PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
Oleh :
Pembimbing :
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
sampaikan kepada:
1. Direktur RSUD Arifin Achmad (dr. H. Nuzelly Husnedi, MARS) yang telah
2. Dr. Hotber E.R Pasaribu, M.Si.Ked, Sp.A(K), selaku pembimbing yang telah
3. Dr.dr. Dewi A. Wisnumurti, Sp.A(K), dr. Riza Yefri, Sp.A, dr. Riza Iriani
penulis.
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam laporan kasus ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................3
2.3 Etiologi......................................................................................................3
2.4 Patogenesis................................................................................................4
2.5 Diagnosis...................................................................................................7
2.5.2 Gejala Klinis......................................................................................8
ii
2.9.2 Perawatan di Ruang Intensif............................................................17
BAB III..................................................................................................................23
LAPORAN KASUS...............................................................................................23
Identitas..............................................................................................................23
Alloanamnesis....................................................................................................23
Riwayat Imunisasi..............................................................................................26
Riwayat Pertumbuhan........................................................................................26
Status Gizi..........................................................................................................26
Riwayat Perkembangan.....................................................................................26
Assessment ABC...........................................................................................28
Sistem Kardiovaskular...................................................................................29
Sistem Respirasi.............................................................................................29
iii
Sistem Gastroenterohepatologi......................................................................30
Sistem Hematologi.........................................................................................30
Pemeriksaan Laboratorium................................................................................30
Pre Operative (11 Desember 2020)................................................................30
Diagnosa Kerja...................................................................................................32
Terapi di PICU...................................................................................................33
Terapi di Edelweis.............................................................................................33
Prognosis:...........................................................................................................33
BAB IV..................................................................................................................41
PEMBAHASAN....................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Gambar 3.2 Pasien Laki-Laki Usia 5 Bulan Pasca Operasi Pull through.............34
Gambar 3.4 Abdomen Tampak Cembung, Konsistensi Supel, Nyeri Tekan (-)
................................................................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan kongenital pada sistem saraf enterik
bahwa selama Januari 2010 sampai Desember 2016 terdapat 127 pasien dengan
pemeriksaan foto polos abdomen dan barium enema sangat membantu dalam
istilah pull through. Kolostomi dilakukan terlebih dahulu sebelum pull through
pasca operasi pull through pada anak perlu menjadi perhatian. Manajemen pasca
operasi secara umum terdiri atas manajemen pasien di ruang pemulihan (recovery
operasi, manajemen nyeri, play therapy, dan menentukan transfer pasien atau
kepulangan pasien.10
Pediatric Intensive Care Unit (PICU) atau Unit Perawatan Intensif Anak
adalah fasilitas untuk menangani anak yang memerlukan perawatan intensif dan
merupakan salah satu bagian dari manajemen pasca operasi.10-11 Pada pasien bayi,
1
2
anatomi jalan napas lebih kecil dibandingkan dengan orang dewasa sehingga
risiko obstruksi jalan napas di bawah pengaruh anestesi pada saat operasi menjadi
lebih besar. Kehilangan darah selama operasi harus diwaspadai karena dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
silsilah keluarga ibu dengan penyakit Hirschsprung memiliki risiko 130 kali
14-16
untuk menurunkan penyakit Hirschsprung kepada anak laki-lakinya kelak.
Penyakit Hirschsprung tipe rectosigmoid paling sering dijumpai pada bayi yaitu
15
ditemukan pada 17% kasus.
2.3 Etiologi
a. Sel ganglion
distal. Okamoto dan Ueda dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak terdapat
5
adanya sel ganglion ini disebabkan oleh kegagalan migrasi sel-sel neural crest
pergerakan sel dalam perkembangan tahap awal. Kadar glikoprotein laminin dan
kolagen tipe IV yang tinggi dalam matriks ditemukan dalam segmen usus
mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam
2.4 Patogenesis
kolon.2 Penyakit Hirschsprung berhubungan dengan spasme pada distal kolon dan
spingter ani interna sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
15
terdapat pada distal rektum.
6
(SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan
sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan
Aganglionosis juga dapat terjadi karena faktor vaskular atau non vaskular.
Faktor vaskular adalah karena kerusakan iskemik pada sel ganglion akibat aliran
darah yang inadekuat. Faktor non vaskular adalah infeksi Trypanosoma cruzi
pada penyakit Chagas, defisiensi vitamin B1, dan infeksi kronis seperti
Tuberculosis.15
a. Ultra Short segment, yaitu ganglion tidak terdapat pada bagian yang sangat
b. Short segment, yaitu ganglion tidak terdapat pada rektum dan sebagian
7
kecil kolon.
c. Long segment, yaitu ganglion tidak terdapat pada rektum dan sebagian
besar kolon.
d. Very Long segment, yaitu ganglion tidak terdapat pada seluruh kolon dan
ini.
Tipe Hirschsprung sangat bervariasi, akan tetapi dari semua tipe tersebut
yang memiliki tingkat prognosis buruk adalah tipe total kolon aganglionosis serta
aganglionosis pada kolon dan usus halus. Kedua tipe tersebut secara klasik
8
kerusakan segmen usus halus yang luas (>50 cm) meskipun jarang terjadi dan
terburuk dapat melibatkan kerusakan pada seluruh usus kecil atau lebih dikenal
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
mekonium dalam waktu 48 jam setelah lahir, sehingga pada anamnesis dapat
ditemukan keluhan tidak buang air besar selama 2 hari setelah dilahirkan. Gejala
lain yang ditemukan adalah distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor
feeding, dan muntah hijau. Keluhan kembung, perut membesar, bayi tidak mau
Penyakit ini apabila terjadi pada neonatus yang berusia lebih tua maka akan
Bayi yang lebih tua dengan penyakit Hirschsprung akan sulit dibedakan dengan
yang terlambat yaitu lebih dari 48 jam pertama merupakan tanda klinis yang
72,4% dalam waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen
20,21
biasanya dapat berkurang jika mekonium segera dikeluarkan.
Hirschsprung
biasanya ditandai dengan konstipasi kronis dan gagal
tumbuh (failure to thrive) pada anak yang lebih besar. Pemeriksaan fisik pada
berbau tidak sedap pada pemeriksaan colok dubur. Pasien biasanya buang air
besar tidak teratur, seperti sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk
20
defekasi.
dilakukan pada minggu awal kelahiran maka zona transisi akan sulit ditemukan.20
Tahapan pertama adalah kolostomi yang harus dikerjakan terlebih dahulu setelah
10
distensi karena penimbunan gas dan feses. Tindakan ini dilakukan sebelum
aganglionosis kolon total. Tindakan ini memungkinkan bayi untuk pulih dan
dipulangkan.5
dianastomosis ke anus dengan tergantung dari tipe pull through yang dipilih.
Beberapa tipe pull through yaitu Swenson procedure, Soave procedure, dan
Duhamel procedure. Tahap ketiga adalah penutupan kolostomi setelah bayi pulih
sepenuhnya dari prosedur utama. Tiga prosedur operasi ini dinilai sebagai tahapan
operasi yang aman dan mencegah morbiditas pada pasien, terutama pada pasien
obstruksi, enterokolitis, inkontinensia feses, short bowel syndrome (SBS), dan gizi
buruk. Short bowel syndrome adalah suatu kondisi akibat dari obstruksi,
buruk bahkan failure to thrive (gagal tumbuh) yang lebih besar dibandingkan
dengan penyakit kongenital lainnya karena gangguan penyerapan. Hal ini terjadi
kolon yang jika tidak ditangani akan menyebabkan peradangan pada usus dan
muntah dan penurunan nafsu makan, sehingga terjadi penurunan status gizi pada
pada pasien tersebut. Gangguan penyerapan nutrisi pada pasien Hirschsprung juga
bisa terjadi pada saat post operatif, yakni dikarenakan dampak dari pembuatan
Penilaian pertumbuhan dan status gizi pada anak pasca operasi pull
Gejala obstruktif yang harus diperhatikan pasca operasi pull through adalah
Hal lain yang perlu diperhatikan pada status gizi penyakit Hirschsprung
prognosis yang jelek, seperti total kolon aganglionosis dan aganglionosis pada
kolon dan usus halus. Kerusakan usus yang disebabkan oleh kedua tipe tersebut
memungkinkan meluas hingga ke usus halus, jika terjadi reseksi pada bagian usus
yang panjang dan besar yang menunjang daya absorbsinya. Operasi dengan
reseksi yang tidak disertai kerusakan total kolon aganglionic atau aganglionosis
usus besar dan usus halus, maka tidak ada pemicu terjadinya gangguan
Tatalaksana yang yang perlu diberikan pada pasien pasca operasi pull
b. Manajemen nyeri
c. Pemberian antibiotik
Pediatric Intensive Care Unit (PICU) atau Unit Perawatan Intensif Anak
kebutuhannya.11,25,26
13
Tujuan utama dari setiap operasi definitif pull through adalah menyelesaikan
baik fungsi sfingter ani dan kontinen, akan tetapi tidak semua prosedur memiliki
tingkat keberhasilan yang sama dan sempurna. Hal ini dikarenakan adanya
a. Kebocoran anastomose
garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung
usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi
pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Menurut
dikerjakan oleh ahli bedah lain dengan prosedur Swenson diperoleh angka yang
lebih tinggi. Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini
beragam, mulai dari abses rongga pelvik, abses intra abdominal, peritonitis, sepsis
dan kematian. Segera dibuat kolostomi di segmen proksimal apabila gejala atas
evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan
salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut. Meskipun
kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit pasien yang pernah
terjadi ekimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah
2. Laserasi
Laserasi dapat terjadi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang
penetrasi. Akibat dari trauma abdomen tersebut ialah terjadinya suatu kerusakan
organ.
1. Hipoproteinemia
15
2. Defisiensi vitamin C
bisa memicu delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence.
proses penyembuhan luka.
Asam amino membantu dalam pembentukan RNA dan DNA. Kekurangan ini
4. Defisiensi Thiamine/vitamin B1
Thiamine adalah vitamin yang larut dalam air, dan memiliki fungsi
penting dalam jalur metabolik oxidative, non oxidative, regulasi stress tubuh dan
karbohidrat dan nutrisi lainnya. Selain itu kekurangan vitamin B1 akan cenderung
terjadi gangguan sintesis asam lemak dan fungsi membran saraf. Kasus defisiensi
vitamin B1 banyak terjadi pada short bowel syndrome, malnutrisi dan colectomy
burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan hemodinamik
1. Obstruksi
beberapa hal, anatara lain: obtruksi mekanikal – Striktur (komplikasi Soave atau
Terpuntir pada daerah pull through atau penyempitan pada muscular cuff
2. Enterokolitis
kematiannya adalah 3,1% untuk prosedur Swenson dan 4,8% untuk prosedur
17
pemasangan rectal tube untuk dekompresi, melakukan wash out dengan cairan
3. Enkoporesis (inkontinensia)
diakibatkan karena injuri saat dilakukan pull through atau myectomy atau
Tidak bisa membedakan gas dan feses (akibat hilangnya epitel transisional pada
Obstipasi yang berat dengan distensi dari rektum yang masif dan overflow dari
cairan feses
therapy, manajemen nyeri pasca operasi, dan menentukan transfer pasien atau
kepulangan pasien.10
18
Pasca operasi, semua pasien dibawa ke ruang pemulihan. Perawat dan ahli
anestesi akan memantau pasien hingga pasien pulih dari efek anestesi. Lamanya
waktu pemulihan tergantung pada jenis pembedahan dan respon anestesi. Pasien
yang mulai pulih, akan diberikan tindakan oleh tenaga medis sebagai berikut:10
pernapasan.
d. Pemantauan kesadaran
g. Menjaga agar pasien tetap nyaman dengan pereda nyeri dan posisi tubuh.
memberikan minuman. Kerja usus yang sudah mulai membaik ditandai dengan
adanya peristaltik usus. Pasien yang sudah dalam kondisi stabil, dapat dibawa
kembali ke ruang rawat inap. Pasien yang menjalani operasi minor dapat
dipulangkan.10
di unit perawatan intensif anak atau Pediatric Intensive Care Unit (PICU), jika
pasien neonatus akan dirawat di unit perawatan intensif neonatal atau Neonatal
Intensive Care Unit (NICU). Perawatan intensif diperlukan untuk anak-anak yang
19
pernah menjalani operasi besar jenis tertentu. Hal ini termasuk operasi jantung,
transplantasi organ, operasi dengan resiko syok atau bedah saraf. Pasca operasi,
mengukur tanda-tanda vital. Anak akan diawasi dengan ketat selama 24 jam dan
information exchange.
perawatan dari beberapa disiplin ilmu. Dokter bedah akan meminta penyedia
20
Play Therapy adalah suatu terapi bermain yang berguna untuk membantu
memenuhi kebutuhan emosional anak yang sedang sakit atau sedang menjalani
operasi dan berada di rumah sakit. Selama dirawat di Rumah Sakit dapat membuat
stres anak-anak dan keluarga. Anak-anak mungkin merasa takut, bingung, dan
Pasca operasi, ada efek samping yang akan memicu munculnya nyeri.
Anak merasakan sakit tergantung pada faktor mental dan emosional individu
Nyeri bisa dinilai dengan menggunakan Face, Legs, Activity, Cry and
divalidasi untuk anak-anak usia 2 bulan sampai 7 tahun. Skala ini bisa
N Kategori Skor
o 0 1 2
1 Face (wajah) Tidak ada Terkadang Sering
ekspresi meringis/menarik menggertakan
khusus, diri dagu dan
senyum mengatupkan
rahang
2 Legs (kaki) Normal, Gelisah, tegang Menendang, kaki
rileks tertekuk,
melengkungkan
punggung
3 Activity (aktivitas) Berbaring Menggeliat, tidak Kaku atau
tenang, bisa diam, kaku menghentak
posisi mengerang
normal,
mudah
bergerak
4 Cry (menangis) Tidak Merintih, Terus menangis,
menangis merengek, berteriak, sering
kadang-kadang mengeluh
mengeluh
5 Consability Rileks Dapat ditenangkan Sulit dibujuk
(konstabilitas) dengan sentuhan,
pelukan, bujukan,
dapat diahlihkan
Skor total
Tabel 2.1 Skala nyeri FLACC27
FLACC scale terdiri dari 5 penilaian dengan skor total 0 (tidak nyeri)
dan 10 (nyeri hebat). Hasil skor 0 (rileks dan nyaman), 1-3 (nyeri
22
hebat/ketidaknyamanan berat).27
menentukan perawatan yang sesuai. Jika pasien menjalani operasi kecil, pasien
anak akan memastikan bahwa pasien bangun dan dalam keadaan baik. Tim medis
juga akan memastikan bahwa tanda-tanda vital anak seperti detak jantung, laju
pernapasan, suhu, dan tekanan darah normal. Operasi kecil juga memiliki indikasi
untuk perawatan lanjut di Rumah Sakit untuk membantu mengatasi rasa sakit atau
mencegah infeksi.10 Penelitian menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang akan
Tidur lebih banyak dari biasanya untuk satu atau dua hari pertama di
rumah
Kondisi ini biasanya terkait dengan anestesi dan akan membaik setelah 24
hingga 48 jam pasca operasi. Anak yang menjalani operasi besar harus dirawat di
Rumah Sakit. Dokter bedah akan menentukan perkiraan lama perawatan anak di
Rumah Sakit, jika anak dapat dipulangkan orang tua akan diberikan edukasi
tentang cara perawatan dan pemberian obat di rumah. Cara perawatan dirumah
oleh orang tua juga akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak.10
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas
Umur : 5 bulan
Ayah/ibu : Ramadhan/Sundari
Agama : Islam
Alloanamnesis
Keluhan utama : Pasien pasca operasi pull through perawatan hari ke-1
Lima hari sebelum masuk Rumah Sakit, pasien dibawa ke poliklinik Bedah
Anak oleh ibunya untuk kontrol pasca tindakan kolostomi. Ibu pasien
menyebutkan anaknya tidak ada demam, muntah, dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien BAB melalui kolostomi sejak usia 7 hari. BAB berwarna kuning,
konsistensi padat, darah (-), lendir (-). Perawatan kolostomi dilakukan di rumah.
23
24
Dokter Bedah Anak mengatakan pasien sudah dapat di lakukan tindakan pull
through. Pasien direncakan untuk operasi elektif, sehingga perlu dirawat di ruang
Tiga jam sebelum masuk PICU, pasien menjalani operasi pull through. Pada
saat operasi, pasien dalam anestesi umum dan dilakukan intubasi dengan
room selama 2 jam untuk observasi dan diberikan O2 nasal kanul 3L/menit. Setelah 2
jam dirawat di recovery room, pasien ditransfer ke ruang PICU dengan menggunakan
oksigen transport nasal kanul 3L/menit. Saat masuk ke PICU, pasien diberikan O2
nasal kanul 2L/menit, IVFD 2A 15cc/jam, serta dipasangkan NGT dan rectal
tube.
Short segment dan telah dilakukan operasi kolostomi pada usia 7 hari di RSUD
Arifin Achmad.
25
- Pada saat menikah, ayah pasien berusia 24 tahun dan ibu pasien berusia 23
tahun.
- Ayah dan ibu pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit apapun.
- Ibu pasien hanya melakukan ANC satu kali pada usia kehamilan 8 bulan
dengan bidan dan diberikan tablet besi, vitamin B6, dan asam folat. Ibu
- Riwayat ibu demam saat hamil (-), hipertensi (-), kejang (-), keputihan saat
maupun alkohol.
Riwayat Imunisasi
Ibu tidak mengetahui imunisasi yang sudah diberikan kepada pasien pada
saat lahir. Ibu mengaku tidak pernah membawa pasien ke posyandu untuk
imunisasi.
Riwayat Pertumbuhan
- BB lahir : 3500 gr
- BB sekarang : 6 kg
- Panjang badan : 62 cm
- Lingkar kepala : 41 cm
- LILA : 13 cm
Status Gizi
Riwayat Perkembangan
Motorik kasar
Motorik halus
(mengoceh).
- Pasien tinggal di rumah milik sendiri bersama kedua orang tua dengan
Appearance
- Tone : Pergerakan lemah
- Intractability : Alert
- Consolability : Dapat ditenangkan oleh pemeriksa
- Look : Kontak mata dengan pemeriksa
- Speech : Anak dapat menangis
Kesan : Tidak ada kegawatan sistem saraf pusat
28
Work of Breathing
Circulation
Assessment ABC
- Airway : Clear
- Breathing : Spontan, frekuensi 32 napas/menit, reguler,
wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (-),
retraksi intercosta dan subcosta (-),
pernapasan cuping hidung (-)
- Circulation : HR 136 denyut/menit, reguler, sianosis (-),
CRT <2 detik
- Disability : Alert, GCS 15, suhu 36,9oC
- Exposure : Pencegahan hipotermia
Tanda vital
- TD : 105/68 mmHg (Persentil 99 : hipertensi)
- HR : 136 denyut/menit
- RR : 32 napas/menit
29
- Suhu : 36,9ºC
- Kesadaran : Alert
Sistem Kardiovaskular
Sistem Respirasi
- Normochest
subcosta (-).
- Suara napas vesikular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-), stridor (-/-)
30
Sistem Gastroenterohepatologi
- Abdomen cembung
Sistem Hematologi
Pemeriksaan Laboratorium
- Darah Rutin
Hb : 11,5 g/dl (N: 9,4 - 13 g/dl)
Hematokrit : 36,5 % (N: 28– 42%)
Leukosit : 9,32 x 103/uL (N: 6 – 18 x 103/uL)
Trombosit : 554 x 103/uL (N: 150 – 450 x 103/uL)
MCV : 76,2fl (N: 79 – 99 fl)
MCH : 24,0 pg (N: 27 – 31 pg)
31
- Hemostasis
PT : 15,0 detik (N: 11,6 – 14,5 detik)
INR : 1,06 (N: <1,2)
APTT : 30,3 detik (N: 28,6 –42,2 detik)
- Darah rutin
Hb : 10,0 g/dl (N: 9,4 – 13 g/dl)
Hematokrit : 31,6 % (N: 28 – 42%)
Leukosit : 18,07 x 103/uL (N: 6 – 18 x 103/uL)
Trombosit : 431 x 103/uL (N: 150 – 450 x 103/uL)
MCV : 77,1 fl (N: 79 – 99 fl)
MCH : 24,4 pg (N: 27 – 31 pg)
MCHC : 31,6 g/dl (N: 33 – 37g/dl)
Basofil : 0,2% (N: 0 – 1%)
Eosinofil :0% (N: 1 – 3 %)
Neutrofil : 88,5 % (N: 40 – 70 %)
Limfosit : 4,8% (N: 20 – 40 %)
Monosit : 6,5 % (N: 2 – 8 %)
- Kimia Klinik
CRP kuantitatif : 11 mg/L (N: 0,0 – 5,0 mg/L)
Albumin : 3,2 g/dl (N: 3,8 – 5,4 g/dL)
AST : 37 U/L (N: 10 – 40 U/L)
32
- Elektrolit
Na+ : 143 mmol/L (N:135 –145 mmol/L)
K+ : 4,8 mmol/L (N:3,5 – 5,5 mmol/L)
Chlorida : 121 mmol/L (N:97 – 107 mmol/L)
Hal-hal Penting dari Anamnesis
Short segment dan telah dilakukan operasi kolostomi pada usia 7 hari di
- Riwayat ibu hanya melakukan ANC 1 kali dan tidak melakukan USG,
Diagnosa Kerja
- Penyakit Hirschsprung
- Transfusi PRC 20 cc
- Sevoflurane 2%
Terapi di PICU
Terapi di Edelweis
Prognosis:
Gambar 3.2 Pasien Laki-laki Usia 5 Bulan Pasca Operasi Pull Through
Gambar 3.4 Abdomen Tampak Cembung, Konsistensi Supel, Nyeri Tekan (-)
35
Tanggal S O A P
15-12-2020 Demam (-), muntah (-) KU : Tampak sakit sedang Hirschsprung disease Nasal canul O2 1L/m
Kes : Alert post pull through IVFD 2A 15cc/jam
HR : 141x/menit Nyeri derajat ringan Inj Metronidazole 3 x 40 mg
RR : 22x/menit (skor 3) Inj Ceftriaxone 2 x 300 mg
T : 36,4˚C Inj Omeprazole 2 x 5 mg
SpO2 : 95% Inj Paracetamol 4 x 100 mg
Abdomen : Terpasang rectal tube
BU (+) 7x/menit, turgor kulit
baik, abdomen supel.
Ektremitas :
Akral pucat (-), hangat, CRT
<2 detik.
Pain score FLACC : 3
16-12-2020 Pasien sudah dapat stq stq Terpasang NGT
minum, BAB (+) PASI 50cc/4 jam via NGT
18-12-2020 Pucat (+) Pain score FLACC : 1 Hirschsprung disease Pasien pindah rawat ke
Laboratorium post pull through Edelwis
Hb : 10,7 g/dl Nyeri perbaikan (skor
Hematokrit : 34,1 % 1)
Leukosit : 11,10 x
3
10 /uL
Trombosit : 462 x 103/uL
MCV : 78,9 fl
MCH : 24,8 pg
36
MCHC : 31,4
g/dl
Basofil : 0,2%
Eosinofil : 0,7 %
Neutrofil : 67,3%
Limfosit : 24,2%
Monosit : 7,6 %
22-12-2020 Keluar usus pada luka pain score FLACC : 6 Hirschsprung disease Reimburstment abdomen
Bangsal jahitan, anak meringis, Abdomen : keluar usus pada post pull through
Bedah gelisah, menangis, sulit luka jahitan. Luka operasi Nyeri derajat sedang
Anak ditenangkan tidak ada pus. (skor 6)
Edelweiss Laboratorium Burst abdomen
Hb : 9,6 g/dl
Hematokrit : 29,4 %
Leukosit : 13,97 x
3
10 /uL
Trombosit : 428 x 103/uL
MCV : 76,4fl
MCH : 24,9 pg
MCHC : 32,7
g/dl
Basofil : 0,2%
Eosinofil : 0,1%
Neutrofil : 80,1%
Limfosit : 13,2%
Monosit : 6,4%
23-12-2020 Post operasi hecting pain score FLACC : 3 Burst abdomen pasca Transfusi PRC 100 cc
luka, meringis, gelisah, reimburstment Perawatan luka tiap hari
37
Limfosit : 15,0 %
Monosit : 9,0 %
26-12-2020 Kaki sembab, demam Laboratorium Hipoalbuminemia Transfusi Albumin 25% 25 cc
(-) Albumin : 1,9 mg/dL I
30-12-2020 Badan sembab, pucat Laboratorium Hipoalbuminemia Transfusi Albumin 25% 50 cc
(+), lemah (+) Albumin : 2,5 mg/dL pasca koreksi II
Hb : 8,4 gr/dL albumin I Transfusi PRC 2 x 40cc
Hematokrit : 33,0 % Anemia hemoragik
Leukosit : 8,98 x 103/uL
Trombosit : 476 x 103/uL
MCV : 68,5,7 fl
MCH : 23,7 pg
MCHC : 34,6 g/dl
Natrium : 149 mmol/L
Kalium : 2,9
mmol/L
Chlorida : 118 mmol/L
02-01-2021 Evaluasi Hb post Laboratorium Anemia perbaikan stq
transfusi Hb : 11,2 g/dl
Hematokrit : 33,0 %
Leukosit : 8,17 x 103/uL
Trombosit : 524 x 103/uL
MCV : 74,7 fl
MCH : 25,0 pg
MCHC : 33,2 g/dl
Basofil : 0,2%
Eosinofil : 2,4%
Neutrofil : 38,3 %
39
Limfosit : 43,5 %
Monosit : 14,4%
Monosit : 2,8%
04-01-2021 Cek laboratorium Laboratorium Hirschsprung disease Rencana operasi potong stamp
sebelum operasi potong Hb : 10,7 g/dl post pull through
stamp Hematokrit : 31,9 %
Leukosit : 6,73 x 103/uL
Trombosit : 510 x 103/uL
MCV : 73,8 fl
MCH : 24,8 pg
MCHC : 33,3 g/dl
Basofil : 0,3 %
Eosinofil : 0,4 %
Neutrofil : 60,2 %
Limfosit : 27,5 %
Monosit : 11,6%
05-01-2021 Demam (-), gelisah, Pain scale FLACC : 3 Hirschsprung disease Operasi potong stamp
merengek, dapat Laboratorium post operasi potong Metronidazole dihentikan
ditenangkan Hb : 10,4 g/dl stamp Ceftriaxone dihentikan
Hematokrit : 31,7 % Nyeri derajat ringan Omeprazole dihentikan
Leukosit : 5,52 x 103/uL (skor 3)
Trombosit : 425 x 103/uL Inj. Cefotaxim 2 x 150mg
MCV : 75,3 fl
MCH : 24,7 pg
MCHC : 32,6 g/dl
Basofil : 0,2 %
Eosinofil : 0,0 %
Neutrofil : 61,4 %
40
Limfosit : 35,4 %
Monosit : 3,0%
07-01-2021 Demam (-), pucat (-), Pain scale FLACC : 1 Hirschsprung disease Pasien diperbolehkan pulang
perut kembung, kaki post operasi potong
sembab (+) gelisah, stamp
merengek, dapat Anemia hemoragik
ditenangkan perbaikan
Hipoalbuminemia
perbaikan
Nyeri derajat ringan
(skor 1)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien bayi laki-laki usia 5 bulan dibawa ke RSUD Arifin Achmad untuk
Perawatan Neonatus RSUD Arifin Achmad pada usia 5 hari karena keluhan tidak
buang air besar sejak lahir, perut tampak membesar, kembung, dan muntah
berwarna kehijauan.
segment dan telah dilakukan operasi kolostomi pada usia 7 hari di RSUD Arifin
Achmad. Tatalaksana Hirschsprung dalam bidang operasi terdiri dari tiga tahapan
yaitu kolostomi, reseksi segmen aganglionik serta pull through dari usus
yang harus dikerjakan terlebih dahulu setelah diagnosis ditegakkan dengan tujuan
Ibu pasien mengeluhkan anaknya tidak bisa buang air besar sejak lahir dan
muntah berwarna kehijauan. Penelitian yang dilakukan Henna dari Maret 2009 –
Penelitian yang dilakukan oleh Izadi M dalam kurun waktu 6 tahun (1995-2001)
di Rumah Sakit Poursina Iran, menunjukkan proporsi gejala klinik dari 58 pasien
Hirschsprung yang terbanyak adalah konstipasi yaitu sebesar 79,31 % (46 orang),
41
42
manifestasi klinis yang khas yaitu pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah
tanda yang signifikan. Distensi abdomen dan muntah hijau merupakan gejala
segera. Beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang menunjukkan
adanya enterokolitis dengan gejala berupa diare, distensi abdomen, feses berbau
busuk dan disertai demam. Gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis
dibandingkan dengan penyakit kongenital lainnya. Hal ini terjadi karena efek
jika tidak ditangani akan terjadi peradangan pada usus dan disertai distensi
meningkat distensi abdomen yang memicu mual muntah dan penurunan nafsu
makan, sehingga terjadi penurunan status gizi pada pada pasien tersebut.
Gangguan penyerapan nutrisi pada pasien Hirschsprung juga bisa terjadi pada saat
tindakan operasi selanjutnya dan proses penyembuhan bagian distal dari saluran
Hasil dari barium enema pada pasien ini tidak ditemukan ada kelainan
pada usus halus dan tidak ada reseksi pada usus halus. Hal ini perlu diperhatikan
karena tipe Hirschsprung total kolon aganglionosis dan aganglionosis pada kolon
serta usus halus memiliki tingkat prognosis yang buruk karena berakibat
gangguan penyerapan nutrisi hingga status gizi yang buruk. Kerusakan usus yang
disebabkan oleh kedua tipe tersebut memungkinkan meluas hingga ke usus halus,
jika terjadi reseksi pada bagian usus halus cenderung akan memicu gangguan
mikronutrien folat dan zat besi. Reseksi pada jejunum akan menurunkan fungsi
absopsi karena jejunum mempunyai vili yang panjang dan besar yang akan
menambah daya absopsinya. Reseksi pada bagian ileum distal akan memberi
konsekuensi tidak terjadi reabsorpsi garam empedu dan absorpsi vitamin B12,
saluran cerna.18,19 Proses reseksi yang tidak disertai kerusakan total kolon
aganglionic atau aganglionosis usus besar dan usus halus, cenderung tidak ada hal
peningkatan. Hal ini biasanya ditandai dengan tidak ada peningkatan berat badan
berada di bawah rata-rata anak seusianya dan terjadi secara permanen, sedangkan
growth faltering adalah kecepatan pertumbuhan yang lebih lambat dari yang
ditandai dengan penurunan kurva pertumbuhan anak.30 Pasien ini tidak mengalami
Pasien pada kasus ini sudah dilakukan kolostomi pada usia 7 hari dan
datang kembali untuk tindakan pull through. Penelitian yang dilakukan Irwan B.
di RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan dari tahun 1997 – 2002
sebaiknya diberikan. Pemasangan pipa anus atau pemasangan pipa lambung dan
pembedahan pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama dengan
adanya penyakit yang menyertai.28 Nyeri bisa dinilai dengan menggunakan skala
stricture¸ HAEC pasca operasi, infeksi pada luka operasi, dan eksoriasi pada
operasi, agar lebih mudah dan lebih objektif dalam membandingkan komplikasi
awal pasca operasi, yang terdiri dari grade I hingga grade V yang paling berat.
Pasien pada kasus ini merupakan grade II pada klasifikasi Clavien-Dindo, karena
Pasien pada kasus ini mengalami kaki sembab dan hipoalbuminemia yang
ditandai dengan hasil labor didapatkan kadar albumin 1,9 mg/dL pada tanggal 26
Desember 2020, dan diberikan transfusi albumin 25% 25 cc. Kadar albumin
pasien 2,5 mg/dL pada tanggal 30 Desember 2020 dan diberikan transfusi yang
sering ditemui pada pasca operasi. Beberapa kasus didapatkan 20% hingga 40%
adalah suatu protein yang berperan penting dalam tubuh untuk mempertahankan
pH, SBE, dan HCO3- dalam batas normal. Kontribusi albumin pada pasien sehat
sekunder dari gangguan sintesis protein pada malnutrisi kalori, penyakit hati
kronis atau kehilangan proteinuria yang meningkat misalnya pada protein losing
PICU di RSAB Harapan dalam penelitian Agnes Praptiwi pada tahun 2011 adalah
meneliti dampak hipoalbuminemia pada 225 anak sakit kritis juga menyimpulkan
Pasien mengalami burst abdomen dan tidak mau minum pada tanggal 24
Desember 2020 sehingga pasien diberikan IVFD 2A dengan inj vitamin B1 5ml
30 tpm untuk tetap menjaga intake dan kecukupan vitamin B1. Etiologi tersering
terjadinya burst abdomen terutama pada saat pasca operasi termasuk defisiensi
vitamin B1. Thiamine (vitamin B1) adalah vitamin yang larut dalam air, dan
memiliki fungsi penting dalam jalur metabolik oxidative maupun non oxidative,
regulasi stress tubuh dan juga thiamine sangat berperan penting dalam pengaturan
dan fungsi membran saraf. Kasus defisiensi vitamin B1 banyak terjadi pada short
Operasi potong stamp dilakukan pada pasien tanggal 5 Januari 2021, dan
pulang karena nyeri perbaikan dari skor FLACC 3 menjadi skor FLACC 1.
ditandai dengan kadar hemogblobin pasien menjadi 10,4 g/dL. Tim medis juga
akan memastikan bahwa tanda-tanda vital anak seperti detak jantung, laju
4. Wahid TOR. Hasil luaran operasi pulltrough pada Hirsprung dengan skoring
Klotz di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (2010-2016). Jurnal Kesehatan
Melayu. 2018;1(2):94-6.
7. Octavia PD, Darmajaya IM. Teknik operasi dua tahap pada kasus penyakit
Hirschsprung diagnosis terlambat di RSUP Sanglah : studi deskriptif tahun
2010-2012. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2012:2.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku panduan pelayanan emergensi, rawat
intermediet dan rawat intensif anak. 2016. Jakarta:Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
12. Billjudika RR. Tatalaksana anestesia dan reanimasi pada pasien pediatrik.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2016:1-8
48
49
16. Hackam DJ, Newman K, Ford HR. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in:
th
Schwartz’s principles of surgery. 8 edition. McGraw-Hill. New York.
2005:1496-98.
18. Utami, Rezki Dewi Utami. Khodidjah siti. Praktik pemberian makan dan
status gizi pada anak yang mengalami penyakit Hirshcsprung atau malformasi
anorectal. Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia. 2016 : 2
19. Zavalkoff SR, Razack SI, Lavoie J, et al. Handover after pediatric heart
surgery: a simple tool improves information exchange. Pediatric Critical Care
Med. 2011;12:309–313
20. Ziegler MM., Azizkhan RG, Weber TR. 2003. Chapter 56 Hirschsprung
disease in: Operative pediatric Surgery. McGraw-Hill. New York. 2003:617-
40.
21. Hansen TJ, Koeppen BM. Chapter 35 Digestive System in Netter’s Atlas of
Human’s Anatomy. McGraw-Hill. NewYork. 2006:617-40.
22. Pudjiadi AH, Latief A, Budiwardhana N. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, ed ke-2. 2013:207.
23. Utter SL, Duggan C. Short bowel syndrome. Dalam: Hendrick KM, Duggan
C, Walker WA, penyunting. Manual of pediatric nutrition. Edisi ke-3. Ontaro:
BC DeckerInc. 2000. h. 529-41.
37. Praptiwi Agnes. Kadar Albumin Pasien Rawat PICU RSAB Harapan Kita.
Sari Pediatri. 2012; 14.
51
38. Horowitz IN, Tai K. Hipoalbuminemia in critically ill children. Arch Pediatr
Adolesc Med 2007;161:1048-52