usia ibu b. Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam

Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid b. Nutrisi c. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella d. Radiasi e. Stres emosional f. Trauma, (trimester pertama). (Wong, Donna L. 2003)

C.

Patofisiologi Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkant kerusakan sesuai organ yang mengalami kecacatannya. Bila hanya dibibir disebut labioschizis, tapi bisa juga mengenai gusi dan palatum atau langit-langit. Tingkat kecacatan ini mempengaruhi keberhasilan operasi.

Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.

Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglottis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar liur.

Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.

D. Manifestasi Klinis Pada labio Skisis : 1. 2. 3. Distorsi pada hidung Tampak sebagian atau keduanya Adanya celah pada bibir

Pada palato skisis: 1. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive 2. 3. 4. 5. Adanya rongga pada hidung Distorsi hidung Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari Kesukaran dalam menghisap atau makan

Sumber : Medicastore.com

E.

Komplikasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Gangguan bicara dan pendengaran Terjadinya otitis media Aspirasi Distress pernafasan Risisko infeksi saluran nafas Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

F. Pemeriksaan Diagnostik 1. 2. 3. Foto roentgen Pemeriksaan fisisk MRI untuk evaluasi abnormal

G.

Pemeriksaan Terapeutik 1. 2. 3. Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat Mencegah komplikasi

4. 5.

Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan palato; perbaikan dengan pembedahan usia 2-3 hari atua sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan perbaikan.

6.

Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.

H. Penatalaksanaan Medis 1. Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap.

Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.

Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas.

Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6

bulan 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.

10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

a.

Perawatan Pra-Operasi: 1. Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi. a. b. c. d. Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya. Diskusikan tentang pembedahan Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi. e. Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.

2.

Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi. a. b. c. Tahap-tahap intervensi bedah Teknik pemberian makan Penyebab devitasi

2.

Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate. a. Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. b. Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut. c. d. e. f. Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah. Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan Kaji respon bayi terhadap pemberian susu. Akhiri pemberian susu dengan air.

10

11

4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas a. b. c. Pantau status pernafasan Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi

b) Perawatan Pasca-Operasi 1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate a. Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok. b. c. d. Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi. Lanjutkan dengan diet lunak Sendawakan bayi selama pemberian makanan.

2)

Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak. a. Bersihkan garis sutura dengan hati-hati b. Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis) c. Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan. d. Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi. e. Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik. f. Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri. g. Perhatikan pendarahan, cdema, drainage. h. Monitor keutuhan jaringan kulit i. Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi

c)

Diagnosa Keperawatan 1. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan. (NANDA, 2005-2006) 2. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan refleks menghisap pada anak tidak adekuat. (NANDA, 2005-2006)

12

3.

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis (labiopalatoskizis). (NANDA, 2005-2006)

4.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 2005-2006)

5.

Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 20052006)

6.

Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit. (NANDA, 2005-2006)

13

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21) Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkant kerusakan sesuai organ yang mengalami kecacatannya. Bila hanya dibibir disebut labioschizis, tapi bisa juga mengenai gusi dan palatum atau langit-langit. Tingkat kecacatan ini mempengaruhi keberhasilan operasi. Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.

Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya.

13

14

B. Saran Penulis menyadari bahwa makalah ini masih perlu diperbaiki lagi, untuk itu bagi para pembaca diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.

15

DAFTAR PUSTAKA

Carpentino, Lynda Juall.2001.Buku Saku : Diagnosa keperawatan edisi : 8 Penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta

Iwansain.2008. Difteria.www.iwansain.wordpress.com. diambil 15 maret 2012

Doengoes, E Marlynn,dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 penterjemah Monica Ester.EGC.Jakarta

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika: Jakarta

Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai