Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN 

FILARIASIS

OLEH KELOMPOK IV :
1. EMIL YULIA RITA VAO (191112013)
2. EYODIA RAMA SAKTI BANIK (191112014)
3. FREDERIKA JEMITHA LETO (191112015)
4. HENDJELS A. KIRI (191112016)
5. MARIA ALINCE MORUK (191112017)

FAKULTAS KESEHATAN PRODI NERS


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Filariasis atau lebih dikenal elephaniatis (kaki gajah) adalah penyakit akibat
nematode yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugiya malayi dan brugiya
timori yang dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak- kanak
dan menifestasi yang dapat terlihat muncul belakangan, menetapkan dan menimbulkan
ketidakmampuan menetap (Elin, 2011 hal. 144).
Filariasis mengenai lebih dari 90 juta orang diseluruh dunia dan ditemukan di
daerah tropik dan subtropik. Sedikitnya 21 juta orang terinfeksi oleh filariasis di
seperempat bagian afrika dan berpusat di amerika tengah dan selatan. Sekitar 3 juta
orang di afrika tengah terinfeksi L loa. Pada tahun 1997, The World Health Organisation
(WHO)mencanangkan program secara global untuk mengeliminasi filariasis sebagai
kesehatan umum (Padila, 2013 hal. 416)
Sampai saat ini filariasis masih merupakan problem kesehatan diindonesia,
distribusi infeksinya luas tetapi prevalensi dan intensitas infeksi berbeda dari satu tempat
ke tempat lainnya,bahkan di beberapa daerah merupakan endemis. Di daerah endemis
biasanya banyak terdapat tempat berkembang biaknya nyamuk yang berdekatan dengan
hab itat manusia, sehingga manusia dapat berulang kali digigit oleh nyamuk dan infeksi
terjadi secara bertahap (Padila, 2013 hal. 412)
Faktor yang terpenting dalam penularan adalah densitas populasi nyamuk dan
jumlah mikrofilaria dalam darah, sehingga didaerah hipoendemis, nyamuk sangat sedikit
membawa larva infektif dengan sendirinya penularan filaria sangat berkurang,hal yang
perlu dilakukan untuk menghidari penyakit ini adalah menghidari gigitan nyamuk seperti
mengguanakan kelambu pada saat tidur atau meminum obat anti filariasis (Pohan, 2014
hal. 769).
 

 
 

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui cara Melaksanakan Asuhan Keperawatn pada pasien filariasis (kaki
gajah)
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengkaji asuhan keperawatan tentang pasien dengan gangguan filariasis atau
kaki gajah.
2. Merumuskan diagnosa asuhan keperawatan tentang pasien dengan gangguan
filariasis atau kaki gajah.
3. Merencanakan asuhan keperawatan tentang pasien dengan gangguan filariasis
atau kaki gajah
4. Mengevaluasi asuhan keperawatan tentang pasien dengan gangguan filariasis
atau kaki gajah

 
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Penyakit Filariasis


2.1.1. Definisi
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang di sebut filariade,yang umumnya
disebut filaria (Padila, 2013 hal. 411)
Filariasis atau lebih dikenal elephaniatis (kaki gajah) adalah penyakit akibat
nematode yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugiya malayi dan
brugiya timori yang dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat
kanak- kanak dan menifestasi yang dapat terlihat muncul belakangan, menetapkan
dan menimbulkan ketidakmampuan menetap (Elin, 2011 hal. 144).
Jadi, filariasis adalah penyakit yang mengenai manusia yang disebabkan oleh
cacing filaria, penyakit ini sering disebut juga kaki gajah.
2.1.2.  Etiologi
Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti
benang. Cacing jantan berukuran 40mm x 0.1mm , sedangkan cacing betina
berukuran 2 kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. (Nurarif, et al., 2015
hal. 144). Manusia merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Penularannya
melalui proboscis (labela) sewaktu gigitan nyamuk yang mengandung larva inefektif.
Larva akan terdeposit di kulit, berpindah ke pembuluh limpa berkembang menjadi
cacing dewasa selama 6-12 bulan , dan menyebabkan kerusakan dan pembesaran
pembuluh limfa. Filaria dewasa hidup beberapa tahun di tubuh manusia. Selama
periode tersebut filarial berkembang menghasilkan jutaan microfilaria (umur 3 – 36
bulan) yang belum masak, beredar di daerah feriper dan dapat dihisap oleh nyamuk
yang kemudian menularkan ke manusia lain (Nurarif, et al., 2015 hal. 144)
Karena filariasis bancrofi dapat berlangsung selama bberapa tahun, maka dapat
mempunyai perputaran klinis yang berbeda – beda. Reaksi pada manusia terhadap
infeksi filarial berbeda – beda tidak mungkin stadium ini dibatasi dengan pasti,
sehimga seringkali pembagiannya atas dasar akibat infeksi filariasis yaitu :
 Bentuk tanpa gejala
 Filariasis dengan peradangan
 Filariasis dengan penyumbatan (Nurarif, et al., 2015 p. 144)
2.1.3. Klasifikasi
1) Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi.
Periodisitasmikrofilaria B. Malayi aalah periodik nokturna, sub perodik nokturna,
atau non periodik. Perodisitasmikrofilaria yang bersarung dan berbentuk kasini,
tidak senyata periodisitas W.Bansofti. Sebagai hospes sementara adalah nyamuk
mansomia, anopeles, amigeres. Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tumbuh
menjadi larva impektif dalam waktu 6-12 hari. Ada peneliti yang menyebutkan
bahwa masa pertumbuhanya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada
manusia kurang lebih 3 bulan. Didalam tubuh manusia dan nyamuk
perkembangan parasit ini juga sama dengan perkembangan W. Bansofti.
2) Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini terdapat di timor,
pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing dewasa hidup di dalam
saluran dan dikelenjar limfe . pagetornya adalah anopeles barberostis. Mikro
filarianya menyerupai mikro filaria brugiamalayi, yaitu lekuk badanya patah-patah
dan susunan intinya tidak teratur, perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala =
3 x lebar kepala; 2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukuranya lebih
kecil daripada inti-inti lainya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan
dengan letak inti tambahan B. Maalayi; 3. Sarungnya tidak mengambil warna
pulasan gamesa; . ukuranya lebih panjang daripada mikrofilaria berugiamalayi.
Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal. (Idrus, 2014 hal. 774)

2.1.4. Manifestasi klinis


Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi
hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan
limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari
sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke
stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi :
1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia
yang memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di
daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik
inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok
ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang
biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan
malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis
akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria
jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi.
Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita
serta membebani keluarganya. 

2.1.5. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewsa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing
dewasa hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan
menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh.
Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag didalam dan sekitar pembuluh getah
bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan
jaringan penunjang, menyebabkan berliku – likunya sistem limfatik dan kerusakan
atau kompetensi katup pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi
pada kulit yang mendasarinya. Perubahan – perubahan yang terjadi akibat filariasis
ini disebabkan oleh efek langsung dari cacing dan oleh respon imun pejamu terhadap
parasit. Respons imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan
poliferasi yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening. Diduga bahwa
pembuluh – pembuluh tersebut tetap paten selama cacing tetap hidup dan bahwa
kematian cacingtersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan
demikian terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik. (Pohan, 2014
hal. 769 – 770)
2.1.6. Pathway
                                                                                                        
Parasit
                                      

Menuju pembuluh limfa

Perubahan dari larva stadium 3

                                     
Menyebabkan antigen
Berkembang biak Parasit dewasa
parasit

Kumpulan cacing filaria Dilatasi pembuluh limfa Mengaktifkan sel T dewasa

Penyumbatan pembuluh Pembengkakan pembuluh limfa IgE berikatan


limfa

Kerusakan struktur Mediator inflamasi


GANGGUAN NYERI
                                        
MOBILITAS
FISIK KERUSAKAN Inflamasi kelenjar getah
INTEGRITAS KULIT bening

PENINGKATAN SUHU
Inflamasi pada kulit TUBUH

HARGA DIRI RENDAH


2.1.7. Komplikasi
1. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
2. Elephantiasis tungkai
3. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva
vagina dan payudara,
4. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pada saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di
antaralapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
5. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh
cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.
2.1.8. Pencegahan
1. Pencegahan massal. 
Kontrol penyakit pada populasi adalah melaui kontrol vektor (nyamuk). Namun
hal ini terbukti tidak efektif karena panjangnya masa hidup parasit (4 – 8 tahun).
Baru – baru ini, khususnya dengan dikenalnya pengobatan dosis tunggal, ( satu
kali pertahun), dua regimen obat yaitu Albendazol 400 mg dan Ivermectin 200
mg/kgBB cukup efektif. Hal ini merupakan pendekatan alternatif dalam
menurunkan jumlah mikrofilaria dalam populasi.
Pada pengobatan massal (program pengendalian filariasis) pemberian DEC dosis
standar tidak dianjurkan lagi meningat efek sampingnya. Untuk itu, DEC
diberikan dengan dosis lebih rendah (6mg/kg/BB), dengan jangka wakti
pemberian yang lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama misalnya dalam
bentuk garam DEC 0,2 – 0,4% selama 9 – 12 bulan. Atau pemberian obat
dilakukan seminggu sekali, atau dosis tunggal setiap 6 bulan atau 1 tahun.
2. Pencegahan individu. 
Kontak dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui penggunaan obat oles
anti nyamuk, kelambu, atau insektisida. (Pohan, 2014 hal. 773)
2.1.9. Pemeriksaan diagnostic
1. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis
klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and
Chronic Disease Rate). Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang
mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis
retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun.
2. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada
pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan
siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara
morfologis dapat ditentukan species cacing filarial
3.  Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe
inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak
(filarial dance sign). Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran
atau albumin yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya
abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia
asimtomatik.

2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
Penyakit filariasis pada umumnya ditemukan didaerah endemik rural dan urban seperti
india,srilanka dan myanmar. Penyakit ini menginfeksi sekitar 10-50% pria dan 10%
wanita, penyakit ini lebih banyak terinfeksi pada pria daripada wanita, jiak pada pria
akan menyebabkan kerusakan genital,terutama hydrocel (pembesaran kantung
disekitar testis yang berisi cairan) dan pembesaran bruto dari penis dan buah zakar.
Pembesaran pada keseluruhan kaki atau tangan, kemaluan dan payudaradapat terjadi
pada sampai 10% pria dan wanita (Muttaqin, 2010 hal. 7)
2. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Pasien mengalami keluhan Bengkak awalnya muncul dari telapak kaki sampai ke
tungkai kaki bawah (Muttaqin, 2010 hal. 8)
2) Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
P : segala sesuatu yang memperberat atau meringankan keluhan
Q : Keluhan yang dirasakan pasien
R : keluhan yang dirasakan di kaki
S : keluhan tersebut mengganggu pergerakan kaki
T : keluhan yang dirasakan pasien secara mendadak (Muttaqin, 2010 hal. 7 – 8)
Klien merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah
ujung kaki dengan skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang – ulang
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami gejala penyakiyt yang sama sebelumnya (Muttaqin,
2010 hal. 8)
4) Riwayat penyakit keluarga
a) Penyakit yang pernah diderita : ada/tidak ada
b) Kesehatan orang tua : Baik/buruk
c) Kesehatan saudara kandung : Baik/buruk
d) Hubungan keluarga dengan Klien : baik/buruk
e) Faktor resikio penyakit tertentu dalam keluarga : ada/tidak (Muttaqin, 2010 hal.
8)
f) Pemeriksaan fisik
g) Keadaan umum(Muttaqin, 2010 hal. 30)
h) Tampak sakit sedang
5) Tanda-tanda vital (Muttaqin, 2010 hal. 36 – 37)
Pasien dengan penyakit filariasis tekakanan darahnya 120/80, nadi 88 x/menit,
pernapasan 22 x/menit, suhu 37ᵒC
3. Pemeriksaan body system :
1) System pernafasan (Bararah, et al., 2013 hal. 234)
biasanya tidak ditemukan gangguan pada system pernafasan.
 Inspeksi : Bentuk dada simetris tidak ada lesi, pasien tidak ada batuk dan
terdapat penggunaan otot bantu pernafasan
 Palpasi    : Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil premitus klien normal
 Perkusi   : Disaat perkusi sonor
 Auskultasi  : Suara nafas vesikuler
2) System kardiovaskular (Bararah, et al., 2013 hal. 234)
Pada penyakit filariasis biasanya Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer,
perpanjangan pengisisan kapiler.
 Inspeksi    : Bentuk jantung tidak simetris, tidak ada lesi, pasien tidak ada lesi
 Palpasi     : Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil fremitus klien normal
 Perkusi     : Perkusi terdapat bunyi pekak
 Auskultasi : bunyi jantung normal Lub Dub
3)  Sistem Persyarafan (Muttaqin, 2010 hal. 335)
Syaraf kranial : atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius bilateral dan
unilateral
4) Sistem motorik : pemeriksaan tonus otot, pasien mengalami kesulitan untuk menekuk
dan meluruskan sendi lutut
5) Sistem perkemihan (Muttaqin, 2010 hal. 259)
Pada sistem perkemihan pasien tidak memiliki perubahan
6) System pencernaan(Muttaqin, 2010 hal. 209)
 Inspeksi :
 Warna feses :kuning
 Bentuk feses : lunak
 Bau feses : khas
 Auskultasi :
 Bunyi abnormal saat BAB : tidak ada
 System integumen(Muttaqin, 2010 hal. 75)
 Sistem integumen tidak mengalami kelainan
7) Abdomen(Muttaqin, 2010 hal. 209)
 Inspeksi : tidak terdapat lesi, dan perut pasien tidak membuncit.
 Auskultasi : bising usus normal ( 6 – 12 x/ menit)
 Palpasi : tidak teraba masa
 Perkusi : perkusi terdengar tympani
8) System endokrin (Bararah, et al., 2013 hal. 234)
Tidak ada perubahan
9) System reproduksi(Muttaqin, 2010 hal. 245)
Tidak ada perubahan
10) System musculoskeletal(Muttaqin, 2010 hal. 287)
Tonus otot buruk, terdapat ke kakuan sendi dan dan kekuatan otot 2 yaitu gerakan
otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan
11) System sensorik dan motoric(Muttaqin, 2010 hal. 235)
Pada pasien filariasis biasaanya terjadi ketidakefektifan ekstremitas bawah
4. Pemeriksaan Penunjang
 Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
darah, sampai saaat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena
microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam
hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity).
 Selain itu, berbagai method pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa
penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai
penjaringan membran, metode konsentrasi knott dan teknik pengendapan.
 Metode pemeriksaan yang mendekati kearah diagnose dan diakui oleh WHO
dengan pemeriksaan system “tes kartu”, hal ini sangatlah sederhana dan peka
untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan mengambil sample
darah system tusukan jari droplests diwaktu kapanpun, tidak harus dimalam hari.
(Nurarif, et al., 2015 p. 144)
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya penyakit.
(Nurarif, et al., 2015 p. 145)
1) Terapi medikamentosa
a. Diethycarbamazine citrate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari
berturut-turut. Di Indonesia, dosis 6 mg/kgBB memberikan efek samping yang
berat, sehingga pemberian DEC dilakukan bedasarkan usia dan dikombinasi
dengan albendazol.
b. Ivermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid yang berfungsi
sebagai agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200-400µg/kgdapat
menurunkan microfilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat belum
digunakan di Indonesia.
c. Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selam bertahun-tahun dan
baru-baru ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Albendazole hanya
mempunyai sedikit efek untuk mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan
sendiri. Dosis tunggal 400 mg dikombinasi dengan DEC atau intermectin efektif
menghancurkan microfilaria.
d. Pemberian benzopyrenes, termasuk flavonoids dan coumarin dapat menjadi terapi
tambahan.
e. Pembedahan
Tindakan bedah pada limfadema bersifat paliatif, indikasi tindakan bedah adalah
jika tidakterdapat perbaikan dengan terapi konservatif, limfadema sangat besar
sehingga mengganggu aktivitas dan pekerjaan dan menyebabkan tidak berhasilnya
terapi konsevatif
 
 
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (pembengkakan kelenjar limfe)
2. Hambatan Mobilitas fisik berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
3. Kerusakan integritaas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit
4. Harga diri redah berhubungan dengan perubahan fisik
5. Hipertermia berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
B. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut Goal : setelah dilakukan 1. Manajemen Nyeri (198)


berhubungan tindakan keperawatan Aktivitas:
dengan agen diharapkan nyeri berkurang 1) Lakukan pengkajian nyeri
cedera biologis secara komprehensif termasuk
(pembengkakan Objektif : pasien menunjukan lokasi, karakteristik, durasi,
kelenjar limfe) nyeri berkurang selama dalam frekuensi, kualitas dan faktor
perawatan presipitasi (P,Q,R,S,T)
2) Observasi reaksi non verbal
kriteria hasil : dalam jangka dari ketidaknyamanan.
waktu 3x24 jam perawatan, 3) Gunakan teknik komunikasi
pasien akan menunjukan terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
NOC Label I : kontrol Nyeri
4) Ajarkan tentang teknik non
farmakologi.
Indikator:
5) Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri.
 Mengenali kapan nyeri
6) Motivasi untuk meningkatkan
terjadi (5)
asupan nutrisi yang bergizi
 Menggunakan
7) Tingkatkan istirahat
tindakan pencegahan
8) Gali bersama pasien faktor-
nyeri tanpa analgesik
faktor yang dapat menurunkan
(5)
atau yang memperberat nyeri
 Menggunakan
analgesik yang
direkomendasikan (5)
 Melaporkan perubahan
terhadap gejala nyeri
pada tenaga kesehatan
(5)

Keterangan:

1. Tidak pernah menunjukan


2. Jarang menunjukan
3. Kadang-kadang
menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Secara konsisten
menunjukan

Hambatan Goal : setelah dilakukan 1. Peningkatan mekanik tubuh


Mobilitas fisik tindakan keperawatan (hal. 341)
berhubungan diharapkan mobilitas fisik
dengan pasien teratasi Aktivitas :
pembengkakan
pada anggota Objektif : pasien menunjukan 1) Kaji komitmen pasien untuk

tubuh tidak ada pembengkakan pada belajar dan menggunakan postur


anggota tubuh selama dalam (tubuh) yang benar
perawatan 2) Kolaborasikan dengan
fisioterapis dalam
Kriteria Hasil : dalam jangka mengembangkan peningkatan
waktu 3x24 jam perawatan, mekanika tubuh, sesuai indikasi
pasien akan menunjukan 3) Kaji pemahamana pasien
mengenai mekanika tubuh dan
NOC Label I : pergerakan latihan (misalnya,
Indikator : mendemonstrasikan kembali
1. Keseimbangan (5) teknik melakukan aktivitas atau
2. Koordinasi (5) latihan yang benar.
3. Cara berjalan (5) 4) Kaji kesadaran pasien tentang
abnormalitas
4. Gerakan otot (5) muskuloskeletalnya dan efek
5. Berjalan (5) yang mungkin timbul pada
6. Bergerak dengan mudah jaringan otot dan postur.
(5) 5) Instruksikan untuk menghindari
tidur dengan posisi telungkup.
Keterangan : 6) Instruksikan pasien untuk
1. Sangat terganggu
menggerakan kaki terlebih
2. Banyak terganggu
dahulu kemudian badan ketika
3. Cukup terganggu
memulai berjalan dari posisi
4. Sedikit terganggu
berdiri.
5. Tidak terganggu
7) Bantu pasein ataua keluarga
untuk mengidentifiikasi latihan
postur (tubuh) yang sesuai.
8) Berikan informasi tentang
kemungkinan posisi penyebab
nyeri otot atau sendi.

C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan filariasis disesuaikan dengan intervensi keperawatan
yang telah dibuat.
D. EVALUASI KEPERAWATAN 
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, proses yang continue yang
penting untuk menjamin kualitas dan ketetapan perawatan yang diberikan dan dilakukan
dengan meninjau respon pasien untuk menentukan keaktifan rencana perawatan dan
memenuhi kebutuhan pasien.

 
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Idrus. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing, 2014.

—. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Pablishing, 2014.

Bararah, Taqiyah and Jauhar, Mohammad. 2013. asuhan keperawatan perawat


professional. jakarta : prestasi pustaka, 2013.

Elin, Yuliana. 2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda
Nic – Noc.  Jogjakarta : Medication Jogjakarta, 2011.

Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan.  Jakarta : Salemba Medika, 2010.

Nurarif, Amin Huda; Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Medication Publishing, 2015.

—. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-


NOC. Jogjakarta : Mediaction Publishing, 2015.

Anda mungkin juga menyukai