Disusun oleh:
Raissa Gabriella – 1215190
Alodia Ardianti Kurnia – 1415008
Innocence Nandia Amanda – 1415125
Moch. Fathonil Aziz – 1415129
Yoshua Arif Putra – 1415139
Pembimbing:
Dr. dr. Roni Rowawi, Sp.OG (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
SMF OBSTETRI-GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2018
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................33
2.2. Epidemiologi.....................................................................................................................5
2.5. Patogenesis..........................................................................................................................10
2.6. Patofisiologis.......................................................................................................................13
2.7. Penatalaksanaan..................................................................................................................16
2.8. Pencegahan..........................................................................................................................23
2.9. Komplikasi..........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................27
2
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan hipertensi pada kehamilan adalah penyebab kedua kematian tersering pada ibu
hamil, diantara perdarahan dan infeksi. Hipertensi pada kehamilan terjadi pada 5-8% ibu hamil.
(1)
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab kematian pada 9,1% ibu hamil di Afrika
Hipertensi menyebabkan mortalitas pada ibu hamil. Mortalitas biasa diakibatkan karena
hipertensi ensefalopati atau kejadian serebrovaskular yang merupakan akibat sekunder dari
superimposed hipertensi berat yang diinduksi kehamilan, gagal ginjal, gagal jantung kiri, atau
sindrom hemolitik. (2)
Jika preeklamsi tidak terdeteksi, dapat berlanjut menjadi sindrom hemolitik, kerusakan
hepatoselular, dan sindrom HELLP serta eklamsi. Sindrom HELLP tercatat pada 5-10% pasien
dengan preeklamsi. Sebagai tambahan terhadap gejala dan tanda preeklamsi, kebanyakan pasien
mengeluh nyeri perut kuadran kanan atas, mual dan muntah. Komplikasi paling serius pada
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan adalah eklamsi. Risiko kematian pada ibu dengan
eklamsi adalah 8-36% disebabkan oleh kerusakan sistem syaraf pusat akibat kejang dan
perdarahan intraserebral (3)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Hipertensi Pada Kehamilan
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh American College of Obstetricians and
Gynecologists (2013) tampak pada gambar 2.1. Ada 5 tipe hipertensi pada kehamilan (4) :
(2) Preeklampsia.
Hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ.
(3) Eklampsia
Kejang pada wanita dengan preeklamsi yang bukan dikarenakan penyebab lain
4
Gambar 2.1. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
2.2. Epidemiologi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab kematian selain
perdarahan dan infeksi. Di Afrika dan Asia, gangguan hipertensi menyumbang 9% kematian ibu,
sedangkan di Amerika didapatkan 25% gangguan hipterensi pada kehamilan. Hipertensi pada
kehamilan bertanggung jawab atas sekitar 25.000 kematian ibu hamil di Afrika, 22.000 kematian
ibu di Asia, 3.800 kematian ibu hamil di Amerika Latin, dan 150 kematian ibu hamil di negara
maju.(5)
5
mortalitas perinatal. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab tersering
kedua morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dengan berat badan lahir rendah atau
mengalami pertumbuhan janin terhambat juga memiliki risiko penyakit metabolik pada saat
dewasa. (6)
Sindrom HELLP terjadi pada 0,1% -0,6% dari semua kehamilan dan pada 4% -12%
pasien dengan preeklamsia. Sindrom HELLP biasanya terjadi antara minggu ke 27 kehamilan
dan kelahiran, atau segera setelah melahirkan pada 15% -30% kasus. Insiden sindrom HELLP
secara signifikan lebih tinggi pada kulit putih dan wanita keturunan Eropa. HELLP telah terbukti
terjadi pada kelompok usia ibu yang lebih tua, dengan usia rata-rata 25 tahun. Sebaliknya,
preeklamsia paling sering terjadi pada pasien yang lebih muda (usia rata-rata, 19 tahun).(7)
6
2.4. Diagnosis hipertensi dalam kehamilan
Hipertensi didiagnosis ketika tekanan darah istirahat mencapai 140/90 mmHg atau lebih,
fase ke V Korotkoff digunakan untuk menentukan tekanan darah diastolik.
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita hamil tidak
mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus, hipertensi kronis
didiagnosis sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada beberapa wanita hamil, tekanan
darah yang meningkat sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupakan tanda awal
terjadinya preeklamsi. Penurunan tekanan darah normal fisiologis saat trimester ke II
menyebabkan wanita hamil memiliki tekanan darah yang normal sebelum usia kehamilan 20
minggu.
Berikut ini adalah kriteria-kriteria yang rutin digunakan untuk menegakkan diagnosis
mengenai hipertensi dalam kehamilan :
7
Gambar 2.2 Derajat Preeklampsia
8
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada
dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
b. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
c. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
d. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
e. Edema Paru
f. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
g. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or reversed
end diastolic velocity (ARDV) (6)
(3) Eklamsi
Konvulsi yang tidak berhubungan dengan sebab lain pada wanita dengan preeklamsi.
Eklamsi kadang terjadi tiba-tiba tanpa peringatan pada wanita dengan preeklamsi ringan.
(4) Preeklamsi atas dasar pada hipertensi kronis
a. Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita hipertensi tetapi tidak ditemukan proteinuria
pada usia kehamilan di bawah 20 minggu
b. Peningkatan tekanan darah atau proteinuria yang tiba-tiba atau hitung trombosit <
100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20
minggu.
(5) Hipertensi kronis
9
2.5. Patogenesis
Penyebab hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui dengan jelas. Tedapat
banyak teori yang menjelaskan mengenai penyebab hipertensi dalam kehamilan, di antaranya
adalah:
10
Gambar 2.3 Perbandingan Kondisi Arteri Spiralis dan Invasi Trofoblas pada Kehamilan
Normal dan Preeklampsia
11
(1) Gangguan metabolisme prostaglandin yang akan menyebabkan terjadinya
penurunan produksi prostasiklin (PGE2)
(2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit tersebut akan memproduksi tromboksan (TXA2) yang
merupakan suatu vasokonstriktor kuat
(3) Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis)
(4) Peningkatan permeabilitas kapilar
(5) Peningkatan produksi bahan vasopressor, yaitu endotelin
(6) Peningkatan faktor koagulasi
Gambar 2.4 Penyempitan Lumen Pembuluh Darah Akibat Punumpukan Protein Plasma
dan Sel Busa
12
2.5.5. Teori Genetik
Terdapat faktor keturunan dan familial dengan metode gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan genotipe
janin.
2.6. Patofisiologis
2.6.1. Volume Plasma
Pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30-40% dibanding hamil
normal akibat sebab yang belum jelas. Hipovolemia ini diimbangi dengan vasokonstriksi
sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Volume plasma yang menurun berdampak luas
pada organ-organ penting
2.6.2. Hipertensi
Pada preeklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai pada umur kehamilan 20
minggu, namun biasanya baru dideteksi pada trimester II. Hipertensi ini bersifat labil dan
mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari
13
pascapersalinan, kecuali pada kasus berat. Hipertensi timbul akibat vasospasme menyeluruh
dengan ukuran tekanan ≥140/90 mmHg selang 6 jam.
2.6.4. Elektrolit
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Pada saat terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun akibat
timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida.
14
2.6.8. Hematokrit
Pada preeklampsia hematokrit meningkat akibat hypovolemia.
2.6.9. Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan endotel kapilar.
2.6.10. Hematologik
Perubahan yang terjadi akibat dari hipovolemia karena vasospasme, hipoalbuminemia,
sebagai hasil dari kerusakan endotel.
2.6.11 Hepar
Hepar dapat mengalami perdarahan pada sel periportal lobus perifer yang kemudian
terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan dapat meluas hingga di
bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematom. Kondisi ini menimbulkan rasa nyeri di
daerah epigastrium dan dapat menyebabkan rupture hepar.
2.6.12. Neurologik
(1) Nyeri kepala akibat edema vasogenik karena hiperperfusi otak
(2) Gangguan visus akibat spasme arteri retina dan edema retina yang dapat berupa
pandangan kabur, skotomata, amaurosis, dan ablasio retinae
(3) Hiperrefleksi
(4) Kejang eklamptik akibat edema serebri, vasospasme serebri, dan iskemia serebri
(5) Perdarahan intracranial
2.6.13. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat
hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
2.6.14. Paru-paru
Edema paru dapat terjadi sebagai akibat dari payah jantung kiri, kerusakan sel endotel,
dan penurunan diuresis.
15
2.6.15. Janin
IUGR (Intrauterine growth restriction) dan oligohidramnion akibat penurunan perfusi
uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel. Hal ini secara tidak
langsung dapat menyebabkan kenaikan tingkat morbiditas da mortalitas janin.
2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Preeklamsi Tanpa Gejala Berat
Rawat jalan, pasien dianjurkan cukup istirahat, pantau tekanan darah dan proteinuria
setiap hari
Dapat dipertimbangkan pemberian antioksidan dan kalsium
Kontrol setiap minggu.
Bila tekanan darah terkontrol pada umur kehamilan 37 minggu dilakukan terminasi
kehamilan.
Rawat inap ( rawat di Rumah sakit )
o Indikasi
rawat
inap:
- Hipertensi
dan
proteinuri
a menetap
selama >
2 minggu
16
- Adanya gejala atau tanda satu atau lebih preeklamsia berat
- Pemeriksaan kesejahteraan janin : USG dan Doppler.
- Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan
bagian mata, jantung, dll
Perawatan obstetrik
o Preterm (< 37 minggu) : jika tekanan darah mencapai normotensif, persalinan
ditunggu sampai aterm
o Aterm (> 37 minggu) : persalinan ditunggu sampai onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan.
17
Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi perbaikan tekanan darah
(normotensive)
(3) Antihipertensi
Antihipertensif diberikan pada tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg, diastolic ≥ 110
mmHg. Dapat diberikan:
o Nifedipine: 10 mg per oral dan dapt diulangi setiap 30 menit (maksimal
120 mg/24 jam) sampai tejadi penurunan MABP 20%. Selanjutnya diberi
dosis rumtan 3x10 mg (tidak boleh sublingual)
o Nikardipine diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg/ Hipertensi
emergensi dengan dosis 1 mpul 10 mg dalam larutan 50 cc per jam atau 2
ampul 10 mg dalam larutan 100 cc tetes permenit mikro drip. Pelarut RL
dan bikarbonat natrikus tidak dapat digunakan.
2.7.2.2. Konservatif
(1) Indikasi
Kehamilan preterm (<34 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi
dengan keadaan janin baik.
(2) Pengobatan Medisinal
Sama dengan pengelolaan medisinal secara aktif hanya dosis MgSO4 diberikan secara
i.m (MgSO4 40% 8 g i.m). Atau bila i.v, diberikan dosis pemeliharaan langsung.
Pemberian dihentikan apabila sudah mencapai tanda-tanda preeklamsi ringan
selambat-lambatnya 24 jam.
(3) Pengelolaan Obstetrik
Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk memantau
kesejahteraan janin. Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini
dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal.
18
adanya gejala impending eklamsi
(2) Janin:
adanya tanda-tanda gawat janin
adanya tanda-tanda IUGR
(3) Laboratorik:
adanya HELLP Syndrome
2.7.3. Eklamsi
2.7.3.1. Medikamentosa
2.7.3.1.1. Kejang
Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang.
Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien.
Kepala direndahkan: daerah orofaring dihisap.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup longgar guna menghindari fraktur.
19
Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus), diberikan
pengobatan sebagai berikut:
Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) IV perlahan-lahan.
Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulangan Benzodiazepin IV setiap 1/2 jam
sampai 3 kali berturut--turut.
Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang ulangan) dengan
dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari kedua dan 3 x 100
mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan seterusnya.
Apabila setelah pemberian Benzodiazepin IV 3 kali berturut-turut, pasien masih tetap
kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc NaCl 0,9%)
dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2 hari.
2.7.3.1.2. Edema Otak
Atas konsultasi dengan bagian Saraf untuk perawatan pasien koma akibat edema otak:
Diberikan infus cairan Manitol 20% dengan cara: 200 cc (diguyur), 6 jam kemudian
diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi (diguyur)
Total pemberian 500 cc dalam sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
Dapat juga diberikan cairan Gliserol 10% dengan kecepatan 30 tetes/menit selama 5 hari.
Dapat juga diberikan Dexamethason IV 4 x 2 ampul (8 mg) sehari, yang kemudian di
tappering off
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai"Glasgow-Pittsburgh-Coma
Scale".
2.7.3.1.3. Diuretikum
Diuretikum diberikan jika terdapat
Edema paru
Payah jantung kongestif
Edema anasarka
2.7.3.1.4. Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 110
mmHg . Obat-obat antihipertensi yang diberikan :
20
o Nifedipin 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai
terjadi penurunan tekanan darah. Labetalol 10 mg IV. Apabila belum terjadi penurunan
tekanan darah, maka dapat diulangi pemberian 20 mg setelah 10 menit, 40 mg pada 10
menit berikutnya, diulangi 40 mg setelah 10 menit kemudian, dan sampai 80 mg pada 10
menit berikutnya.
o Bila tidak tersedia, maka dapat diberikan Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc
larutan garam faal atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5cc IV. perlahan-lahan
selama 5 menit. Lima menit kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan
maka diberikan lagi sisanya 5 cc IV selama 5 menit. Kemudian diikuti dengan pemberian
secara tetes sebanyak 7 ampul dalam 500 cc Dextrose 5% atau Martos 10. Jumlah tetesan
dititrasi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan Mean
Arterial Pressure (MAP) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan
setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam
sampai tekanan darah stabil.
2.7.3.1.5. Kardiotonika:
Indikasi pemberian kardiotonika ialah, bila ada tanda-tanda payah jantung. Jenis
kardiotonika yang diberikan : Cedilanid-D
2.7.3.1.6. Penatalaksanaan Obstetrik
Semua kehamilan dengan eklamsi dan impending eklamsi harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin. Terminasi kehamilan impending eklamsi adalah dengan
seksio sesarea. Persalinan pervaginam di pertimbangkan pada keadaan-keadaan sbb:
Pasien inpartu, kala II.
Pasien yang sangat gawat (terminal state), yaitu dengan kriteria Eden yang berat.
HELLP syndrome
Komplikasi serebral (CVA, Stroke, dll)
Kontra indikasi operasi (ASA IV)
2.7.4. Hipertensi Kronis
2.7.4.1. Medikamentosa
Indikasi pemberian antihipertensi adalah :
21
- Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ≥ 100 mmHg
- Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg
b. Obat antihipertensi :
- Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 – 3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis.
- Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet
(Nifedipine harus diberikan per oral)
22
a. Tranfusi trombosit :Bila trombosit < 50.000/cc
b. Antioksidan
2.8. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
2.8.4. Antioksidan
Antioksidan memiliki mekanisme mengontrol peroksidasi lipid yang berperan dalam
kerusakan endotel. Preklamsia merupakan ketidakseimbangan antara antioksidan dan oksidan.
Contoh antioksidan adalah vitamin C dan E.
23
2.9. Komplikasi
2.9.1. Komplikasi jangka pendek
2.9.1.1. Komplikasi pada Ibu
Pada ibu dapat terjadi perberatan dari hipertensi yaitu dengan adanya keterlibatan atau
gangguan dari syaraf pusat, contohnya pada eklamsia yang disertai dengan kejang, stroke
iskemik, serta perdarahan. Dapat juga terjadi kerusakan hati dari peningkatan enzim
transaminase (sindrom HELLP) dan gagal hepar. Gagal ginjal dapat terjadi sehingga adanya
penurunan filtrasi glomerular dan proteinuria sementara sampai tubular nekrosis akut. Serta
adanya peningkatan frekuensi section cesaria, partus pretermus, dan abruptio plasenta
24
biopsi ginjal pada 15-20% ibu yang menderita preklamsia berulang memberikan gambaran gagal
ginjal kronis.
2.9.2.4. Gangguan Neurologis
Wanita yang pernah mengalami kejang akibat eklamsia dapat mengalami gangguan fingsi
kognitif. Kejang berulang menyebabkan gangguan pemusatan perhatian dibandingkan dengan
ibu dengan tensi yang normal.
25
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu masalah dalam kehamilan, merupakan
penyebab kematian kedua setelah perdarahan. Hipertensi diderita oleh 5-8% kehamilan. Terdapat
beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan yaitu, hipertensi gestasional, preklamsia atas dasar
hipertensi kronis, eklamsia, hipertensi kronik. Terdapat beberapa faktor risiko, diantaranya umur
kehamilan, nulipara, multipara dengan jarak kehamilan yang jauh, multipara dengan pasangan
yang baru, genetik, dan obesitas.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Muti M, Tshimanga M, Notion GT, Bangure D. 2015. Prevalence of pregnancy induced
hypertension and pregnancy outcomes among women seeking maternity services in Harare,
Zimbabwe. BMC Cardiovasc Disord.
3. Ross GM. 2015. Eclampsia: Overview, Etiologic and Risk Factors for Preeclampsia/Eclampsia,
Multiorgan System Effects. https://emedicine.medscape.com/article/253960-overview July2 nd,
2018.
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Pregnancy Hypertension In: William’s Obstetrics. Ed 25.
The Mc Graw-Hill Companies. New York, 2018
5. Hutcheon JA, Fellow P. 2011. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology
Epidemiology of pre-eclampsia and the other hypertensive disorders of pregnancy. Best Pract Res
Clin Obstet Gynaecol. 25(4):391–403.
8. Kementerian kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan
Rujukan. E-book. 2013;22–34.
9. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Usulan PNPK Preeklampsia
(Online), (http://pogi.or.id/publish/download/pnpkdan-ppk)
10. Mustafa R, Ahmed S, Gupta A, Venuto RC. 2012. A comprehensive review of hypertension in
pregnancy. J Pregnancy.
27