Anda di halaman 1dari 61

REFERAT

HENOCH SCHÖNLEN PURPURA

DISUSUN OLEH:
Alisa Melyani
406172032

PEMBIMBING:
dr.Suranti, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 17 SEPTEMBER 2018 – 24 NOVEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Alisa Melyani


NIM : 406172032
Universitas : Universitas Tarumanagara (UNTAR)
Fakultas : Kedokteran
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu Kesehatan Anak
Periode Kepaniteraan Klinik : 17 September – 24 November 2018
Judul Referat : Henoch Schonlen Purpura
Diajukan : November
Pembimbing : dr. Suranti, Sp.A

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal :


…………………………………………..

Pembimbing
Bagian Ilmu Kesehatan Anak

dr. Suranti, Sp.A

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat serta karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan referat mengenai “Henoch Schonlen Purpura”
guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.
Referat ini ditulis selama saya menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Anak dan mendapat kesempatan untuk menjalankan kepaniteraan di RSUD RAA
Soewondo Pati periode17 September – 24 November 2018. Dengan bimbingan
yang telah diberikan sebelum dan selama kepaniteraan ini.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Suranti, Sp.A yang telah membimbing dalam penyusunan referat ini.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, mengingat
terbatasnya kemampuan dan waktu yang ada. Oleh karena itu, saya mengharapkan
saran dan kritik yang kiranya dapat membangun demi kesempurnaan referat ini.
Besar harapan saya agar referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya bilamana ada
kesalahan dalam penyusunan referat ini, juga selama menjalankan kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD RAA Soewondo Pati. Atas perhatiannya
saya ucapkan terima kasih.

Pati, November 2018

Penulis,

Alisa Melyani
(406172032)

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. 2
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................................... 4
DAFTAR TABEL ............................................................................................ 5
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... 6
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 7
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 7
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 8
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ....................................................................................................... 9
2.2 Epidemiologi .............................................................................................. 9
2.3 Etiologi ....................................................................................................... 10
2.4 Faktor Risiko .............................................................................................. 12
2.5 Patogenesis ................................................................................................. 12
2.6 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 18
2.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 21
2.8 Diagnosis .................................................................................................... 25
2.9 Diagnosis Banding ..................................................................................... 26
2.10 Tatalaksana............................................................................................... 27
2.11 Komplikasi ............................................................................................... 29
2.12 Prognosis ................................................................................................. 30
BAB III
REKAM MEDIS .............................................................................................. 32
BAB IV
ANALISIS KASUS ......................................................................................... 48
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 58
KESIMPULAN ................................................................................................ 58
SARAN ............................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60

4
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel 1. Faktor Risiko HSP……………………………………………12

Tabel 2. Manifestasi Klinis HSP…...............................................……………..21

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Penunjang pada HSP………...................................25

Tabel 4. Kriteria HSP dari ARA……...................................................................25

Tabel 5. Kriteria HSP dari EULAR……..............................................................26

Tabel 6. Tabel 6. Prinsip Tatalaksana HSP............................... ...........................29

Tabel 7. Klasifikasi Nefritis pada HSP……..........................................................30

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur IgA1 Normal………………………………..........................15

Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Deposit IgA1 pada Glomerulus dan


Progresifitas Kerusakan Ginjal..…………............……........................................15

Gambar 3. Gambaran HSP & pengendapan Ig A pada HSP.................................17

Gambar 4. Algoritme Patogenesis HSP……...………………………………......17

Gambar 5. Lesi Palpable Purpura dan Lesi Bula pada HSP.……………............18

Gambar 6. Lesi Pecahnya Bula pada HSP………………………………….......19

Gambar 7. Lesi pada HSP…..……………………………...................................19

Gambar 8. Vaskulitis Neutrofilik Pembuluh Darah Kecil pada HSP dengan


Pembesaran 40 kali dan 100 kali…..……………………………….....................23

Gambar 9. Gambaran Biopsi Ginjal pada Mesangium……………………..........24

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Purpura Henoch-Schönlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa


hipersensitivitas vaskulitis, paling sering ditemukan pada anak-anak. Merupakan
sindrom klinis kelainan inflamasi vaskulitis generalisata pembuluh darah kecil
pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi kulit spesifik
berupa purpura nontrombositopenik, artritis, artralgia, nyeri abdomen atau
perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang disertai nefritis atau hematuria.1
Penyakit Henoch-Schönlein purpura pertama kali dikemukakan oleh dr.
William Heberden yang merupakan seorang dokter dari Inggris pada tahun 1801,
yang mendeskripsikan suatu penyakit pada seorang anak berusia 5 tahun, dengan
gejala nyeri perut, hematuri, hematochezia, dan purpura pada kaki. Pada tahun
1837, dr. Johan Schönlein seorang dokter anak dari Jerman, mendeskripsikan
sindrom dari purpura ini berhubungan dengan nyeri sendi, dan presipitasi urinaria
pada anak. Penelitiannya dilanjutkan oleh muridnya, dr. Eduard Henoch, yang
menambahkan nyeri perut, dan gangguan ginjal, pada sindrom ini pada tahun
1868.2
Pada tahun 1915, dr. Frank, dan dr. William Osler, mengungkap istilah
“Anaphylactoid purpura” untuk penyakit ini. Hal ini berdasarkan hasil
pengamatan bahwa patogenesis dari penyakit ini, berhubungan erat dengan reaksi
hipersensitivitas pada agen tertentu atau berhubungan dengan sistim imun. Hal ini
terbukti dari adanya kasus yang terjadi setelah gigitan serangga dan paparan
terhadap obat dan alergen makanan.2

Insiden terjadinya HSP pertahun yaitu mencapai rata-rata 14 kasus per


100.000 pada anak usia sekolah.1 Purpura Henoch-Schönlein dapat mengenai
semua usia, tetapi 50% kasus terjadi pada usia kurang dari 5 tahun dan 75% kasus
terjadi pada usia kurang dari 10 tahun. Puncak kejadiaan HSP pada usia 5 sampai
6 tahun. Pada umumnya, HSP dianggap sebagai penyakit ringan dengan prognosis
baik, tetapi hampir 40% pasien HSP memerlukan rawat inap akibat manifestasi
akut seperti glomerulonefritis, hipertensi, perdarahan gastrointestinal, artralgia,
7
nyeri abdomen, dan intususepsi. Komplikasi serius jangka panjang dari HSP
adalah gagal ginjal progresif, dimana timbul pada 1-2% pasien. Komplikasi lain
yaitu perforasi saluran gastrointestinl.3

Di Indonesia, insiden HSP belum diketahui secara pasti. Namun, berdasarkan


data yang didapatkan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-
RSCM), didapatkan kecenderungan peningkatan kasus baru. Di bulan Juli sampai
dengan Desember 2006 didapatkan 10 kasus baru HSP, lebih besar apabila
dibandingkan dengan 23 kasus baru yang ditemukan dalam kurun waktu 5 tahun
sebelumnya (1998-2003).4

Henoch-Schönlein purpura nefritis (HSN) atau HSP dengan keterlibatan


ginjal merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak-anak
dengan HSP.5 Insiden HSN terjadi pada 40% - 60% pasien anak, 80% diantaranya
terjadi dalam waktu 4 hingga 6 minggu setelah munculnya gejala klinis awal.
Hematuria dengan atau tanpa proteinuria merupakan manifestasi ginjal tersering
pada HSP.6

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai perjalanan


penyakit Henoch-Schönlein purpura terutama pada pasien anak-anak, cara
menegakkan diagnosis, pentalaksanaan, komplikasi dan pencegahan serta untuk
memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Henoch-Schönlein purpura (HSP) atau dikenal juga dengan anafilaktoid purpura


non-trombositopenik adalah sindrom klinis yang disebabkan peradangan pada
pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa
purpura nontrombositopenik, atritis atau atralgia, nyeri abdomen atau pendarahan
gastrointestinalis, dan kadang-kadang nefritis atau hematuria.2

Definisi lain menyebutkan HSP adalah suatu penyakit vaskulitis dengan


kombinasi gejala; rash pada kulit, atrhalgia, periartikular edema, nyeri abdomen,
dan glomerulonefritis. Dapat disertai infeksi saluran pernafasan atas, dan
berhubungan dengan Imunoglobin A. Ig A berinteraksi untuk menghasilkan
kompleks imun, yang mengaktifkan komplemen, yang di depositkan pada organ,
menimbulkan respon inflamasi berupa vaskulitis. 7,8

Nefritis Henoch-Schonlein adalah HSP dengan keterlibatan ginjal, yaitu


disertai dengan adanya hematuria mikroskopik, hematuria makroskopis, dan
proteinuria. Walaupun jarang, namun dapat terjadi gagal ginjal kronik disertai
dengan oliguria, retensi cairan, hipertensi, dan kerusakan ginjal lainnya dalam
derajat yang bervariasi. Manifestasi klinis pada umumnya timbul dalam waktu 4 –
6 minggu dari awitan HSP, bahkan setelah gejala HSP lainnya menghilang. 9

2.2. Epidemiologi

HSP terjadi di seluruh dunia, tetapi lebih sering terjadi pada orang kulit putih dan
Asia. Insiden terjadinya HSP pada anak mencapai 14 kasus per 100.000 per
tahun. 90% terjadi pada anak – anak, biasanya pada usia 3 sampai 10 tahun,
namun pada orang dewasa jumlah kasus lebih sedikit tetapi komplikasinya lebih
parah dan bersifat kronik . HSP Lebih sering terjadi pada laki-laki di bandingkan
dengan perempuan yaitu dengan rasio 1,2–1,8:1.7 Pada anak umumnya
merupakan benign self-limited disorder; < 5% kasus menjadi kronis, hanya 1 - 2

9
% kasus berkembang menjadi gagal ginjal. Insidens kelainan ginjal pada HSP
berkisar 10%-60%, 80% diantaranya terjadi dalam 4 minggu pertama .3,6
Meskipun tidak ada laporan berbeda dalam insidensi HSP
diberbagai negara, satu sumber menyatakan bahwa timbulnya
glumerulonefritis yang dihasilkan dari HSP bervariasi antar negara. HSP
menimbulkan 18-40% dari penyakit glumerular di Jepang, Perancis, Italia dan
Australia, sementara lesi glomerular hanya 2-10% di Amerika, Kanada dan
Inggris.8

Di Indonesia, insiden HSP belum diketahui secara pasti. Berdasarkan


Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, didapatkan kecenderungan
peningkatan kasus baru. Di bulan Juli sampai dengan Desember 2006 didapatkan
10 kasus baru HSP, lebih besar apabila dibandingkan hanya 23 kasus baru yang
ditemukan dalam kurun waktu 5 tahun sebelumnya (1998-2003).4 Sedangkan
menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Wisnu dkk pada bulan September
2016 dengan mengambil data rekam medis periode Januari 2008 - Agustus 2016
pada pasien yang berusia 1 - 18 tahun yang dirawat di Instalasi Kesehatan Anak
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menyatakan bahwa dari 80 pasien terdapat 31 pasien
(38,8%) yang mengalami nefritis purpura Henoch Schonlein.10

2.3. Etiologi
Sampai saat ini penyebab penyakit HSP belum diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor yang dapat berperan yaitu seperti faktor genetik, infeksi traktus
respiratorius bagian atas seperti infeksi bakteri (Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus
(adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr), makanan, gigitan serangga,
paparan terhadap dingin, imunisasi seperti vaksin varisela, rubella, rubeola,
hepatitis A dan B dan obat–obatan seperti ampicillin, eritomisin, kina.Vaskulitis
dapat juga berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan
metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor).2

Penelitian menunjukkan bahwa infeksi Group A beta-hemolytic


streptococcus (GAS) ditemukan pada 20-50% penderita dengan HSP akut melalui
tes serologi maupun kultur bakteri, sama banyaknya dengan 50% kejadian yang

10
timbul pada pasien pediatrik menampakkan URI / URTI (Upper Respiratory
Track Infection) terlebih dahulu sebelum berkembang menjadi HSP, dan studi
terbaru pada dewasa mendemonstrasikan bahwa 40% pasien mempunyai riwayat
terjadinya URI.

IgA mempunyai peranan yang penting dimana penyakit HSP ditandai


dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di
dinding pembuluh darah dan mesangium renal. HSP adalah suatu kelainan yang
hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1 daripada IgA2.1 Berbagai kondisi
yang dapat menyebabkan HSP antara lain:

a. Infeksi: 


- Mononukleosis


- Infeksi Streptokokus grup A


- Sirosis karena Hepatitis-C


- Infeksi Mikoplasma


- Virus Epstein-Barr


- Infeksi viral Varizella-zoster


- Infeksi Parvovirus B19


- Infeksi Yersinia
- Infeksi Salmonella
- infeksi Shigella

b. Vaksin: 


- Vaksin varisela
- Vaksin rubella
- Vaksin rubeola
- Vaksin hepatitis A dan B

c. Alergen: 


- Obat:

11
Ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin, metotreksat, anti TNF

- Makanan


- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
d. Penyakit idiopatik:
- Glomerulocystic kidney disease.1,2,7

2.4. Faktor Risiko


Henoch Schonlein purpura merupakan penyakit yang belum diketahui
penyebabnya, namun terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
terjadinya penyakit HSP yaitu seperti jenis kelamin, usia, ras, riwayat atopik dan
cuaca. HSP lebih sering mengenai laki – laki di bandingkan perempuan dan lebih
sering mengenai anak-anak dengan ras kulit putih dan asia. Riwayat atopik dan
cuaca juga ikut mempengaruhi penyakit ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel beikut ini.7,11

Tabel 1. Faktor Risiko HSP 7,11

Faktor risiko Pembahasan


Jenis kelamin HSP lebih sering terjadi pada laki – laki dibandingkan
perempuan dengan rasio perbandingan 1,2–1,8:1.
Usia HSP lebih banyak mengenai anak – anak dibandingkan
dengan orang dewasa, kebanyakan menyerang usia 3 – 10
tahun.
Ras Lebih banyak menyerang anak dengan ras kulit putih dan asia
dibandingkan dengan anak-anak ras kulit hitam.
Riwayat atopik HSP lebih sering mengenai anak yang memiliki riwayat alergi
yang diduga berhubungan dengan adanya autoimun IgA
(mediated)
Cuaca Lebih sering menyerang disaat musim dingin, musim gugur
dan musim semi, namun lebih sedikit terjadinya penyakit HSP
pada saat musim panas.

12
2.5. Patogenesis

Patogenesis Henoch-Schonlein Purpura belum diketahui secara pasti, namun


penyakit ini merupakan penyakit sistemik berupa vaskulitis pembuluh darah yang
didefinisikan sebagai suatu inflamasi yang terjadi pada pembuluh darah, yang
mengakibatkan rusaknya dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
terjadinya proses hemoragik dan atau iskemia.11

Keterlibatan kompleks imun IgA pada penyakit ini memungkinkan untuk


berkaitan dengan proses alergi. Namun mekanisme kausal tentang hal ini belum
dapat dibuktikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan
dengan infeksi kuman streptokokus grup A (Group A beta-hemolytic
streptococcus (GAS). Namun, mekanisme inipun belum dapat dibuktikan. 10

HSP merupakan suatu kelainan berupa leukositoklastik vaskulitis (LcV)


yang merupakan suatu proses imunologi dan inflamasi yang sangat kompleks.
Pada kondisi ini terdapat interaksi antara leukosit dan sel endotel pembuluh darah
yang menyebabkan terjadinya LcV. Inflamasi dinding pembuluh darah kecil
merupakan manifestasi utama penyakit ini. Bila pembuluh darah yang terkena
adalah pembuluh darah kulit, maka terjadi ekstravasasi darah ke jaringan sekitar,
yang terlihat sebagai purpura.11

Purpura pada HSP adalah khas, karena batas purpura dapat teraba pada
palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh darah traktus gastrointestinal, maka
dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut. Kadang, dapat
menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah, intususepsi, maupun
perforasi yang membutuhkan penanganan segera. Intususepsi atau perforasi
disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan
perdarahan submukosa dan intramural. Gejala gastrointestinal umumnya banyak
ditemui pada fase akut.11

HSP melibatkan deposisi vaskular dari kompleks imun. Terjadinya suatu


reaksi kompleks imun pada HSP ini merupakan suatu reaksi kompleks imun
hipersensitivitas tipe III menurut Coombs and Gell. Suatu kompleks imun yang
menyebabkan penyakit dibentuk oleh ikatan antibodi dengan self antigen maupun
13
antigen asing. Dengan demikian, penyakit yang diperantarai kompleks imun
cenderung bermanifestasi sistemik. Kompleks antigen-antibodi diproduksi selama
terjadi respons imun normal, tetapi keadaan ini dapat menimbulkan suatu penyakit
bila kompleks imun yang dihasilkan dalam jumlah banyak dan tidak dibebaskan
atau dibersihkan secara efisien yang pada akhirnya akan terdeposit di jaringan.
Deposit kompleks imun pada dinding pembuluh darah menyebabkan inflamasi
pembuluh darah dan kerusakkan jaringan di sekitarnya yang diperantarai oleh
komplemen dan reseptor Fc.9,11

Deposisi kompleks imun IgA terjadi berdasarkan peningkatan sintesis IgA


atau penurunan klirens IgA. Peningkatan sintesis IgA oleh sistem imun mukosa
sebagai respon terhadap paparan antigen pada mukosa dipikirkan merupakan
mekanisme yang terjadi pada HSP. Hiperaktivitas sel B dan sel T terhadap antigen
spesifik dilaporkan berperan dalam terjadinya HSP dan nefropati IgA. Antigen
tersebut antara lain berupa antigen bakteri, protein dalam makanan seperti gliadin,
dan komponen matriks ekstraselular seperti kolagen dan fibronektin.9,11

Imunoglobulin A memiliki dua isotipe, yaitu IgA1 dan IgA2.


Imunoglobulin A1 memiliki hinge region yang terdiri dari lima oligosakarida yang
mengandung serine-linked N-acetylgalactosamine (Ga1NAc) dan galaktosa yang
nantinya akan tersialasi. Sekitar 60% IgA dalam sekret adalah IgA2. yang
umumnya berupa polimer sedangkan IgA serum umumnya berupa IgA1yang 90%
berupa monomer. Pada nefritis Henoch-Schonlein ditemukan deposisi kompleks
imun dengan predominasi IgA1 namun tidak ditemukan I IgA2. .9

Beberapa studi mengemukakan terdapat peningkatan produksi IgA dalam


sel mukosa dan tonsil, sedangkan studi lainnya mendapatkan penurunan produksi
IgA dalam sel mukosa namun terjadi peningkatan produksi IgA dalam sumsum
tulang. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kadar IgA serum yang meningkat
sampai 40%-50%. Selain itu, juga didapatkan gangguan pengikatan IgA oleh
reseptor asialoglycoprotein di hati, yang berfungsi pada klirens IgA dari
sirkulasi.9

Biokimia IgA merupakan penyebab terjadi deposisi IgA dalam kapiler.


Pada HSP dan nefropati IgA, IgA1 serum menunjukkan abnormalitas pada region

14
O-glycosylated, yaitu hilangnya terminal galaktosa pada IgA1 sirkulasi. Selain itu,
pada sel B juga ditemukan defek pada -1,3- galactosyltransferasi. Kelainan
glikosilasi pada hinge region, akan menyebabkan perubahan pada stuktur IgA1
dan menyebabkan perubahan terhadap interaksi pada matriks protein, reseptor IgA,
dan komplemen. Kelainan terebut akan menyebabkan terjadi deposit di dalam
mesangium dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut.1,9

Gambar 1. Struktur IgA1 Normal 9

15
Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Deposit IgA1 pada Glomerulus dan
Progresifitas Kerusakan Ginjal 9

Aktivasi jalur komplemen menimbulkan infiltrasi faktor kemotaktik dan


sel polimorfonuklear. Pada 10% pasien, antibody anti-neutrofilik sitoplasmik
ditemukan. Molekul adhesi yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi, termasuk
TNF alfa dan IL-1 yang akan merekrut netrofil dan sel-sel inflamasi lainnya. Pada
pemeriksaan kulit, ditemukan adanya TNF pada lapisan intradermal dengan IL-1
dan IL-6. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan
limfosit perivaskular dengan deposit kompleks imun IgA pada dinding pembuluh
darah kecil dan jaringan mesangial ginjal. 9,10,11

Leukosit Polymorphonuclear diambil dari faktor kemotaktik dan


menyebabkan inflamasi serta nekrosis dinding pembuluh darah dengan trombosis
yang menetap. Hal ini akan mengakibatkan ekstravasasi eritrosit sehingga
menyebabkan perdarahan dari organ yang dipengaruhi dan bermanifestasi secara
histologis sebagai vaskulitis leukocytoclastic. Histologi melibatkan kulit
memperlihatkan sel polimorfonuklear atau fragmen sel disekitar pembuluh darah
kecil kulit.9

Pathogenesis spesifik HSP tidak diketahui, namun penelitian menunjukkan


bahwa pasien dengan HSP mempunyai fruekuensi signifikan yang lebih tinggi
akan gen HLA-DRB1*07 dari pada kontrol geografis. Peningkatan konsentrasi
serum dari sitokin tumor necrosis factor-α (TNFα) dan interleukin (IL)-6 telah
diidentifikasi dalam penyakit yang aktif. Teknik Immunofluorescence
menunjukkan deposisi dari IgA dan C3 dalam pembuluh darah kecil di kulit,
glomeruli renal, intestinal mukosa, dan pergelangan, dimana tempat organ utama
tersebut terlibat didalam HSP.9

Terdapat empat hipotesa mengenai mekanisme patogenik yang dapat


terjadi melalui infeksi:

o Hipotesis pertama adalah Imunopatogenesis Leukositoklastik Vaskulitis pada


Henoch-Schonlein Purpura molecular mimicry, sebagai contoh: mikroba dan
pembuluh darah kecil pejamu memiliki epitop yang sama. Bersamaan dengan invasi
patogen tersebut, respons imunitas seluler dan humoral akan teraktivasi dan terjadi
reaksi silang dengan pembuluh darah.
16
o Hipotesis kedua adalah patogen dapat memulai proses inflamasi yang dapat
menimbulkan kerusakan sel dan jaringan. Proses ini akan menimbulkan suatu
autoantigen yang biasanya tidak terpapar oleh suatu sistem imun.
o Hipotesis ketiga adalah bila mikroba yang sangat invasif secara langsung berinteraksi
dengan protein pembuluh darah, maka akan terbentuk suatu antigen yang baru (neo-
antigen) yang kemudian akan mengaktivasi suatu reaksi imun.
o Hipotesis keempat yaitu hipotesis superantigen, dimana pada beberapa bakteri seperti
Streptococcus dan virus dapat menjadi suatu superantigen. Tanpa adanya suatu proses
dan presentasi suatu sel penyaji antigen, suatu superantigen akan langsung
berinteraksi dan mengaktifkan sel-T. Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
mikroba khusus yang menyebabkan terjadinya HSP.1,9,11,12

Gambar 3. Gambaran HSP & pengendapan Ig A pada HSP 1

17
Gambar 4. Algoritme Patogenesis HSP 11

2.6. Manifestasi Klinis

HSP memiliki gejala trias klasik gejala yang sering dikeluhkan yaitu teraba ruam,
arthritis atau arthralgia, nyeri abdomen dan atau bisa juga disertai dengan kelainan
pada ginjal. Namun trias tidak selalu ada, sehingga seringkali mengarahkan
kepada diagnosis yang tidak tepat.13 Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai
dengan infeksi saluran napas atas yang muncul 1-3 minggu sebelumnya, berupa
demam ringan (demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C), nyeri kepala dan
anoreksia.6

Gejala klinis berupa kelainan kulit ditemukan pada 95-100% kasus, 50%
nya merupakan keluhan penderita saat datang berobat, berupa ruam makula
eritematosa pada kulit ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi
palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Lesi pada kulit biasanya bertahan
selama 3-10 hari dan dapat juga rekuren hingga 4 bulan dari sejak pertama
muncul.1,9

Gambar 5. Lesi Palpable Purpura dan Lesi Bula pada HSP1

18
Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan
meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12–24
jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan
memiliki diameter 0,5 – 2 cm, dan lambat laun berubah menjadi berwarna ungu,
kemudian coklat kekuning-kuningan lalu menghilang; serta dapat timbul kembali
kelainan kulit baru. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang
menyerupai ekimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi.1,9

Gambar 6. Lesi Pecahnya Bula pada HSP1

Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan


(pressure- bearing surfaces) dan letak gravitasi rendah (gravity dependent).
Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit
dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada
dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform.7

Gambar 7. Lesi pada HSP 13

19
Selain purpura, ditemukan pula sebanyak 75% gejala artralgia dan artritis
pada anak dengan HSP yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar
ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai
pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih
dulu (1 – 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak,
nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas.
Kelainan terutama periartrikular dan bersifat sementara (self limited) dan biasanya
mengalami resolusi dalam 2 minggu, mengenai lebih dari 1 sendi, serta dapat pula
rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas
menetap.7,14

Manifestasi gastrointestinal pada HSP dapat ditemukan sebanyak 80%


dengan adanya gangguan abdominal berupa nyeri abdomen, muntah, diare, ileus
paralitik dan melena. Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul kelainan
pada kulit (1 - 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah
duodenum dan usus halus. Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat,
lokasi di periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan
kadang-kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi
dibanding ileokolonal. Kadang dapat juga terjadi infark usus yang disertai
perforasi maupun tidak. 1,7,14

Kelainan ginjal ditemukan sebanyak 50% pada HSP meliputi mikroskopik


hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik, hipertensi, nefritis, sampai gangguan
ginjal akut atau kronis. Progresi menjadi end stage renal disease cukup jarang
ditemukan pada anak (1-2%). Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan
setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2 - 3 bulan,
biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat.1,7,14

HSP juga dapat disertai dengan gejala - gejala gangguan sistem saraf pusat,
terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada
beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti
kejang, paresis atau koma. Gejala - gejala gangguan neurologis lain yang dapat
muncul antara lain perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas,
iritabilitas, ketidakstabilan emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status
epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis,
20
paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati (sindroma
Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis, femoralis, ulnaris).14

Gejala lain yang jarang namun dapat juga bermanifeastasi pada HSP
adalah orkitis, karditis, penyakit inflamasi pada mata, torsio testis, pneumothoraks,
ureteritis stenosis, oedem penis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma
subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut. 14

Tabel 2. Manifestasi Klinis HSP 14

Organ / sistem Manifestasi klinis % kasus

Wheals, maculopapules eritem, petekie,


Kulit 100
urtikaria, purpura, edem

Abdominal pain, anorexia, diare, muntah,


Gastrointestinal 66
hematemesis, melena

Renal Hematuria, proteinuria 50

Artritis dengan rasa nyeri, edem, eritema,


Skeletal 75
menurunnya mobilitas

SSP Sakit kepala, irritabilitas, apatis, somnolen 2-20

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik, namun


dapat ditemukan kelainan pada pemeriksaan:

1. Darah
Dapat ditemukan peningkatan leukosit walaupun tidak terlalu tinggi, pada hitung
jenis dapat normal atau adanya eosinofilia, level serum komplemen dapat normal,
dapat ditemukan peningkatan IgA sebanyak 50%. Serta ditemukan peningkatan
LED. Uji laboratorium rutin tidaklah spesifik ataupun diagnostik. Jumlah
trombosit dapat normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan
21
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura). Anak-anak yang terkena seringkali
mempunyai trombositosis sedang dan leukositosis.

Anemia dapat dihasilkan dari kehilangan darah gastrointestinal akut


maupun kronik. Kompleks imun yang sering ditemukan pada 50% pasien
peningkatan konsentrasi IgA sama halnya dengan IgM tetapi biasanya negatif
untuk antinuclear antibodies (ANAs), antibodies to nuclear cytoplasmic antigens
(ANCAs), dan faktor rheumatoid (meskipun dalam kehadiran nodul rheumatoid).

Anticardiolipin atau antiphospholipid antibodies dapat hadir dan


berkontribusi terhadap koagulopati intravaskular.

2. Urin Rutin
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya kelainan ginjal, karena pada HSP dicurigai
adanya keterlibatan ginjal dalam proses perjalanannya. Pemeriksaan ini dilakukan
tiap 3 hari. Bermanifestasi oleh sel darah merah, sel darah putih, kristal atau
albumin dalam urine. Proteinuria dan hematuria mikroskopik merupakan
abnormalitas paling sering dalam urinalisa ulangan (10-20%).

Semenjak gagal ginjal dan end-stage renal disease merupakan sequel


jangka panjang yang paling serius dari penyakitini, awal dan ulangan urinalisis
sangat penting untuk monitoring yang diperlukan untuk memonitoring
perkembangan penyakit dan resolusinya.

3. Feses Rutin
Dilakukan untuk melihat perdarahan saluran cerna (tes Guaiac /Banzidin). Darah
sering ditemukan pada pemeriksaan feses rutin baik mikroskopik maupun
makroskopik yang dapat bermanifestasi sebagai melena.

4. Foto Radiologi
USG abdomen sering dilakukan untuk mengevaluasi keluhan gastrointestinal,
untuk melihat adanya intususepsi (paling sering ileoileal), dan edema usus. Foto
rontgen diindikasikan bila ada gejala akut abdomen atau artritis. Barium enema
dapat digunakan untuk diagnostik sekaligus terapiutik non bedah pada intususepsi.

22
Pemeriksaan Doppler atau radionuclide testicular scan menunjukkan
aliran darah normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan torsio
testis.

5. Biopsi Kulit
Biopsi merupakan standar baku dalam penegakan diagnosis suatu vaskulitis.
Pemilihan lokasi lesi sebagai spesimen dan cara pengambilannya akan sangat
mempengaruhi hasil biopsi Secara keseluruhan biopsi diambil dari lesi kulit yang
paling merah/purpurik, dengan waktu optimal pengambilan spesimen sebaiknya
kurang dari 48 jam setelah muncul gejala atau muncul lesi vaskulitis

Sangat membantu dan berguna untuk mengkonfirmasi kadar IgA dan C3


serta leukositoclastik vaskulitis. Diagnosis definitif vaskulitis, dikonfirmasikan
dengan biopsi pada kutaneus yang terlibat, menunjukkan leukocytoclasti
vasculitis. Biopsi kulit menunjukkan nekrosis fibrinoid dinding arteriolar dan
venular pada kulit superfisial, dengan infiltrasi dinding neutrofilik pada wilayah
perivaskular. Fragmen terkait dengan sel inflamasi dengan debris nuclear terlihat.

Gambar 8. Vaskulitis Neutrofilik Pembuluh Darah Kecil pada HSP dengan


Pembesaran 40 kali dan 100 kali9

6. Serum Elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul jika ditemukan gejala diare yang
signifikan, perdarahan gastrointestinal, atau hematemesis.

23
7. Biospi Ginjal
Menunjukkan adanya deposisi pada mesangial ginjal dan glomerunepritis
segmental. Biopsi ginjal dapat menunjukkan deposisi IgA mesangial, IgM, C3,
serta fibrin. Pasien dengan nefropati IgA dapat mempunyai titer antibodi plasma
yang meningkat melawan H. parainfluenzae. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan
untuk dilakukan, karena bersifat traumatik.

Gambar 9. Gambaran Biopsi Ginjal pada Mesangium 9

8. Tes ASTO
URIs (Upper Respiratory Tract Infections) dengan spesies streptococcal telah
ditetapkan sebagai faktor predisposisi pada 50% pasien dengan HSP, oleh karena
itu pemeriksaan ini cukup berguna untuk membantu diagnosis.

9. Kadar Serum IgA


Kadar Ig A pada darah sering kali meningkat pada HSP, meskipun hal ini bukan
merupakan uji yang spesifik untuk penyakit ini, dan cukup jarang dilakukan
pemeriksaannya dalam praktek klinis.

10. Direct immunofluorescence (DIF)


Tes DIF digunakan untuk mendemonstrasikan predominansi deposit IgA di
dinding pembuluh darah dari jaringan yang terkena. Kulit perilesional hingga lesi
kulit juga dapat menunjukkan deposit IgA. Spesimen biopsi ginjal
mendemonstrasikan deposisi IgA mesangial dalam pola granular, sering kali
dengan C3, IgG, atau IgM. Uji ini sensitif dan spesifik untuk HSP.1,2,3,7,9,11.

24
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Penunjang pada HSP 7

Tes diagnostik Hasil yang biasanya ditemukan


LED Meningkat
Foto Rontgen Abdomen Meningkat / menurunnya motilitas,
penyempitan segmental
Guaiac Tes +
Hitung Trombosit Normal
Urinalisa + Hematuria dan atau + Proteinuria
Biopsi Lesi Kulit Leukositoklastik Vasculitis, Deposit Ig
A
Pemeriksaan Darah Lengkap Normal / Peningkatan Leukosit
Hitung Jenis Leukosit Eosinofilia

2.8. Diagnosis

Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik dari
pada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Penentuan diagnosis HSP dapat
dilakukan berdasarkan kriteria dari American College of Rheumatology (ARA)
atau dengan kriteria Europian League Against Rheumatology (EULAR).1,7

Tabel 4. Kriteria HSP dari ARA 1,7

25
Pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi setidaknya 2 dari
kriteria ARA yang ada yaitu bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu: (1)
Palpable purpura non trombositopenia; (2) Onset gejala pertama < 20 tahun; (3)
Bowel angina; (4) Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau
venula.

Tabel 5. Kriteria HSP dari EULAR 1,7

Pasien dikatakan memenuhi kriteria European League Against


Rheumatism (EULAR) dan Pediatric Rheumatology Society (PreS) apabila
terdapat palpable purpura dan diikuti minimal satu gejala berikut: nyeri perut
difus, deposisi IgA yang predominan (pada biopsi kulit), artritis akut dan kelainan
ginjal (hematuria dan atau proteinuria). 1,7

2.9. Diagnosis banding

Diferensial diagnosis untuk HSP bergantung pada organ spesifik yang terkena,
seperti: vasculitis pada pembuluh darah kecil, infeksi, glomerulonefritis post
streptococcus, Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), koagulopati, dan kelainan
proses akut abdomen lainnya.7

26
Diferensial diagnosis dari HSP juga dapat berdasarkan gejala yang timbul
antara lain meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP
(Idioapatic Thrombocytopenia Purpura), demam reumatik, reaksi alergi obat-
obatan, nefropati IgA, artritis rheumatoid, Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC).1,7,13,14

Penyakit lain yang gejala klinisnya sangat mirip dengan HSP yaitu Acute
hemorrhagic edema (AHE) dimana terjadi vasculitis leukositoklastik yang
mengenai bayi < 2 tahun yang bermanifestasi klinis demam, edem pada wajah,
skrotum, ekstremitas, dan ekimosis yang biasanya lebih besar dari pada purpura
yang terjadi pada HSP. AHE tidak mempengaruhi organ lain sehingga dapat
dibedakan dari HSP. 1,7,13,14

2.10. Tatalaksana

Sebagian besar kasus PHS bersifat sembuh sendiri (self-limiting). Pengobatannya


merupakan pengobatan suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan tirah
baring , hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan
analgesik. Keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti
ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam.1,2,6,7

Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah
dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam
asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi
trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna.1,2

Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang


dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah
perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini. Dosis yang dapat digunakan
adalah metilprednisolon 250 – 750 mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi
dengan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat.
Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral)
selang sehari dan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum
akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6
bulan.2
27
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara oral,
terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam
keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada
SSP, paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan
sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah
perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna. 1,2,7

Obat golongan kortikosteroid:

1. Metilprednisolon
Digunakan untuk menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear dan mengubah peningkatan permiabilitas kapiler.
Steroids menghambat efek dari reaksi anafilaktoid dan dapat membatasi
anafilaksis bifasik.
Dosis dewasa: 40 mg IV qid
Dosis anak: 0.5-1.7 mg/kgBB/hari IV qid
Kontraindikasi: Hipersensitifitas terdokumentasi: (virus, jamur, atau
infeksi kulit tubercular), bayi prematur

2. Prednisone
Dapat menurunkan inflamasi dnegan mengubah permiabilitas kapiler dan
menekan aktivitas PMN
Dosis dewasa: 5 mg PO qid
Dosis anak: 1-2 mg/kg/hari PO qid
Kontraindikasi: Hipersensitifitas terdokumentasi: (virus, jamur, atau
infeksi), penyakit gastrointestinal

Obat golongan NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs)

1. Ibuprofen
Untuk nyeri ringan hingga berat. Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri
dengan menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dewasa: 200-400 mg PO (3-4 kali per hari)
Dosis anak: 10 mg/kgBB/hari
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terdokumentasi; hipersensitivitas
terhadap NSAID lain, atau iodida; pasien dengan asthma, urticaria, atau
28
angioedema; ulserasi active atau inflamasi dari tractus gastrointestinal
bagian bawah; penyakit ulkus peptikum; perforasi atau perdarahan.

Tabel 6. Prinsip Tatalaksana HSP 19

Gejala Pengobatan

Perawatan suportif
Minimal
Ringan (arthralgia ringan
Acetaminophen atau obat anti-inflamasi nonsteroid
atau nyeri perut)
Sedang (arthritis yang
Kortikosteroid*
signifikan, sakit perut, atau
keterlibatan ginjal awal) Pertimbangkan konsultasi subspesialisasi †
Kortikosteroid * plus adjunctive immunosuppressant
Berat (penyakit ginjal (misalnya, azathioprine [Imuran], cyclophosphamide
progresif, perdarahan [Cytoxan], imunoglobulin intravena) atau plasmapheresis,
paru) tlansplantasi ginjal
mengatur konsultasi subspesialisasi †

* - Direkomendasikan dosis anak adalah prednison 1-2 mg per kg setiap hari


selama satu sampai dua minggu, diikuti oleh tapering off.
† - Nefrologi, gastroenterologi, pembedahan, rematologi, atau subspesialis lainnya
yang ditentukan dengan menghadirkan gejala atau sistem organ yang terlibat.

2.11. Komplikasi

Komplikasi utama dan jangka panjang dari HSP adalah keterlibatan ginjal (terjadi
pada 1-2% anak dengan HSP), termasuk sindrom nefrotik, dan perforasi usus
yang memegang faktor morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada anak
dengan HSP. Gangguan pada renal dapat terjadi pada 6 bulan setelah diagnosis
awal ditetapkan, namun jarang terjadi terutama apabila hasil urinalisa awal yang
normal.

Nefritis Henoch-Schonlein adalah HSP dengan keterlibatan ginjal, yaitu


hematuria mikroskopik (4%-100%), hematuria makroskopis (8%-80%), dan
proteinuria (45%-100%). Walaupun jarang, dapat terjadi gagal ginjal kronik
disertai dengan oliguria, retensi cairan, hipertensi, dan kerusakan ginjal lainnya

29
dalam derajat yang bervariasi.1,7,12

Nefritis Henoch-Schonlein dijumpai pada 20%-40% kasus dan merupakan


penyebab morbiditas utama pada HSP. Manifestasi klinis pada umumnya timbul
dalam waktu tiga bulan dari awitan HSP, bahkan setelah gejala HSP lainnya
menghilang. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya nefritis Henoch-
Schonlein adalah usia awitan terjadinya HSP kurang dari tujuh tahun, nyeri
abdomen berat yang disertai dengan perdarahan saluran cerna, pupura yang
menetap lebih dari satu bulan.1,12
Tabel 7. Klasifikasi Nefritis pada HSP12

Klasifikasi Penjelasan
Kelas I Kelainan minor pada glomerulus
Kelas II Proliferasi mesangial (a. fokal; b. difus)
Kelas III Kelainan minor pada glomerulus atau proliferasi mesangial dengan
lesi segmental/kresen pada < 50% glomerulus (a. fokal; b. proliferasi
mesangial difus)
Kelas IV Kelainan minor pada glomerulus atau proliferasi mesangial dengan lesi
segmental/kresen pada 50-75%
glomerulus (a. fokal; b. proliferasi mesangial difus)
Kelas V Kelainan minor pada glomerulus atau proliferasi mesangial dengan lesi
segmental/kresen pada >75%
glomerulus (a. fokal; b. proliferasi mesangial difus)
Kelas VI Lesi yang menyerupai glomerulonefritis membranoproliferatif

Komplikasi tersering pada HSP anak adalah komplikasi pada sistem


gastrointestinal seperti nyeri perut yang berkepanjangan, gastritis, perdarahan
intestinal maupun intususepsi walaupun jarang ditemukan.1,7,8

2.12. Prognosis

Pada umumnya prognosis penyakit HSP adalah baik, sembuh pada 94% kasus
anak-anak dan 89% kasus dewasa (beberapa kasus memerlukan terapi tambahan).
Rekurensi dapat terjadi pada 10-20% kasus, eksaserbasi umumnya dapat terjadi
antara 6 minggu sampai 2 tahun setelah onset pertama, dan dapat berhubungan
dengan infeksi saluran nafas berulang. Kurang dari 5% penderita berkembang
menjadi HSP kronis. 1,2, 13,14,,15,16

30
Anak-anak dengan penyakit ginjal ringan selama fase akut penyakit (misalnya,
hematuria mikroskopik, proteinuria minimal) kurang dari 1%. Pada beberapa
kasus dapat terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal ginjal. Bila
manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.1,2,7

Penyakit HSP yang ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah
onset, eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor
XIII, hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan
kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial
memiliki prognosis buruk. 1,2,7,17,18

Kematian jangka pendek paling sering berhubungan dengan keterlibatan


gangguan usus yang progresif seperti perforasi sedangkan kematian jangka
panjang paling sering berhubungan dengan derajat nefritis dan penyakit ginjal
progresif lebih sering terjadi pada orang dewasa dari pada pada anak-anak.1,7

Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada
saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian,
walaupun hal ini jarang terjadi.2

31
BAB III
REKAM MEDIS KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. CDY
Usia : 5 tahun
No RM : 209559
Jenis kelamin : Laki- laki
Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 03 desember 2012
Pendidikan Terakhir : Belum sekolah
Pekerjaan : Belum bekerja
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Pegandan 4/4 Margorejo, Pati.

2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal
20 september 2018 pukul 13.30 di poli anak RSUD RAA Soewondo Pati
dengan RM 209559

Keluhan Utama :
Bintik-bintik merah pada kedua kaki dan bokong

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD RAA Soewondo Pati bersama ibunya dengan
keluhan munculnya bintik-bintik merah simetris pada kedua kaki dari
pergelangan hingga bagian bokong. Bintik merah muncul kurang lebih 1 hari
sebelum pasien datang ke rumah sakit. Bintik merah dapat diraba namun tidak
gatal, tidak terasa panas, dan tidak nyeri.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kurang lebih 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, nyeri dirasakan seperti dipukul-pukul diseluruh bagian perut yang
muncul mendadak dan hilang timbul. Keluhan semakin parah saat setelah
32
makan. Keluhan disertain mual namun tidak disertai muntah. Keluhan demam
dialami pasien sebelum timbul bintik – bintik merah, kurang lebih 1 hari
sebelum masuk RS, demam dirasakan terus-menerus, selama di rumah suhu
tidak di ukur, saat di IGD suhu di dapatkan 38,3°C. Pasien belum berobat atau
diberikan obat selama demam.
Semenjak sakit nafsu makan pasien menurun pasien makan 3x namun
hanya 3-4 suap dan minum kurang lebih 900 ml . Keluhan batuk, pilek, nyeri
saat menelan, sakit kepala, nyeri pinggang, sesak nafas, dan keluar darah dari
hidung disangkal. Namun 2 minggu lalu pasien mengalami batuk dan juga
pilek. BAK 3 – 4 kali sehari, berwarna kuning, keluhan nyeri saat berkemih
dan keluarnya darah di sangkal. BAB 3x sehari, cair, ampas (+) lendir (+)
berwarna hitam kemerah, dan di sertai nyeri daerah anus.
Pasien mempunyai riwayat dirawat di RS KSH 1 bulan yang lalu dengan
keluhan bintik – bintik merah di kedua kaki dan nyeri perut. 2 hari setelah
pulang dari KSH nyeri perut timbul kembali, dan membaik kembali. Namun 2
hari sebelum ke RSUD Soewondo keluhan nyeri perut semakin hebat.

Riwayat Penyakit Dulu :


 Riwayat keluhan nyeri perut, bintik-bintik merah pada kaki (+) 1 bulan
yang lalu.
 Riwayat maag (-)
 Riwayat penyakit batuk dan pilek 2 minggu yang lalu (+)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat trauma abdomen (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat keluhan nyeri perut, bintik-bintik merah pada kaki dan atau
bokong (-)
 Riwayat batuk lama (-)
 Riwayat asma (-)

33
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
 Riwayat alergi makanan atau obat (-)

Riwayat Perinatal :
 Antenatal :
Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kandungan di
puskesmas 1 bulan sekali, riwayat kehamilan dengan penyulit
disangkal.
 Natal :
Pasien merupakan anak tunggal, lahir secara spontan pervaginam
dengan bidan di RSUD Soewondo Pati dengan kehamilan 39 minggu
dengan berat badan lahir 2700 gram, panjang bayi lahir 48 cm, saat
lahir pasien langsung menangis, plasenta lahir spontan. Penyulit saat
persalinan disangkal.
 Post natal:
Riwayat dirawat di RS (+) 1 bulan yang lalu , Riwayat di rawat di
perinatal, kejang, penyakit kuning disangkal.

Riwayat Imunisasi :
Orang tua pasien mengaku anaknya telah diimunisasi lengkap:
 HepB : 0 bulan ( Saat lahir )
 BCG : Bulan ke 1
 Polio : Bulan ke 1, 2, 3, 4
 Pentavalen : Bulan ke 2,3,4 dan bulan ke 18
 Campak : Bulan ke 9 dan 18
 Kelas 1 : MR, DT
Kesan : imunisasi dasar lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan : BB = 26 kg TB = 115 cm
Statis:
 BB/U = 26/20 x 100% = 130% (berat badan berlebih)
34
 TB/U = 115/113,5 x 100% = 101% (Tinggi baik)
 BB/TB = 26/21 x 100% = 123% (Gizi lebih)
 IMT/U = 19,6 kg/m2 (> P95) (Status gizi lebih)
Kesan : Status gizi lebih, perawakan normal
Dinamis:
 BB bulan Juli : 24 kg
 BB bulan Agustus : 25 kg
Kesan: N2 (tumbuh normal)
Perkembangan :
 Personal sosial : memiliki teman-teman baik di sekolah maupun
di lingkungan perumahannya.
 Motorik kasar : Pasien dapat melakukan semua aktivitas sesuai
dengan perkembangan umurnya, berdiri dengan 1 kaki selama 6
detik, berlari.
 Motorik halus : Pasien dapat melakukan semua aktivitas sesuai
dengan perkembangan umurnya, menggambar orang, menikuti
contoh gambar.
 Bahasa : Pasien dapat berbicara menggunakan bahasa Indonesia
dan bahasa Jawa secara fasih.
Kesan : Pekembangan sesuai dengan usia pasien saat ini

Riwayat Asupan Nutrisi :


 Usia 0-6 bulan : ASI eksklusif
 Usia 6-9 bulan : ASI + MP-ASI berupa bubur bayi 3x sehari, 3-4
sendok makan – ½ mangkok
 Usia 9-12 bulan : ASI + susu formula + MP-ASI berupa
makanan lunak 3x sehari dan selingan berupa biskuit bayi 1x
sehari
 Usia 1 tahun – sekarang : Makanan keluarga (nasi putih, sayur,
lauk seperti ayam, tahu tempe), susu, 3x sehari dengan porsi 1
piring setiap makan
Kesan : Kuantitas dan kualitas asupan nutrisi tercukupi

35
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 20 September 2018 jam 13:50 WIB

Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak rewel, Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
Tanda Vital
 Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg [ < persentil 90] (normal)
 Frekuensi Nadi : 110 kali / menit
 Frekuensi Nafas : 26 kali / menit
 Suhu : 36,6˚C
 SpO2 : 99%

Data Antropometri
 BB : 26 kg
 TB : 115 cm
 IMT : 19,6 kg/m2

Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normocephale, rambut hitam terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+), Konjungtiva Anemis
(-/-), Sklera Ikterik (-/-), Konjungtivitis (-/-)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), Rinore (-/-), nafas
cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : Bibir dan mukosa tidak kering, mukosa berwarna merah
mudah, Tonsil T1/T1, Mukosa faring hiperemis (-)
Trachea : Deviasi trachea (-)
Cor
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
36
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS V Sternal line dextra,
Batas jantung atas di ICS III parasternal line
sinistra, Batas jantung kiri di ICS V midclavicula
line sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi : Dada tampak simetris dalam diam maupun dalam
pergerakan, retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi : Stem Fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusis : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikular pada kedua lapang paru,
Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen tampak datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit.
Perkusis : timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok
CVA ( -/- )
Palpasi : Supel, nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+),
limpa dan ginjal tidak teraba membesar.

Anus dan genitalia : anus (+) luka (-)


Genitalia dalam batas normal tidak ada kelainan.

Ekstremitas : Ekstremitas atas-bawah, kanan-kiri tidak terdapat


deformitas, akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

Kulit : Macula, purpura, dan papula eritematosa dengan


ukuran diameter bervariasi 0,5 – 1 cm tersebar
merata di daerah tungkai bawah kaki kanan dan
kiri dan bokong. Nyeri tekan (-), gatal (-).
Turgor kulit baik.

37
Tulang Belakang : Tidak tampak kelainan, gibbus (-), skoliosis (-),
lordosis (-), kifosis (-)

Kelenjar Getah Bening : Tidak terlihat dan teraba adanya pembesaran,


Nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Neurologis
- Rangsang Meningeal:
Kaku kuduk (-), Brudzinski I – IV (-), Laseque (-), Kernique (-)
- Sistem Motorik:
Kekuatan otot tangan-kaki kanan dan kiri 5/5, pergerakan normal,
normotoni, eutrofi
- Refleks Fisiologis:
Biceps (++/++), Triceps (++/++), Patella (++/++), Achilles
(++/++)
- Refleks Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim (-/-)
Schaeffer (-/-), Klonus paha (-/-), Klonus kaki (-/-)
Kesan: Pemeriksaan Neurologis dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah rutin
 Kimia klinik (GDS, elektrolit)
 Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
 Urinalisa lengkap
 Hapusan darah tepi
 Feses rutin

RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan bintik-
bintik merah simetris pada kedua kaki dari pergelangan hingga bagian bokong.
Bintik merah muncul kurang lebih 1 hari sebelum pasien datang ke rumah sakit.
Bintik merah dapat diraba namun tidak gatal, tidak terasa panas, dan tidak nyeri.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah
38
sakit, nyeri eperti dipukul-pukul diseluruh bagian perut yang muncul mendadak,
hilang timbul dan semakin nyeri setelah makan. Keluhan disertain mual namun
tidak disertai muntah. Keluhan demam dialami pasien sebelum timbul bintik –
bintik merah, kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS, di IGD suhu di dapatkan
38,3°C. Semenjak sakit nafsu makan pasien menurun. Keluhan batuk, pilek, nyeri
saat menelan, sakit kepala, nyeri pinggang, sesak nafas, dan keluar darah dari
hidung disangkal. Namun 2 minggu lalu pasien mengalami batuk dan juga pilek.
BAK 3 – 4 kali sehari, berwarna kuning, keluhan nyeri saat berkemih dan
keluarnya darah di sangkal. BAB 3x sehari, cair, ampas (+) lendir (+) berwarna
hitam kemerah, dan di sertai nyeri daerah anus setelah BAB. Pasien mempunyai
riwayat dirawat di RS KSH 1 bulan yang lalu dengan keluhan bintik – bintik
merah di kedua kaki dan nyeri perut.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB = 26 kg TB = 115 cm, gizi berlebih


dengan perawakan normal. Pada pemeriksaan fisik kulit didapatkan macula,
purpura, dan papula eritematosa dengan ukuran diameter bervariasi 0,5 – 1 cm
tersebar merata di daerah tungkai bawah kaki kanan kiri dan bokong. Nyeri tekan
dan gatal disangkal.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin didapatkan
leukositosis, trombositosis. peningkatan RDW CV, neutrophil, penurunan
eritrosit, hb, hematokrit, MCV, limfosit dan eosinophil. Pada pemeriksaan fungsi
ginjal didapatkan penurunan creatinin. Pemeriksaan feses rutin didapatkan
eritrosit dan leukosit. Dan pada pemeriksaan apusan darah tepi didapatkan eritosit
mikrositik hipokromik ringan, leukositosis, dan trombositosis.

DAFTAR MASALAH / DIAGNOSIS


Diagnosis kerja : - Henoch schonlein purpura
- Anemia defisiensi besi
- Status gizi lebih dengan perawakan normal

PENGKAJIAN
Clinical reasoning:
- Henoch schonlein purpura :

39
 Purpura non trombositopenik , lesi dapat diraba, tidak ada trombositopenia
dan tidak gatal. Lokasi di bagian kaki kanan kiri dan bokong yaitu di area
yang sering terkena tekanan (pressure- bearing surfaces) dan letak
gravitasi rendah.
 onset usia < 20 tahun yaitu pada anak usia 5 tahun
 nyeri abdominal yang difus dan disertai hematochezia.
 memenuhi 3 dari 4 kriteria ARA, di dahului demam, penurunan nafsu
makan.
 Riwayat di rawat di RS 1 bulan yang lalu dengan keluhan bercak-bercak
merah pada kaki dan nyeri perut.
- Anemia defisiensi besi :
 Adanya BAB berdarah
 Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat Hb menurun, eritrosit menurun,
MCV, MCH, dan MCHC menurun,
 Pada pemeriksaan hapusan darah tepi di dapatkan eritrosit mikrositik
hipokrom dengan kesan anemia defisiensi besi.

Diagnosis Banding :
 Nefropati IgA
 SLE
 ITP (Idioapatic hrombocytopenia Purpura)
 Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
 Anemia e.c penyakit kronik

Rencana Diagnostik :
 Pemeriksaan IgA serum
 Biopsi kulit
 Tes ASTO
 TIBC
 Ferritin serum

40
Rencana Terapi Farmakologis :
Infus 2A 20 tpm mikrodrip
Paracetamol syr 2 Cth 1-1-1 (PO)
Inj Ranitidine 25 mg setiap 8 jam 1-1-1
Inj Kalnex 250 mg setiap 8 jam 1-1-1
Inj Ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam. 1-1
Inj Methapred 50 mg setiap 8 jam 1-1-1

Rencana Terapi Non-Farmakologis :

 Istirahat yang cukup


 Perbanyak minum air putih
 Kontrol ke poli untuk memantau efek samping obat dan komplikasi penyakit
 Hindari makanan yang mengiritasi lambung (makanan asam, pedas)
 Perbanyak makan sayuran hijau seperti bayam, brokoli, kangkung dan buah –
buahan.

Rencana evaluasi :

 Perbaikan klinis terkait keluhan


 Observasi keadaan umum dan tanda vital
 Observasi lesi pada kulit
 Evaluasi ada tidaknya komplikasi penyakit

Edukasi :

 Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita (definisi, etiologi, faktor resiko,


komplikasi, tatalaksana, prognosis)
 Menjelaskan aturan minum obat, berikut efek samping dari pengobatan
 Menjelaskan waktu kontrol rutin untuk melihat perjalanan penyakit dan
mendeteksi adanya komplikasi baik dari penyakit maupun dari efek samping
obat.

41
 Menjelaskan tanda bahaya komplikasi, dimana dibutuhkan penanganan segera
di rumah sakit
 Mengedukasi pasien untuk memperbanyak minum air putih, makan makanan
yang tinggi zat besi seperti kangkung, bayam, brokoli telur, daging.

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan timbulnya
bintik-bintik kemerahan pada tungkai pergelangan sampai betis kaki kiri dan
kanan, nyeri perut, sakit kepala dan mual-mual. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis kerja Henoch
Schonlein Purpura, anemia defisiensi besi, dengan status gizi lebih dengan
perawakan normal.

42
43
44
Hasil Pemeriksaan Lab Darah

Parameter 19/9/18 24/9/18 Satuan Nilai normal


Leukosit 20,0 H 13,1 103/ul 6 - 17
Eritrosit 4,50 L 3,97 L 106/ul 4,5 – 14,5
Hemoglobin 10,6 L 9,1 L d/dL 4,7 – 6,1
Hematokrit 32,9 L 29,5 L % 11 – 15
MCV 73,1 L 74,3 L fL 40 – 52
MCH 23,6 L 22,9 L Pg 82 – 92
MCHC 32,2 30,8 L % 27 – 31
Trombosit 921 H 817 H 103/ul 32 – 36
RDW-CV 14,7 H 14,4 % 150 – 400
RDW-SD 38 38,3 fL 11,5 – 14,5
PDW 8,7 L 8,5 L fL 35 – 47
MPV 8,0 7,9 fL 9 – 13
P-LCR 11,0 10,5 % 6,8 - 10
Hitung Jenis
Netrofil 82,9 H % 10 – 50
Limfosit 11,00 L % 0,6 – 1,2
Monosit 5,50 % 2,0 – 8,0
Eosinofil 0,40 L % 2-4
Basofil 0,20 % 0-1

Pemeriksaan Ginjal
21/92018
Ureum 15,4 mg/dL 10 – 50
Creatinine 0,55 L mg/dL 0,60 – 1.20

45
Hasil Pemeriksaan Urinalisa (21/9/18)

Parameter Hasil Nilai Normal


Urinalisa Lengkap
Phisis
Warna Kuning Kuning muda
Kekeruhan Agak keruh Jernih
Sedimen
Epithel Pos (+) Skuamoous / LPK
Lekosit 1-2 <5 LPB
Eritrosit 1-2 <5 LPB
Kristal Pos (2+) amorf Negatif / LPK
Silinder Negatif Negatif / Hyalin 0-1
Lain-lain
Carik celup
Darah samar Pos (+) Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Protein urin Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
pH 8 4,5 – 8
Berat jenis 1,015 1,003 – 1,022
Lekosit Negatif Negatif
Feses Rutin
Makroskopik
Warna Hijau
Konsistensi Lembek Lembek
Bau Khas
Lender Negatif Negatif
Mikroskopik
Eritrosit 0-1 Negatif

Leukosit 2- 3 Negatif
46
Pemeriksaan Apusan darah Tepi (19/9/2018)
Apusan darah tepi

Eritrosit

Ukuran dan warna Mikrositik hipokrom ringan

Bentuk Mikrosit +

Leukosit

Jumlah Leukositosis

morfologi

Trombosit

Jumlah Trombositosis

Morfologi Ukuran dan bentuk masih normal

Kesan : anemia ringan ec anemia defisiensi besi dengan infeksi atau inflamasi.

47
BAB IV
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
Definisi
Henoch Schonlein Purpura adalah Pada anamnesis pasien didapatkan:
sindrom klinis yang disebabkan oleh -Keluhan bintik-bintik merah yang
vaskulitis pembuluh darah kecil dapat diraba namun tidak gatal atau
sistemik yang ditandai dengan lesi perih pada kedua kaki dan bokong
kulit spesifik berupa purpura non yaitu kulit yang sering terkena tekanan
trombositopenik, artritis atau atralgia, dan gravitasi rendah.
nyeri abdomen atau perdarahan - Nyeri perut pada seluruh lapang
gastrointestinal dan kadang nefritis perut, hilang timbul, dan muncul
atau hematuria, dapat disertai atau mendadak.
didahului dengan infeksi saluran napas - Adanya BAB berdarah (melena)
atas. Purpura terutama terdapat pada - Terdapat demam yang tidak tinggi
kulit yang sering terkena tekanan sebelum keluhan bintik merah muncul.
(pressure- bearing surfaces) dan letak
gravitasi rendah (gravity dependent).

Epidemiologi
Penyakit HSP ini 90% muncul Pasien merupakan anak laki-laki yang
terutama pada anak-anak dengan berusia 5 tahun.
rentan usia 3 hingga 10 tahun.
Perbandingan kasus laki-laki :
perempuan (1,2–1,8:1) dan terjadi
dengan rata-rata 14 kasus per 100.000.
Etiologi
Etiologi pasti masih belum diketahui, Pasien memiliki riwayat batuk dan
namun diduga faktor yang memegang pilek 2 minggu sebelum masuk rumah
peranan antara lain: faktor genetik, sakit.
infeksi, makanan, gigitan serangga,

48
paparan terhadap dingin, imunisasi
dan obat-obatan.
Faktor Resiko
 Usia  Usia
Penyakit HSP lebih banyak mengenai Usia pasien 5 tahun
anak-anak dan dewasa muda, dari 2-  Jenis kelamin

14 tahun Pasien merupakan anak laki-laki

 Jenis kelamin  Ras

Penyakit HSP lebih banyak mengenai Pasien lahir di Pati, Indonesia. Ayah
anak dengan jenis kelamin laki-laki dan Ibu pasien diketahui orang
dibanding perempuan Indonesia, pasien merupakan ras Asia

 Ras
Penyakit HSP lebih banyak
menyerang anak dengan ras kulit putih
dan asia jika dibandingkan dengan
anak-anak dengan ras kulit hitam
 Riwayat atopik
Penyakit HSP lebih sering menjangkit
anak dengan riwayat alergi,
 Cuaca
Penyakit HSP lebih sering menyerang
anak-anak disaat musim dingin,
musim gugur, dan juga musim semi,
dan lebih sedikit jumlah kasusnya
dibandingkan pada saat musim panas
Data Pemeriksaan Fisik
 Kulit Keadaan Umum : Tampak rewel,
Lesi kulit berupa ruam makula Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
eritematosa pada kulit ekstremitas Tanda Vital
bawah yang simetris yang berlanjut Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg
menjadi palpable purpura tanpa [ < persentil 90] (normal)
adanya trombositopenia. Lesi pada Frekuensi Nadi : 110 kali / menit

49
kulit biasanya bertahan selama 3-10 Frekuensi Nafas : 26 kali / menit
hari dan dapat juga rekuren hingga 4 Suhu : 36,6˚C
bulan dari sejak pertama muncul.  SpO2 : 99%
Purpura terutama terdapat pada
kulit yang sering terkena tekanan Data Antropometri
(pressure- bearing surfaces) dan letak  BB : 26 kg
gravitasi rendah (gravity dependent).  TB : 115 cm
Kelainan kulit dapat pula ditemukan  IMT : 19,6 kg/m2
pada wajah dan tubuh.
Kelainan pada kulit dapat disertai Pemeriksaan sistem
rasa gatal. Pada bentuk yang tidak Abdomen :
klasik, kelainan kulit yang ada dapat - Inspeksi : Dinding abdomen
berupa vesikel hingga menyerupai tampak datar, distensi (-)
eritema multiform. - Auskultasi : Bising usus (+) 12 x /
 Abdomen menit.
Manifestasi gastrointestinal pada HSP - Perkusis : timpani di seluruh
dapat ditemukan sebanyak 80% lapang abdomen, nyeri ketok CVA
dengan adanya gangguan abdominal ( -/- )
berupa nyeri abdomen, muntah, diare, - Palpasi : Supel, nyeri tekan seluruh
ileus paralitik dan melena. Keluhan lapang abdomen (+), limpa dan
abdomen biasanya timbul setelah ginjal tidak teraba membesar.
timbul kelainan pada kulit (1 - 4
Kulit
minggu setelah onset).
Macula, purpura, dan papula
Organ yang paling sering terlibat
eritematosa dengan ukuran diameter
adalah duodenum dan usus halus.
bervariasi 0,5 – 1 cm tersebar merata
Nyeri abdomen dapat berupa kolik
di daerah tungkai bawah kaki kanan
abdomen yang berat, lokasi di
dan kiri dan bokong. Nyeri tekan (-),
periumbilikal dan disertai mual,
gatal (-). Turgor kulit baik.
muntah, bahkan muntah darah dan
Lokasi : kulit kedua kaki dan
kadang-kadang terdapat perforasi usus
bokong. pada kulit yang sering
dan intususepsi ileoileal lebih sering
terkena tekanan (pressure- bearing
terjadi dibanding ileokolonal. Kadang
surfaces) dan letak gravitasi rendah
dapat juga terjadi infark usus yang

50
disertai perforasi maupun tidak. (gravity dependent).

Data Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Hasil Pemeriksaan lab darah rutin
Dapat ditemukan peningkatan leukosit ( 19 September 2018) :
walaupun tidak terlalu tinggi, pada Lekosit : 20,0 H
hitung jenis dapat normal atau adanya Eritrosit : 4,50 L
eosinofilia, level serum komplemen Hemoglobin : 10,6 L
dapat normal, serta ditemukan Hematokrit : 32,9 L
peningkatan LED. Jumlah trombosit MCV : 71,1 L
dapat normal atau meningkat. Anak- MCH : 23,6 L
anak yang terkena seringkali MCHC : 32,2
mempunyai trombositosis sedang dan Trombosit : 921 H
leukositosis. RDW-CV : 14,5 H
Kompleks imun yang sering RDW-SD : 38
ditemukan pada 50% pasien PDW : 8,7 L
peningkatan konsentrasi IgA sama MPV : 8,0
halnya dengan IgM tetapi biasanya P-LCR : 11,0
negatif untuk antinuclear antibodies Netrofil : 82,9 H
(ANAs), antibodies to nuclear Limfosit : 11,00 L
cytoplasmic antigens (ANCAs), dan Monosit : 5,50
faktor rheumatoid (meskipun dalam Eosinofil : 0,40 L
kehadiran nodul rheumatoid). Basofil : 0,20
Anticardiolipin atau antiphospholipid
antibodies dapat hadir dan Hasil Pemeriksaan lab darah rutin ( 24
berkontribusi terhadap koagulopati September 2018) :
intravaskular. Lekosit : 13,1
Eritrosit : 3,97 L
2. Urin Rutin
Hemoglobin : 9,1 L
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya
Hematokrit : 29,5L
kelainan ginjal, karena pada HSP
MCV : 74,3 L
dicurigai adanya keterlibatan ginjal
51
dalam proses perjalanannya. MCH : 22,91 L
Bermanifestasi oleh sel darah merah, MCHC : 30,8 L
sel darah putih, kristal atau albumin Trombosit : 817 H
dalam urine. Proteinuria dan RDW-CV : 14,4 H
hematuria mikroskopik merupakan RDW-SD : 38,3
abnormalitas paling sering dalam PDW : 8,5 L
urinalisa ulangan (10-20%). MPV : 7,9
P-LCR : 10,5
3. Feses Rutin
Dilakukan untuk melihat perdarahan
Kimia klinik:
saluran cerna (tes Guaiac /Banzidin).
Ureum : 15,4
Darah sering ditemukan pada
Creatinin : 0,55 L
pemeriksaan feses rutin baik
mikroskopik maupun makroskopik
Pemeriksaan Urinalisa Lengkap
yang dapat bermanifestasi sebagai
(21 September 2018):
melena.
-Phisis

4. Foto Radiologi Warna : kuning

USG abdomen sering dilakukan untuk Kekeruhan : keruh


mengevaluasi keluhan gastrointestinal, -Sedimen
untuk melihat intususepsi Epitel : POS (+)
adanya
(paling sering ileoileal), dan edema Lekosit : 1-2
usus. Eritrosit : 1-2
Kristal : POS (2+)
5. Biopsi Kulit Silinder : negatif
Biopsi merupakan standar baku dalam -Lain-lain
penegakan diagnosis suatu vaskulitis. Carik celup
Dikonfirmasikan dengan biopsi pada Darah samar : negatif
kutaneus yang terlibat, menunjukkan Urobilinogen : negatif
leukocytoclasti vasculitis. Biopsi kulit Bilirubin : negatif
menunjukkan nekrosis fibrinoid Protein urin : negatif
dinding arteriolar dan venular pada Nitrit : negatif
kulit superfisial, dengan infiltrasi Keton : negatif
dinding neutrofilik pada wilayah Glukosa : negatif

52
perivaskular. Fragmen terkait dengan pH : 8,0
sel inflamasi dengan debris nuclear Berat jenis : 1,015 H
terlihat. Lekosit : negative

6. Serum Elektrolit
Pemeriksaan feses rutin (21
Ketidakseimbangan elektrolit dapat
september 2018)
timbul jika ditemukan gejala diare
yang signifikan, perdarahan Makroskopik

gastrointestinal, atau hematemesis. Warna : Hijau


Konsistensi : Lembek
7. Biospi Ginjal Bau : Khas
Menunjukkan adanya deposisi pada Lendir : Negatif
mesangial ginjal dan glomerunepritis Mikroskopik
segmental. Biopsi ginjal dapat Eritrosit : 0-1
menunjukkan deposisi IgA mesangial, Leukosit : 2- 3
IgM, C3, serta fibrin.
Pemeriksaan Apusan darah Tepi
8. Tes ASTO (19/9/2018
URIs (Upper Respiratory Tract
Eritrosit
Infections) dengan spesies
Ukuran dan warna : Mikrositik
streptococcal telah ditetapkan sebagai hipokrom ringan
faktor predisposisi pada 50% pasien Bentuk : Mikrosit +
dengan HSP, oleh karena itu
Leukosit : Leukositosis
pemeriksaan ini cukup berguna untuk
Trombosit : Ukuran dan bentuk
membantu diagnosis. masih normal

9. Kadar Serum IgA


Kadar Ig A pada darah sering kali
meningkat pada HSP, meskipun hal ini
bukan merupakan uji yang spesifik
untuk penyakit ini, dan cukup jarang
dilakukan pemeriksaannya dalam
praktek klinis.

53
10. Direct immunofluorescence (DIF)
Tes DIF digunakan untuk
mendemonstrasikan predominansi
deposit IgA di dinding pembuluh
darah dari jaringan yang terkena. Kulit
perilesional hingga lesi kulit juga
dapat menunjukkan deposit IgA.
Spesimen biopsi ginjal
mendemonstrasikan deposisi IgA
mesangial dalam pola granular, sering
kali dengan C3, IgG, atau IgM. Uji ini
sensitif dan spesifik untuk HSP

Tatalaksana
Tidak ada pengobatan definitif pada Tatalaksana yang diberikan untuk
penderita HSP. Pengobatannya pasien antara lain:
merupakan pengobatan suportif dan
simtomatis, meliputi pemeliharaan Rencana Terapi Farmakologis :
hidrasi, nutrisi, keseimbangan - Infus 2A 20 tpm mikrodrip
elektrolit dan mengatasi nyeri dengan - Paracetamol syr 2 Cth 1-1-1 (PO)
analgesik. Keluhan artritis ringan dan - Inj Ranitidine 25 mg setiap 8 jam
demam dapat digunakan OAINS (1-1-1)
seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen - Inj Kalnex 250 mg setiap 8 jam
yang dapat diberikan adalah (1-1-1)
10mg/kgBB/6 jam. - Inj Ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam.
Bila terdapat kelainan ginjal (1-1)
progresif dapat diberi kortikosteroid - Inj Methapred 50 mg setiap 8 jam
yang dikombinasi dengan (1-1-1)
imunosupresan. Metilprednisolon IV
dapat mencegah perburukan penyakit Rencana Terapi Non-Farmakologis :
ginjal bila diberikan secara dini. Dosis Istirahat yang cukup
yang dapat digunakan adalah Perbanyak minum air putih
metilprednisolon 250 – 750 mg/hr IV Kontrol ke poli untuk memantau efek

54
selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan samping obat dan komplikasi penyakit
siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk Hindari makanan yang mengiritasi
fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan lambung (makanan asam, pedas) dan
dengan pemberian kortikosteroid makan makanan yang tinggi zat besi
(prednison 100 – 200 mg oral) selang seperti kangkung, bayam, brokoli
sehari dan siklofosfamid 100 – 200 telur, daging.
mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum
akhirnya siklofosfamid dihentikan
langsung dan tappering-off steroid
hingga 6 bulan.
Terapi prednison dapat diberikan
dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara
oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama
5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan
dalam keadaan penyakit dengan gejala
sangat berat, artritis, manifestasi
vaskulitis pada SSP, paru dan testis,
nyeri abdomen berat, perdarahan
saluran cerna, edema dan sindrom
nefrotik persisten. Pemberian dini
pada fase akut dapat mencegah
perdarahan, obstruksi, intususepsi dan
perforasi saluran cerna.
Komplikasi
Komplikasi utama dan jangka panjang Pasien mengeluhkan nyeri perut
dari HSP adalah keterlibatan ginjal kurang lebih 2 hari sebelum masuk
(terjadi pada 1-2% anak dengan HSP), rumah sakit, disertai mual namun
termasuk sindrom nefrotik, dan tidak muntah, dan disertai BAB
perforasi usus yang memegang faktor berdarah (melena) yang menandakan
morbiditas dan mortalitas yang adanya komplikasi pada saluran
signifikan pada anak dengan HSP. pencernaan.
Gangguan pada renal dapat terjadi

55
pada 6 bulan setelah diagnosis awal
ditetapkan, namun jarang terjadi
terutama apabila hasil urinalisa awal
yang normal.

Nefritis Henoch-Schonlein
dijumpai pada 20%-40% kasus dan
merupakan penyebab morbiditas
utama pada HSP. Manifestasi klinis
pada umumnya timbul dalam waktu
tiga bulan dari awitan HSP, bahkan
setelah gejala HSP lainnya
menghilang. Faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya nefritis
Henoch-Schonlein adalah usia awitan
terjadinya HSP kurang dari tujuh
tahun, nyeri abdomen berat yang
disertai dengan perdarahan saluran
cerna, pupura yang menetap lebih dari
satu bulan.

Komplikasi tersering pada HSP


anak adalah komplikasi pada sistem
gastrointestinal seperti nyeri perut
yang berkepanjangan, gastritis,
perdarahan intestinal maupun
intususepsi walaupun jarang
ditemukan.

Komplikasi lain yang tidak sering


adalah edema skrotal yang dapat
bermanifestasi sebagai torsi testikular,
dimana terasa sangat nyeri dan harus
ditangani dengan baik

56
Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, Prognosis :
sembuh pada 94% kasus anak-anak - Ad vitam : Bonam
dan 89% kasus dapat sembuh secara
Kemungkinan sembuh pada pasien ini
sepontan dan dapat beraktivitas seperti
adalah baik, karena pasien merupakan
anak sehat lainnya. Rekurensi dapat
anak – anak dimana lebih tinggi
terjadi pada 10-20% kasus, umumnya
angka kesembuhannya yang mencapai
pada anak yang lebih besar dan
94% apabila dibandingkan dengan
dewasa yang terdiri dari ruam merah
orang dewasa hanya 89%. Anak dapat
atau nyeri abdomen, namun lebih
sembuh secara sepontan dan dapat
ringan dan lebih pendek dibandingkan
beraktivitas seperti anak sehat lainnya.
episode sebelumnya.
- Ad sanationam : dubia ad bonam
Eksaserbasi umumnya dapat
terjadi antara 6 minggu sampai 2 tahun Karena pasien memiliki riwyat infeki
setelah onset pertama, dan dapat saluran pernafaasan. keluhan yang
berhubungan dengan infeksi saluran dialami saat ini merupakan rekurensi
nafas berulang. Kurang dari 5% dari HSP yang terjadi pada 1 bulan
penderita berkembang menjadi HSP yang lalu, kemungkinan rekurensi
kronis. berulang dapat terjadi kembali karena
Prognosis buruk terjadi pada penyakit HSP pada pasien disertai
penyakit HSP yang ditandai dengan komplikasi pada gangguan saluran
kelainan ginjal. Faktor risiko yang pencernaan.
menyebabkan terjadinya nefritis - Ad functionam : dubia ad bonam
Henoch-Schonlein adalah usia awitan
penyakit HSP pada pasien disertai
terjadinya HSP kurang dari tujuh
komplikasi pada gangguan saluran
tahun, nyeri abdomen berat yang
pencernaan dengan ditandai adanya
disertai dengan perdarahan saluran
nyeri abdomen berat dan melena yang
cerna, pupura yang menetap lebih dari
dapat meningkatkan faktor risiko
satu bulan.
terjadinya nefritis dan usia pasien 5
tahun.

57
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN

Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak


diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding
pembuluh darah kecil dengan infiltrasi leukositoklastik pada jaringan yang
menyebabkan perdarahan dan iskemia yang umumnya terjadi pada anak-anak usia
3-10 tahun, namun juga dapat muncul pada dewasa.

Adanya keterlibatan kompleks imun Imunoglobulin A memungkinkan


proses ini berkaitan dengan proses alergi. Namun mekanisme kausal tentang ini
belum dapat dibuktikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa HSP
berhubungan dengan infeksi kuman streptokokus grup A.

Pada kondisi ini terdapat interaksi antara leukosit dan sel endotel
pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya LcV (Leukocytoclastik Vasculitis).
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama penyakit
ini. Bila pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi ekstravasasi
darah ke jaringan sekitar, yang terlihat sebagai purpura.

Manifestasi klinis primer termasuk purpura yang dapat dipalpasi,


arthralgia atau arthritis, nyeri abdomen, perdarahan gastrointestinal, dan nephritis.
Komplikasi serius jangka panjang dari HSP adalah gagal ginjal progresif, dimana
timbul pada 1-2% pasien.

Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatannya


merupakan pengobatan suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi,
nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik. Keluhan
artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti ibuprofen, sedangkan
obat golongan kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon inflamasi yang
terjadi, obat yang biasa digunakan adalah metilprednisolon, prednison.

58
Prognosis penyakit ini baik, karena dapat sembuh sempurna, kecuali yang
menimbulkan komplikasi, misalnya pada ginjal, prognosis tergantung komplikasi
yang terjadi.

SARAN
Saran yang diberikan dalam referat ini terkait dengan kasus adalah:
 Melakukan pemeriksaan penunjang tambahan seperti USG abdomen untuk
mengkonfrimasi HSP dengan komplikasi pada sistem gastrointestinal.
 Pemberian terapi suportif seperti menjaga cairan tubuh dan memberikan
obat OAINS untuk mengurangi rasa sakit dari manifestasi yang timbul
seperti nyeri abdomen.
 Pemberian prednisone dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara peroral
dibagi 3-4 kali sehari selama 5-7 hari untuk membantu mengobati nyeri
perut serta guna untuk mempercepat resolusi HSP pada pasien anak
tersebut.

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Yuly, A. Purpura Henoch-Schönlein. Dalam Cermin Dunia Kedokteran.


Edisi 194. 2012; Volume 39 Nomor 6: Hal 413-15.
2. Akib AP, Munasir Z, Kurniati N. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi
2. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008. Hal 373-77.
3. Sugianti I, Akib AP, Soedjatmiko. Karakteristik Purpura Henoch-
Schönlein pada Anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri.
2014; 16 (2): Hal 128-35.
4. Safri M, Kurniati N, Munasir Z. Pemberian steroid pada purpura Henoch-
Schönlein serta pola perbaikan klinis di departemen ilmu kesehatan anak

FKUI/RSCM jakarta. Sari Pediatri. 2008; 10:268-71. 


5. Nickavar A. Treatment of Henoch Schonlein nephritis; new trends. J


Nephropathol. 2016;5(4):116-117.
6. Palupi Ratih D, Munasir Z. Kortikosteroid sebagai profilaksis nefritis pada
purpura Henoch Schonlein. Sari pediatri. 2010;11(6):409-14.
7. Robert K, Bonita F, Joseph W, Nina F. Nelson Textbook of Pediatrics.
20th edition. Pennyslvania: WB Saunders Company; 2016. 1216-18.
8. Ronald K, Oliver, Giorgina, Ian and Sanderson, Phillip MD. MS.Walker’s
Pediatrics Gastrointestinal Disease. 6th edition. USA: PMPH; 2018.
9. P.S Marissa, T. Taralan. Nefritis Purpura Henoch Schonlein. Sari Pediatri.
2011; 11(2):102-7.
10. Wardhana AW, Satria CD, Sunartini. Faktor Prediktor Nefritis pada Anak
dengan Purpura Henoch-Schonlein.Yogyakarta. Sari Pediatri.2016;18(3):209-
13.
11. Prameswari R, Indramaya DM, Sandhika W. Imunopatogenesis
Leukositoklastik Vaskulitis pada Henoch-Schonlein Purpura. Berkala
Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. 2012; vol 24 (No.3): hal 185-91.
12. Pudjadi MTS, Tambunan T. Nefritis Purpura Henoch Schonlein. Jakarta:
Majalah Sari Pediatri. 2009; 11(2):102-7
13. Yang YH, et al. The diagnosis and classification of henoch Scholein
purpura. Autoimmun rev. 2014. 13(4-5):355-8.

60
14. McCarthy H, Tizard E. Clinical practice: Diagnosis and management of
Henoch-Schönlein purpura. Eur J Pediatr 2010; 169(6):643-50.
15. Eleftheriou D et al. Vasculitis in children. Pediatrics and Child Health.
2014;24(2):58-63.
16. Trnka P. Henoch-Schönlein Purpura in children. J Pediatric Child Health.
2013;49(12):995-1003.
17. Chen JY et al. Henoch-Schönlein purpura nephritis in children: incidence,
phatogenesis and management. Word J Pediatr. 2015;11(1):29-34.
18. Smith G. Management of Henoch-Schönlein purpura. Pediatrics and child
Health. 2012;22(8)327-31.
19. R.Brian, W. Pamela, L.Tammy, et al. Henoch Schönlein Purpura. Am Fam
Physician. 2009 oct ;80(7):697-704.

61

Anda mungkin juga menyukai