Anda di halaman 1dari 59

PIS-PK dan Pembinaan Keluarga Prasejahtera di Kampung

Babakan Desa Nagreg


Latar Belakang
Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Salah satu komponen dalam pembangunan nasional
adalah Pembangunan Kesehatan. Pembangunan kesehatan didefinisikan sebagai paya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Nawa Cita yang merupakan visi Presiden Joko Widodo menetapkan pembangunan
kesehatan sebagai salah satu butir dalam pembangunan Indonesia. Pada butir agenda ke-5 dari
Nawa Cita disebutkan mengenai Program Indonesia Sehat guna meningkatkan kualitas hidup
masyarakat Indonesia. Program ini kemudian menjadi program utama pembangunan kesehatan
yang selanjutnya pencapaiannya direncanakan melalui Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019. Rencana pembangunan tersebut difokuskan pada penguatan upaya
kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan
kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung
dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama yaitu : (1)
penerapan paradigma sehat, (2) Penguatan pelayanan kesehatan dan (3) pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengaruh
utamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta
pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu
menggunakan pendekatan continuum of care dan investensi berbasis resiko kesehatan,
sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit),
serta kendali mutu dan biaya. Kesemuannya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga
sehat.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan melalui pendekatan keluarga. Program Indonesia
Sehat dengan pendekatan keluarga pada dasarnya merupakan integrasi pelaksanaan program-
program kesehatan dengan fokus keluarga. Hal ini karena pendekatan secara komunal yang telah
dilakukan selama ini belum berhasil untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Keluarga dipilih karena merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan memiliki peran yang
sangat besar dalam pembangunan sumber daya individu.

Permasalahan
Data PIS-PK yang dilaksanakan pada tahun 2019 oleh Puskesmas Nagreg, masih terdapat
beberapa keluarag yang mememiliki Indeks Keluarga Sehat <0.05. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa keluarga tersebut masih termasuk dalam keluarga prasehat. Hal ini dapat mempengaruhi
pembangunan sumber daya manusia di Indonesia pada masa yang akan datang. Terdapat
beberapa faktor penyebab antara lain rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat
sosioekonomi, dan ketidakpedulian dari pihak desa.

Perencanaan dan Intervensi


Dokter PIDI menghubungi PJ PIS-PK untuk meminta data keluarga prasehat di wilayah
kerja Puskesmas Nagreg. Dokter PIDI kemudian berkoordinasi dengan bidan desa yang di
wilayah kerjanya memiliki keluarga prasehat. Dokter PIDI dan bidan desa bersama-sama
menjadwalkan waktu kunjungan rumah dengan berkoordinasi engan kader posyandu. Pada hari
yang telah ditentukan dokter PIDI, bidan desa, dan kader posyandu mengunjungi keluarga
prasehat tersebut.
Kunjungan rumah diawali dengan perkenalan dari tim puskesmas oleh kader posyandu.
Kemudian dilakukan tanya jawab mengenai indikator-indikator yang terdapat dalam butir
keluarga sehat Indonesia. Tim dari puskesmas juga melakukan peninjauan terhadap lingkungan
rumah keluarga prasejahtera tersebut, yang meliputi jamban, kamar mandi, sumber air, septic
tank, dan saluran air yang berada di sekitar rumah. Selanjutnya tim melakukan pembinaan yang
menitikberatkan pada kebersihan lingkungan yang meliputi pembersihan saluran air yang
terdapat di depan rumah keluarga tersebut. Pembinaan juga difokuskan pada penataan rumah dan
perabotnya guna tercapainya syarat rumah sehat dan terhindarnya penghuni rumah dari penyakit-
penyakit infeksi, terutama infeksi kulit. Kepala keluarga juga didorong untuk melakukan
penertiban administrasi ke kantor desa setempat agar dapat diajukan dalam pembuatan Kartu
Indonesia Sehat. Kepala keluarga juga diminta untuk mulai mengurangi konsumsi rokok karena
dapat membahayakan kesehatannya sendiri maupun keluarganya.

Pelaksanaan
Waktu : Rabu, 2 Desember 2020 pukul 09.00
Tempat : Rumah Keluarga Prasehat RW 05 Kampung Babakan Desa Nagreg
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Reizza Dwitara Pramodya, S.Tr.Keb (Bidan Desa Nagreg)
Ibu Cucu (Kader Posyandu RW 05 Kampung Babakan Desa Nagreg)
Peserta : Keluarga Bapak Nanang Hambali beserta 3 anggota keluarganya yang lain

Monitoring & Evaluasi


⁃ Seluruh anggota keluarga mengalami scabies, maka pihak puskesmas akan memberikan
obat topikan dan oral pada beberapa hari ke depan
⁃ Salah satu faktor pencetus scabies keluarga tersebut adalah kondisi rumah yg kotor dan
berantakan
⁃ Pakaian dalam rumah dibiarkan menumpuk dan berserakan serta di lantai
⁃ Kepala keluarga (ayah) diminta untuk segera menertibkan administrasi keluarga agar
dapat mendaftarkan sebagai peserta JKN
⁃ Ibu diminta untuk berKB
⁃ Ayah juga diminta untuk mulai berhenti merokok
PIS-PK dan Pembinaan Keluarga Prasejahtera di Kampung
Pasanggrahan Desa Citaman
Latar Belakang
Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Salah satu komponen dalam pembangunan nasional
adalah Pembangunan Kesehatan. Pembangunan kesehatan didefinisikan sebagai paya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Nawa Cita yang merupakan visi Presiden Joko Widodo menetapkan pembangunan
kesehatan sebagai salah satu butir dalam pembangunan Indonesia. Pada butir agenda ke-5 dari
Nawa Cita disebutkan mengenai Program Indonesia Sehat guna meningkatkan kualitas hidup
masyarakat Indonesia. Program ini kemudian menjadi program utama pembangunan kesehatan
yang selanjutnya pencapaiannya direncanakan melalui Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019. Rencana pembangunan tersebut difokuskan pada penguatan upaya
kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan
kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung
dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama yaitu : (1)
penerapan paradigma sehat, (2) Penguatan pelayanan kesehatan dan (3) pelaksanaan jaminan
kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengaruh
utamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta
pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi
peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu
menggunakan pendekatan continuum of care dan investensi berbasis resiko kesehatan,
sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit),
serta kendali mutu dan biaya. Kesemuannya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga
sehat.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan melalui pendekatan keluarga. Program Indonesia
Sehat dengan pendekatan keluarga pada dasarnya merupakan integrasi pelaksanaan program-
program kesehatan dengan fokus keluarga. Hal ini karena pendekatan secara komunal yang telah
dilakukan selama ini belum berhasil untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Keluarga dipilih karena merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan memiliki peran yang
sangat besar dalam pembangunan sumber daya individu.

Permasalahan
Data PIS-PK yang dilaksanakan pada tahun 2019 oleh Puskesmas Nagreg, masih terdapat
beberapa keluarag yang mememiliki Indeks Keluarga Sehat <0.05. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa keluarga tersebut masih termasuk dalam keluarga prasehat. Hal ini dapat mempengaruhi
pembangunan sumber daya manusia di Indonesia pada masa yang akan datang. Terdapat
beberapa faktor penyebab antara lain rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat
sosioekonomi, dan ketidakpedulian dari pihak desa.

Perencanaan dan Intervensi


Dokter PIDI menghubungi PJ PIS-PK untuk meminta data keluarga prasehat di wilayah
kerja Puskesmas Nagreg. Dokter PIDI kemudian berkoordinasi dengan bidan desa yang di
wilayah kerjanya memiliki keluarga prasehat. Dokter PIDI dan bidan desa bersama-sama
menjadwalkan waktu kunjungan rumah dengan berkoordinasi engan kader posyandu. Pada hari
yang telah ditentukan dokter PIDI, bidan desa, dan kader posyandu mengunjungi keluarga
prasehat tersebut.
Kunjungan rumah diawali dengan perkenalan dari tim puskesmas oleh kader posyandu.
Kemudian dilakukan tanya jawab mengenai indikator-indikator yang terdapat dalam butir
keluarga sehat Indonesia. Tim dari puskesmas juga melakukan peninjauan terhadap lingkungan
rumah keluarga prasejahtera tersebut, yang meliputi jamban, kamar mandi, sumber air, septic
tank, dan saluran air yang berada di sekitar rumah. Selanjutnya tim melakukan pembinaan yang
menitikberatkan pada kebersihan lingkungan yang meliputi pembersihan saluran air yang
terdapat di depan rumah keluarga tersebut. Pembinaan juga difokuskan pada penataan rumah dan
perabotnya guna tercapainya syarat rumah sehat dan terhindarnya penghuni rumah dari penyakit-
penyakit infeksi, terutama infeksi kulit.

Pelaksanaan
Waktu : Rabu, 2 Desember 2020 pukul 09.00
Tempat : Rumah Keluarga Prasehat Kampung Pasanggrahan Desa Citaman
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Nika, Amd.Keb (Bidan Desa Citaman)
Ibu Asri (Kader Posyandu Kampung Pasanggrahan Desa Citaman)
Peserta : Keluarga Ibu Ipah Saripah beserta 3 anggota keluarganya yang lain (anak)

Monitoring & Evaluasi


⁃ Keluarga termasuk sebagai kategori keluarga sehat sesuai Indeks Keluarga Sehat
⁃ Kepala keluarga (ayah) masih merokok
⁃ Keluarga tinggal di rumah yang tidak memenuhi kategori rumah sehat
⁃ Kondisi perabotan dan barang di dalam rumah tidak terurus dan berserakan
⁃ Sungai yang berada di depan rumah dipenuhi sampah
⁃ Kader posyandu diminta mendampingi keluarga untuk mewujudkan rumah sehat
⁃ Kader posyandu didorong untuk mengusulkan ke pihak desa untuk bantuan perbaikan
rumamh agar memenuhi kategori rumah sehat
Pelayanan Klinik TB Puskesmas Nagreg
Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya
paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organization sepertiga populasi dunia
yaitu sekitar dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta
populasi terkena TB aktif setiap tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90% kasus TB
dan kematian berasal dari negara berkembang salah satunya Indonesia.
World Health Organization sejak tahun 2010 hingga Maret 2011 mencatat bahwa
terdapat 430.000 penderita TB paru di Indonesia dengan korban meninggal sejumlah 61.000.
Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun 2009 yang mencapai 528.063 penderita TB
paru dengan 91.369 orang meninggal.
Tuberculosis di Indonesia merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan
jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar
10% dari total jumlah pasien tuberculosis di dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru
dan kematian 101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang
ditandai dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah 110 per 100.000
penduduk.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa kasus tuberculosis di
Jawa Barat pada tahun 2017 dilaporkan sebanyak 82.063 kasus, meningkat 13.16% dibandingkan
tahun 2016, yaitu sebesar 72.558 kasus. Kasus tuberculosis tertinggi di Jawa Barat ditemukan di
Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bogor yang berkisar antara 9-12% dari
jumlah kasus baru di Jawa Barat.
Penanganan tuberculosis oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan menggunakan
metode Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau observasi langsung untuk
penanganan jangka pendek. DOTS terdiri dari lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan
dahak di laboratorium, pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara,
pengawasan minum obat dan pencatatan laporan.

Permasalahan
Angka tuberculosis yang masih tinggi di Indonesia, terutama Jawa Barat, khususnya
Kabupaten Bandung membutuhkan intervensi secara menyeluruh bagi seluruh tenaga kesehatan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung menyebutkan bahwa terdapat 6.845 orang yang menderita
tuberculosis di Kabupaten Bandung pada 2019. Angka ini juga diikuti dengan kenaikan angka
kematian akibat tuberculosis sebesar 152 orang.
Dokter PIDI sebagai dokter yang baru lulus membutuhkan pembiasaan dalam
penanganan pasien TB dan cara penanganan TB sesuai kaidah DOTS. Hal ini karena dokter
umum diharapkan menjadi garda terdepan dalam penanggulangan dan pemberantasan TB di
Indonesia.

Perencanaan dan Intervensi


Dokter PIDI melakukan koordinasi dengan kepala puskesmas, sekaligus dokter
pendamping untuk memberikan pelayanan terhadap pasien TB di Klinik TB. Dokter PIDI
kemudian melakukan koordinasi dengan PJ Klinik TB untuk penjadwalan pelayanan kepada
pasien TB. Pelayanan Klinik TB dilakukan pada setiap hari selasa. Pelayanan dilakukan meliputi
pembagian obat anti tuberkulosis, penegakan diagnosis tuberkulosis, dan pengedukasian
terhadap pasien TB. Edukasi meliputi tata cara pengambilan obat, kepatuhan pengobatan, dan
pencegahan penularan. Selain itu pasien juga diberikan informasi mengenai bahaya putus obat.

Pelaksanaan
Waktu : Selasa, 16 Februari 2021 Pukul 08.00
Tempat : Klinik TB Puskesmas Nagreg
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Yani Suryani, Amd.Kep (PJ Pelayanan TB)
Peserta : Pasien TB sebanyak 30 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Terdapat 1 pasien yang putus obat, akibat ketidaktahuan
⁃ Terdapat 1 pasien yang mendapatkan obat anti tuberkulosis kategori 2
⁃ Sebagian besar pasien TB sudah mengetahui kepentingan kepatuhan pengobatan, jadwal
pengambilan obat, dan tata cara pencegahan penularan
⁃ Sebagian besar pasien TB sudah mengetahui kapan pasien dapat dinyatakan sembuh dan
berhenti berobat
⁃ Sebagian besar pasien TB merupakan TB Paru
⁃ Sebagian besar pasien TB merupakan pasien pengobatan kategori 1
Penyuluhan Kesehatan Jiwa Pada Lansia dan Puskesmas
Keliling RW 13 Kampung Margaasih Desa Ganjarsabar
Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut UU nomor 18 tahun 2014 adalah suatu kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Tidak berkembangnya koping individu
dengan baik dapat menyebabkan terjadinya gangguan jiwa. Menurut Keliat, gangguan jiwa yaitu
suatu perubahan yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Data statistik World Health Organization (WHO) menyebutkan jumlah dari penderita
gangguan jiwa di dunia pada tahun 2001 mencapai 450 juta jiwa. Berdasarkan data tersebut,
diperkirakan saat ini ada kecenderungan penderita dengan gangguan jiwa jumlahnya sudah
mengalami peningkatan. Menurut WHO, Indonesia menduduki peringkat pertama dari seluruh
negara di dunia dengan penderita gangguan jiwa terbanyak.
Salah satu kelompok yang rawan mengalami gangguan kesehatan jiwa adalah kelompok
lanjut usia. Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai
dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi orang-orang
yang telah lanjut usia sangat khas. Selain mengalami penurunan kondisi fisik, mereka juga harus
menghadapi masalah psikologis. Faktor psikologis adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan
dalam (inner life) seorang manusia termasuk lansia. Pada lansia permasalahan psikologis
terutama muncul bila lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul sebagai
akibat dari proses menua. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, dan ketidak ikhlasan menerima
kenyataan baru seperti kematian pasangan merupakan “ketidakenakan” yang harus dihadapi
orang lanjut usia.
Sebagian besar orang lanjut usia saat memasuki masa tua merasa kurang siap menghadapi
dan menyikapi masa tua tersebut. Hal ini menyebabkan orang lanjut usia kurang dapat
menyesuaikan diri dalam memecahkan masalah yang dihadapi, padahal seorang lanjut usia tentu
mengalami perubahan besar pada seluruh aspek kehidupannya, baik fisik, psikologis maupun
sosial. Seiring dengan perjalanan hidup, seseorang akan mengalami perubahan dan
perkembangan yang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang berbeda yang harus dipenuhi. Tugas-
tugas ini dalam batas-batas tertentu bersifat khas untuk masa-masa hidup seseorang. Secara
umum tugas perkembangan lanjut usia meliputi menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan
fisik dan kesehatan, menyesuiakan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya pendapatan
keluarga, menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup, dan membentuk hubungan
dengan orang-orang yang seusianya serta menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.
Pembangunan kesehatan yang di dalamnya termasuk pembangunan kesehatan jiwa
masyarakat masih menjadi tugas negara. Hal ini karena masih tingginya angka penyakit
kejiwaan, termasuk yang dialami orang lanjut usia. Salah satu kendala dalam pembangunan
kesehatan jiwa tersebut adalah jauhnya akses masyarakat teradap fasilitas kesehatan.
Puskesmas Keliling merupakan salah satu dari tiga jaringan pelayanan puskesmas, selain
Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas Keliling
memberikan pelayanan kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan
jangkauan jangkauan dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang
belum terjangkau oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas. Puskesmas Keliling memiliki fungsi
dan tugas antara lain memberikan pelayanan kesehatan daerah terpencil, melakukan penyelidikan
KLB, transport rujukan pasien, penyuluhan kesehatan dengan audiovisual, dan lain-lain.

Permasalahan
Kampung Margaasih, Desa Ganjarsabar, Kecamatan Nagreg merupakan salah satu
wilayah yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Nagreg. Kampung Margaasih berjarak 3
km dari Puskesmas Nagreg. Meskipun jarak kampung dengan puskesmas tidak terlalu jauh,
mayoritas penduduk Kampung Margaasih adalah lansia, sehingga mobilitas penduduk menuju
puskesmas terhambat. Selain itu mayoritas penduduk Kampung Margaasih juga berada di garis
kemiskinan, sehingga penduduk merasa berat untuk mengakses puskesmas saat mengeluhkan
sakit. Tingkat pendidikan yang rendah juga turut berkontribusi terhadap rendahnya akses
penduduk terhadap masyarakat.
Kelompok orang lanjut usia yang menjadi dominasi penduduk Kampung Margaasih Desa
Ganjarsabar menjadikan kampung tersebut rawan mengalami gejala penyakit kejiwaan lansia.
Hal ini ditandai dengan banyaknya lansia warga Kampung Margaasih yang mengalami gejala-
gejala gangguan jiwa, meliputi kesulitan tidur, gangguan saluran cerna, dan gatal-gatal. Selain itu
gangguan kesehatan jiwa yang dialami lansia menyebabkan meraka mengalami gangguan nafsu
makan sehingga dapat memicu terjadinya gastritis, bahkan ulkus lambung.

Perencanaan dan Intervensi


Kepala Desa Ganjarsabar mengajukan permohonan pelaksanaan Puskesmas Keliling
melalui Bidan Desa Ganjarsabar. Bidan Desa Ganjarsabar mengajukan permintaan tersebut
kepada PJ Puskesmas Keliling. PJ Puskesmas Keliling berkoordinasi dengan PJ Lansia, PJ
Kesehatan Jiwa, dan dokter PIDI. PJ Puskesmas Keliling kemudian menjadwalkan pelaksanaan
Puskesmas Keliling.
Masalah mengenai kesehatan jiwa lansia dipecahkan dengan pendekatan kemasyarakatan.
Tim puskesmas mengadakan penyuluhan mengenai penyebab terjadinya masalah kesehatan jiwa
yang dialami lansia, gejala-gejala gangguan jiwa lansia, dan jenis gangguan jiwa yang sering
dialami lansia. Pada kesempatan tersebut juga dijelaskan mengenai cara memelihara dan
menjaga kesehatan jiwa lansia.

Pelaksanaan
Waktu : 19 Desember 2020 pukul 09.00
Tempat : Rumah Ketua RW 13 Kampung Margaasih Desa Ganjarsabar Kecamatan
Nagreg
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Ucu Hamida, AMK (PJ Lansia)
Asep Syamsurrizal, AMK (PJ Puskesmas Keliling)
Nika, Amd.Keb (PJ Kesehatan Jiwa)
Peserta : Warga RW 13 Kampung Margaasih Desa Ganjarsabar Kecamatan Nagreg
sebanyak 80 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Margaasih mengenai kepentingan
hidup sehat masih rendah
⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Margaasih mengenai kesehatan jiwa
pada lansia masih rendah
⁃ Antusiasme masyarakat Kampung Margaasih terhadap Puskesmas Keliling sangat tinggi
⁃ Puskesmas Keliling hanya menyediakan obat yang terbatas. Obat penurun kolesterol
(simvastatin) dan salep antifungal tidak tersedia
⁃ Banyak pasien posbindu yang obatnya telah disediakan di puskesmas beralih ke
puskesmas keliling untuk pengambilan obat, sehingga menyebabkan obat untuk penyakit kronis
habis lebih cepat
⁃ Tempat yang seadanya membuat beberapa pasien merasa tidak nyaman untuk dilakukan
pemeriksaan area vital
Puskesmas Keliling RW 11 Kampung Lebakjero Desa Ciherang
dan Penyuluhan Gizi Hipertensi
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang telah diselenggarakan selama ini telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya, tetapi masih terdapat daerah-daerah
tertentu, dimana masyarakatnya tidak mendapat pelayanan kesehatan terutama daerah-daerah
terpencil dan sulit dijangkau.
Puskesmas Keliling merupakan salah satu dari tiga jaringan pelayanan puskesmas, selain
Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas Keliling
memberikan pelayanan kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan
jangkauan jangkauan dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang
belum terjangkau oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas. Puskesmas Keliling memiliki fungsi
dan tugas antara lain memberikan pelayanan kesehatan daerah terpencil, melakukan penyelidikan
KLB, transport rujukan pasien, penyuluhan kesehatan dengan audiovisual, dan lain-lain.

Permasalahan
Kampung Lebakjero, Desa Ciherang, Kecamatan Nagreg merupakan salah satu wilayah
yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Nagreg. Kampung Lebakjero berjarak +-7km dari
Puskesmas Nagreg. Kampung Lebakjero meruapakan salah satu kampung yang lokasinya berada
pada posisi paling barat di wilayah Kecamatan Nagreg. Kampung Lebakjero berbatasan langsung
dengan Kampung Cibonteng, Desa Gandamekar, Kecamatan Kadungora yang berada di bawah
naungan Puskesmas Kadungora. Jarak kampung yang jauh tersebut menjadikan pelayanan
kesehatan bagi warga Kampung Lebakjero terbatas. Selain itu warga masyarakat yang
didominasi lansia menyebabkan mobilitas mereka ke Puskesmas Nagreg menjadi terhambat.
sehingga mobilitas penduduk menuju puskesmas terhambat. Penduduk Kampung Lebakjero juga
banyak yang berada di bawah garis kemiskinan, sehingga penduduk merasa berat untuk
mengakses puskesmas saat mengeluhkan sakit. Tingkat pendidikan yang rendah juga turut
berkontribusi terhadap rendahnya akses penduduk terhadap masyarakat.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh warga Kampung
Lebakjero, terutama para lansia. Hal ini diakibatkan oleh faktor makanan dan minuman yang
dikonsumsi warga. Masyarakat masih banyak yang mengonsumsi makanan dengan kadar garam
yang tinggi, seperti ikan asin dan kerupuk. Minuman manis pun masih menjadi idola warga
untuk menghilangkan dahaga. Faktor lain adalah perubahan tingkat sosioekonomi yang
menjadikan warga tidak terlalu aktif dalam melakukan olahraga dan gerak tubuh.

Perencanaan dan Intervensi


Kepala Desa Ciherang mengajukan permohonan pelaksanaan Puskesmas Keliling melalui
Bidan Desa Ciherang. Bidan Desa Ciherang mengajukan permintaan tersebut kepada PJ
Puskesmas Keliling. PJ Puskesmas Keliling berkoordinasi dengan PJ Lansia, Ahli Gizi, dan
dokter PIDI. PJ Puskesmas Keliling kemudian menjadwalkan pelaksanaan Puskesmas Keliling.
Masalah mengenai hipertensi dipecahkan dengan pendekatan kemasyarakatan. Tim
puskesmas mengadakan penyuluhan mengenai hipertensi beserta gejala dan penyebabnya.
Masyarakat juga diberikan pengetahuan mengenai nutrisi yang dikonsumsi untuk mencegah
hipertensi. Selain itu masyarakat juga diajak untuk melakukan aktivitas harian untuk
meningkatkan metabolisme tubuh guna mencegah terjadinya hipertensi.

Pelaksanaan
Waktu : Sabtu, 9 Januari 2021 pukul 09.00
Tempat : Posyandu RW 11 Kampung Lebakjero Desa Ciherang Kecamatan Nagreg
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Ucu Hamidah, AMK (PJ Lansia)
Asep Syamsurrizal, AMK (PJ Puskesmas Pembantu)
Fenti Widianti, Amd.Keb (Bidan Desa Ciherang)
Endah Ariftiati B. S., Amd.G
Peserta : Warga RW 11 Kampung Margaasih Desa Ciherang Kecamatan Nagreg
sebanyak 60 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Lebakjero mengenai kepentingan
hidup sehat masih rendah
⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Lebarjero mengenai hipertensi dan
gizi pasien hipertensi masih rendah
⁃ Antusiasme masyarakat Kampung Lebakjero terhadap Puskesmas Keliling sangat tinggi
⁃ Puskesmas Keliling hanya menyediakan obat yang terbatas
⁃ Tempat yang seadanya membuat beberapa pasien merasa tidak nyaman karena kurangnya
privasi
⁃ Masyarakat sudah bisa memulai secara mandiri hidup sehat dengan mengurangi
konsumsi garam dan meningkatkan aktivitas harian
Puskesmas Keliling Kampung Cipeuti Desa Citaman dan
Penyuluhan Covid-19
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang telah diselenggarakan selama ini telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya, tetapi masih terdapat daerah-daerah
tertentu, dimana masyarakatnya tidak mendapat pelayanan kesehatan terutama daerah-daerah
terpencil dan sulit dijangkau.
Puskesmas Keliling merupakan salah satu dari tiga jaringan pelayanan puskesmas, selain
Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas Keliling
memberikan pelayanan kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan
jangkauan jangkauan dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang
belum terjangkau oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas. Puskesmas Keliling memiliki fungsi
dan tugas antara lain memberikan pelayanan kesehatan daerah terpencil, melakukan penyelidikan
KLB, transport rujukan pasien, penyuluhan kesehatan dengan audiovisual, dan lain-lain.

Permasalahan
Kampung Cipeuti, Desa Citaman, Kecamatan Nagreg merupakan salah satu wilayah yang
berada dalam wilayah kerja Puskesmas Nagreg. Kampung Cipeuti berjarak +-4km dari
Puskesmas Nagreg. Kampung Cipeuti meruapakan salah satu kampung yang lokasinya berada
pada posisi paling barat di wilayah Kecamatan Nagreg. Kampung Cipueti berbatasan langsung
dengan Desa Nagrog, Kecamatan Cicalengka yang berada di bawah naungan Puskesmas Sawah
Lega. Jarak kampung yang jauh tersebut menjadikan pelayanan kesehatan bagi warga Kampung
Cipeuti terbatas. Selain itu warga masyarakat yang didominasi lansia menyebabkan mobilitas
mereka ke Puskesmas Nagreg menjadi terhambat. sehingga mobilitas penduduk menuju
puskesmas terhambat. Penduduk Kampung Margaasih juga banyak yang berada di bawah garis
kemiskinan, sehingga penduduk merasa berat untuk mengakses puskesmas saat mengeluhkan
sakit. Tingkat pendidikan yang rendah juga turut berkontribusi terhadap rendahnya akses
penduduk terhadap masyarakat.
Pelaksanaan protokol kesehatan di Kampung Cipeuti masih belum dijalankan sesuai
dengan seharusnya. Masih terdapat banyak warga masyarakat yang berlalu-lalang di jalanan
kampung tanpa mengenakan masker. Pada beberapa tempat di Kampung Cipeuti juga terdapat
beberapa warga masyarakat yang berkumpul tanpa memperhatikan protokol kesehatan.

Perencanaan dan Intervensi


Kepala Desa Citaman mengajukan permohonan pelaksanaan Puskesmas Keliling melalui
Bidan Desa Citaman. Bidan Desa Citaman mengajukan permintaan tersebut kepada PJ
Puskesmas Keliling. PJ Puskesmas Keliling berkoordinasi dengan PJ Lansia, Ahli Gizi, dan
dokter PIDI. PJ Puskesmas Keliling kemudian menjadwalkan pelaksanaan Puskesmas Keliling.
Masalah mengenai protokol kesehatan dipecahkan dengan mengadakan penyuluhan
mengenai Covid-19 dan 5M yang dilaksanakan saat Puskesmas Keliling diadakan. Warga
diedukasi mengenai bahaya Covid-19 dan segala risiko penularannya. Selain itu warga diajak
bersama-sama menerapkan 5M dalam kehidupan sehar-harinya.

Pelaksanaan
Waktu : Kamis, 28 Januari 2021 pukul 09.00
Tempat : Rumah Ketua RW 05 Kampung Cipeuti Desa Citaman Kecamatan Nagreg
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Ucu Hamidah, AMK (PJ Lansia)
Asep Syamsurrizal, AMK (PJ Puskesmas Keliling)
Nika, Amd.Keb (Bidan Desa Citaman)
Endah Ariftiati B. S., Amd.G
Peserta : Warga RW 05 Kampung Cipeuti Desa Citaman Kecamatan Nagreg sebanyak 80
orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Cipeuti mengenai kepentingan hidup
sehat masih rendah
⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Cipeuti mengenai Covid-19 dan 5M
masih rendah
⁃ Antusiasme masyarakat Kampung Cipeuti terhadap Puskesmas Keliling sangat tinggi
⁃ Puskesmas Keliling hanya menyediakan obat yang terbatas
⁃ Tempat yang seadanya membuat beberapa pasien merasa tidak nyaman karena kurangnya
privasi
Penyuluhan Cara Cuci Tangan yang Baik dan Pembinaan
Posyandu
Latar Belakang
Tangan merupakan bagian tubuh yang lembab yang paling sering berkontak dengan
kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarnya. Cara terbaik untuk mencegahnya adalah
dengan membiasakan mencuci tangan dengan memakai sabun. Mencuci tangan merupakan
teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Mencuci tangan
merupakan proses pembuangan kotoran dan debu secara mekanis dari kedua belah tangan
dengan memakai sabun dan air. Tujuan cuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan
debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme. Diare biasan
terjadi karena adanya transmisi kuman dari tangan yang tidak bersih ke makanan. Kuman-kuman
kemudian memapar ke orang yang makanan tersebut. Hal ini bisa dicegah dengan selalu mencuci
tangan setelah menggunakan toilet dan sebelum menyiapkan makanan. Mencuci tangan juga
dapat menghilangkan sejumlah besar virus yang menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama
penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare dan saluran nafas seperti influenza. Hampir
semua orang mengerti pentingnya mencuci tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak
membiasakan diri untuk melakukan dengan benar pada saat yang penting. Sebagian masyarakat
mengetahui akan pentingya mencuci tangan, namun dalam kenyataanya masih sangat sedikit
hanya 5% yang mengetahui cara melakukanya dengan benar. Hal ini sangat penting untuk
diajarkan pada masyarakat agar bias mencegah terjadinya penyakit.
Penelitian WHO pada 2013 menyebutkan bahwa terdapat 100 ribu anak Indonesia yang
meninggal setiap tahunnya akibat diare. Data yang dirilis oleh Riskedas tahun 2013
menyebutkan diare termasuk salah satu dari dua penyebab kematian terbanyak pada anak-anak,
selain pneumonia. Kematian pada pada anak umur 4-11 tahun yang disebabkan diare sebanyak
25,5% dan pneumonia 15,5%. Sebanyak 40 hingga 60 % diare pada anak terjadi akibat rotavirus.
Biasanya virus masuk mulut melalui tangan yang terkontaminasi kotoran akibat tidak mencuci
tangan.
Ibu merupakan penyedia makanan dalam keluarga. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
infeksi yang ditularkan melalui makanan dan minuman apabila ibu tidak mencuci tangan dengan
benar saat akan dan sedang menyiapkan makanan. Organisme seperti Salmonella typhii,
Salmonella Paratyphii, dan VIrus Hepatitis A menggunakan tangan sebagai cara penularan yang
singkat guna mencari hospes yang rentan atau “reservoir” dimana mereka dapat hidup. Selain
organisme tersebut masih terdapat sekitar 20 jenis penyakit lain yang bisa hinggap di tubuh
akibat tidak mencuci tangan dengan baik dan benar, termasuk Covid-19.
Diare dan beberapa penyakit lain yang menjangkiti anak dan balita memiliki efek yang
panjang. Salah satunya dapat menyebabkan stunting. Hal ini karena saat anak dan balita sakit,
asupan nutrisi yang mereka dapatkan pun berkurang akrena terjdi penurunan nafsu makan. Selain
itu kondisi tubuh yang sedang sakit menyebabkan kenaikan sistem metabolisme sehingga energi
yang dikuras pun akan lebih tinggi dibanding saat kondisi tubuh sehat. Hal itu bila tidak diikuti
dengan asupan nutrisi yang tinggi dan bergizi saat sakit dapat menyebabkan anak kecil dan balita
tidak mengalami kenaikan berat badan, bahkan berat badannya turun.
Negara memiliki peranan penting dalam pemberantasan stunting karena sangat
mempengaruhi tingkat produktivitas dan kemajuan negara. Hal ini sesuai dengan amanat
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat 1 yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Hal itu kemudian dituangkan dan dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 8 tahun 2019 tentang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 2011 tentang Pos Pelayanan Terpadu. Posyandu hadir
sebagai wujud kehadiran negara untuk memberikan layanan kesehatan bagi ibu dan balita guna
menunjang terciptanya generasi yang dapat memajukan negara dan bangsa.

Permasalahan
Cara mencuci tangan yang baik dan benar menurut WHO belum banyak diketahui dan
difahami oeh sebagian besar masyarakat, terutama anak-anak, balita, dan ibu rumah tangga. Hal
ini menyebabkan masih tingginya angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Nagreg.
Selain itu angka kejadian demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas Nagreg juga masih tinggi.
Selain itu menurut pengamatan masih banyak anak-anak dan balita yang tidak mencuci
tangannya saat akan dan setelah makan. Beberapa anak dan balita juga mencuci tangan ala
kadarnya, bahkan masih banyak ditemui mereka mencuci tangan tanpa sabun.
Penyelenggaraan posyandu yang belum optimal juga menjadi salah satu faktor tingginya
angka diare yang dapat menyebabkan kenaikan angka stunting. Hal ini karena posyandu
memegang peranan penting dalam memantau dan mengintervensi tumbuh kembang balita. Salah
satu faktor yang menyebabkan osyandu belum dapat berjalan optimal adalah kurangnya
sokongan material dan nonmaterial dari pemegang kebijakan, dalam hal ini pihak desa.

Perencanaan dan Intervensi


Kader Posyandu dan Bidan Desa membahas mengenai masalah ibu dan balita di Desa
CIherang, termasuk masalah diare, stunting, dan Covid-19. Selain dilatarbelakangi oleh masalah
ibu hamil dan balita, mandat yang diberikan oleh negara kepada penyelenggara pemerintahan
desa melalui Permendagri nomor 19 tahun 2011. Kader Posyandu dan bidan desa kemudian
melakukan penjadwalan pelaksanaan posyandu pada setiap bulannya. Posyandu dilaksanakan
pada tiap RW dan pada awal bulan.
Intervensi untuk mencegah diare, stunting, dan Covid-19 diberikan melalui penyuluhan
dan pelatihan cara cuci tangan yg baik dan benar kepada anak-anak, balita, dan ibu balita yang
hadir di posyandu. Penyuluhan dan pelatihan akan diberikan oleh dokter PIDI. Pelatihan
dilakukan dengan mengajak anak dan balita untuk ikut memperagakan cara cuci tangan yg baik
dan benar. Peragaan dibantu dengan nyanyian dan akronim “TePungSelaCiPuPut” agar dapat
lebih mudah diingat oleh anak-anak dan balita.
Dokter PIDI juga melakukan pembinaan posyandu dan kader posyandu untuk dapat
meningkatkan peran dari posyandu dalam pemberantasan stunting. Pembinaan diawali dengan
melakukan wawancara mengenai kondisi posyandu dan menetapkan strata posyandu.
Selanjutnya dilakukan diskusi intraktif dengan kader posyandu untuk mencoba menggali
masalah dan mencari solusi untuk peningkatan kinerja posyandu. Dokter PIDI berkoordinasi
dengan bidan desa juga membantu untuk terlaksananya diskusi lintas sektoral dan membahas di
Survey Mawas Diri tahun ini untuk dapat meningkatkan kinerja posyandu.

Pelaksanaan
Waktu : 5 Februari 2021 pukul 09.00
Tempat : Posyandu RW 10 Kampung Kaledong Desa Ciherang
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Fenti Windianti, Amd.Keb (Bidan Desa Ciherang)
Peserta : Balita, anak-anak, dan orang tua balita di RW 10 Kampung Kaledong Desa
Ciherang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Anak-anak, balita, dan ibu balita tampak antusias mengikuti pelatihan cara mencuci
tangan
⁃ Anak-anak, balita, dan ibu balita sudah dapat mempratikkan sedniri cara mencuci tangan
yang baik dan benar
⁃ Ibu balita tampak antusias dengan menanyakan beberapa pertanyaan mengenai cara
mencuci tangan
⁃ Dana sehat yang dimilki posyandu belum mencapai >50%
⁃ Posyandu RW 10 Kampung Kaledong Desa Ciheranf merupakan posyandu dengan strata
purnama
Kunjungan Rumah Pasien Kontak Erat Yang Menjalani Isolasi
Mandiri Dan Tracing Pasien Covid-19
Latar Belakang
Covid-19 merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut segala penyakit yang
disebabkan oleh virus SARS-Cov-2. Penyakit ini pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi
Hubei, Republik Rakyat Tiongkok. Penyakit ini kemudian secara cepat menyebar ke seluruh
dunia hingga pada maret 2020 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkannya sebagai
pendemi global. Penyebaran Covid-19 termasuk sangat cepat, karen menurut penelitian terbaru
dikatakan bahwa Covid-19 menyebar secara droplet dan airborne. Hal lain yang mempercepat
penularan Covid-19 adalah masyarakat yang masih banyak belum menjalankan pola hidup bersih
dan sehat.
Penyebaran Covid-19 yang sangat cepat dan masif ini menyebabkan upaya tracing
terhadap pasien yang terkonfirmasi mengidap Covid-19 sangat dibutuhkan. Hal ini sebagai upaya
jemput bola untuk menekan penyebaran dan penularan virus SARS-Cov-2. Tracing merupakan
upaya tenaga kesehatan untuk mencari riwayat kontak erat seorang pasien terkonfirmasi Covid-
19. Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 karena orang yang
kontak erat dengan pasien terkonfirmasi Covid-19 harus ditapis dan menjalani isolasi mandiri di
kediamannya.
Kegiatan lain dalam pelaksanaan tracing adalah melakukan kunjugan rumah dalam
rangka follow-up kondisi kesehatan pasien terkonfirmasi Covid-19 tanpa gejala dan pasien
kontak erat yang sedang menjalani isolasi mandiri di kediamannya. Hal ini dilakukan karena
penderita Covid-19 dapat mengalami gejala yangs angat beragam dari gejala yang paling ringan
hingga paling berat. Hasil dari kunjungan rumah menjadi dasar penentuan tindakan lanjut yang
akan diberikan oleh puskesmas kepa pasien Covid-19.

Permasalahan
Jumlah pasien terkonfirmasi Covid-19 di wilayah kerja Puskesmas Nagreg semakin
meningkat. Pasien-pasien terkonfirmasi tersebut yang tidak menunjukkan gejala Covid-19
diminta untuk melakukan isolasi mandiri di rumahnya masing-masing. Selain itu jumlah pasien
kontak erat di wilayah kerja Puskesmas Nagreg juga semakin meningkat. Pasien tersebut juga
diminta melakukan isolasi mandiri selama 10 hari sampai pasien tidak menunjukkan gejala
apapun atau setelah menerima hasil negatif dalam pemeriksaan usap PCR. Pasien yang
melakukan isolasi mandiri tersebut perlu dipantau keadaan kesehatannya agar dapat memberikan
intervensi dan terapi yang tepat. Selain itu pelonggaran dan ketidaktegasan PSBB membuat
pasien-pasien kontak erat tersebut memiliki beberapa risiko penularan ke orang lain yang tidak
disadari oleh pasien.

Perencanaan dan Intervensi


PJ Epidomiologi memiliki daftar pasien terkonfirmasi dan kontak erat Covid-19. PJ
Epidemiologi melakukan koordinasi dengan bidan desa yang di area kerjanya terdapat pasien
tersebut. PJ Epidemiologi selanjutnya menyusun jadwal kunjungan dan penelusuran pasien
Covid-19 dengan mempertimbangkan jadwal bidan desa. PJ Epidemiologi kemudian
menghubungi dokter internship untuk membantu mendampingi kunjungan rumah tersebut.
Dokter Internship diminta memeriksa kondisi pasien dan memberikan intervensi dan terapi yang
tepat bagi pasien tersebut.
Pelaksanaan
Waktu : 19 Desember 2020 pukul 09.00
Tempat : Rumah Pasien Kontak Erat di Desa Mandalawangi, Kendan, Citaman, dan
Ciherang
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Windi Restika, SKM (PJ Epidemiologi & Surveilans)
Anifah, Am.Keb (Bidan Desa Mandalawangi)
Neng Lisma Nur R., Amd.Keb (Bidan Desa Kendan)
Nika, Amd.Keb (Bidan Desa Citaman)
Fenti Windianti, Amd.Keb (Bidan Desa Ciherang)
Peserta : Pasien Kontak Erat di Desa Mandalawangi, Kendan, Citaman, dan Ciherang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Pasien kontak erat di Desa Mandalawangi masih tidak menjalankan isolasi mandiri
dengan ketat. Mereka masih pergi ke luar rumah untuk membeli beberapa keperluan. Namun
usaha mereka dengan selalu memakai masker patut diapresiasi.
⁃ Semua pasien kontak erat mengaku dengan jujur mengenai riwayat kontak
⁃ Pasien kontak erat di Desa Ciherang mengalami gejala diare dan telah diberikan Zinc tab.
Obat lain akan diberikan kemudian oleh Bidan Desa
Penyuluhan Mengenai Pemilihan Makanan Anak Sesuai
Psikologi Perkembangan, Penimbangan Balita, dan Pembinaan
Posyandu
Latar Belakang
Masalah kekurangan gizi (undernutrition) di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang serius. Kekurangan gizi diakibatkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik maupun mental. Salah
satu masalah kekurangan gizi yang masih terjadi di Indonesia adalah masalah gizi kurang
(underweight) dan berat badan sangat kurang (severely underweight) yang berhubungan dengan
Kurang Energi Protein (KEP). Masalah kurang gizi sering terjadi pada anak balita atau anak usia
dibawah lima tahun yang merupakan kelompok umur paling sering menderita rawan gizi dan
penyakit. Usia balita dianggap sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap
berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan
asupan nutrisi jenis tertentu.
Kurang gizi pada balita akan berdampak pada pertumbuhan fisik maupun mental,
terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya kekebalan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi, timbulnya kecacatan dan tingginya angka
kesakitan, serta kematian. Selain itu, jika terjadi gangguan asupan gizi yang bersifat akut akan
menyebabkan anak kurus kering (wasting), dan jika terjadi gangguan asupan gizi yang bersifat
menahun akan menyebabkan anak kerdil (stunting), serta apabila kekurangan asupan protein
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya anemia gizi besi.
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2013, prevalensi status gizi balita (BB/U) untuk
gizi kurang (underweight) sebesar 13,9% dan berat badan sangat kurang (severely underweight)
sebesar 5,7%. Jika dibandingkan dengan prevalence cut-off values for public health significant,
prevalensi gizi kurang (underweight) dianggap masalah serius jika prevalensinya antara 20-29%
dan prevalesi dianggap sangat tinggi jika prevalensinya ≥ 30%, sedangkan prevalensi gizi kurang
(underweight) di Indonesia masih berada dalam medium prevalence sebesar 13, 9% yang artinya
masih berada diantara 10-19%.
Negara memiliki peranan penting dalam pemberantasan stunting karena sangat
mempengaruhi tingkat produktivitas dan kemajuan negara. Hal ini sesuai dengan amanat
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat 1 yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Hal itu kemudian dituangkan dan dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 8 tahun 2019 tentang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 2011 tentang Pos Pelayanan Terpadu. Posyandu hadir
sebagai wujud kehadiran negara untuk memberikan layanan kesehatan bagi ibu dan balita guna
menunjang terciptanya generasi yang dapat memajukan negara dan bangsa.

Permasalahan
Salah satu penyebab stunting adalah nafsu makan anak yang rendah. Anak cenderung
tidak mau makan. Diet makan yang rendah menyebabkan balita mengalami kekurangan energi
dan nutrisi. Pada kondisi yang lebih lanjut kekurangan energi dan nutrisi menyebabkan hambatan
dalam kinerja sel-sel tubuh. Hal ini pada skala yang lebih besar menyebabkan anak mengalami
hambatan pertumbuhan dan berkembangan, baik dalam berat badan, tinggi badan, dan
kemampuan berpikir. Hal ini bila terjadi pada skala nasional dapat menyebabkan hambatan
dalam pertumbuhan negara, baik dalam sektor ekonomi maupun kemanusiaan.
Penyelenggaraan posyandu yang belum optimal juga menjadi salah satu faktor tingginya
angka stunting. Hal ini karena posyandu memegang peranan penting dalam memantau dan
mengintervensi tumbuh kembang balita. Salah satu faktor yang menyebabkan osyandu belum
dapat berjalan optimal adalah kurangnya sokongan material dan nonmaterial dari pemegang
kebijakan, dalam hal ini pihak desa.

Perencanaan dan Intervensi


Kader Posyandu dan Bidan Desa membahas mengenai masalah ibu hamil dan balita di
Desa Nagreg. Selain dilatarbelakangi oleh masalah ibu hamil dan balita, mandat yang diberikan
oleh negara kepada penyelenggara pemerintahan desa melalui Permendagri nomor 19 tahun
2011. Kader Posyandu dan bidan desa kemudian melakukan penjadwalan pelaksanaan posyandu
pada setiap bulannya. Posyandu dilaksanakan pada tiap RW dan pada awal bulan.
Intervensi diberikan melalui pendekatan psikologis perkembangan anak dengan
memberikan penyuluhan kepada orang tua oleh dokter PIDI. Hal ini dilakukan karena sebagian
besar hambatan makan anak disebabkan oleh menu makanan yang monoton dan membosankan.
Penciptaan suasana makan yang nyaman secara psikologis dapat membantu memperbaiki nafsu
dan pola makan anak. Pemilihan bentuk makanan dan inovasi makanan juga menjadi kunci
penting untuk meningatkan nafsu makan anak.
Dokter PIDI juga melakukan pembinaan posyandu dan kader posyandu untuk dapat
meningkatkan peran dari posyandu dalam pemberantasan stunting. Pembinaan diawali dengan
melakukan wawancara mengenai kondisi posyandu dan menetapkan strata posyandu.
Selanjutnya dilakukan diskusi intraktif dengan kader posyandu untuk mencoba menggali
masalah dan mencari solusi untuk peningkatan kinerja posyandu. Dokter PIDI berkoordinasi
dengan bidan desa juga membantu untuk terlaksananya diskusi lintas sektoral dan membahas di
Survey Mawas Diri tahun ini untuk dapat meningkatkan kinerja posyandu.

Pelaksanaan
Waktu : Rabu, 2 Desember 2020 Jam 09.00
Tempat : Posyandu RW 5 Desa Nagreg
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Peserta : Orang tua balita dan anaknya sebanyak 23 orang dan kader posyandu sebanyak
8 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Orang tua tampak sangat antusias dengan materi mengenai Pemilihan Makanan Anak
sesuai Psikologi Perkembangan
⁃ Diskusi interaktif antara orang tua dan tenaga kesehatan Puskesmas Cicalengka menjadi
kunci keberhasilan pembagian ilmu yang dilakukan
⁃ Perlu diajukan umpan balik ke orang tua balita untuk mengetahui keberhasilan
penyuluhan yang dilakukan
⁃ Alat peraga makanan dan gambar animasi dapat menjadi media pembantu dalam
penyuluhan yang dilakukan
⁃ Dana sehat yang dimilki posyandu belum mencapai >50%
⁃ Kader posyandu yang mendapat pelatihan belum mencapai target >50%
⁃ Peralatan penimbangan dan pengukuran posyandu banyak yang dalam kondisi rusak
⁃ Posyandu Mawar 05 Desa Nagreg merupakan posyandu dengan strata madya
Pos Pelayanan Terpadu Desa Cikuya
Latar Belakang
Realitas masyarakat terhadap layanan bidang kesehatan membutuhkan suatu wadah atau
tempat yang memberikan pelayanan secara cepat dan murah, serta mampu menjawab berbagai
permasalahan sosial dasar masyarakat. Wadah atau tempat tersebut diharapkan tidak terkotak-
kotak, yang menyebabkan sulitnya pengkoordinasian dan timbulnya ego sektor dalam
pelaksanaan program dan kegingatan.
Kesehatan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia, sejak janin dalam kandungan, bayi
dan balita, remaja, dewasa sampai lansia memerlukan kesehatan gizi yang optimal, karena itu
setiap kegiatan mengupayakan agar orang tetap sehat dan bergizi baik merupakan kegiatan mulia
dan memiliki dampak besar terhadap kesejahteraan umat manusia.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi, menurut hasil
Survey Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2007, secara Nasional Aki Indonesai
untuk periode 2003-2007 adalah 288 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian
Bayi (AKB) indonesia 2007 adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup.
Posyandu sebagai bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat yang dikelola
dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat. Hingga saat ini, Posyandu masih menjadi
sarana penting di dalam masyarakat yang mendukung upaya pencapaian keluarga sadar gizi
(KADARZI), membantu penurunan angka kematian bayi dan kelahiran, serta mempercepat
penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Kegiatan didalamnya meliputi kegiatan
pemantauan pertumbuhan yang diintregasikan dengan pelayanan seperti immunisasi untuk
pencegahan penyakit, penanggulangan diare,pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayananan
kontrasepsi dan konseling dan penyuluhan masalah kesehatan lainya
Pos Pelayanan Terpadu atau disingkat Posyandu adalah upaya kesehatan bersumber dari
masyarakat,dalam suatu wadah kegiatan dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat
yang dikelola oleh kader Posyandu dengan penanggung jawab Ketua RW. Untuk meningkatkan
pengelolaan dan kelangsungan pelaksanaan Posyandu maka perlu adanya swadaya dan peran
serta masyarakat baik aparat Desa, LSM, LPMD dan tokoh masyarakat lainnya yang mendukung
dan menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan yang dibina oleh Bidan Desa, PLKB, TP PKK
Desa serta instansi lain guna menunjang keberhasilan program.
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat ,yang dibentuk atas dasar kebutuhan
masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat , dengan bimbingan dari petugas
Puskesmas , lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatannya Posyandu
melaksanakan kegiatan program pokok terdiri atas program KIA, KB, immunisasi, gizi,
penanggulangan diare. Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat maka kegiatan
Posyandu bertambah dengan program pengembangan lainya sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat.

Permasalahan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi, menurut hasil
Survey Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2007, secara Nasional AKI Indonesai
untuk periode 2003-2007 adalah 288 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian
Bayi (AKB) indonesia 2007 adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup. AKI merupakan indikator
derajat kesehatan di suatu negara.
Angka balita stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 menunjukkan bahwa status gizi balita (BB/U) untuk gizi kurang (underweight)
sebesar 13,9% dan berat badan sangat kurang (severely underweight) sebesar 5,7%ka juga masih
cukup tinggi. Angka stunting ini tersebar merata di semua desa yang berada wilayah kerja
Puskesmas Cicalengka. Salah satu desa dengan angka stunting tinggi adalah Desa Cikuya.
Kumunculan kasus stunting di suatu daerah merupakan masalah serius yang harus segera
dilakukan penanganan.

Perencanaan dan Intervensi


Puskesmas mengadakan lokakarya triwulanan lintas sektoral. Selanjutnya kepala desa
mendorong warga masyarakat untuk membentuk Posyandu sebagai amanat dari negara.
Penyelenggaraan Posyandu didukung dan dibantu oleh puskesmas, melalui bidan desa. Pada
setiap pelaksanaan Posyandu dilaksanakan pencatatan berat badan dan tinggi badan balita. Selain
itu pada Posyandu juga diadakan pemeriksaan kehamilan. Posyandu juga mengadakan
pemberian makanan tambahan. tenaga kesehatan dari puskesmas pada beberapa kesempatan
memberikan penyuluha pada warga, terutama mengenai kesehatan ibu dan bayi, serta
perkembangan balita.

Pelaksanaan
Waktu : 1 - 20 Oktober 2020
Tempat : Posyandu RW 1 - 13 Desa Cikuya
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
dr. Indra Budi Permana (dokter intership)
dr. Winanda Wisesa Moestopo (dokter internsip)
Wini Dwi Astuti, Amd.Keb (Bidan Desa Cikuya)
Kader Posyandu Desa Cikuya sebanyak 30 orang
Sasaran : Bayi, balita, dan ibu hamil

Monitoring & Evaluasi


⁃ Keikutsertaan bayi, balita, dan ibu hamil di Posyandu cukup tinggi
⁃ Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan bayi dan balita telah dilakukan
dengan alat yang standar
⁃ Beberapa kader posyandu telah berusia lanjut, sehingga proses penimbangan dan
pengukuran kurang akurat
⁃ Antusiasme orang tua balita dan bayi cukup tinggi saat pelaksanaan penyuluhan
Pos Pelayanan Terpadu Desa Cicalengka Kulon
Latar Belakang
Realitas masyarakat terhadap layanan bidang kesehatan membutuhkan suatu wadah atau
tempat yang memberikan pelayanan secara cepat dan murah, serta mampu menjawab berbagai
permasalahan sosial dasar masyarakat. Wadah atau tempat tersebut diharapkan tidak terkotak-
kotak, yang menyebabkan sulitnya pengkoordinasian dan timbulnya ego sektor dalam
pelaksanaan program dan kegingatan.
Kesehatan gizi merupakan kebutuhan dasar manusia, sejak janin dalam kandungan, bayi
dan balita, remaja, dewasa sampai lansia memerlukan kesehatan gizi yang optimal, karena itu
setiap kegiatan mengupayakan agar orang tetap sehat dan bergizi baik merupakan kegiatan mulia
dan memiliki dampak besar terhadap kesejahteraan umat manusia.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi, menurut hasil
Survey Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2007, secara Nasional Aki Indonesai
untuk periode 2003-2007 adalah 288 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian
Bayi (AKB) indonesia 2007 adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup.
Posyandu sebagai bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat yang dikelola
dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat. Hingga saat ini, Posyandu masih menjadi
sarana penting di dalam masyarakat yang mendukung upaya pencapaian keluarga sadar gizi
(KADARZI), membantu penurunan angka kematian bayi dan kelahiran, serta mempercepat
penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Kegiatan didalamnya meliputi kegiatan
pemantauan pertumbuhan yang diintregasikan dengan pelayanan seperti immunisasi untuk
pencegahan penyakit, penanggulangan diare,pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayananan
kontrasepsi dan konseling dan penyuluhan masalah kesehatan lainya
Pos Pelayanan Terpadu atau disingkat Posyandu adalah upaya kesehatan bersumber dari
masyarakat,dalam suatu wadah kegiatan dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat
yang dikelola oleh kader Posyandu dengan penanggung jawab Ketua RW. Untuk meningkatkan
pengelolaan dan kelangsungan pelaksanaan Posyandu maka perlu adanya swadaya dan peran
serta masyarakat baik aparat Desa, LSM, LPMD dan tokoh masyarakat lainnya yang mendukung
dan menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan yang di bina oleh Bidan Desa, PLKB, TP PKK
Desa serta instansi lain guna menunjang keberhasilan program.
UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat ,yang dibentuk atas dasar kebutuhan
masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat , dengan bimbingan dari petugas
Puskesmas , lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatannya Posyandu
melaksanakan kegiatan program pokok terdiri atas program KIA, KB, immunisasi, gizi,
penanggulangan diare. Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat maka kegiatan
Posyandu bertambah dengan program pengembangan lainya sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan masyarakat.

Permasalahan
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi, menurut hasil
Survey Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2007, secara Nasional AKI Indonesai
untuk periode 2003-2007 adalah 288 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian
Bayi (AKB) indonesia 2007 adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup. AKI merupakan indikator
derajat kesehatan di suatu negara.
Angka balita stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 menunjukkan bahwa status gizi balita (BB/U) untuk gizi kurang (underweight)
sebesar 13,9% dan berat badan sangat kurang (severely underweight) sebesar 5,7%ka juga masih
cukup tinggi. Angka stunting ini tersebar merata di semua desa yang berada wilayah kerja
Puskesmas Cicalengka. Kemunculan kasus stunting di suatu daerah merupakan masalah serius
yang harus segera dilakukan penanganan.

Perencanaan dan Intervensi


Puskesmas mengadakan lokakarya triwulanan lintas sektoral. Selanjutnya kepala desa
mendorong warga masyarakat untuk membentuk Posyandu sebagai amanat dari negara.
Penyelenggaraan Posyandu didukung dan dibantu oleh puskesmas, melalui bidan desa. Pada
setiap pelaksanaan Posyandu dilaksanakan pencatatan berat badan dan tinggi badan balita. Selain
itu pada Posyandu juga diadakan pemeriksaan kehamilan. Posyandu juga mengadakan
pemberian makanan tambahan. tenaga kesehatan dari puskesmas pada beberapa kesempatan
memberikan penyuluha pada warga, terutama mengenai kesehatan ibu dan bayi, serta
perkembangan balita.
yang

Pelaksanaan
Waktu : 1 - 15 Oktober 2020
Tempat : Posyandu RW 1 - 13 Desa Cikuya
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
dr. Indra Budi Permana (dokter intership)
dr. Winanda Wisesa Moestopo (dokter internsip)
Erliyana Santika, Amd.Keb (Bidan Desa Cicalengka Kulon)
Kader Posyandu Desa Cicalengka Kulon sebanyak 25 orang
Sasaran : Bayi, balita, dan ibu hamil

Monitoring & Evaluasi


⁃ Keikutsertaan bayi, balita, dan ibu hamil di Posyandu cukup tinggi
⁃ Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan bayi dan balita telah dilakukan
dengan alat yang standar
⁃ Beberapa kader posyandu telah berusia lanjut, sehingga proses penimbangan dan
pengukuran kurang akurat
⁃ Antusiasme orang tua balita dan bayi cukup tinggi saat pelaksanaan penyuluhan
Penapisan Covid-19 di Cluster PT S dengan Tes Cepat
Latar Belakang
Akhir 2019, serangkaian kasus pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya merebak di
Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok. Beberapa pekan kemudian pada
Januari 2020 peneliatian mendalam pada sampel yang diambil dari saluran napas bagian bawah
mengidentifikasi virus baru corona virus tipe 2 atau severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sebagai penyebab pneumonia pada kluster tersebut. Pada 11
Februari 2020, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, dr. Tedros Adhanom
Ghebreyesus, mengumumkan penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 sebagai “Covid-19”.
Pada 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan 2 kasus pertama terkonfirmasi Covid-
19 di Indonesia. 9 hari kemudian, pada 11 Maret 2020, saat jumlah negara yang terkena Covid-
19 mencapai 114 negara dengan lebih dari 118.000 kasus dan lebih dari 4.000 kematian,
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengumumkan pandemi atas Covid-19.
Pemerintah Indonesia pada 26 Maret 2020 mengumumkan terdapat 893 kasus
terkonfirmasi Covid-19 dengan 78 kematian dan 35 pasien sembuh di 27 provinsi. Data yang
dikeluarkan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional pada 10
November 2020 menunjukkan bahwa terdapat 444.348 kasus positif, 375.741 pasien yang
sembuh, dan 14.761 korban meninggal dunia. Kasus Covid-19 di Indonesia masih menunjukkan
tren peningkatan.
Studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa Covid-19 utamanya
ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang lain yang berada jarak dekat melalui
droplet. Droplet merupakan partikel berisi air dengan diameter >5-10 μm. Penularan droplet
terjadi ketika seseorang berada pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan seseorang yang
memiliki gejala pernapasan (misalnya, batuk atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai
mukosa (mulut dan hidung) atau konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi melalui benda
dan permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar orang yang terinfeksi. Oleh karena itu,
penularan virus COVID-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
dan kontak tidak langsung dengan permukaan atau benda yang digunakan pada orang yang
terinfeksi (misalnya, stetoskop atau termometer). Selain itu penularan melalui udara dapat
dimungkinkan dalam keadaan khusus dimana prosedur atau perawatan suportif yang
menghasilkan aerosol seperti intubasi endotrakeal, bronkoskopi, suction terbuka, pemberian
pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum intubasi, mengubah pasien ke posisi tengkurap,
memutus koneksi ventilator, ventilasi tekanan positif non- invasif, trakeostomi, dan resusitasi
kardiopulmoner. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai transmisi melalui udara.
Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap.
Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan tetap merasa sehat. Gejala
COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien
mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis,
sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau ruam kulit.
Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal pandemi, 40% kasus akan
mengalami penyakit ringan, 40% akan mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia, 15%
kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis. Pasien
dengan gejala ringan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada kasus berat akan mengalami
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multi- organ,
termasuk gagal ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia
(lansia) dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan darah
tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko lebih besar mengalami
keparahan.

Permasalahan
Kabupaten Bandung mengalami lonjakan kasus konfirmasi Covid-19 sejak awal
november 2020. Data yang dikeluarkan oleh Dinkes Kabupaten Bandung pada 10 November
2020 menunjukkan bahwa terdapat 1224 kasus konfirmasi dengan 46 angka kematian dan 249
angaka kesembuhan. Selain itu terapat 4.129 kasus kontak erat di Kabuoaten Bandung.
Awal november di Kecamatan Cicalengka dilaporkan terdapat 38 kasus positif. Selain itu
data juga menunjukkan bahwa tiap harinya terdapat penambahan 17 kasus. Salah satu cluster
yang muncul di Kecamatan Cicalengka adalah cluster PT S. Pada awal november dilaporkan
terdapat 30 karyawan PT S yang terkonfirmasi positif Covid-19 berdasarkan hasil Tes Usap
dengan metode PCR.

Perencanaan dan Intervensi


PT S yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sawahlega, dilaporkan oleh Puskesmas
Sawahlega mengenai 30 karyawannya yang terkonfirmasi positif Covid-19. Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung melakukan upaya lanjutan dengan menutup pabrik dan merumahkan
karyawannya selama 14 hari. 14 hari kemudian untuk menjamin keamanan para karyawan
pabrik, terutama saat bekerja, maka dilakukan penapisan ulang Covid-19 dengan metode Tes
Cepat. Puskesmas Sawahlega meminta bantuan Puskesmas Cicalengka karena PT S berada di
wilayah Kecamatan Cicalengka. Selan itu terdapat banyak karyawan PT S yang bertempat
tinggal di desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka. Penapisan ini juga
dilengkapi dengan fasilitas Tes Usap untuk mengonfirmasi karyawan yang hasil Tes Cepatnya
menunjukkan positif.

Pelaksanaan
Waktu : 10 November 2020 Jam 07.00
Tempat : Pabrik PT S
Pelaksana : dr. Yanti Fadillah, M.M.RS (Kepala Puskesmas - Dokter Pendamping PIDI)
dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Sani Dewi Untari (Epidemiolog Kesehatan Puskesmas Cicalengka)
Wini Dwi Astuti (Bidan Puskesmas Cicalengka)
Tenaga Kesehatan dari Puskesmas Nagreg dan Puskesmas Sawahlega
Sasaran : Seluruh karyawan PT S sebanyak 330 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Ditemukan 19 kasus positif dari 330 karyawan PT S yang diperiksa menggunakan Tes
Cepat
⁃ Semua karyawan yang menujukkan hasil positif dengan menggunakan Tes Cepat tidak
menunjukkan gejala Covid-19 selama 14 hari ke belakang
⁃ Tempat pemeriksaan berada di ruangan tertutup dengan pendingin ruangan, tanpa jendela
⁃ Tempat pemeriksaan sangat sempit
⁃ Antrean karyawan PT S yang datang untuk diperiksa tidak menerapkan jaga jarak karena
keterbatasan lahan
⁃ Beberapa karyawan PT S belum menggunakan masker dengan baik dan benar
Pemeriksaan Kesehatan Anggota KPPS Tahun 2020 Kecamatan
Cicalengka
Latar Belakang
Tahun 2020 Dunia, termasuk Indonesia menghadapi badai wabah Covid-19. Wabah
Covid-19 ini memberikan dampak yang cukup signifikan bagi seluruh warga masyarakat
Indonesia. Salah satu sektor yang terdampak adalah pemilihan kepala daerah tahun 2020.
Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di tahun 2020 sempat ditunda hingga akhir tahun.
Pada september 2020 pemerintah sebagai pemangku kebijakan mengeluarkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2020 mengenai penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah serentak di tahun 2020 saat masa pandemi Covid-19.
Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS) sebagai salah satu komponen
dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah 2020 memiliki berbagai persyaratan untuk
menjadi anggotanya. Salah satu persyaratan adalah sehat jasmani dan rohani. Hal ini karena
berkaitan dengan kinerja dan kualitas KPPS dalam menyukseskan Pilkada serentak 2020.

Permasalahan
Pada penyelenggaraan pemilihan umum 2020, terdapat 894 anggota KPPS meninggal
dunia akibat kelelahan. Hal ini menjadikan pemeriksaan kesehatan bagi anggota KPPS menjadi
elemen penting dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di tahun 2020. Selain itu
anggota KPPS yang sehat secara jasmani dan rohani diharapkan melahirkan pemilihan kepala
daerah yang sukses dan baik secara kualitas.

Perencanaan dan Intervensi


Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bandung sebagai pihak yang mendapat amanat
undang-undang pemilihan kepala daerah tahun 2020, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung untuk pemeriksaan kesehatan bagi KPPS. Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung mendelegasikan pemeriksaan kesehatan kepada puskesmas yang berada di setiap
kecamatan. Puskesmas Cicalengka yang membawahi 6 desa di Kecamatan Cicalengka
mengerahkan seluruh tenaga kesehatannya untuk pemeriksaan kesehatan ini. Pemeriksaan
kesehatan dilaksanakan selama 10 hari dan diselenggarakan di tenda yang berada di halaman
Puskesmas Cicalengka.
Pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut,
suhu badan, tekanan darah, dan kadar gula darah sewaktu. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan
konsultasi dan pengobatan bagi anggota KPPS yang mendapat hasil tidak normal saat
pemeriksaan.

Pelaksanaan
Waktu : 10 - 17 Oktober 2020
Tempat : Halaman Puskesmas Cicalengka
Pelaksana : Seluruh Tenaga Kesehatan Puskesmas Cicalengka
Sasaran : KPPS Kecamatan Cicalengka Tahun 2020 sebanyak 1200 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Ditemukan banyak anggota KPPS yang menderita obesitas, tekanan darah tinggi, dan
kadar gula darah sewaktu tinggi
⁃ Mayoritas anggota KPPS merokok
⁃ Koordinasi lintas sektoral dari pihak KPU Kecamatan Cicalengka kurang baik karena
tidak memberikan jumlah anggota KPPS yang akan diperiksa, bahkan beberapa kali anggota
KPPS yang telah diperiksa gugur akibat persyaratan usia dan terjadi beberapa kali penambahan
anggota KPPS yang akan diperiksa
Penyuluhan Covid-19 dan Protokol Kesehatan di Masjid Besar
Kecamatan Cicalengka
Latar Belakang
Wabah Covid-19 yang melanda seluruh dunia merupakan salah satu masalah kesehatan
yang menjadi perhatian warga seluruh dunia. Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus
positif Covid-19 tertinggi di dunia. Kecamatan Cicalengka saat ini juga menempati urutan
pertama kecamatan dengan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bandung. Data menunjukkan
bahwa di Cicalengka terdapat penambahan 17 kasus baru tiap harinya. Lonjakan kasus ini
merupakan pukulan berat bagi Puskesmas Cicalengka dan aparatur pemerintahan di Kecamatan
Cicalengka.
Derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi
oleh perilaku masyarakatnya sendiri. Konsep penyuluhan kesehatan lebih dititikberatkan pada
upaya mengubah perilaku sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif
(pengetahuan dan pemahaman sasaran). Penyuluhan kesehatan diartikan sebagai pendidikan
kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan keyakinan
dengan harapan masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan dapat
melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. Oleh karena itu penyuluhan kesehatan
sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan agar terjadi perubahan perilaku kesehatan yang
diharapkan. Peningkatan kasus penyakit tidak menular, penyakit menular dan kasus kesehatan
lainnya juga mengharuskan petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan kesehatan baik di
dalam gedung, maupun di luar gedung Puskesmas. Hal tersebut menjadi landasan utama
mengapa penyuluhan kesehatan harus selalu dijalankan.
Salah satu metode penyuluhan kesehatan yang efektif dilakukan adalah metode ceramah.
Metode ini dijalankan dengan cara memberikan penyuluhan secara resmi ke tempat-tempat
umum yang merupakan tempat berkumpulnya masyarakat. Harapan dari metode ini adalah target
penyuluhan kesehatan yang besar mendapat informasi kesehatan yang penting dan praktis.
Masjid sebagai tempat ibadah umat islam merupakan salah satu titik pertemuan
masyarakat, khususnya umat islam. Setidaknya dalam 1 minggu, masjid menjadi tempat
perkumpulan masyarakat saat pelaksanaan ibadah sholat jum’at. Hal ini menyebabkan masjid
menjadi salah satu tempat yang berisiko tinggi menjadi cluster penularan Covid-19.
Agama sebagai salah satu bagian dari kebudayaan suatu masyarakat menjadi faktor
penting dalam kehidupan manusia, terutama masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan salah
satu negara yang masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Agama
dianggap sebagai hal yang paling penting bagi masyarakat Indonesia. Oleh karenanya
penyuluhan kesehatan dengan pendekatan nilai keagamaan dapat menjadi solusi dalam promosi
kesehatan, terutama mengenai Covid-19 dan protokol kesehatan.

Permasalahan
Kasus positif Covid-19 melonjak tajam dan menjadikan Kecamatan Cicalengka peringkat
pertama kecamatan di Kabupaten Bandung dengan kasus positif Covid-19 terbanyak.
Penambahan kasus rerata per hari di Kecamatan Cicalengka mencapai 17 kasus hari.
Pelaksanaan protokol kesehatan dan 3M di masyarakat, terutama di tempat umum juga masih
kurang displin. Masjid Besar sebagai salah satu titik pertemuan banyak orang menjadi tempat
yang sangat berisiko sebagai cluster baru penularan Covid-19. Selain itu jama’ah Masjid Besar
Cicalengka masih banyak yang belum menerapkan protokol kesehatan. Pelaksanaan protokol
kesehatan saat ibadah sholat jum’at juga masih belum dijalankan. Jama’ah ibadah sholat jum’at
banyak yang tidak memakai masker. Selain itu jama’ah juga masih berdesak-desakan saat
pelaksanaan ibadah sholat jum’at.

Perencanaan dan Intervensi


PJ Promosi Kesehatan menjalin kerja sama lintas sektoral dengan pengurus MUI Kecamatan
Cicalengka dan pengurus Masjid Besar Cicalengka. Kemudian dijadwalkan penyuluhan
kesehatan yang dipilih saat pelaksanaan sholat jum’at. Penyuluhan akan dilakukan sebelum
sholat jum’at dilakukan, tepatnya sebelum adzan pertama dikumandangkan. Hal ini dilakukan
untuk memaksimalkan jumlah jama’ah yang hadir sehingga penyuluhan dapat efektif.
Pendekatan keislaman dilakukan dengan menyisipkan ayat-ayat al-qur’an dan hadist Rasulullah
mengenai kebersihan dan kesehatan.

Pelaksanaan
Waktu : 6 November 2020 Jam 11.30
Tempat : Masjid Besar Kecamatan Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
dr. Indra Budi Permana (dokter intership)
dr. Abdul Aziz (dokter Puskesmas Cicalengka)
DKM Masjid Besar Cicalengka
Sasaran : Jama’ah ibadah sholat jum’at Masjid Besar Cicalengka

Monitoring & Evaluasi


⁃ 3M masih banyak diabaikan oleh jama’ah Masjid Besar Cicalengka
⁃ Masyarakat masih menganggap remeh wabah Covid-19
⁃ Himbuan umum atau wawar masih dianggap angin lalu oleh masyarakat, sehingga
dibutuhkan sistem reward and punishment untuk memaksimalkan pencegahan wabah Covid-19
dan pelaksanan protokol kesehatan, serta 3M
⁃ Mendorong DKM Masjid Besar Cicalengka untuk mendispilinkan jama’ah yang tidak
memakai masker yang datang untuk ibadah sholat jum’at
⁃ Mendorong DKM Masjid Besar Cicalengka untuk memberi aturan shaf sholat berjama’ah
yang memenuhi pedoman protokol kesehatan
Penyuluhan Pemilihan Makanan Sesuai Usia Anak di Desa
Cikuya

Latar Belakang
Anak mengalami pertumbuhan sesuai dengan usianya. Namun beberapa keadaan akan
mempengaruhi pertumbuhan sehingga muncul gangguan. Menurut Data World Health
Organization (WHO) tahun 2002 menyebutkan penyebab kematian balita urutan pertama
disebabkan gizi buruk dengan angka 54 %. Pengelompokan prevelensi gizi kurang berdasarkan
WHO, Indonesia pada tahun 2004 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi
karena 28,47% balita Indonesia termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk.
Usia balita merupakan usia pra sekolah dimana seorang anak akan mengalami tumbuh
kembang dan aktivitas yang sangat pesat dibandingkan dengan ketika masih bayi, kebutuhan zat
gizi akan meningkat. Sementara pemberian makanan juga akan lebih sering. Pada usia ini, anak
sudah mempunyai sifat konsumen aktif, yaitu mereka sudah bisa memilih makanan yang
disukainya. Seorang ibu yang telah menanamkan kebiasaan makan dengan gizi yang baik pada
usia dini tentunya sangat mudah mengarahkan makanan anak, karena anak telah mengenal
makanan yang baik pada usia sebelumnya. Oleh karena itu, pola pemberian makanan sangat
penting diperhatikan. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah
faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan. Pola makan yang baik perlu
dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi dan pola makan yang tidak sesuai akan
menyebabkan asupan gizi berlebih atau sebaliknya kekurangan. Asupan berlebih menyebabkan
kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh kelebihan gizi. Sebaliknya asupan
yang kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap
penyakit. Sehingga pola makan yang baik juga perlu dikembangkan untuk menghindari interaksi
negatif dari zat gizi yang masuk dalam tubuh. Interaksi dapat terjadi antara suatu zat gizi dengan
yang lain, atau dengan zat non gizi. Masing-masing interaksi dapat bersifat positif (sinergis),
negatif (antogenesis), dan kombinasi di antara keduanya. Interaksi disebut positif jika membawa
keuntungan, sebaliknya disebut negatif jika merugikan. Interaksi antara zat gizi dapat
meningkatkan penyerapan, atau sebaliknya menggangu penyerapan zat gizi lain.
Pola makan pada balita sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan pada balita,
karena dalam makanan banyak mengandung gizi. Gizi menjadi bagian yang sangat penting
dalam pertumbuhan. Gizi di dalamnya memiliki keterkaitan yang sangat erat hubungannya
dengan kesehatan dan kecerdasan. Apabila mengalami defisiensi gizi, maka kemungkinan besar
anak akan mudah terkena infeksi. Gizi ini sangat berpengaruh terhadap nafsu makan. Jika pola
makan tidak tercapai dengan baik pada balita maka pertumbuhan balita akan terganggu, tubuh
kurus, pendek bahkan bisa terjadi gizi buruk pada balita.

Permasalahan
Angka balita stunting Desa Cikuya masih cukup tinggi. Selain itu setiap pelaksanaan
posyandu, banyak orang tua yang mengeluhkan bahwa anaknya susah untuk menyantap
makanan. Pengetahuan orang tua mengenai makanan anak juga masih rendah. Hal ini tampak
saat pelaksanaan posyandu, masih banyak anak < 1 tahun yang diberikan makanan berat dan
keras. Pemberian makanan yang tidak tepat tersebut juga menyebabkan kenaikan angka
penderita diare yang datang ke Puskesmas Cicalengka.
Perencanaan dan Intervensi
Dokter Intersip berkoordinasi dengan Bidan Desa Cikuya untuk pelaksanaan penyuluhan
menegnai pemilihan makanan sesuai anak. Penyuluhan dijadwalkan pada tanggal 3 Oktober
2020 sesuai dengan pelaksanaan posyandu RW 2 dan RW 3 Desa Cikuya. RW 2 dan RW 3
dipilih karena di kedua wilayah tersebut merupakan wilayah dengan jumlah balita tertinggi di
Desa Cikuya.
Promosi ksesehatan yang dipilih berupa penyuluhan. Para orang tua beserta balita
dikumpulkan di gazebo posyandu, kemudia dilakukan penyuluhan. Penyuluhan dimodifikasi
dengan konsep diskusi interaktif. Selain itu penyuluhan juga menggunakan media elektronik
berupa gambar sebagai alat bantu penyuluhan. Diharpkan dengan alat bantu, para orang tua dapat
memahami makanan yang sesuai usia anaknya. Makanan tambahan yang telah disiapkan oleh
kader psyandu juga dijadikan media penyuluhan dengan menjelaskan mengenai nutrisi apa saja
yang terkandung di dalamnya.

Pelaksanaan
Waktu : 3 Oktober 2020 Jam 10.00
Tempat : Posyandu RW 2 dan RW 3 Desa Cikuya
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
dr. Winanda Wisesa Moestopo (dokter internship)
Wini (Bidan Desa Cikuya)
Kader Posyandu Desa Cicalengka Wetan sebanyak 10 orang
Ibu RW 3 dan RW 3
Ibu Kades Cikuya
Peserta : Balita beserta orang tuanya sebanyak 25 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Orang tua tampak sangat antusias dengan materi yang diberikan
⁃ Diskusi interaktif antara orang tua dan tenaga kesehatan Puskesmas Cicalengka menjadi
kunci keberhasilan pembagian ilmu yang dilakukan
⁃ Perlu diajukan umpan balik ke orang tua balita untuk mengetahui keberhasilan
penyuluhan yang dilakukan
⁃ Alat peraga makanan dan gambar animasi dapat menjadi media pembantu dalam
penyuluhan yang dilakukan
Pengukuran Ulang (Verifikasi) Berat Badan dan Tinggi Badan
Balita yang Dilaporkan Stunting di Desa Cikuya
Latar Belakang
Masalah kekurangan gizi (undernutrition) di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang serius. Kekurangan gizi diakibatkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik maupun mental. Salah
satu masalah kekurangan gizi yang masih terjadi di Indonesia adalah masalah gizi kurang
(underweight) dan berat badan sangat kurang (severely underweight) yang berhubungan dengan
Kurang Energi Protein (KEP). Masalah kurang gizi sering terjadi pada anak balita atau anak usia
dibawah lima tahun yang merupakan kelompok umur paling sering menderita rawan gizi dan
penyakit. Usia balita dianggap sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap
berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan
asupan nutrisi jenis tertentu.
Dalam mengidentifikasi kekurangan gizi pada usia balita dapat digunakan indikator
standar berat badan menurut umur (BB/U) untuk mengetahui klasifikasi status gizinya. Selain
itu, dapat juga dengan melihat nilai z-score yang menggunakan nilai baku antropometri anak
balita dari WHO 2005. Kurang gizi pada balita akan terjadi jika kebutuhan tubuh untuk energi,
protein atau keduanya tidak tercukupi dengan baik. Menurut UNICEF (1998), faktor yang
menyebabkan kurang gizi terdiri dari penyebab langsung, yaitu konsumsi makanan anak dan
penyakit infeksi yang mungkin diderita anak, sedangkan penyebab tidak langsungnya, yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan.
Kurang gizi pada balita akan berdampak pada pertumbuhan fisik maupun mental,
terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya kekebalan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi, timbulnya kecacatan dan tingginya angka
kesakitan, serta kematian. Selain itu, jika terjadi gangguan asupan gizi yang bersifat akut akan
menyebabkan anak kurus kering (wasting), dan jika terjadi gangguan asupan gizi yang bersifat
menahun akan menyebabkan anak kerdil (stunting), serta apabila kekurangan asupan protein
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya anemia gizi besi.
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2013, prevalensi status gizi balita (BB/U) untuk
gizi kurang (underweight) sebesar 13,9% dan berat badan sangat kurang (severely underweight)
sebesar 5,7%. Jika dibandingkan dengan prevalence cut-off values for public health significant,
prevalensi gizi kurang (underweight) dianggap masalah serius jika prevalensinya antara 20-29%
dan prevalesi dianggap sangat tinggi jika prevalensinya ≥ 30%, sedangkan prevalensi gizi kurang
(underweight) di Indonesia masih berada dalam medium prevalence sebesar 13, 9% yang artinya
masih berada diantara 10-19%.
Angka balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka masih cukup tinggi. Angka
stunting ini tersebar merata di semua desa yang berada wilayah kerja Puskesmas Cicalengka.
Salah satu desa dengan angka stunting tinggi adalah Desa Cikuya. Verifikasi atau pengukuran
ulang terhadap data balita stunting tersebut diperlukan untuk menemukan data yang valid. Hal ini
karena kejadian stunting di suatu daerah merupakan masalah serius yang harus segera dilakukan
penanganan.

Permasalahan
Bulan penimbangan balita yang dilaksanakan pada bulan agustus 2020 menunjukkan
bahwa terdapat 40 balita yang mengalami stunting. Angka stunting yang tinggi ini membutuhkan
penanganan yang cepat. Data ini merupakan hal yang penting bagi puskesmas, sehingga harus
dilakukan pemeriksaan mengenai kebenaran data yang diperoleh tersebut. Hal ini karena saat
bulan penimbangan balita tersebut, penimbangan dilakukan dengan alat timbang dan pengukur
yang berbeda-beda sesuai dengan posyandu yang dilakukan di tiap RW. Selain itu faktor human
error yang dilakukan oleh kader posyandu juga harus diperhitungkan. Hal ini dilakukan agar
didapatkan data yang sebenar-benarnya.

Perencanaan dan Intervensi


PJ Gizi Masyarakat Puskesmas Cicalengkan menerima data berat badan dan tinggi badan
balita yang diukur dan ditimbang saat bulan penimbangan balita. Berdasarkan data tersebut
didapatkan beberapa balita yang tidak mengalami kenaikan berat badan dan tinggi badan, serta
dikategorikan sebagai stunting. Selanjutnya dilakukan pendataan dan para balita tersebut beserta
orang tuanya diminta datang ke Klinik Gizi Puskesmas Cicalengka untuk dilakukan
pengakuratan data. Balita-balita tersebut ditimbang dan diukur ulang berat badan dan tinggi
badannya. Data terbaru yang didapatkan tersebut menjadi dasar kategorisasi masalah
pertumbuhannya sehingga bisa diberikan intervensi yang sesuai.

Pelaksanaan
Waktu : 6 Oktober 2020 Jam 08.00
Tempat : Klinik Gizi Puskesmas Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Elis Nuraeni, Amd.Gizi (PJ Gizi Puskesmas Cicalengka)
Hani Hafianti Solihat, AMG (Nutritionist Puskesmas Cicalengka)
Peserta : Balita tersangka stunting beserta orang tuanya sebanyak 40 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Terdapat 30% data pengukuran yang tidak sesuai dengan pengukuran terabru yang
dilakukan
⁃ Keikutsertaan balita dan orangtua cukup baik, terdapat 90% balita dan orangtua yang
datang ke Klinik Gizi
Pos Gizi Desa Cicalengka Wetan Dengan Pendeketan Kesehatan
Tradisional dan Psikologi Perkembangan
Latar Belakang
Masalah kekurangan gizi (undernutrition) di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang serius. Kekurangan gizi diakibatkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi sehingga dapat mengganggu kesehatan fisik maupun mental. Salah
satu masalah kekurangan gizi yang masih terjadi di Indonesia adalah masalah gizi kurang
(underweight) dan berat badan sangat kurang (severely underweight) yang berhubungan dengan
Kurang Energi Protein (KEP). Masalah kurang gizi sering terjadi pada anak balita atau anak usia
dibawah lima tahun yang merupakan kelompok umur paling sering menderita rawan gizi dan
penyakit. Usia balita dianggap sebagai tahapan perkembangan anak yang cukup rentan terhadap
berbagai serangan penyakit, termasuk penyakit yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan
asupan nutrisi jenis tertentu.
Dalam mengidentifikasi kekurangan gizi pada usia balita dapat digunakan indikator
standar berat badan menurut umur (BB/U) untuk mengetahui klasifikasi status gizinya. Selain
itu, dapat juga dengan melihat nilai z-score yang menggunakan nilai baku antropometri anak
balita dari WHO 2005. Kurang gizi pada balita akan terjadi jika kebutuhan tubuh untuk energi,
protein atau keduanya tidak tercukupi dengan baik. Menurut UNICEF (1998), faktor yang
menyebabkan kurang gizi terdiri dari penyebab langsung, yaitu konsumsi makanan anak dan
penyakit infeksi yang mungkin diderita anak, sedangkan penyebab tidak langsungnya, yaitu
ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan.
Kurang gizi pada balita akan berdampak pada pertumbuhan fisik maupun mental,
terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, menurunnya kekebalan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi, timbulnya kecacatan dan tingginya angka
kesakitan, serta kematian. Selain itu, jika terjadi gangguan asupan gizi yang bersifat akut akan
menyebabkan anak kurus kering (wasting), dan jika terjadi gangguan asupan gizi yang bersifat
menahun akan menyebabkan anak kerdil (stunting), serta apabila kekurangan asupan protein
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya anemia gizi besi.
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2013, prevalensi status gizi balita (BB/U) untuk
gizi kurang (underweight) sebesar 13,9% dan berat badan sangat kurang (severely underweight)
sebesar 5,7%. Jika dibandingkan dengan prevalence cut-off values for public health significant,
prevalensi gizi kurang (underweight) dianggap masalah serius jika prevalensinya antara 20-29%
dan prevalesi dianggap sangat tinggi jika prevalensinya ≥ 30%, sedangkan prevalensi gizi kurang
(underweight) di Indonesia masih berada dalam medium prevalence sebesar 13, 9% yang artinya
masih berada diantara 10-19%.
Pos Gizi di Puskesmas Cicalengka dibentuk sebagai salah satu intervensi gizi yang
bertujuan untuk menurunkan kasus kurang gizi secara bertahap di wilayah kerja Puskesmas
Cicalengka. Pos Gizi di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka berjumlah dua, yang di antaranya
terletak di Desa Panenjoan, dan Desa Cicalengka Wetan. Latar belakang pembenetukan Pos Gizi
tersebut karena terdapat kasus balita yang mengalami stunting di kedua desa tersebut.
Pembentukan Pos Gizi diinisiasi oleh pendekatan Positive Deviance (PD), dimana Pos
Gizi merupakan salah satu kegiatan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan dan pendidikan gizi
dengan memberdayakan ibu balita/pengasuh agar dapat terjadinya perubahan perilaku pada ibu
balita/pengasuh dalam pemberian makan, pengasuhan, kebersihan diri, dan pemberian perawatan
kesehatan. Adanya Pos Gizi ini diharapkan dapat berbagi pengalaman antara ibu balita/pengasuh
yang mampu secara ekonomi dengan ibu balita/pengasuh yang kurang mampu secara ekonomi
dan sebaliknya dalam hal memberikan makanan yang bergizi, cara mengolah makanan, variasi
makanan, cara mengatasi anak yang tidak mau makan dan lain-lain.

Permasalahan
Angka balita stunting Desa Cicalengka Wetan masih cukup tinggi. Data terakhir
menunjukkan bahwa terdapat 10 balita stunting di Desa Cicalengka Wetan. Stunting merupakan
masalah serius yang harus cepat ditangani, karena dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan
dan perkembangan anak. 1 kejadian stunting di suatu wilayah sudah merupakan suatu kejadian
luar biasa.

Perencanaan dan Intervensi


Kader Posyandu, Bidan Desa, dan PJ Gizi Masyarakat Puskesmas Cicalengka membahas
mengenai masalah stunting yang ada di Desa Cicalengka Wetan. Pengukuran ulang terhadap
balita stunting dilakukan di Puskesmas Cicalengka. Intervensi dengan pemberian PMT dan
penyuluhan dilakukan di Klinik Gizi Puskesmas Cicalengka. Intervensi lanjutan berupa
pembentukan Pos Gizi dilakukan dengan terlebih melakukan koordinasi lintas sektoral.
Penjadwalan pelaksanaan Pos Gizi dilakukan oleh PJ program Gizi Masyarakat. Selain
itu juga dilakukan koordinasi lintas PJ program, antara lain PJ Kesehatan Tradisional, Promosi
Kesehatan, Epidemiolog, dan Promosi Kesehatan. Intervensi lintas program juga dijadwalkan
pada pos gizi yang akan diselenggarakan.
Intervensi melalui pendekatan Kesehatan Tradisional dengan memberikan resep tanaman
herbal guna meningkatkan nafsu makan anak. Selain itu tehnik pijat refleksi pada titik tertentu
juga diajarkan untuk dapat meningkatkan nafsu makan balita. Intervensi dengan pendekatan
psikologis perkembangan anak juga diajarkan pada orang tua oleh dokter PIDI. Penciptaan
suasana makan yang nyaman secara psikologis dapat membantu memperbaiki nafsu dan pola
makan anak. Pemilihan bentuk makanan dan inovasi makanan juga menjadi kunci penting untuk
meningatkan nafsu makan anak.

Pelaksanaan
Waktu : 4 November 2020 Jam 10.00
Tempat : Rumah Bu Nur (Kader Posyandu Desa Cicalengka Wetan)
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Ira Permata, Amd.Farm (PJ Kesehatan Tradisional Puskesmas
Cicalengka)
Kader Posyandu Desa Cicalengka Wetan sebanyak 3 orang
Kepala Desa Cicalengka Wetan
Peserta : Balita beserta orang tuanya sebanyak 10 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Orang tua tampak sangat antusias dengan materi mengenai Kesehatan Tradisional dan
Psikologi Perkembangan
⁃ Diskusi interaktif antara orang tua dan tenaga kesehatan Puskesmas Cicalengka menjadi
kunci keberhasilan pembagian ilmu yang dilakukan
⁃ Perlu diajukan umpan balik ke orang tua balita untuk mengetahui keberhasilan
penyuluhan yang dilakukan
⁃ Alat peraga makanan dan gambar animasi dapat menjadi media pembantu dalam
penyuluhan yang dilakukan
Safari Keluarga Berencana Desa Waluya
Latar Belakang
Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010-2035 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia
selama dua puluh lima tahun mendatang akan terus meningkat dari 238,5 juta pada tahun 2010
menjadi 305,6 juta pada tahun 2035. Guna mencegah populasi penduduk yang akan bertambah
tersebut di Indonesia pemerintah menerapkan Program Keluarga Berencana (KB) yang
merupakan program pengenda- lian pertumbuhan penduduk dalam mengendalikan angka
kelahiran serta kematian ibu dengan jargon “Dua Anak Cukup”.
Intenational Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994,
menempatkan setiap individu mempunyai hak dalam mencapai tujuan reproduksinya. Indonesia
mempunyai kebijakan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk diantaranya melalui
program KB sejak tahun 1970, tetapi beberapa tahun terakhir program yang dilakukan melalui
KB stagnan.
Survei penduduk tahun 2010 tingkat laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar
1,49% dan angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,6 per wanita subur.
Angka tersebut masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2009-2014 yaitu tercapainya laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1,1%
dan tingkat fertilitas 2,1% per kelahiran. Guna mengatasi pertumbuhan penduduk pemerintah
menerapkan kebijakan penggunaan kontrasepsi yang rasional, efektif dan efisien diantaranya
yaitu penggunaan MKJP.
Hasil prevalensi KB di Indonesia berdasarkan Survei Pemantauan Pasangan Usia Subur
tahun 2013 mencapai angka 65,4% dengan metode KB yang didominasi oleh peserta KB
suntikan (36%), pil KB (15,1%), Implant (5,2%), IUD (4,7%), dan MOW (2,2%). Hasil tersebut
sedikit menurun jika dibandingkan dengan hasil survei tahun 2009-2011 prevalensi KB
cenderung tetap pada kisaran angka 67,5% (BKKBN, 2013). Secara nasional sampai bulan Juli
2014 sebanyak 4.309.830 peserta KB baru didominasi oleh peserta Non MKJP yaitu sebesar
69,99%, sedangkan untuk peserta MKJP hanya sebesar 30,01%. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa pada tahun 2013 wanita usia 15-49
tahun dengan status kawin sebesar 59,3% PUS menggunakan KB modern (Implan, MOW, MOP,
IUD, Kondom, Suntik dan pil), dan 0,4% menggunakan KB tradisional (MAL, Kalender dan
Senggama terputus). Selain itu sebanyak 24,7% PUS pernah melakukan KB dan 15,5 tidak
melakukan KB. Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB baru yaitu
suntik sebanyak 48,56%.

Permasalahan
Wanita Usia Subur dengan potensi kehamilan risiko tinggi di wilayah kerja Puskesmas
Cicalengka masih cukup tinggi. Metode KB yang banyak diminati Pasangan Usia Subur (PUS)
di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka juga masih menggunakan metode KB non-MKJP
(Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) yang memiliki efektivitas rendah. Selain itu KB non-
MKJP mengharuskan ketekunan, ketelitian, dan ketaatan PUS (Pasangan Usia Subur) dalam
menjalankannya.

Perencanaan dan Intervensi


Puskesmas melakukan lokakarya triwulanan lintas sektoral untuk membahas berbagai
maslaah kesehatan, salah satunya mengenai keikutsertaan dan permasalahan KB di wilayah kerja
di Puskesmas Cicalengka. Selanjutnya dalam rencana strategis puskesmas tahun berikutnya, PJ
pelayanan kontrasepsi menjadwalkan pelayanan safari KB bagi seluruh masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Cicalengka. Safari KB dijadwalkan pada bulan september yang bertepatan
dengan peringatan hari kontrasepsi dunia pada tanggal 26 september tiap tahunnya. Safari KB
difokuskan pada KB MKJP, terutama KB metode AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim).
Pelaksanaan safari KB tahun ini diselenggarakan saat masa pandemi Covid-19
sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang. Alternatif
pelaksanaannya adalah dengan dibagi berdasarkan RW dan desa dalam jangka waktu 1,5 bulan.
Hal ini untuk menghindari adanya kerumanan yang berisiko menjadi media penularan Covid-19.

Pelaksanaan
Waktu : 15 September 2020 Jam 08.00
Tempat : Klinik KB Puskemas Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Suhanah, Amd.Keb (PJ Klinik KB)
Erliyana Santika, Amd.Keb
Kusmiyati, S.St
Ergus Tuti Sukaharina, Amd.Keb
Kader Posyandu Desa Waluya
Peserta : Wanita Usia Subur (WUS) di Desa Waluya sebanyak 60 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Jumlah peserta KB terlalu besar, sehingga menyebabkan kerumunan di depan Klinik KB
Puskesmas Cicalengka
⁃ Keikutsertaan terhadap KB MKJP, dalam hal ini AKDR masih kurang dimininati WUS
usia muda
⁃ Ketersediaan alat dan bahan KB yang meliputi AKDR, Implan, dan suntik cukup baik
⁃ Ditemukan beberapa kasus penyulit terhadap pemasangan KB sehingga harus dirujuk ke
dokter obstetri-ginekologi untuk penanganannya
⁃ Edukasi masih harus dilakukan pada peserta KB AKDR , terutama mengenai rasa tidak
nyaman yang dirasakan suami saat berhubungan seksual
Himbauan Umum (Wawar) Covid-19 dan Protokol Kesehatan
di Alun-Alun Cicalengka dan Sekitarnya
Latar Belakang
Wabah Covid-19 yang melanda seluruh dunia merupakan salah satu masalah kesehatan
yang menjadi perhatian warga seluruh dunia. Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus
positif Covid-19 tertinggi di dunia. Kecamatan Cicalengka saat ini juga menempati urutan
pertama kecamatan dengan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bandung. Data menunjukkan
bahwa di Cicalengka terdapat penambahan 17 kasus baru tiap harinya. Lonjakan kasus ini
merupakan pukulan berat bagi Puskesmas Cicalengka dan aparatur pemerintahan di Kecamatan
Cicalengka.
Derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi
oleh perilaku masyarakatnya sendiri. Konsep penyuluhan kesehatan lebih dititikberatkan pada
upaya mengubah perilaku sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif
(pengetahuan dan pemahaman sasaran). Penyuluhan kesehatan diartikan sebagai pendidikan
kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan keyakinan
dengan harapan masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan dapat
melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. Oleh karena itu penyuluhan kesehatan
sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan agar terjadi perubahan perilaku kesehatan yang
diharapkan. Peningkatan kasus penyakit tidak menular, penyakit menular dan kasus kesehatan
lainnya juga mengharuskan petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan kesehatan baik di
dalam gedung, maupun di luar gedung Puskesmas. Hal tersebut menjadi landasan utama
mengapa penyuluhan kesehatan harus selalu dijalankan.
Salah satu metode penyuluhan kesehatan yang efektif dilakukan adalah metode himbauan
umum atau wawar. Metode ini dijalankan dengan cara melakukan himbauan secara terbuka ke
tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya masyarakat. Harapan dari metode
ini adalah target penyuluhan kesehatan yang besar mendapat informasi kesehatan yang penting
dan praktis. Selain itu metode ini dianggap hemat biaya dan mudah karena tidak harus
mengumpulkan masyarakat dalam jumlah masyarakat.

Permasalahan
Kasus positif Covid-19 melonjak tajam dan menjadikan Kecamatan Cicalengka peringkat
pertama kecamatan di Kabupaten Bandung dengan kasus positif Covid-19 terbanyak.
Penambahan kasus rerata per hari di Kecamatan Cicalengka mencapai 17 kasus hari.
Pelaksanaan protokol kesehatan dan 3M di masyarakat, terutama di tempat umum juga masih
kurang displin. Alun-alun sebagai salah satu titik pertemuan banyak orang menjadi tempat yang
sangat berisiko sebagai cluster baru penularan Covid-19. Selain itu warga Cicalengka masih
banyak yang berkumpul dan berkerumun di alun-alun untuk sekedar aktivitas hiburan, serta
belum menerapkan protokol kesehatan dan 3M.

Perencanaan dan Intervensi


Camat Cicalengka menjalin kerja sama lintas sektoral dengan Puskesmas Cicalengka untuk
turut mencegah penularan Covid-19 dengan melakukan himbauan umum ke masyarakat.
Puskesmas Cicalengka juga turut mengundang Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan)
Cicalengka pada lokarya triwulanan untuk membahas masalah kesehatan, terutama saat wabah
pandemi Covid-19. Selanjutnya PJ program promosi kesehatan menyusun jadwal pelaksanaan
himbuan auan umum atau wawar mengenai Covid-19 dan pelaksanaan protokol kesehatan. PJ
program promosi kesehatan juga melibatkan dokter PIDI untuk kegiatan tersebut.

Pelaksanaan
Waktu : 26 September 2020 Jam 08.00
Tempat : Alun-alun Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Anggia Murni Saleha, SKM (PJ Promosi Kesehatan Puskesmas
Cicalengka)
Sani Dewi Untari (Epidemiolog Kesehatan Puskesmas Cicalengka)
Erliyana Santika, Amd.Keb (Bidan Desa Cicalengka Kulon)
Ibu Camat Cicalengka

Monitoring & Evaluasi


⁃ 3M masih banyak diabaikan oleh masyarakat yang berkumpul di terminal dan pasar
⁃ Masyarakat masih menganggap remeh wabah Covid-19
⁃ Himbuan umum atau wawar masih dianggap angin lalu oleh masyarakat, sehingga
dibutuhkan sistem reward and punishment untuk memaksimalkan pencegahan wabah Covid-19
dan pelaksanan protokol kesehatan, serta 3M
⁃ Mendorong Camat Cicalengka untuk menutup alun-alun karena merupakan tempat yang
sangat berisiko menjadi cluster penularan Covid-19
Himbauan Umum Protokol Kesehatan dan Covid-19 di
Terminal dan Pasar Sabilulungan
Latar Belakang
Wabah Covid-19 yang melanda seluruh dunia merupakan salah satu masalah kesehatan
yang menjadi perhatian warga seluruh dunia. Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus
positif Covid-19 tertinggi di dunia. Kecamatan Cicalengka saat ini juga menempati urutan
pertama kecamatan dengan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Bandung. Data menunjukkan
bahwa di Cicalengka terdapat penambahan 17 kasus baru tiap harinya. Lonjakan kasus ini
merupakan pukulan berat bagi Puskesmas Cicalengka dan aparatur pemerintahan di Kecamatan
Cicalengka.
Derajat kesehatan masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi
oleh perilaku masyarakatnya sendiri. Konsep penyuluhan kesehatan lebih dititikberatkan pada
upaya mengubah perilaku sasaran agar berperilaku sehat terutama pada aspek kognitif
(pengetahuan dan pemahaman sasaran). Penyuluhan kesehatan diartikan sebagai pendidikan
kesehatan yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan pesan dan menanamkan keyakinan
dengan harapan masyarakat tidak hanya sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan dapat
melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. Oleh karena itu penyuluhan kesehatan
sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan agar terjadi perubahan perilaku kesehatan yang
diharapkan. Peningkatan kasus penyakit tidak menular, penyakit menular dan kasus kesehatan
lainnya juga mengharuskan petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan kesehatan baik di
dalam gedung, maupun di luar gedung Puskesmas. Hal tersebut menjadi landasan utama
mengapa penyuluhan kesehatan harus selalu dijalankan.
Salah satu metode penyuluhan kesehatan yang efektif dilakukan adalah metode himbauan
umum atau wawar. Metode ini dijalankan dengan cara melakukan himbauan secara terbuka ke
tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya masyarakat. Harapan dari metode
ini adalah target penyuluhan kesehatan yang besar mendapat informasi kesehatan yang penting
dan praktis. Selain itu metode ini dianggap hemat biaya dan mudah karena tidak harus
mengumpulkan masyarakat dalam jumlah masyarakat.

Permasalahan
Kasus positif Covid-19 melonjak tajam di Kecamatan Cicalengka dan menjadikan
Kecamatan Cicalengka peringkat pertama kecamatan di Kabupaten Bandung dengan kasus
positif Covid-19 terbanyak. Penambahan kasus rerata per hari di Kecamatan Cicalengka
mencapai 17 kasus hari. Pelaksanaan protokol kesehatan dan 3M di masyarakat, terutama di
tempat umum juga masih kurang displin. Pasar dan terminal sebagai salah satu titik pertemuan
banyak orang menjadi tempat yang sangat berisiko sebagai cluster baru penularan Covid-19.
Selain itu di pasar dan terminal masih banyak dijumpai warga yang belum menerapkan protokol
kesehatan dan 3M.

Perencanaan dan Intervensi


Muspika (Musyawarah Pimpinan Kecamatan) Cicalengka menugaskan kepada pembina
pramuka kecamatan untuk turut mencegah penularan Covid-19 dengan melakukan himbauan
umum ke masyarakat. Selain itu PJ program promosi kesehatan Puskesmas Cicalengka juga
menjalin kerja sama lintas sektoral untuk program himbauan umum atau wawar. Selanjutnya PJ
program promosi kesehatan menyusun jadwal pelaksanaan himauan umum atau wawar bersama
pembina pramuka. PJ program promosi kesehatan juga melibatkan dokter PIDI untuk kegiatan
tersebut.

Pelaksanaan
Waktu : 3 November 2020 Jam 09.00
Tempat : Pasar Sabilulungan dan terminal Kecamatan Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
dr. Winanda Wisesa Moestopo (dokter internship)
Anggia Murni Saleha, SKM (PJ Promosi Kesehatan Puskesmas
Cicalengka)
Perwakilan pengelola Pasar Sabilulungan 1 orang
Perwakilan Koramil Cicalengka sebanyak 3 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ 3M masih banyak diabaikan oleh masyarakat yang berkumpul di terminal dan pasar
⁃ Sarana dan prasarana pelaksanaan himbauan umum atau wawar masih terbatas
⁃ Masyarakat masih menganggap remeh wabah Covid-19
⁃ Himbuan umum atau wawar masih dianggap angin lalu oleh masyarakat, sehingga
dibutuhkan sistem reward and punishment untuk memaksimalkan pencegahan wabah Covid-19
dan pelaksanan protokol kesehatan, serta 3M
Survei Mawas Diri Desa Cicalengka Wetan Tahun 2020
Latar Belakang
Survei Mawas Diri (SMD) adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan dan pengkajian
masalah kesehatan oleh tokoh masyarakat dan kader setempat di bawah
bimbingan petugas kesehatan (Depkes RI, 2007). Tujuan Survei Mawas Diri adalah agar
masyarakat lebih mengenal dan sadar atas masalah kesehatan yang ada di lingkungannya, serta
menimbulkan minat untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Metode mawas diri diciptakan oleh Yayasan Indonesia Sejahtera, salah satu lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang banyak bergerak dibidang pembinaan kesehatan masyarakat di daerah
pedesaan. Mawas diri sering dipakai oleh berbagai instansi berkaitan dengan program kesehatan
dengan melakukan beberapa modifikasi sesuai dengan keperluannya. Mawas diri secara harfiah
memiliki arti melihat ke dalam diri sendiri untuk mengenali secara sadar berbagai kelemahan dan
kekurangan yang dihadapi. Apabila seseorang telah sampai pada tingkat mawas diri, maka
dengan sendirinya ia akan melakukan tindakan untuk menanggulanginya dengan penuh
kesadaran dan dengan menggunakan segala potensi yang dimilikinya.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia ternyata belum menjadi milik setiap penduduk
Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor, antara lain kondisi geografis, rendahnya
tingkat pendidikan, dan rendahnya status sosial-ekonomi. Hal ini masih perlu diperjuangkan
secara
terus menerus dengan cara mendekatkan akses pelayanan kesehatan dan memberdayakan
kemampuan mereka sendiri. Selain itu kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan
guna peningkatan kualitas hidupnya juga harus selalu ditingkatkan melalui sosialisasi dan
advokasi kepada para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan.
Menyadarai akan fenomena tersebut Kementerian Kesehatan melalui unit kerja puskesmas
bersama dengan masyarakat melakukan kegiatan Survei Mawas Diri (SMD) untuk menggali
segala permasalahan kesehata yang terjadi di masyarakat. Hal ini berguna untuk menentukan
arah kebijakan pembangunan kesehatan yang dilakukan puskesmas bersama dengan pemangku
kebijakan dan masyarakat di suatu wilayah. Hasil akhir dari kegiatan Survei Mawas Diri (SMD)
adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat baik secara lokal maupun nasional.

Permasalahan
Wilayah Cicalengka, khususnya Desa Cicalengka Wetan masih memiliki beberapa
masalah kesehatan yang belum terselesaikan. Permasalahan tersebut antara lain mengenai
sanitasi yang buruk, angka penderita penyakit menahun yang tidak tertangani masih tinggi,
keikutsertaan dalam asuransi kesehatan nasional yang rendah, ODGJ yang belum mendapat
akses pelayanan kesehatan, dan masih banyak lagi. Pemecahan masalah tersebut diawali dengan
penggalian yang dilakukan oleh masyarakat sendiri agar masyarakat dapat mengenali
permasalahan yang dimilikinya sehingga diharapkan masyarakat dapat menentukan solusi
terbaik dari masalah tersebut.

Perencanaan dan Intervensi


Kepala Puskesmas Cicalengka mengadakan lokakarya triwulanan lintas sektoral bersama
Muspika Cicalengka dan seluruh kepala desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka.
Kepala desa selanjutnya mendorong para kader posyandu untuk dapat melakukan Survei Mawas
Diri untuk menggali permasalahan kesehatan yang ada di wilayah desanya. Selain itu
penanggung jawab program promosi kesehatan juga mendorong, membantu, dan turut
memfasilitasi kader posyandu dan perangkat desa dalam melaksanakan Survei Mawas Diri.
Penanggung jawab program promosi kesehatan, bidan desa, kader posyandu, dan perangkat desa
menentukan jadwal diadakannya Survei Mawas Diri. Pelaksanaan Survei Mawas Diri meliputi
kegiatan penggalian masalah kesehatan yang ada di desa, evaluasi pengetahuan kesehatan yang
dimiliki kader posyandu, dan pembagian beberapa informasi baru dan penting mengenai
kesehatan.

Pelaksanaan
Waktu : 1 Oktober 2020 Jam 09.00
Tempat : Aula Puskesmas Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Anggia Murni Saleha, SKM (PJ Promosi Kesehatan Puskesmas
Cicalengka)
Alfiani Tajin, Amd.Kes (PJ Kesehatan Lingkungan Puskesmas
Cicalengka)
Rinrin Nurwidiarti, Amd.Keb (Bidan Desa Cicalengka Wetan)
Kader Posyandu Desa Cicalengka Wetan sebanyak 25 orang
Perwakilan perangkat desa 1 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Beberapa kader posyandu kurang aktif dalam penggalian masalah kesehatan yang ada di
wilayahnya
⁃ Beberapa kader posyandu masih memiliki pengetahuan kesehatan yang kurang tepat
⁃ Kader posyandu tampak cukup aktif ketika diberi penjelasan mengenai beberapa
informasi kesehatan baru, sehingga dapat pemberian informasi tersebut dapat diadakan rutin
⁃ Kader posyandu diharapkan dapat menjadi suri tauladan dalam permasalahan kesehatan,
terutama dalam pelaksanaan protokol kesehatan guna penanggulangan wabah Covid-19
⁃ Permasalahan yang telah digali akan dibahas saat Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Selanjutnya dapat dibawa ke Musyawarah Rencana Pembangunan untuk perencanaan program di
tahun berikutnya
Survei Mawas Diri Desa Waluya Tahun 2020
Latar Belakang
Survei Mawas Diri (SMD) adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan dan pengkajian
masalah kesehatan oleh tokoh masyarakat dan kader setempat di bawah
bimbingan petugas kesehatan (Depkes RI, 2007). Tujuan Survei Mawas Diri adalah agar
masyarakat lebih mengenal dan sadar atas masalah kesehatan yang ada di lingkungannya, serta
menimbulkan minat untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Metode mawas diri diciptakan oleh Yayasan Indonesia Sejahtera, salah satu lembaga swadaya
masyarakat (LSM) yang banyak bergerak dibidang pembinaan kesehatan masyarakat di daerah
pedesaan. Mawas diri sering dipakai oleh berbagai instansi berkaitan dengan program kesehatan
dengan melakukan beberapa modifikasi sesuai dengan keperluannya. Mawas diri secara harfiah
memiliki arti melihat ke dalam diri sendiri untuk mengenali secara sadar berbagai kelemahan dan
kekurangan yang dihadapi. Apabila seseorang telah sampai pada tingkat mawas diri, maka
dengan sendirinya ia akan melakukan tindakan untuk menanggulanginya dengan penuh
kesadaran dan dengan menggunakan segala potensi yang dimilikinya.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia ternyata belum menjadi milik setiap penduduk
Indonesia. Hal ini diakibatkan oleh berbagai faktor, antara lain kondisi geografis, rendahnya
tingkat pendidikan, dan rendahnya status sosial-ekonomi. Hal ini masih perlu diperjuangkan
secara
terus menerus dengan cara mendekatkan akses pelayanan kesehatan dan memberdayakan
kemampuan mereka sendiri. Selain itu kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan
guna peningkatan kualitas hidupnya juga harus selalu ditingkatkan melalui sosialisasi dan
advokasi kepada para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan.
Menyadarai akan fenomena tersebut Kementerian Kesehatan melalui unit kerja puskesmas
bersama dengan masyarakat melakukan kegiatan Survei Mawas Diri (SMD) untuk menggali
segala permasalahan kesehata yang terjadi di masyarakat. Hal ini berguna untuk menentukan
arah kebijakan pembangunan kesehatan yang dilakukan puskesmas bersama dengan pemangku
kebijakan dan masyarakat di suatu wilayah. Hasil akhir dari kegiatan Survei Mawas Diri (SMD)
adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat baik secara lokal maupun nasional.

Permasalahan
Wilayah Cicalengka, khususnya Desa Waluya masih memiliki beberapa masalah
kesehatan yang belum terselesaikan. Permasalahan tersebut antara lain mengenai sanitasi yang
buruk, angka penderita penyakit menahun yang tidak tertangani masih tinggi, keikutsertaan
dalam asuransi kesehatan nasional yang rendah, dan masih banyak lagi. Pemecahan masalah
tersebut diawali dengan penggalian yang dilakukan oleh masyarakat sendiri agar masyarakat
dapat mengenali permasalahan yang dimilikinya sehingga diharapkan masyarakat dapat
menentukan solusi terbaik dari masalah tersebut.

Perencanaan dan Intervensi


Kepala Puskesmas Cicalengka mengadakan lokakarya triwulanan lintas sektoral bersama
Muspika Cicalengka dan seluruh kepala desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Cicalengka.
Kepala desa selanjutnya mendorong para kader posyandu untuk dapat melakukan Survei Mawas
Diri untuk menggali permasalahan kesehatan yang ada di wilayah desanya. Selain itu
penanggung jawab program promosi kesehatan juga mendorong, membantu, dan turut
memfasilitasi kader posyandu dan perangkat desa dalam melaksanakan Survei Mawas Diri.
Penanggung jawab program promosi kesehatan, bidan desa, kader posyandu, dan perangkat desa
menentukan jadwal diadakannya Survei Mawas Diri. Pelaksanaan Survei Mawas Diri meliputi
kegiatan penggalian masalah kesehatan yang ada di desa, evaluasi pengetahuan kesehatan yang
dimiliki kader posyandu, dan pembagian beberapa informasi baru dan penting mengenai
kesehatan.

Pelaksanaan
Waktu : 29 September 2020 Jam 08.30
Tempat : Kantor Desa Waluya
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Anggia Murni Saleha, SKM (PJ Promosi Kesehatan Puskesmas
Cicalengka)
Alfiani Tajin, Amd.Kes (PJ Kesehatan Lingkungan Puskesmas
Cicalengka_
Dayaningsih, Amd.Keb (Bidan Desa Waluya)
Kader Posyandu Desa Waluya sebanyak 20 orang
Perwakilan Kepala Desa 2 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Ketepatan waktu dalam melaksanakan Survei Mawas Diri (SMD) masih menjadi
masalah, terutama bagi perangkat desa
⁃ Beberapa perangkat desa belum menjadi suri tauladan bagi masyarakat dalam masalah
kesehatan
⁃ Beberapa kader posyandu kurang aktif dalam penggalian masalah kesehatan yang ada di
wilayahnya
⁃ Beberapa kader posyandu masih memiliki pengetahuan kesehatan yang kurang tepat
⁃ Kader posyandu tampak cukup aktif ketika diberi penjelasan mengenai beberapa
informasi kesehatan baru, sehingga dapat pemberian informasi tersebut dapat diadakan rutin
⁃ Permasalahan yang telah digali akan dibahas saat Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Selanjutnya dapat dibawa ke Musyawarah Rencana Pembangunan untuk perencanaan program di
tahun berikutnya
Poskesdes Panenjoan
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat yang setinggi- tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumberdaya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap
orang berhak atas kesehatan dan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumberdaya di bidang kesehatan. Namun, setiap orang juga tidak luput dari
kewajiban- kewajiban di bidang kesehatan.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional 2009, khususnya dalam tujuan Sub Sistem
Pemberdayaan Masyarakat adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berperilaku
hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam, setiap
pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan
berwawasan kesehatan.
Saat ini, dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, masyarakat masih diposisikan sebagai
objek dan belum sebagai subjek. Selain itu, masih banyak upaya kesehatan belum menyentuh
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, tertinggal, kepulauan, dan perbatasan. Untuk itu,
perlu adanya Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), agar upaya kesehatan
lebih mudah diakses (accessible), lebih terjangkau (affordable), serta lebih berkualitas (quality).
Dalam Kepmenkes Nomor 1529 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif disebutkan bahwa salah satu kriteria desa dan
kelurahan siaga aktif adalah adanya kemudahan akses masyarakat ke sarana pelayanan kesehatan
(Poskesdes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas atau sarana kesehatan lainnya) dan pengembangan
UKBM yang melaksanakan surveilans berbasis masyarakat.
Dalam perkembangan pemberdayaan masyarakat sampai dewasa ini, telah tumbuh dan
berkembang berbagai UKBM. Berbagai UKBM yang telah berkembang, antara lain Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK), Pos Kesehatan
Pesantren (Poskestren), Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM), Pos
Malaria Desa (Posmaldes), Pos TB Desa, Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Pondok Bersalin
Desa (Polindes), dll.
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif pada akhirnya diharapkan terintegrasi
dengan perencanaan pembangunan desa, agar dalam pelaksanaannya dapat berkesinambungan.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait. Hal
ini diperkuat dengan terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 140/1508/SJ
Tahun 2011 yang ditujukan kepada seluruh Gubernur, Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia
untuk menyelenggarakan pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif di wilayahnya masing-
masing sesuai dengan isi Pedoman umum pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif.

Permasalahan
Puskesmas Cicalengka berada di Desa Cicalengka Kulon yang berada sejauh 4 km dari
Desa Penanjoan, terutama Kampung Pamoyanan yang merupakan wilayah terjauh di Desa
Panenjoan dan berbatasan langsung dengan wilayah Kecamatan Rancaekek. Letak yang jauh dari
puskesmas membuat kesejahteraan kesehatan masyarakat setempat rendah. Masyarakat
cenderung enggan meminta bantuan tenaga kesehatan ketika mengalami masalah kesehatan
akibat jarak yang jauh.
Perencanaan dan Intervensi
Pimpinan Desa Panenjoan , dan Kader Posyandu melakukan rapat untuk menentukan masalah
kesehatan di Desa Panenjoan, terutama mengenai kebutuahan akses terhadap tenaga kesehatan
yang mudah dan dekat. Aparatur Desa dan Puskesmas sepakat untuk membangun sebuah pos
kesehatan desa sebagai wadah pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa guna menjawab
ketidakmudahan akses warga Desa Panenjoan terhadap puskesmas. Poskesdes Panenjoan
berperan sebagai perpanjangan tangan puskesmas di wilayah Desa Panenjoan. Kader Posyandu
bersama dengan Bidan Desa menyusun jadwal pelayanan kesehatan yang akan diadakan di
Poskesdes Panenjoan. Bidan Desa berkoordinasi dengan dokter internsip rencana pelayanan
kesehatan di Poskesdes Panenjoan. Selanjutnya diadakan koordinasi dengan bagian farmasi
untuk pengadaan obat yang dibutuhkan.

Pelaksanaan
Waktu : 8 September 2020 pukul 09.00
Tempat : Gedung Poskesdes Desa Panenjoan Kecamatan Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Putri Setiani, Amd.Keb (Bidan Desa)
Kader Posyandu sebanyak 1 orang
Peserta : Warga Desa Panenjoan Kecamatan Cicalengka sebanyak 20 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Cipajaran mengenai kepentingan
hidup sehat masih rendah
⁃ Poskesdes Panenjoan tidak bisa menyediakan berbagai jenis obat, terutama obat-obatan
khusus ibu hamil
⁃ Poskesdes Panenjoan beroperasi terbatas akibat wabah Covid-19, sehingga tidak semua
jenis keluhan dapat dilayani
⁃ Gedung Poskesdes Panenjoan sudah mengalami kerusakan yang mengakibatkan
masyarakat enggan datang ke Poskesdes Panenjoan
⁃ Kasus spesialistik masih mengharuskan pasien untuk datang ke puskesmas guna
perujukan ke faskes tingkat II
Puskesmas Keliling di RW 13 Kampung Cipajaran Desa Cikuya
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang telah diselenggarakan selama ini telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya, tetapi masih terdapat daerah-daerah
tertentu, dimana masyarakatnya tidak mendapat pelayanan kesehatan terutama daerah-daerah
terpencil dan sulit dijangkau.
Puskesmas Keliling merupakan salah satu dari tiga jaringan pelayanan puskesmas, selain
Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas Keliling
memberikan pelayanan kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan
jangkauan jangkauan dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang
belum terjangkau oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas. Puskesmas Keliling memiliki fungsi
dan tugas antara lain memberikan pelayanan kesehatan daerah terpencil, melakukan penyelidikan
KLB, transport rujukan pasien, penyuluhan kesehatan dengan audiovisual, dan lain-lain.

Permasalahan
Kampung Cipajaran, Desa Cikuya, Kecamatan Cicalengka merupakan salah satu wilayah
yang berada jauh dari Puskesmas Cicalengka. Kampung Cipajaran berjarak 5 km dari Puskesmas
CIcalengka dan langsung berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Rancaekek, Puskesmas
Ciluluk, dan Puskesmas CIkancung. Kampung CIoajaran masuk ke dalam wilayah Desa Cikuya,
namun terlatak jauh dari Kantor Desa Cikuya. Akses menuju Kampung CIpajaran harus
ditempuh dengan memutar desa-desa yang berada di wilayah Kecamatan Rancaekek. Akses yang
sulit dan jarak yang jauh menjadikan pelayanan kesehatan bagi warga Kampung Cipajaran tidak
berjalan baik. Tingkat kunjungan warga kampung Cipajaran ke puskesmas juga rendah.

Perencanaan dan Intervensi


Ketua RW, Pimpinan Desa Cikuya, dan Kader Posyandu melakukan rapat untuk menentukan
masalah kesehatan di Desa Cikuya, terutama mengenai tingkat pelayanan kesehatan yang rendah
di Kampung Cipajaran. Kader Posyandu bersama dengan Bidan Desa menyusun jadwal
Puskesmas Keliling yang akan diadakan di Kampung CIpajaran. Bidan Desa berkoordinasi
dengan dokter internsip dan penanggung jawab program pencegahan penyakit menular dan tidak
menular untuk rencana Puskesmas Keliling. Selanjutnya diadakan koordinasi dengan bagian
farmasi untuk pengadaan obat yang dibutuhkan.

Pelaksanaan
Waktu : 13 Oktober 2020 pukul 10.30
Tempat : Rumah Ketua RW 13 Kampung Cipajaran Desa Cikuya Kecamatan Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Wini Dwi Astuti, Amd.Keb (Bidan Desa)
Lidya Latifah N., S.Kep., Ners (PJ Program PTM)
Kader Posyandu sebanyak 8 orang
Peserta : Warga RW 13 Kampung Cipajaran Desa Cikuya Kecamatan Cicalengka
sebanyak 50 orang

Monitoring & Evaluasi


⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Cipajaran mengenai kepentingan
hidup sehat masih rendah
⁃ Puskesmas Keliling tidak bisa menyediakan berbagai jenis obat
⁃ Kasus baru penyakit tidak menular dan kronis masih membutuhkan kedatangan pasien ke
puskesmas untuk pemantauan awal terapi
⁃ Kasus spesialistik masih mengharuskan pasien untuk datang ke puskesmas guna
perujukan ke faskes tingkat II
Puskesmas Keliling di RW 12 Kampung Cipajaran Desa Cikuya
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang telah diselenggarakan selama ini telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya, tetapi masih terdapat daerah-daerah
tertentu, dimana masyarakatnya tidak mendapat pelayanan kesehatan terutama daerah-daerah
terpencil dan sulit dijangkau.
Puskesmas Keliling merupakan salah satu dari tiga jaringan pelayanan puskesmas, selain
Puskesmas Pembantu dan Bidan Desa. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas Keliling
memberikan pelayanan kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan
jangkauan jangkauan dan mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang
belum terjangkau oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas. Puskesmas Keliling memiliki fungsi
dan tugas antara lain memberikan pelayanan kesehatan daerah terpencil, melakukan penyelidikan
KLB, transport rujukan pasien, penyuluhan kesehatan dengan audiovisual, dan lain-lain.

Permasalahan
Kampung Cipajaran, Desa Cikuya, Kecamatan Cicalengka merupakan salah satu wilayah
yang berada jauh dari Puskesmas Cicalengka. Kampung Cipajaran berjarak 5 km dari Puskesmas
CIcalengka dan langsung berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Rancaekek, Puskesmas
Ciluluk, dan Puskesmas CIkancung. Kampung CIoajaran masuk ke dalam wilayah Desa Cikuya,
namun terlatak jauh dari Kantor Desa Cikuya. Akses menuju Kampung CIpajaran harus
ditempuh dengan memutar desa-desa yang berada di wilayah Kecamatan Rancaekek. Akses yang
sulit dan jarak yang jauh menjadikan pelayanan kesehatan bagi warga Kampung Cipajaran tidak
berjalan baik. Tingkat kunjungan warga kampung Cipajaran ke puskesmas juga rendah.

Perencanaan dan Intervensi


Ketua RW, Pimpinan Desa Cikuya, dan Kader Posyandu melakukan rapat untuk menentukan
masalah kesehatan di Desa Cikuya, terutama mengenai tingkat pelayanan kesehatan yang rendah
di Kampung Cipajaran. Kader Posyandu bersama dengan Bidan Desa menyusun jadwal
Puskesmas Keliling yang akan diadakan di Kampung CIpajaran. Bidan Desa berkoordinasi
dengan dokter internsip dan penanggung jawab program pencegahan penyakit menular dan tidak
menular untuk rencana Puskesmas Keliling. Selanjutnya diadakan koordinasi dengan bagian
farmasi untuk pengadaan obat yang dibutuhkan.

Pelaksanaan
Waktu : 13 Oktober 2020 pukul 08.00
Tempat : Balai Posyandu RW 12 Kampung Cipajaran Desa Cikuya Kecamatan
Cicalengka
Pelaksana : dr. Moch. Fathonil Aziz (dokter internship)
Wini Dwi Astuti, Amd.Keb (Bidan Desa)
Lidya Latifah N., S.Kep., Ners (PJ Program PTM)
Kader Posyandu sebanyak 8 orang
Peserta : Warga RW 12 Kampung RW 12 Kampung Cipajaran Desa Cikuya Kecamatan
Cicalengka sebanyak 50 orang
Monitoring & Evaluasi
⁃ Tingkat pengetahuan warga masyarakat Kampung Cipajaran mengenai kepentingan
hidup sehat masih rendah
⁃ Puskesmas Keliling tidak bisa menyediakan berbagai jenis obat
⁃ Kasus baru penyakit tidak menular dan kronis masih membutuhkan kedatangan pasien ke
puskesmas untuk pemantauan awal terapi
⁃ Kasus spesialistik masih mengharuskan pasien untuk datang ke puskesmas guna
perujukan ke faskes tingkat II
Pelatihan Kader Pemicuan Program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat di Desa Panenjoan, Kecamatan Cicalengka,
Kabupaten Bandung
Latar Belakang
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait permasalahan air minum, higiene dan sanitasi
masih sangat besar. Hasil Risert Kesehatan Dasar 2010 menunjukknan penduduk yang
melakukan BAB numpang di tetangga sebesar 6,7%, menggunakan jamban tidak sehat 25% dan
17,7% BAB disembarang tempat (Definisi JMP).
Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku
masyarakat mencuci tangan dilakukan: (i) setelah buang air besar 12%; (ii) setelah
membersihkan tinja bayi dan balita 9%; (iii) sebelum makan 14%; (iv) sebelum memberi makan
bayi 7%; dan (v) sebe- lum menyiapkan makanan 6%. Studi BHS lainnya terhadap perilaku
pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99,20% telah merebus air untuk keperluan
air minum, akan tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.
Implikasinya, diare, yang merupakan penyakit berbasis lingkungan menjadi penyebab nomor
satu kematian bayi di Indonesia, yaitu 42% dari total angka kematian bayi usia 0-11 bulan. Di In-
donesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sejumlah 460 balita setiap harinya
(Riset Kesehatan Dasar 2010).
Dari sudut pandang ekonomi, studi WSP menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kerugian
sebesar $6,3 miliar ( Rp. 56,7 trillun ) pertahun akibat buruknya kondisi sanitasi dan higiene. Hal
iIni setara dengan 2,3% dari produk domestik bruto.
Hasil studi WHO (2007), intervensi melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko
penyakit diare sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan tersebut mencakup penyediaan air
bersih menurunkan risiko 25%, pemanfaatan jamban menurunkan risiko 32%, pengolahan air
minum tingkat rumah tangga menurunkan risiko sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menu-
runkan risiko sebesar 45%.
Laporan kemajuan Millennium Development Goals (MDGs) yang dikeluarkan oleh Bappenas
pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat pedesaan terhadap
jamban sehat (target MDGs 7.C) tergolong pada tar- get yang membutuhkan perhatian khusus,
karena kecepatan peningkatan akses tidak sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar
55,6% pada ta- hun 2015 untuk pedesaan, akses masyarakat pada jamban keluarga yang sehat
pada tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat kesenjangan sebesar 21% dalam sisa waktu 3 tahun
(2009-2015).
Untuk mencapai sasaran sanitasi MDGs tersebut, harus ditemukan cara meningkatkan
pencapaiannya akses sanitasi baik di perdesaan maupun di perkotaan. Di sisi lain dengan
anggaran pemerintah yang terbatas maka perlu dilakukan cara-cara yang lebih efektif dan
inovatif.
Salah satu upaya mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia telah mengembangkan dokumen Strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008, yang menjadikan STBM sebagai
Program Nasional dan merupakan salah satu sasaran utama dalam RPJMN 2010 – 2014, yang
menargetkan bahwa pada akhir tahun 2014, tidak akan ada lagi masyarakat Indonesia yang
melakukan praktik buang air besar sembarangan (BABS).
Mengacu pada Undang-Undang nomor 32 ta- hun 2004 tentang Otonomi Daerah dan
dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten, bahwa sanitasi menjadi urusan Pemerintah
Kabupaten (Lam- piran Peraturan Pemerintah nomor 38, tahun 2007 bidang Kesehatan).
Pemerintah Indonesia mempertegas komitmennya dalam pembangunan sanitasi, dengan
memasukkan pendekatan STBM, menjadi bagian dari Rencana Tindak Percepatan Pencapaian
Sasaran Program Pro Rakyat yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3, tahun 2010,
tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan dimana pelaksanaannya diawasi langsung oleh
Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Upaya lain dari Pemerintah adalah dengan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
layanan air minum dan sanitasi yang memadai melalui kerjasama pendanaan dengan pihak lain,
seperti lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta (investasi langsung maupun
Corporate Social Responsibility) dan masyarakat.
Prinsip pendekatan STBM adalah keterpaduan antara komponen peningkatan kebutuhan
(demand), perbaikan penyediaan (supply) sanitasi dan penciptaan lingkungan yang mendukung,
namun pelaksanaannya perlu dipertimbangkan komponen pendukung lainnya seperti strategi
pembiayaan, metoda pemantauan dan pengelolaan pengetahuan/informasi sebagai media
pembelajaran.
Upaya lain dari Pemerintah adalah dengan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
layanan air minum dan sanitasi yang memadai melalui kerjasama pendanaan dengan pihak lain,
seperti lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta (investasi langsung maupun
Corporate Social Responsibility) dan masyarakat.
Prinsip pendekatan STBM adalah keterpaduan antara komponen peningkatan kebutuhan
(demand), perbaikan penyediaan (supply) sanitasi dan penciptaan lingkungan yang mendukung,
namun pelaksanaannya perlu dipertimbangkan komponen pendukung lainnya seperti strategi
pembiayaan, metoda pemantauan dan pengelolaan pengetahuan/informasi sebagai media
pembelajaran.
Salah satu upaya dalam pelaksanaan STBM tersebut adalah dengan melakukan pemicuan.
Pemicuan merupakan suatu gerakan masyarakat yang difasilitasi oleh puskesmas dengan
melakukan pendekatan partisipatif dalam mengajak masyarakat untuk menganalisa kondisi
sanitasi mereka, sehingga masyarakat dapat berpikir dan mengambil tindakan atas permasalahan
sanitasi yang mereka hadapi.

Permasalahan
Menurut data PIS-PK tahun 2019 yang dilakukan oleh Puskesmas Cicalengka, masih
didapatkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan di Desa
Panenjoan. Data tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat 9% warga Desa Panenjoan yang
belum mendapatkan akses terhadap sarana air bersih. Pada data tmengenai akses dan penggunaan
jamban sehat, masih terdapat 3% warga Desa Panenjoan yang tidak memiliki akses dan tidak
menggunakan jamban sehat.
Permasalahan lain adalah mengenai pengelolaan sampah. Desa Panenjoan belum memiliki
tempat pembuangan, penampungan, dan pengelolaan sampah terpadu. Selain TPS skala desa,
seluruh RW di Desa Panenjoan juga belum memiliki TPS. Pembuangan dan pengelolaan sampah
masih dilakukan secara mandiir oleh masyarakat dengan cara membuang di tanah kosong,
sungai, atau membakar sampah tersebut di halaman rumah. Pengetahuan masyarakat mengenai
jenis-jenis sampah juga masih sangat terbatas, sehingga masyarakat masih mencampur semua
jenis sampah saat membuangnya. Pengeloaan limbah cair rumah tangga di Desa Panenjoan juga
masih buruk. Air bekas mandi dan mencuci juga masih dibuang secara sembarangan ke selokan
umum dan ke sungai yang berada di dekat rumah.

Perencanaan dan Intervensi


Tenaga kesehatan Puskesmas Cicalengka melakukan pengumpulan data mengenai masalah
kesehatan lingkungan di Desa Panenjoan. Data didapatkan dari hasil PIS-PK yang dilakukan
pada tahun 2019. Selain itu pengambilan data dan permasalahan mengenai kesehatan dilakukan
dengan program SMD (Survey Mawas Diri) Desa Panenjoan yang dilakukan pada tahun 2019
bersama dengan kader kesehatan dan perangkat pemerintahan Desa Panenjoan. Data yang
diperoleh kemudian diolah dan dianalisis, sehingga mendapatkan beberapa permasalahan utama
dalam kesehatan lingkungan. Salah satu permasalahan utama adalah masih terdapatnya
masyarakat yang tidak mendapat akses terhadap jamban sehat. Kemudian tenaga kesehatan
puskesmas melakukan kajian permasalahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Ditemukan salah satu faktor yang berperan adalah tingkat pengetahuan masyarakat mengenai
kesehatan lingkungan yang masih rendah. Sarana dan prasarana kesehatan yang dimiliki oleh
pihak desa dan dapat bekerja-sama dengan puskesmas adalah kader kesehatan. Atas dasar yang
telah diuraikan tersebut maka akan dilakukan intervensi dengan melakukan pelatihan pemicuan
STBM bagi kader kesehatan Desa Panenjoan. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah kader
kesehatan Desa Panenjoan dapat terlatih melakukan pemicuan STBM guna meningkatkan tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan lingkungan.

Pelaksanaan
Kegiatan pelatihan ini diawali dengan melakukan koordinasi antara tenaga kesehatan
Puskesmas Cicalengka, kader kesehatan Desa Panenjoan, dan perangkat pemerintahan Desa
Panenjoan. Hasil dari koordinasi tersebut disepakati bahwa Puskesmas Cicalengka akan
mengadakan pelatihan pemicuan bagi kader ksesehatan Desa Panenjoan yang berlokasi di Aula
Kantor Desa Panenjoan.
Kegiatan dilaksakan pada tanggal 30 september 2020 pukul jam 13.00 di Aula Kantor Desa
Panenjoan. Kegiatan diikuti oleh 22 peserta yang terdiri dari 15 kader kesehatan dari tiap RW di
Desa Panenjoan, 3 orang dokter Puskesmas Cicalengka, 1 orang petugas kesehatan lingkungan
Puskesmas Cicalengka, 1 orang petugas kesehatan lingkungan Puskesmas Sawahlega, 1 orang
petugas promosi Puskesmas Cicalengka, 1 orang kepala Desa Panenjoan, dan 1 orang kepala
urusan bidang kemasyarakatan Desa Panenjoan. Kegiatan diawali dengan sambutan dari kepala
Desa Panenjoan. Kemudian petugas kesehatan secara bergantian memberikan pemaparan dan
pelatihan pemicuan menggunakan alat peraga. Pada kesempatan ini juga diadakan simulasi
pemicuan oleh para kader kesehatan untuk melihat kemampuan yang dimiliki kader dalam
menjalankan pemicuan STBM. Acara diakhiri dengan tanya jawab dan evaluasi mengenai
pemicuan STBM.

Monitoring & Evaluasi


Monitoring
⁃ Kader kesehatan mengetahui permasalahan kesehatan lingkungan yang terjadi di
wilayahnya
⁃ Kader kesehatan mengetahui 5 pilar STBM
⁃ Kader kesehatan dapat melakukan kegiatan pemicuan STBM untuk memperbaiki tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai masalah kesehatan lingkungan
⁃ Peningkatan capaian program kesehatan lingkungan di Desa Panenjoan
⁃ Masyarakat Desa Panenjoan menjadi masyarakat yang sehat
Evaluasi
⁃ Para kader kesehatan sudah mengetahui permasalahan kesehatan lingkungan yang terjadi
di wilayahnya dan 5 pilar STBM
⁃ Belum semua kader kesehatan dapat melakukan kegiatan pemicuan STBM karena belum
terbiasa dan malu menjadi pusat perhatian
⁃ Secara keseluruhan kegiatan berjalan lancar dan tujuan tercapai
⁃ Perlu diadakan kegaiatan pemicuan yang dihadiri oleh petugas dari Puskesmas
Cicalengka untuk dapat melihat kemangkusan kegiatan pelatihan bagi kader kesehatan guna
meningkatan capaian kesehatan lingkungan di Desa Panenjoan

Anda mungkin juga menyukai