Oleh:
Antania Hanjani, S.Ked
Diana Indah, S.Ked
Estadiah Suci Ramadhani, S.Ked
Liana, S.Ked
Nabila Cindi Ediwi, S.Ked
Pembimbing:
Dr. dr. Deddy Satriya Putra, Sp.A(K)
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
turut membantu hingga terselesaikannya laporan kasus ini. Ucapan terima kasih
PENDAHULUAN
baik pada anak maupun dewasa. Prevalensi asma pada anak sangat bervariasi di
teratas sebagai penyebab kesakitan atau kematian pada anak, tetapi asma
juta orang (17,4 juta dewasa dan 7,1 juta anak-anak dengan rentang 0-17 tahun)
tampaknya tingkat penyebaran asma global berkisar dari 1% hingga 18% populasi
Kalimantan timur menjadi provinsi tertinggi ke dua 4,1%, dan Bali menjadi
provinsi tertinggi ke tiga 4,0%, diikuti oleh provinsi Kalimantan tengah dan
pelayanan dasar yaitu 7.683 kasus. Kasus di Puskesmas se-Kota Pekanbaru angka
kesakitan asma nomor tiga tertinggi dari sepuluh besar kunjungan kasus penyakit
tidak menular sebesar 3.506 kasus. Data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
(2017) menyatakan bahwa jumlah kunjungan rawat jalan pada penderita asma
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
respiratori seperti wheezing (mengi), sesak napas, dan batuk yang bervariasi
dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran udara ekspiratori. 1
2.2 Klasifikasi
Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang
sangat luas. Atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma:1,5,6
a. Berdasarkan umur
b. Berdasarkan fenotip
• Asma intermiten
asma.
terkendali adalah asma yang tidak bergejala dengan atau tanpa obat
(ringan/sedang/berat)
• Tanpa gejala
• Ada gejala
• Serangan ringan-sedang
• Serangan berat
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari gejala-
gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai
eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran
respiratori. Perubahan ini dapat terjadi meskipun secara klinis asmanya tidak
bergejala.
beratnya penyakit secara klinis. Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan
2.4. Diagnosis
7
2.4.1 Anamnesis
Gejala klasik dari asma antara lain batuk, wheezing, rasa penuh di dada,
dan sesak nafas. Gejala-gejala tersebut seringnya episodik dan dapat dicetuskan
oleh berbagai faktor seperti infeksi saluran napas bagian atas, latihan fisik,
terpapar dengan alergen, atau adanya iritan jalan napas seperti asap rokok. Gejala-
gejala ini dapat memberat pada malam hari. Terdapat trias klasik yang meliputi
asma, eczema, dan alergi, maka perlu ditanyakan dalam anamnesis apakah
dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
makanan.
serbuk sari.
cold, rinofaringitis
berlebihan.
Jika pasien diperiksa dalam keadaan stabil atau tidak dalam serangan, maka pada
pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan. Tetapi jika pasien sedang
dalam serangan, dapat terdengar wheezing baik yang terdengar langsung (audible
wheeze) ataupun yang dapat didengar dengan stetoskop. Selain gejala yang
berhubungan langsung dengan asma, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien
seperti dermatitis atopic atau rhinitis alergi, maupun tanda-tanda alergi seperti
pasien.6
• Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE
9
spesifik.
salin hipertonik.
tuberkulosis
Obstruksi mekanis
bening, aspirasi benda asing, vascularring, laryngeal web, disfungsi pita suara,
Patologi bronkus
fibrosiskistik
2.6 Tatalaksana
Secara umum tujuan tatalaksana asma anak adalah mencapai kendali asma
4. Efek samping obat dapat dicegah untuk tidak atau sesedikit mungkin
Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda
meredakan serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah
teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini dihentikan. Obat
respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Pemakaian
obat ini secara terus-menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung
teknik inhalasi sesuai dengan golongan umur dan kemampuan anak, sehingga
12
Dose Inhaler (MDI) dengan spacer merupakan pilihan utama karena memberikan
kenyamanan kepada pasien, jumlah obat yang mencapai paru lebih banyak, risiko
!
!
tua. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang memunyai pendidikan yang cukup
dan sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur. Pada panduan pengobatan
di rumah, terapi awal berupa inhalasi agonis β2 kerja pendek hingga tiga kali
dalam satu jam. Kemudian, pasien atau keluarganya diminta untuk melakukan
sesuai derajatnya. Apabila setelah dilakukan inhalasi dua kali tidak memunyai
13
respons yang baik, maka dianjurkan untuk mencari pertolongan medis di klinik
a. Tatalaksana di rumah
tatalaksana asma yang diberikan tertulis asthma action plan (AAP). Dalam
edukasi dan “rencana aksi asma” (RAA) tertulis harus disampaikan dengan jelas
tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan orangtua harus segera membawa
Jika pasien tidak memiliki faktor resiko tinggi berikan inhalasi agonis β2
kerja pendek, via nebulizer atau dengan MDI + spacer sebagai berikut:1,6
lagi.
1. Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer dengan dosis: 2-4
fasyankes.
Pemberian agonis β2 kerja pendek via MDI dan spacer memunyai efektivitas
• Pasien tidak dalam serangan asma berat atau ancaman henti napas.
• Bila tidak tersedia spacer, dapat digunakan botol atau gelas plastik
Lakukan anamnesis yang singkat dan terfokus serta pemeriksaan fisis yang
relevan bersamaan dengan pemberian terapi awal. Jika pasien menunjukkan tanda
Tindak lanjut
pemberian inhalasi dari pada pemberian preparat oral dan steroid oral.
Pemberian steroid oral bisa dilanjutkan sampai 3-5 hari lalu dapat
kesadaran pasien. Jika terdapat ancaman henti napas, yaitu gejala distres respirasi
berat, dengan penurunan kesadaran tampak mengantuk atau gelisah dan suara paru
tak terdengar, segera siapkan untuk perawatan PICU. Sambil menunggu persiapan
tersebut, beri inhalasi agonis β2 kerja pendek via nebulizer, oksigen dan siapkan
kerja pendek dan ipratropium bromida dapat diberikan ulang, sesuai dengan
kondisipasien.1,6
a. Steroid inhalasi
penting dalam tata laksana asma jangka panjang. Steroid inhalasi merupakan obat
pengendali asma yang paling efektif. Pemberian steroid inhalasi setara dosis
budesonid 100-200 µg per hari dapat menurunkan angka kekambuhan asma dan
Beberapa pasien asma memerlukan dosis steroid inhalasi 400 µg per hari
berolahraga. Pada anak yang berusia diatas 5 tahun, steroid inhalasi dapat
penting dalam tata laksana asma jangka panjang. Steroid inhalasi merupakan obat
pengendali asma yang paling efektif. Pemberian steroid inhalasi setara dosis
budesonid 100-200 µg per hari dapat menurunkan angka kekambuhan asma dan
memperbaiki fungsi paru pada pasien asma. Beberapa pasien asma memerlukan
dosis steroid inhalasi 400 µg per hari untuk mengendalikan asma dan mencegah
timbulnya serangan asma setelah berolahraga. Pada anak yang berusia diatas 5
19
Steroid inhalasi atau sistemik tidak digunakan untuk asma intermiten dan
Preparat kombinasi steroid-agonisβ2 kerja panjang pada anak asma yang berusia
diatas 5 tahun, diberikan bila steroid inhalasi dosis rendah tidak menghasilkan
digunakan untuk mencegah spasme bronkus yang dipicu olahraga dan mampu
merupakan agonis β2 kerja panjang, namun dapat berfungsi sebagai obat pereda.6
c. Anti leukotrien
memperbaiki fungsi paru, dan mengurang inflamasi jalan napas dan mengurangi
eksaserbasi.6
lebih unggul dibanding steroid inhalasi. Jika digunakan sebagai obat pengendali
steroid inhalasi dan antileukotrien dapat menurunkan angka serangan asma dan
terjadinya serangan asma akibat berolahraga (exercise induced asthma, EIA) dan
asma akibat infeksi virus pada anak balita. Pemberian kombinasi steroid
sebagai preparat tunggal atau diberikan sebagai kombinasi dengan steroid inhalasi
pada anak usia di atas 5 tahun. Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin lepas
lambat akan memperbaiki kendali asma dan dapat menurunkan dosis steroid
inhalasi pada anak dengan asma persisten. Preparat teofilin lepas lambat lebih
bioavaibilita yang lebih baik. Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar
individu sehingga pada penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam plasma
perlu dimonitor. Efek samping teofilin lepas lambat bisa berupa mual, muntah,
anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritmia, nyeri perut, dan diare. Efek
samping teofilin lepas lambat terutama timbul pada pemberian dosis tinggi, di
atas 10mg/kgBB/hari.6
e. Anti-imunoglobulin E (Anti-IgE)
mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pada orang dewasa dan anak di atas
usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien asma yang telah mendapat
22
steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja panjang namun masih sering
secara injeksi subkutan setiap dua sampai empat minggu. Reaksi anafilaksis dapat
terjadi dini ketika pemberian dosis pertama, tapi juga dapat terjadi setelah
persisten sedang dan berat yang disebabkan oleh karena alergi. Pemberian
penyuntikan dan relative mahal. Efek samping yang pernah dilaporkan antara lain
urtikaria,kemerahan,gatal.6
Setiap pasien asma harus ditentukan derajat kendali asma untuk memulai
pengobatan jangka panjang, sebelum memutuskan untuk turun jenjang atau naik
jenjang dalam tatalaksana jangka panjang asma, harus menilai kepatuan pasien
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama/RM : An. CAS/0106XXXX
Ayah/Ibu : D/R
Agama : Islam
Alloanamnesis
Diberikan oleh : Ayah dan Ibu kandung pasien
dan semakin memberat sejak 8 jam SMRS. Sesak nafas dirasakan 3-4 kali
dalam seminggu. Ibu pasien mengatakan sesak nafas diikuti suara napas
dingin, saat cuaca dingin atau malam hari dan terkadang muncul secara
tiba-tiba. Saat sesak nafas muncul Ibu pasien mengatakan pasien lebih
(50/250 mcg) 60 dosis tanpa menggunakan spacer 2 kali sehari setiap jam
08.00 WIB dan 20.00 WIB yang diberikan oleh dokter spesialis anak sejak
2 minggu SMRS. Kemudian saat keluhan sesak nafas muncul, pasien diberi
obat tersebut tetapi sesak nafas tidak hilang sehingga pasien diberikan
rumah, tetapi sesak nafas tetap tidak hilang. Pasien juga mengalami batuk
berdahak berwarna kuning dan tidak berdarah. Keluhan demam tidak ada,
keluhan mual dan muntah disangkal. BAK dan BAB dalam batas normal.
Pasien kemudian dibawa ke IGD RSUD Arifin Achmad, saat di IGD pasien
diberikan oksigen 2 liter per menit secara nasal kanul, infus NaCl 0,9% dan
mg sesak nafas tetap tidak berkurang dan saturasi pasien 96% dengan
oksigen.
bulan SMRS jika pasien mengalami sesak nafas. Pasien terakhir dirawat di
RSUD Arifin Achmad 3 bulan yang lalu dengan keluhan sesak nafas dan
dirawat selama 5 hari. Setelah pulang, pasien diberi obat pengontrol berupa
- Riwayat alergi makanan dan susu sapi sejak lahir tidak ada
- Ayah: Riwayat alergi makanan, obat dan bahan tertentu tidak ada
bahan tertentu tidak ada, riwayat diare setelah mengonsusmsi susu formula
dan riwayat ruam/ gatal dikulit pada saudara kandung tidak ada
- Ibu berusia 28 tahun bekerja sebagai IRT dan pendidikan terakhir SMA
Sakit dan diberikan tablet besi, vitamin B6, dan asam folat. Tetapi tidak diminum
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara, lahir spontan dengan
dokter, langsung menangis, cukup bulan, berat badan lahir 2900 gram. Riwayat
ibu demam saat hamil (-), hipertensi (-), kejang (-). Ibu pasien tidak merokok,
Riwayat Imunisasi :
Lengkap
Riwayat Pertumbuhan :
- BB lahir : 2900 gram
- Panjang lahir : 50 cm
- BB sekarang : 15 kg
- LILA : 18 cm
- Lingkar kepala : 49 cm
Riwayat Perkembangan:
Normal
Pasien tinggal di rumah sendiri bersama ayah dan ibu pasien. Rumah
berada di suatu area perumahan yang jarak antar rumah berdekatan dengan
Suhu : 36 0C
Nadi : 110x/menit
Nafas : 34 x/menit
Mata
Mulut
Lidah :Atrofi papil lidah (-), lidah kotor (-), geographic tounge (-)
Leher
Dada
ronkhi (+/+)
Gallop(-)
Abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pucat (-/-), udem (-/-),
Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, pucat (-/-), udem (-/-),
Kimia Klinik
- Gula Darah Sewaktu : 129 mg/dL
- Albumin : 4,4 g/dL
- Ureum : 15,0 mg/dL
- Kreatinin : 0,47 mg/dL
Analisa Gas Darah
- pH : 7,33 (N: 7,35-7,45)
- pCO2 : 48 mmHg (N: 34-45 mmHg)
- pO2 : 66 mmHg (N: 80-100 mmHg)
- HCO3 : 25 mmol/L (N: 22-26 mmol/L)
- TCO2 : 27 mmol/L (N: 24-34 mmol/L)
- BE : -1 (N (-2) –( +2))
- SO2C : 91% (N: >95%)
Elektrolit
- Na+ : 142 mmol/L (N:135 –145 mmol/L)
- K+ : 3,4 mmol/L (N:3,5 – 5,5 mmol/L)
- Calsium : 1,19 mmol/L (N:0,90 – 10,8 mmol/L)
Appearance
- Tone : Normotonus
- Intractability : Komposmentis
Work of Breathing
Circulation
Nadi : 117x/menit
Nafas : 42 x/menit
Mata
Konjungtiva : anemis (-/-)
Mulut
Bibir : Sianosis (-), pucat (-)
Lidah :Atrofi papil lidah (-), lidah kotor (-), geographic tounge (-)
Leher
KGB : Pembesaran (-)
Dada
Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada simetris, iktus tidak
ronkhi (+/+)
Gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, venektasi (-), massa (-), scar (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pucat (-/-), udem (-/-),
Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, pucat (-/-), udem (-/-),
- Pneumonia
Status Gizi
BB saat ini : 15 kg
Interpretasi
Diagnosis Gizi
Gizi kurang dengan perawakan normal
Diagnosis Banding
- Rinitis/ Rinosinusitis
Terapi di Ruangan
- O2 2 liter/menit nasal canul
- RL 50 ml / jam
- Ceftriaxone 1 x 1 gram
- Dexametason 4 x 2 mg iv
Kebutuhan Kalori
BBI x RDA usia tinggi = 18x (90) = 1620 kkal diberikan setelah serangan
Follow Up:
4 Agustus 2021
- Subjektif: Keluhan sesak nafas berkurang, demam tidak ada, batuk tidak
ada, nyeri ulu hati
- Objektif: keadaan umum: tampak sakit ringan
Kesadaran: composmentis cooperatif
Wheeziing (+/+), nyeri tekan epigastrium (+)
36
5 Agustus 2021
- Subjektif: Keluhan sesak nafas tidak ada lagi, demam tidak ada, batuk
tidak ada, nyeri ulu hati
- Objektif: keadaan umum: tampak sakit ringan
Kesadaran: composmentis cooperatif
Nyeri teka epigastrium (+)
TD: 107/69 mmHg
Suhu: 36,5°C
N: 86 x / menit
RR: 24 x / menit
Spo2: 99%
- Assesment: Asma persisten sedang terkontrol
Pneumonia
- Terapi: RL 50 ml/jam
Ceftriaxone 1 x 1gram
Dexamethason 4 x 2 mg iv
Nebulizer ipratropiumbromide/ salbutamol tiap 6 jam
37
- Pneumonia
Terapi pulang:
- Methylprednsolon 3 x 4 mg
Edukasi:
lama dan pasien tiba-tiba dalam kondisi keadaan distress respirasi (sesak
berat)
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
PEMBAHASAN
nasional asma anak oleh UKK Respirologi IDAI. Pada pasien ini, saat terjadi
serangan asma di rumah, pasien diberikan obat pengontrol 1 kali dan salbutamol
2,5 mg via nebulizer sebanyak 3 kali namun gejala tidak berkurang, kemudian ibu
pasien membawa pasien ke IGD RSUD AA. Tatalaksana ini tidak sesuai dengan
rumah yaitu langsung diberikan agonis β2 kerja pendek via nebulizer kemudian
lihat responnya, bila gejala (sesak napas dan wheezing) menghilang, cukup
diberikan sekali. Tetapi jika gejala belum membaik dalam 30 menit ulangi
pemberian 1 kali lagi, jika dengan 2 kali pemberian agonis β2 kerja pendek via
nasal kanul, diberi infus Nacl 0,9% dan dilakukan nebulisasi dengan
sesak nafas tetap tidak berkurang dan saturasi pasien 96%. Berdasarkan
pedoman nasional tatalaksana di IGD, hal ini tidak sesuai. Jika menurut
penilaian awal pasien datang dalam serangan berat yang jelas, dapat langsung
oksigen 1-2 L/menit, lakukan rontgen toraks dan pasien dirawat inap jika masih
39
tatalaksana pasien dalam serangan asma. Untuk pasien yang datang dengan
serangan berat, dapat diberikan steroid inhalasi dosis tinggi setelah pemberian
berat. Berdasarkan pedoman, anak yang masih menunjukkan gejala serangan berat
perlu dirawat inap setelah mendapat tatalaksana di IGD. Saat di bangsal rawat
inap, tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian oksigen
bromide setiap 6 jam. Menurut pedoman tatalksana asma anak setelah masuk ke
ruang rawat inap, pemberian nebulisasi pada pasien tidak sesuai dengan
agonis β2 kerja pendek kombinasi dengan ipratropium bromide setiap 1-2 jam dan
evaluasi kembali klinis anak. Jika dalam 4-6 kali pemberian nebulisasi pasien
tiap 4-6 jam. Jika pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis, dapat diberikan
aminofilin IV. Tetapi pada pasien ini tidak diberikan aminofilin karena pasien
sudah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam hingga mencapai
24 jam, dan steroid diganti dengan pemberian oral. Jika dalam 24 jam pasien tetap
Dari hasil pemeriksaan pada pasien saat di ruangan, selain gejala asma,
nafas, retraksi dada, dan pada auskultasi terdapat ronkhi pada basal paru kanan
mengarah kepada adanya proses infeksi bakteri. Maka pada pasien ini dapat
dikatakan terdapat proses inflamasi akibat infeksi bakteri pada paru pasien
sehingga memperberat serangan asma. Selain nebulisasi, pada pasien juga perlu
sefalosporin generasi ketiga, dan pada pasien ini diberikan injeksi ceftriaxone 1 x
bromida tiap 4 jam. Selama di ruang rawat, gejala sesak pasien berkurang hingga
hilang sama sekali pada hari ke 3 rawatan. Sesuai dengan pedoman nasional,
pasien dapat dipulangkan jika pada pasien sudah tidak menunjukkan gejala
serangan berat.6
tambahan pneumonia. Pada pasien diberikan terapi rawat jalan berupa obat
ml), kortikosteroid inhalasi dosis menengah (budesonide 0,5 mg), dan steroid oral
yaitu metilprednisolon 3 x 4 mg. Selain tatalaksana untuk asma, pada pasien juga
nasional asma anak yaitu untuk tatalaksana jangka panjang untuk asma persisten
sedang dapat diberikan kortikosteroid inhalasi dosis rendah ditambah dengan long
acting beta 2 agonist atau cukup kortikosteroid inhalasi dosis menengah seperti
yang diberikan pada pasien ini.6 Dan untuk tatalaksana pneumonia rawat jalan
sudah sesuai dengan anjuran pada buku ajar respirologi anak dapat diberikan
amoxicillin 25 mg/kgbb sesuai dengan yang diberikan pada pasien ini. Selain
amoxicillin, pilihan lain yang dapat diberikan adalah kotrimoksazol dengan dosis
4 mg/kgbb.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention. 2014.
42
2. Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management
and prevention. Report, GINA. 2017.