Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN ANAK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LABIOPALATOSKIZIS”

DOSEN PEMBIMBING :

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PRODI D3 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Cleft Lip and Palate (CLP) atau bibir sumbing adalah cacat bawaan yang
menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan
status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah
dibiarkan sampai dewasa. FoghAndersen di Denmark melaporkan kasus bibir
sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama
juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk
daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.Insiden bibir
sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan-kawan di propinsi Nusa
Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada
1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa
di antara 3 juta penduduk. Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah
multifaktor. Selain factor genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-
langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing,
defisiensi Zink waktu hamil dan defisiensi vitamin B6 dan asam folat. Bayi yang
terlahir dengan bibir sumbing harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan
pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek
multidisiplin tersebut.
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu
pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta
perkembangan bicara. Penatalaksanaan Cleft Lip and Palate (CLP) adalah operasi.
Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah
bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb >10g%. Dengan
demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa alasan terbanyak anak
penderita bibir sumbing terlambat (berumur antara 5-15 tahun) untuk dioperasi
adalah keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang
masih kurang.
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena kawin
dengan kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh walau yang
diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya. Makanan yang mengandung
seng antara lain daging, sayur – sayuran dan air. Di NTT airnya bahkan tidak
mengandung seng sama sekali. Soal kawin antar kerabat atau saudara memang
pemicu munculnya penyakit degeneratif (keturunan) yag sebelumnya resesif, kelaian
ini juga bisa dipicu kekurangan gizi lainnya seperti vitamin B6 dan B kompleks,
misalnya infeksi pada janin pada usia muda dan salah minum obat-obatan atau jamu
juga bisa megakibatkan bibir sumbing.
Terobosan terbaru untuk kasus bibir sumbing didasarkan paska studi
terhadap DNA pada sekitar 8000 orang yang memiliki riwayat bibir sumbing di 10
negara. Dari angka tersebut diperoleh sembilan variasi yang disebut Single
Nucleotida Poly morphisms (SNP5) dalam gen bernama IRF6. gen IRF6 merupakan
gen penyebab terjadinya kasus bibir sumbing. Selain itu, mereka yang mengalami
cacat tersebut disebabkan karena kekurangan nutrisi dan faktor keturunan.
Labiopalatoskisis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing
atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir
atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. Belahnya belahan dapat
sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian daridasar cuping
hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna
membagi struktur- struktur yang terkena menjadi : Palatum primer meliputi bibir,
dasar hidung, alveolus dan palatum durum di belahan foramen incisivum. Palatum
sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen. Suatu
belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan
submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan
jaringan otot palatum. Labiopalatoskisis ini dapat segera diperbaiki dengan
pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi
akan mengalami kesukaran.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mulut dan geligi ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan yang harus dilakukan untuk
pasien dengan bibir sumbing ?
C. Tujuan
Setelah pembelajaran mata kuliah keperawatan pencernaan II materi bibir
sumbing diharapkan mahasiswa semester 4 dapat memahami mengaplikasikan
dalam asuhan keperawatan pasien dengan gangguan pencernaan yakni bibir
sumbing atau labiopalatoskisis.
D. Manfaat
A. Menambah pemahaman mengenai anatomi fisiologi mulut.
B. Menambah sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan bagi pembaca.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan fisologi
1. Mulut
Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas
dua bagian yakni; bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang
diantara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan bagian rongga mulut bagian dalam,
rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan
mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir
mulut ditutupi oleh epitelium yang berlapis lapis, dibawahnya terdapat
kelenjar kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan
pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi
oleh selaput lendir atau mukosa. Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator
anguli oris mengangkat dan depressor anguli oris menekan ujung rambut.
Palatum terdiri dari :
a. Palatum durum ( palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum
dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang terdiri dari
dua tulang palatum.
b. Palatum mole ( palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan
lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa
dan selaput lendir. Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri,
disebelah kanan dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir
menembus tonsil. Pipi dilapisi oleh mukosa yang mengandung papilla,
otot yang terdapat pada pii adalah buksinator. Di rongga mulut terdapat
geligi, kelenjar ludah dan lidah.

2. Geligi
Geligi ada dua macam;
a. Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak berumur 6-7 bulan. Lengkap pada
umur 2,5 tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi susu, terdiri dari 8
buah gigi seri( dens insisivus), 4 buah gigi taring ( dens kaninus), 8 gigi
geraham ( dens molare).
b. Gigi tetap atau permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya 32
buah, terdiri dari : 8 buah gigi seri, 4 buah gigi taring, 8 gigi geraham
depan (molare), 12 gigi geraham (premolare).
Fungsi gigi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi
taring gunanya untuk memutus makanan yang keras, dan geraham
untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong. Bagian-bagian gigi
Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi.
Terdiri atas :
 Lapisan email, merupakan lapisan paling keras.
 Tulang gigi (dentin), didalamnya terdapat saraf dan pemnuluh darah.
 Rongga gigi ( pulpa), merupakan bagian anatara corona dan radeks.
 Leher gigi (kolum), merupakan bagian yang berada dalam gusi
 Akar gigi ( radiks), merupakan bagian yang tertanam pada tulang
rahang. Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantara
semen gigi.
 Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar
tetap melekat pada gusi.
 Semen gigi terdiri atas :
 Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dan gusi
Gusi merupakan tempat gigi tumbuh.

B. Definisi Bibir Sumbing


Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat
kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis
medial yang dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan
Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum
pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi.
Labioskizis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi
karenakegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak
tumbuh bersatu.
C. Klasifikasi Bibir Sumbing
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat
bervariasi, bisa mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar
cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum mlle. Suatu
klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian
berikut :
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di
belahan foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior
terhadap foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer
dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya
utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :
a. Klasifikasi berdasarkan organ yang terlibat
 Celah di bibir ( labioskizis )
 Celah di gusi ( gnatoskizis )
 Celah di langit ( palatoskizis )
 Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan
langit langit ( labiopalatoskizis)
b. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga
yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
 Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi hanya disalah
satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
 Unilateral Complete yaitu jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah
satu sisi sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
 Bilateral Complete yaitu Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir
dan memnajang hingga ke hidung.
D. Etiologi
Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya tidak
diketahui dengan jelas. Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau
malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya
yang disebut kelompok syndrom clefts dan kelompok sumbing yang berdiri
sendiri non syndromik clefts.
Beberapa cindromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan
kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang
berhubungan dengan akobat toksisitas selama kehamilan (kecanduan alkohol),
terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrom
pierrerobin, penyebab non sindromik clefts dafat bersifat multifaktorial seperti
masalah genetik dan pengaruh lingkungan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor
tersebut antara lain , yaitu :
1. Herediter
a. Mutasi gen
Ditemukan sejumlah sindroma atau gejala menurut hukum Mendel
secara otosomal, dominant, resesif dan X-Linked. Pada otosomal
dominan, orang tua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak
dengan kelainan yang sama. Pada otosomal resesif adalah kedua orang
tua normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal. X-Linked adalah
wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan
sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini.
b. Kelainan Kromosom
Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam
sindroma akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13
(patau), Trisomi 15, Trisomi 18 (edwars) dan Trisomi 21.
2. Faktor lingkungan
a. Faktor usia ibu
Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan
embrio pun akan menurun. Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu
hamil, maka bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan
meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita
dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi
gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35
tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Resiko mengandung
anak dengan cacat bawaan bertambah besar sesuai dengan
bertambahnya usia ibu.
b. Obat-obatan
Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk
mengobati penyakit ibu, tetapi hampir janin yang tumbuh akan menjadi
penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat
analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan
terjadinya celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi
selama hamil yaitu rifampisin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid,
indometasin, asam flufetamat, ibuprofen dan penisilamin, diazepam,
kortikosteroid. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai
antiemetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah
langit-langit.
c. Nutrisi
Contohnya defisiensi Zn, B6, Vitamin C, kekurangan asam folat
pada waktu hamil. Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit
lebih tinggi pada masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya
diduga adalah kekurangan nutrisi.
d. Daya pembentukan embrio menurun
Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh
ibu yang mempunyai jumlah anak yang banyak.
e. Penyakit infeksi
Contohnya seperti infeksi rubella, sifilis, toxoplasmosis dan
klamidia dapat menyebabkan terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis.
f. Radiasi
Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu
faktor lingkungan dimana dapat menyebabkan efek genetik yang
nantinya bisa menimbulkan mutasi gen. Mutasi gen adalah faktor
herediter.
g. Stress Emosional
Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada
binatang percobaan telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang
meningkat pada keadaan hamil menyebabkan labioskizis dan
labipaltoskizis.
h. Trauma
Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah,
tetapi juga dapat menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan,
pendengaran dan gangguan psikologis penderita beserta orang tuanya.
Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum, pengawasan
gizi dan infeksi. Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau
benturan pada saat hamil minggu kelima. Bila terdapat gangguan pada
waktu pertumbuhan dan perkembangan wajah serta mulut embrio, akan
timbul kelainan bawaan. Salah satunya adalah celah bibir dan langit-
langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada
organogenesis antara minggu keempat sampai minggu kedelapan masa
embrio.

E. Patofisiologi
Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris
dan premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis
merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu
yang berbeda selama proses perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada
garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
kedelapan.
Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam
proses perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
keduabelas. Lalam proses migrasi ke posisi horisontal, palatum tersebut
dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam
migrasi atau pemindahan ini, jika atau lidah tidak berhasil turun dalam waktu
yang cukup singkat,bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus
berlanjut namun palatum tidak pernah menyatu. Kelainan sumbing selain
mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir
yang terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek
kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara.
Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung.
Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat
menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga
bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake
minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran
nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut,
bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

F. Tanda dan Gejala


Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :
1. Terjadi pamisahan Langit-langit
2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga
5. Berat badan tidak bertambah
6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu
dari hidung.

G. Komplikasi
1. Gangguan bicara
2. Terjadinya atitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Resiko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris
sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
8. Masalah gigi
9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan
dan jaringan paruh
10. Kesulitan makan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian:
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur.
2. Keluhan utama : Pasien dengan bibir sumbing mengeluh kesulitan dalam
menelan (menyusu) sehingga asupan nutrisi kurang dari kebutuhan.
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma
pada kehamilan Trimester I.
b. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, kecukupan asam folat,
obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah
stress saat hamil.
5. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/
penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran
pernafasan atas.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik
sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi.
e. Palpasi dengan menggunakan jari.
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi.
8. Pengkajian Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga.
b. Kaji harga diri/ mekanisme kuping dari anak/ orangtua.
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan.
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan
mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Asuhan Keperawatan Kasus (Clef Lip palate/Sumbing )
Ny.S datang ke rumah sakit universitas airlangga Surabaya dengan keluhan
anaknya yang bernama An. T yang berumur 3 bulan dengan keluhan terdapat
belahan pada bibir yang menyebabkan anaknya susah untuk menelan dan
menyusui. Pasien terlihat kurus karena berkurangnya nafsu makan Ny. S
mengatakan saat ia sedang mengandung pada trimester pertama pernah mengalami
trauma. Saat dilakukan pemeriksaan teraba ada celah ( terbentuknya langit-langit )
palato lunak dan keras.

A. Pengkajian
1. Nama : An. T
2. Usia : 3 Bulan
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Alamat : Surabaya

B. Keluhan Utama
Ny. S mengatakan An. T susah untuk menelan makanan dan Menyusui
C. Riwayat Penyakit Sekarang
An. T terdapat belahan di bibir
D. Riwayat Penyakit Dulu
Ny. S mengatakan bahwa saat ia sedang mengandung pada Trimester pertama
pernah mengalami trauma
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Data Tidak Ditemukan
F. Riwayat Gaya Hidup
Data Tidak Ditemukan
G. Pemeriksaan Fisik
B1 ( Breathing) : Normal
B2 (Blood) : Normal
B3 (Brain) : Cemas
B4 (Bladder) : Normal
B5 (Bowerl) : Susah menelan dan menyusu, Terlihat kurus (BB)
H. Analisa Data

No. Data Fokus pathway Masalah


Keperawatan

1. DS : Trauma pada trimester 1 Ketidakseimbangan


kehamilan nutrisi : kurang dari
1. Ny/Tn
kebutuhan
mengatakan 
anaknya An.
Kegagalan perkembangan
susah untuk
jaringan lunak dan tulang
menelan dan
menyusu 

2. Berkurangnya Kegagalan penyatuan


nafsu makan prosesus nasal medial dan

DO : maxilaris

1. Terdapat 
belahan pada
Celah kecil s/d kelainan hebat
bibir
pada wajah
2. Anak terlihat

kurus
Celah pada bibir

Labioskisis / sumbing

Gangguan menelan

Berkurangnya nafsu makan


Intake makanan tidak adekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan

2. DS : Trauma pada trimester 1 Resiko Aspirasi


kehamilan
Susah menelan
dan menyusu 

DO : Kegagalan perkembangan
jaringan lunak atau tulang
1. Terdapat celah
pada trimester 1
(terbukanya
langit-langit) 

2. Palato lunak dan Kegagalan penyatuan


keras susunan palato

Terdapat celak pada tekak,


palato lunak dan keras

Palatoskisis

Gangguan menelan

Resiko aspirasi

3. DS : Trauma pada trimester 1 Resiko infeksi


kehamilan
Susah menelan
dan menyusu 
DO : Kegagalan perkembangan
jaringan lunak dan tulang
1. Terdapat
belahan pada 
bibir
Kegagalan penyatuan
2. Ada celah pada prosesus nasal medial dan
tekak maxilaris serta kegagalan
(terbukanya penyatuan susunan palato
langit – langit)

3. Palato lunak dan
keras Labioskisis dan palatoskisis

Pembedahan

Perawatan luka pembedahan


tidak baik

Resiko infeksi

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan gangguan dalam pemberian makan
2. Risiko infeksi yang berhubungan dengan kelainan
3. Risiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan stres
akibat hospitalisasi
4. Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan pembedahan
J. INTERVENSI
N
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
O
1 Setelah diberikan asuhan · Tempatkan dot botol di dalam mulut bayi, · Meletakkan dot botol dengan cara ini
keperawatan selama ...x24 pada sisi berlawanan dari celah, ke arah dapat menstimulasi tindakan ” stripping” bayi
jam diharapkan berat badan belakang lidah. (menekan dot botol melawan lidah dan atap
seimbang dengan kriteria hasil mulut untuk mengeluarkan susu).
Bayi mempertahankan status · Posisikan bayi tegak atau semi-Fowler, · Posisi ini mencegah tersedak dan
nutrisi yang ditandai oleh namun tetap rileks selama pemberian makan. regurgitasi per nasal.
kenaikan berat badan bulanan · Serdawakan bayi setelah setiap · Bayi perlu disendawakan dengan
(1/2 hingga 1 kg) pemberian 15 hingga 30 ml susu, tetapi jangan frekuansi yang sering karena kelainan
pindahkan dot botol terlalu sering selama tersebut dapat menyebabkan menelan udara
pemberian makan. lebih banyak sehingga menimbulkan rasa
tidak nyaman. Melepas dot botol terlalu
sering dapat melelahkan, atau membuat bayi
frustasi sehingga menyebabkan pemberian
makan tidak komplet.
· Pemberian makan yang lebih lama
· Coba untuk memberi makan selama kira- dapat melelahkan bayi sehingga dapat
kira 45 menit atau kurang untuk setiap kali menyebabkan pencapaian berat badan yang
makan. sangat kurang.
· Apabila bayi tidak makan tanpa tersedak · Posisi tegak mengurangi risiko
atau teraspirasi, letakkan dalam posisi tegak, aspirasi; menggunakan sebuah spuit dan
dan beri makan dengan menggunakan spuit slang karet lunak yang mampu menampung
serta slang karet lunak. cairan di bagian belakang mulut bayi dapat
mengurangi aspirasi melalui celah.

2 Setelah diberikan asuhan · Beri minum bayi sebanyak 5-10 ml air, · Air dapat membersihkan pasase nasal
keperawatan selama ...x24 setelah setisp pemberian makan. dan palatu, serta dapat mencegah susu
jam diharapkan tidak terjadi mengumpul di saluran eustasia, yang pada
infeksi dengan kriteria hasil : gilirannya dapat mencegah pertumbuhan
· Bayi tidak menunjukkan bakteri yang dapat mengarah pada
tanda-tanda infeksi yang terjadinya infeksi.
ditandai oleh suhu tubuh · Buang formula atau susu yang mengering · Merontokkan dan melepaskan matero
kurang dari 37,80 C dan tidak dengan menggunakan aplikator yang berujung yang berkerak dalam botol, dapat menjaga
ada tanda-tanda draynase kapas basah. agar celah tersebut bersih dan bebas dari
telinga, batuk, ronchi kasar di bakteri sehingga mengurangi risiko infeksi.
lapangan paru, atau iritabilitas · Setelah setiap pemberian makan, letakkan · Mengatur posisi bayi dengan cara ini
bayi di ayunan bayi atau baringkan bayi di dapat mencegah aspirasi yang dapat
tempat tidurnya dengan posisi miring kanan menimbulkan pneumonia.
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 300.
·Kaji bayi untuk menentukan bila ada tanda · Kekambuhan otitis media yang terjadi
infeksi, termasuk drainase telinga yang berbau akibat saluran eustasia yang tidak normal
dan demam. Beri obat antibiotik sesuai dapat dikaitkan dengan celah bibir.
program.

3 Setelah diberikan asuhan ·Beri kesempatan pada orang tua untuk ·Kesempatan ini meningkatkan ikatan dan
keperawatan selama ...x24 menggendong serta memeluk bayi, dan dapat mempersiapkan orang tua dalam perawatan
jam diharapkan : mempraktikkan tugas pemberian perawatan bayi di rumah.
Orang tua mengajukan sebelum pemulangan.
pertanyaan yang tepat tentang ·Anjurkan orang tua untuk mempersiapkan ·Mempersiapkan anggota keluarga untuk
kondisi bayi, dapat melibatkan anggota keluarga, termasuk saudara kandung kedatangan bayi memungkinkan mereka
perawatan bayi ke dalam gaya dan kerabat lain, untuk menyambut kehadiran beradaptasi dengan penampilan bayinya,
hidup normal mereka, serta bayi di rumah. Nasihatkan mereka untuk dan memungkinkan orang tua berfokus pada
mengekspresikan perasaan menjelaskan ke seluruh anggota keluarga, kebutuhan bayi yang mendesak.
mereka tentang penampilan tentang penampilan bayi dengan
bayi menggunakan istilah sederhana,
memperlihatkan kepada mereka gambar, dan
meminta mereka mengunjungi bayi di rumah
sakit.
·Anjurkan orang tua untuk memperlakukan
bayi layaknya anggota keluarga yang normal, ·Orang tua perlu memiliki pemikiran bahwa
dan menjadwalkan kegiatan perawatan bayi mereka merupakan individu yang
mereka ke dalam rutinitas sehari-hari. normal, yang menderita celah bibir bukan
sebagai individu yang sedang sakit sehingga
dapat memberi perawatan di rumah yang
·Anjurkan orang tua untuk meminta bantuan adekuat, dan menjaga kebutuhan keluarga.
dari anggota keluarga yang lain atau dari · Meminta bantuan orang lain dalam
teman saat memberi makan dan perawatan perawatan bayi dan pemberian makan dapat
bayi. memberi orang tua kesempatan beristirahat,
serta berfokus pada kebutuhan mereka
· Rujuk orang tua ke kelompok pendukung sendiri.
yang tepat serta pusat kraniofasial, jika ada. · Kelompok pendukung memberi
kesempatan pada orang tua untuk berbagi
perasaan dan pengalaman dengan orang
tua lain, yang juga memiliki situasi sama,
dapat mengurangi kecemasan dan
meningkatkan keterampilan koping serta
keterampilan penyelesaian masalah. Pusat
kraniofasial memiliki pangalaman dalam
memberi perawatan bagi anak-anak dengan
celah bibir.
K. LAMPIRAN

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC :
Jakarta.

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.

Hall and Guyton, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.

Noer Sjaifullah H. M, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :


Salemba Medika.

Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.

Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, vol.


3, EGC : Jakarta.

Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik.


Jakarta: EGC

Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai