Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CLEFT LIP / BIBIR SUMBING


DI RUANG AL AQSHO 5 RSU HAJI SURABAYA

OLEH:
AZIZAH FADHILAH NUHA
NIM. P27220019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN CLEFT LIP
DI RUANG AL AQSHO 5 RSU HAJI SURABAYA

1. Anatomi Fisiologi
a. Mulut
Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian
yakni; bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan
pipi. Dan bagian rongga mulut bagian dalam, rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan
faring. Selaput lendir mulut ditutupi oleh epitelium yang berlapis lapis, dibawahnya
terdapat kelenjar kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan
pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput
lendir atau mukosa. Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat
dan depressor anguli oris menekan ujung rambut. Palatum terdiri dari :
1. Palatum durum ( palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah
depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang terdiri dari dua tulang palatum.
2. Palatum mole ( palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan kiri dari tiang
fauses terdapat saluran lendir menembus tonsil. Pipi dilapisi oleh mukosa yang
mengandung papilla, otot yang terdapat pada pii adalah buksinator. Di rongga mulut
terdapat geligi, kelenjar ludah dan lidah.
b. Gigi
Gigi ada dua macam;
1. Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak berumur 6-7 bulan. Lengkap pada umur 2,5
tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi susu, terdiri dari 8 buah gigi seri( dens
insisivus), 4 buah gigi taring ( dens kaninus), 8 gigi geraham ( dens molare).
2. Gigi tetap atau permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya 32 buah, terdiri
dari : 8 buah gigi seri, 4 buah gigi taring, 8 gigi geraham depan (molare), 12 gigi
geraham (premolare).
Fungsi gigi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring gunanya
untuk memutus makanan yang keras, dan geraham untuk mengunyah makanan yang
sudah dipotong. Bagian-bagian gigi :
Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi. Terdiri atas :
1. Lapisan email, merupakan lapisan paling keras.
2. Tulang gigi (dentin), didalamnya terdapat saraf dan pemnuluh darah.
3. Rongga gigi ( pulpa), merupakan bagian anatara corona dan radeks.
4. Leher gigi (kolum), merupakan bagian yang berada dalam gusi
5. Akar gigi ( radiks), merupakan bagian yang tertanam pada tulang rahang. Akar gigi
melekat pada tulang rahang dengan perantara semen gigi.
6. Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar tetap melekat pada
gusi. Semen gigi terdiri atas :
a. Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dan gusi
b. Gusi merupakan tempat gigi tumbuh ( syaifuddin, 2006)
2. Definisi
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya prosesus nasal median
dan maksilatis untuk menyatu selama perkembangan embrionik ( Wong, 2003)
Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada
struktur wajah ( Ngastiah, 2005)
3. Klasifikasi Bibir Sumbing
a. Unillateral incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya dislah satu sisi bibir dan tidak memanjang ke
hidung.
b. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibr dan memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sungbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
d. Labio palato skisis
Merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis ( sumbung
palatum) dan labio skisis ( sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan
embrio. ( Hidayat, 2005)
4. Etiologi
a. Faktor herediter
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. 75 % dari faktor keturunan resesif dan 25%
bersifat dominan. Karena mengalami mutasi gen dan kelainan kromosom.
b. Faktor eksternal / lingkungan
1. Faktor usia ibu
2. Obat-obatan , asetosal, aspirin ( Schardein, 1985), rifampisin, fenasetin,
sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen, penisilamin,
antihistamin dapat menyebabkan celah langit – langit. Antineoplastik,
kortikosteroid.
3. Nutrisi
4. Penyakit infeksi seperti sifilis, virus Rubella
5. Radiasi
6. Stress emosional
7. Trauma ( trimester pertama) ( Wong. 2003)
5. Manifestasi Klinis
Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi dengan
bibir sumbing. Kesulitan dalam melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan
lembut pada pipi bayi dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan
yang ditemukan adalah reflek hisap dan menelan pada bayi dengan bibir sumbing tidak
sebaik bayi normal, dan bayi lebih banyak menghisap udara pada saat menyusu.
Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah bibir atas hingga
pemisahan total bibir yang memanjang hingga kedalam hidung. Dapat dijumpai pada satu
atau kedua sisi bibir atas. Sumbing langit langit dapat dijumpai sebagai bagian dari
deformitas bibir sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yang melibatkan
palatum sekunder.
Pada labio schisis :
a. Distorsi hidung, tampak sebagian atau kedua duanya
b. Adanya celah bibir
Pada palato schisis :
a. Tampak ada celah pada tekak atau uvula.
b. Palato lunak dan keras atau foramen incisivus.
c. Adanya rongga pada hidung.
d. Distorsi hidung.
e. Teraba ada celah atau terbukanya langit – langit pada waktu periksa.
f. Mengalami kerusakan dalam mengisap atau makan ( Sodikin, 2011)
6. Patofisiologi
Ketika proses perkembangan embriologi dari kepala dan leher terjadi, akan diikuti
dengan proses pembentukan celah pada wajah. Selama minggu ketiga dan kedelapan, lima
prominences pada wajah digabungkan. Bibir kemudian berkembang antara minggu ketiga
dan ketujuh yang diikuti dengan langit-langit antara minggu kelima dan kedua belas minggu.
Karena proses ini sangat rumit, beberapa faktor-faktor genetik dan lingkungan dapat
mempengaruhi jenis dan tingkat keparahan celah bibir dan langit-langit dan mengakibatkan
kerusakan jaringan berbagai yang terlibat.
Terjadi fusi antara prominensia maxillaris, nasal media dan lateral melalui apoptosis,
diferensiasi epithelial, dan subepitelial mesenkim. Celah bibir dan celah palatum terjadi jika
terdapat kegagalan fusi dari jaringan ini. Beberapa penelitian menunjukkan kelainan ini
merupakan akibat sekunder dari defek pertumbuhan mesenkim atau differensiasi epitel.
Selain itu kesalahan dari pemprograman genetic juga dapat mengganggu fusi prominensia
maxillaries dan nasal medial. Akibatnya, suplai darah dan otot terganggu dan
mengakibatkan terjadinya cacat pada bibir dan palatum
7. Pathway
8. Pemeriksaan penunjang
a. Foto Rontgen
Untuk memeriksa kelainan pada rongga mulut.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada bibir, palatum, hidung, dan uvula. Kaji tanda – tanda dan gejala yang
mengikutnya seperti kesulitan menelan, infeksi pada telinga, pada saat bayi menyusu,
air susu keluar dari hidung, dan gangguan berbicara.
c. MRI untuk evaluasi abnormal
Untuk melihat kelainan – kelainan pada rongga mulut
d. Pemeriksaan USG
Sumbing bbir lebih mudah di diagnosis melalui ultrasond kehamilan. Diagnosis dapat
dibuat pada awal kehamilan 18 minggu. Prenatal diagnosis memberikan orangtua dan
tim medis keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk perawatan bayi. (Belajar ilmu
bedah.2010)

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan idealnya, anak dengan bibir sumbing ditatalaksana oleh “tim
labiopalatoskisis” yang terdiri dari spesialis bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa,
dokter gigi, ortodentis, psikolog dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi
dan keluarganya diberikan sejak lahir sampai umur 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat
dilakukan pada saat usia 3 bulan. Ada tiga tahap penatalaksanaan yakni :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi, yang cukup dilihat dari keseimbangan berat
badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule
of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg, Hb lebih dari 10
gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai rule of ten ada
beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi
yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot
khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah
yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu
kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar
lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok
secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya
susu melewati langit – langit yang terbelah. Selain itu celah bibir harus direkatkan
dengan manggunakan plaster khusus non alergik untuk mencegah agar celah bibir
menjadi tidak jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya
gusi kearah depan akibat dorongan lidah pada prolabium, karena jika hal ini terjadi
tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil
kahir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan
sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya dalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah
soal kesiapan tubuh bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan
oleh seorang ahlli bedah. Operasi untuk langit – langit optimal usia 18-20 bulan
mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan presekolah. Palatoplasty dilakukan
sedini mungkin ( 15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat
bicara di otak belum membentuk cara bicara. Jika operasi dilakukan terlambat, sering
hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau sangat sulit
dicapai. Operasi yang dilakukan sesudah 2 tahun harus diikuti dengan speech teraphy
karena jika tidak septelah operasi suara sangau pada saat bicara tetap terjadi karena
anak sudah biasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi
memosisikan lidah pada posisi salah.
3. Tahap setelah operasi
Dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien
misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap
menggunakan sendok atau dot khusus.
10. Komplikasi
a. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, pasca bedah obstruksi jalan nafas adalah komplikasi yang
paling penting dalam periode pasca operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari
prolaps dari lidah ke oropharynx sementara pasien tetap dibius dari anasthesi.
Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaan situasi ini.
Obstruksi jalan napas juga daat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada
saluran nafas dinamika, terutama pada anak – anak dengan rahang kecil.
b. Pendarahan
Intraoperative pendarahan adalah komplikasi yang potensial. Karena kaya suplai darah ke
langit – langit, yang memerlukan transfusi darah yang signifikan dapat terjadi. Ini dapat
berbahaya pada bayi, dalam total volume darah yang rendah. Sebelum operasi penilaian
tingkat Hb dan platelet adala important. 6 injeksi epinefrin sebelum insisi dan langit –
langit intraoperative hidroklorida oxymetaxoline penggunaan material kemasan yang
basah dapat mengurangi kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah pasca
operasi, wilayah demucosalized langit-langit harus dikemas dengan avinate atau agen
hemostatic serupa.
c. Palatal fistula
Luka dehiscnece ( palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi dalam periode pasca
operasi langsung, atau dapat memjadi masalah yang tertunda. Sebuah fistula palatal dapat
terjadi dimana saja di sepanjang belahan asli situs. Insiden ini telah dilaporkan setinggi
34% dan tingkat keparahan sumbing asli telah terbukti berkolerasi dengan risiko
terjadinya fistula.
d. Kelainan midface
Perawatan sumbing langit – langit d beberapa lembaga telah berfokus pada awal
intervensi bedah. Salah satu efek negatif berkenaan dengan pertumbuhan rahang atas.
Sumbing langit langit mungkin perlu orthognatik operasi.

11. Pencegahan
a. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah
dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama
kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah
orofacial.
b. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh
kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan
dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol
syndrome).
c. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari
fetus. Nutrisi-nutrisi yang penting dan dibutuhkan seorang ibu saat hamil antara lain
asam folat, vitamin B-6 dan vitamin A.
d. Modifikasi pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan
antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi,
pegawai agrikulutur). Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis
pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator
motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya
celah orofasial.
12. Prognosis
Kelainan bibir ssumbing merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi atau
disembuhkan. Kebanyakan anak lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia dini,
dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik
pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan bibir sumbing yang telah
dilaksanakan mempunyai perkembangan kemampuan bicara baik. Tetapi bicara yang
berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah masalah
berbicara pada anak bibir sumbing.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
PADA PASIEN DENGAN CLEFT LIP
DI RUANG AL AQSHO 5 RSU HAJI SURABAYA

A. Pengkajian
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur
2. Keluhan utama : Pasien dengan bibir sumbing mengeluh kesulitan dalam
menelan(menyusu) sehingga asupan nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan
Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, kecukupan asam folat, obat-
obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
5. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/ penurunan
berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi.
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi.
e. Palpasi dengan menggunakan jari.
f. Kaji tingkat nyeri.
8. Pengkajian Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga.
b. Kaji harga diri/ mekanisme kuping dari anak/ orangtua.
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan.
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur
perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

B. Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Imbalance nutrition: less than body requirements related factors weaknes
of muscles required for swallowing related factors biological factors.
Domain : 2 Nutrition
Class : 1 Ingestion
Kode 00002
Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC
a. Nutritional status : adequacy of Nutrition Monitoring : (p.276)
nutrient 1. Menimbang berat badan pasien.
b. Nutritional status : food and fluid 2. Kaji adanya alergi makanan
intake 3. Yakinkan diet yang dimakan
c. Weight control mengandung tinggi serat untuk
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam, mencegah konstipasi
pasien menunjukkan keseimbangan nutrisi 4. Ajarrkan pasien bagaimana membuat
dibuktikan dengan indkator : (p.386) catatan makanan harian
1. Albumin serum 5. Monitor adanya BB dan gula darah
2. Pre albumin serum 6. Monitor lingkungan selama makan
3. Hematokrit 7. Monitor turgor kulit
4. Hemoglobin 8. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
5. Total ion binding capacity tidak selama jam makan
6. Jumlah limfosit 9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb, dan kadar Ht
10. Monitor mual muntah
11. Monitor intake nutrisi
12. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekerngan jarngan konjungtiva
13. Atur posisi semifowler/fowler selama
makan
14. Anjurkan banyak minum
15. Pertahankan terapi IV line
16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
17. Kolaborasi dengan dokter tentang
kebuthan suplemen makanan seperti
NGT/TPN sehingga intake cairan
yang adequat dapat dipertahankan.
2. Diagnosa 2 : pra bedah : resiko aspirasi b.d terganggunya kemampuan untuk menelan
( Risk for aspiration related factors with impaired ability to swallow)
Class : 2 physical injury
Domain 11 safety/protection
Kode 00039
Kriteria hasil NOC: Intervensi NIC: (p.87 p.369)
a. Aspiration prevention (p.95) 1. Monitor kemampuan menelan
b. Swallowing status (p.529) 2. Monitor status pulmonal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Monitor kebutuhan pencernaan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami 4. Meminimalkan penggunaan sedative
aspirasi dengan kriteria : dan narcotic
1. Mengidentifikasi faktor risiko 5. Memposisikan tegak lurus 30 derajat
2. Memposisikan tubuh tegak lurus pada – 90 derajat
saat makan dan minum 6. Mengawasi saat makan atau
3. Menghindari faktor risiko mendampingi seperlunya
4. Memelihara oral hygine 7. Menjaga set suction tersedia
5. Memilih makanan sesuai dengan 8. Kolaborasikan dengan tim kesehata
kemampuan menelan lain untuk mendukung penyembuhan
6. Mengendalikan sekresi oral pasien
7. Mampu mengunyah 9. Menentukan kemampuan pasien
8. Penerimaan terhadap makanan untuk fokus pada pembelajaran
memakan dan menelan
10. Mendukung privasi pasien
11. Kolaborasi dengan terapi bicarauntuk
mengajarkan ke keluarga pasien
tentang regimen latihan menelan
12. Menginstruksikan pasien agar tidak
berbicara saat makan
13. Menginstruksikan pasien untuk
membuka dan menutup mulut sebagai
manipulasi makan

3. Diagnosa 3 : post op : resiko infeksi b.d prosedur infasive


Domain 11 safety/protection
Class 1 infection
Kode 00004
Kriteria hasil NOC Intervensi NIC
a. Risk Control (p.435) 1. Pertahankan teknik aseptif
b. Knowledge : Infection control 2. Batasi pengunjung bila perlu
c. Immune status 3. Cuci tangan setiap sebelum dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesudah tindakan keperawatan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
infeksi dengan kriteria hasil : alat pelindung
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 5. Ganti letak IV perifer dan dressing
infeksi sesuai dengan petunjuk umum
2. Meunjukkan kemampuan untuk 6. Tingkatkan intake nutrisi
mencegah timbulnya infeksi 7. Berikan terapi antibiotik
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 8. Monitor tanda dan geajala infeksi
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat sistemik dan lokal
5. Status imun, gastrointestinal, 9. Pertahankan teknik isolasi
genitourinaria dalam batas normal 10. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas dan
drainase
11. Monitor adanya luka
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Chapter II_3 Maloklusi Pdf. Diakses pada tanggal 08 Desember 2019 pukul 12.20 WIB
Eddy Hariyanto-Fkg Unhas.pdf. Diakses pada tanggal 08 Desember 2019 pukul 12.40 WIB
Davies, lorna dan Mcdonald, Sharon. 2009. Pemeriksaan Kesehatan Bayi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestnal dan Hepatobilier.
Jakarta : Salemba Medika.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestnal dan Hepatobilier.
Jakarta : Salemba Medika.
Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health
Outcomes5th Edition. USA: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai