DISUSUN OLEH:
Alisa Melyani
406172032
PEMBIMBING:
dr.Suranti, Sp.A
Pembimbing
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat serta karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan referat mengenai “Henoch Schonlen Purpura”
guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepaniteraan klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.
Referat ini ditulis selama saya menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Anak dan mendapat kesempatan untuk menjalankan kepaniteraan di RSUD RAA
Soewondo Pati periode17 September – 24 November 2018. Dengan bimbingan
yang telah diberikan sebelum dan selama kepaniteraan ini.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Suranti, Sp.A yang telah membimbing dalam penyusunan referat ini.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, mengingat
terbatasnya kemampuan dan waktu yang ada. Oleh karena itu, saya mengharapkan
saran dan kritik yang kiranya dapat membangun demi kesempurnaan referat ini.
Besar harapan saya agar referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya bilamana ada
kesalahan dalam penyusunan referat ini, juga selama menjalankan kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD RAA Soewondo Pati. Atas perhatiannya
saya ucapkan terima kasih.
Penulis,
Alisa Melyani
(406172032)
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. 2
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................................... 4
DAFTAR TABEL ............................................................................................ 5
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... 6
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 7
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 7
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 8
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ....................................................................................................... 9
2.2 Epidemiologi .............................................................................................. 9
2.3 Etiologi ....................................................................................................... 10
2.4 Faktor Risiko .............................................................................................. 12
2.5 Patogenesis ................................................................................................. 12
2.6 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 18
2.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 21
2.8 Diagnosis .................................................................................................... 25
2.9 Diagnosis Banding ..................................................................................... 26
2.10 Tatalaksana............................................................................................... 27
2.11 Komplikasi ............................................................................................... 29
2.12 Prognosis ................................................................................................. 30
BAB III
REKAM MEDIS .............................................................................................. 32
BAB IV
ANALISIS KASUS ......................................................................................... 48
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 58
KESIMPULAN ................................................................................................ 58
SARAN ............................................................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60
4
DAFTAR TABEL
5
DAFTAR GAMBAR
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
HSP terjadi di seluruh dunia, tetapi lebih sering terjadi pada orang kulit putih dan
Asia. Insiden terjadinya HSP pada anak mencapai 14 kasus per 100.000 per
tahun. 90% terjadi pada anak – anak, biasanya pada usia 3 sampai 10 tahun,
namun pada orang dewasa jumlah kasus lebih sedikit tetapi komplikasinya lebih
parah dan bersifat kronik . HSP Lebih sering terjadi pada laki-laki di bandingkan
dengan perempuan yaitu dengan rasio 1,2–1,8:1.7 Pada anak umumnya
merupakan benign self-limited disorder; < 5% kasus menjadi kronis, hanya 1 - 2
9
% kasus berkembang menjadi gagal ginjal. Insidens kelainan ginjal pada HSP
berkisar 10%-60%, 80% diantaranya terjadi dalam 4 minggu pertama .3,6
Meskipun tidak ada laporan berbeda dalam insidensi HSP
diberbagai negara, satu sumber menyatakan bahwa timbulnya
glumerulonefritis yang dihasilkan dari HSP bervariasi antar negara. HSP
menimbulkan 18-40% dari penyakit glumerular di Jepang, Perancis, Italia dan
Australia, sementara lesi glomerular hanya 2-10% di Amerika, Kanada dan
Inggris.8
2.3. Etiologi
Sampai saat ini penyebab penyakit HSP belum diketahui. Namun terdapat
beberapa faktor yang dapat berperan yaitu seperti faktor genetik, infeksi traktus
respiratorius bagian atas seperti infeksi bakteri (Haemophilus, Mycoplasma,
Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus
(adenovirus, varisela, parvovirus, virus Epstein-Barr), makanan, gigitan serangga,
paparan terhadap dingin, imunisasi seperti vaksin varisela, rubella, rubeola,
hepatitis A dan B dan obat–obatan seperti ampicillin, eritomisin, kina.Vaskulitis
dapat juga berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan
metotreksat dan agen anti TNF (Tumor Necrosis Factor).2
10
timbul pada pasien pediatrik menampakkan URI / URTI (Upper Respiratory
Track Infection) terlebih dahulu sebelum berkembang menjadi HSP, dan studi
terbaru pada dewasa mendemonstrasikan bahwa 40% pasien mempunyai riwayat
terjadinya URI.
a. Infeksi:
- Mononukleosis
- Infeksi Mikoplasma
- Virus Epstein-Barr
b. Vaksin:
- Vaksin varisela
- Vaksin rubella
- Vaksin rubeola
- Vaksin hepatitis A dan B
c. Alergen:
- Obat:
11
Ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin, metotreksat, anti TNF
- Makanan
- Gigitan serangga
- Paparan terhadap dingin
d. Penyakit idiopatik:
- Glomerulocystic kidney disease.1,2,7
12
2.5. Patogenesis
Purpura pada HSP adalah khas, karena batas purpura dapat teraba pada
palpasi. Bila yang terkena adalah pembuluh darah traktus gastrointestinal, maka
dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut. Kadang, dapat
menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah, intususepsi, maupun
perforasi yang membutuhkan penanganan segera. Intususepsi atau perforasi
disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan
perdarahan submukosa dan intramural. Gejala gastrointestinal umumnya banyak
ditemui pada fase akut.11
14
O-glycosylated, yaitu hilangnya terminal galaktosa pada IgA1 sirkulasi. Selain itu,
pada sel B juga ditemukan defek pada -1,3- galactosyltransferasi. Kelainan
glikosilasi pada hinge region, akan menyebabkan perubahan pada stuktur IgA1
dan menyebabkan perubahan terhadap interaksi pada matriks protein, reseptor IgA,
dan komplemen. Kelainan terebut akan menyebabkan terjadi deposit di dalam
mesangium dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut.1,9
15
Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Deposit IgA1 pada Glomerulus dan
Progresifitas Kerusakan Ginjal 9
17
Gambar 4. Algoritme Patogenesis HSP 11
HSP memiliki gejala trias klasik gejala yang sering dikeluhkan yaitu teraba ruam,
arthritis atau arthralgia, nyeri abdomen dan atau bisa juga disertai dengan kelainan
pada ginjal. Namun trias tidak selalu ada, sehingga seringkali mengarahkan
kepada diagnosis yang tidak tepat.13 Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai
dengan infeksi saluran napas atas yang muncul 1-3 minggu sebelumnya, berupa
demam ringan (demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C), nyeri kepala dan
anoreksia.6
Gejala klinis berupa kelainan kulit ditemukan pada 95-100% kasus, 50%
nya merupakan keluhan penderita saat datang berobat, berupa ruam makula
eritematosa pada kulit ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi
palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Lesi pada kulit biasanya bertahan
selama 3-10 hari dan dapat juga rekuren hingga 4 bulan dari sejak pertama
muncul.1,9
18
Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan
meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12–24
jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan
memiliki diameter 0,5 – 2 cm, dan lambat laun berubah menjadi berwarna ungu,
kemudian coklat kekuning-kuningan lalu menghilang; serta dapat timbul kembali
kelainan kulit baru. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang
menyerupai ekimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi.1,9
19
Selain purpura, ditemukan pula sebanyak 75% gejala artralgia dan artritis
pada anak dengan HSP yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar
ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai
pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih
dulu (1 – 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak,
nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas.
Kelainan terutama periartrikular dan bersifat sementara (self limited) dan biasanya
mengalami resolusi dalam 2 minggu, mengenai lebih dari 1 sendi, serta dapat pula
rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas
menetap.7,14
HSP juga dapat disertai dengan gejala - gejala gangguan sistem saraf pusat,
terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada
beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti
kejang, paresis atau koma. Gejala - gejala gangguan neurologis lain yang dapat
muncul antara lain perubahan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, hiperaktivitas,
iritabilitas, ketidakstabilan emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status
epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis,
20
paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati (sindroma
Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis, femoralis, ulnaris).14
Gejala lain yang jarang namun dapat juga bermanifeastasi pada HSP
adalah orkitis, karditis, penyakit inflamasi pada mata, torsio testis, pneumothoraks,
ureteritis stenosis, oedem penis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma
subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut. 14
1. Darah
Dapat ditemukan peningkatan leukosit walaupun tidak terlalu tinggi, pada hitung
jenis dapat normal atau adanya eosinofilia, level serum komplemen dapat normal,
dapat ditemukan peningkatan IgA sebanyak 50%. Serta ditemukan peningkatan
LED. Uji laboratorium rutin tidaklah spesifik ataupun diagnostik. Jumlah
trombosit dapat normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan
21
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura). Anak-anak yang terkena seringkali
mempunyai trombositosis sedang dan leukositosis.
2. Urin Rutin
Pemeriksaan ini untuk melihat adanya kelainan ginjal, karena pada HSP dicurigai
adanya keterlibatan ginjal dalam proses perjalanannya. Pemeriksaan ini dilakukan
tiap 3 hari. Bermanifestasi oleh sel darah merah, sel darah putih, kristal atau
albumin dalam urine. Proteinuria dan hematuria mikroskopik merupakan
abnormalitas paling sering dalam urinalisa ulangan (10-20%).
3. Feses Rutin
Dilakukan untuk melihat perdarahan saluran cerna (tes Guaiac /Banzidin). Darah
sering ditemukan pada pemeriksaan feses rutin baik mikroskopik maupun
makroskopik yang dapat bermanifestasi sebagai melena.
4. Foto Radiologi
USG abdomen sering dilakukan untuk mengevaluasi keluhan gastrointestinal,
untuk melihat adanya intususepsi (paling sering ileoileal), dan edema usus. Foto
rontgen diindikasikan bila ada gejala akut abdomen atau artritis. Barium enema
dapat digunakan untuk diagnostik sekaligus terapiutik non bedah pada intususepsi.
22
Pemeriksaan Doppler atau radionuclide testicular scan menunjukkan
aliran darah normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan torsio
testis.
5. Biopsi Kulit
Biopsi merupakan standar baku dalam penegakan diagnosis suatu vaskulitis.
Pemilihan lokasi lesi sebagai spesimen dan cara pengambilannya akan sangat
mempengaruhi hasil biopsi Secara keseluruhan biopsi diambil dari lesi kulit yang
paling merah/purpurik, dengan waktu optimal pengambilan spesimen sebaiknya
kurang dari 48 jam setelah muncul gejala atau muncul lesi vaskulitis
6. Serum Elektrolit
Ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul jika ditemukan gejala diare yang
signifikan, perdarahan gastrointestinal, atau hematemesis.
23
7. Biospi Ginjal
Menunjukkan adanya deposisi pada mesangial ginjal dan glomerunepritis
segmental. Biopsi ginjal dapat menunjukkan deposisi IgA mesangial, IgM, C3,
serta fibrin. Pasien dengan nefropati IgA dapat mempunyai titer antibodi plasma
yang meningkat melawan H. parainfluenzae. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan
untuk dilakukan, karena bersifat traumatik.
8. Tes ASTO
URIs (Upper Respiratory Tract Infections) dengan spesies streptococcal telah
ditetapkan sebagai faktor predisposisi pada 50% pasien dengan HSP, oleh karena
itu pemeriksaan ini cukup berguna untuk membantu diagnosis.
24
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Penunjang pada HSP 7
2.8. Diagnosis
Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik dari
pada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Penentuan diagnosis HSP dapat
dilakukan berdasarkan kriteria dari American College of Rheumatology (ARA)
atau dengan kriteria Europian League Against Rheumatology (EULAR).1,7
25
Pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi setidaknya 2 dari
kriteria ARA yang ada yaitu bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu: (1)
Palpable purpura non trombositopenia; (2) Onset gejala pertama < 20 tahun; (3)
Bowel angina; (4) Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau
venula.
Diferensial diagnosis untuk HSP bergantung pada organ spesifik yang terkena,
seperti: vasculitis pada pembuluh darah kecil, infeksi, glomerulonefritis post
streptococcus, Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), koagulopati, dan kelainan
proses akut abdomen lainnya.7
26
Diferensial diagnosis dari HSP juga dapat berdasarkan gejala yang timbul
antara lain meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP
(Idioapatic Thrombocytopenia Purpura), demam reumatik, reaksi alergi obat-
obatan, nefropati IgA, artritis rheumatoid, Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC).1,7,13,14
Penyakit lain yang gejala klinisnya sangat mirip dengan HSP yaitu Acute
hemorrhagic edema (AHE) dimana terjadi vasculitis leukositoklastik yang
mengenai bayi < 2 tahun yang bermanifestasi klinis demam, edem pada wajah,
skrotum, ekstremitas, dan ekimosis yang biasanya lebih besar dari pada purpura
yang terjadi pada HSP. AHE tidak mempengaruhi organ lain sehingga dapat
dibedakan dari HSP. 1,7,13,14
2.10. Tatalaksana
Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah
dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam
asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi
trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna.1,2
1. Metilprednisolon
Digunakan untuk menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear dan mengubah peningkatan permiabilitas kapiler.
Steroids menghambat efek dari reaksi anafilaktoid dan dapat membatasi
anafilaksis bifasik.
Dosis dewasa: 40 mg IV qid
Dosis anak: 0.5-1.7 mg/kgBB/hari IV qid
Kontraindikasi: Hipersensitifitas terdokumentasi: (virus, jamur, atau
infeksi kulit tubercular), bayi prematur
2. Prednisone
Dapat menurunkan inflamasi dnegan mengubah permiabilitas kapiler dan
menekan aktivitas PMN
Dosis dewasa: 5 mg PO qid
Dosis anak: 1-2 mg/kg/hari PO qid
Kontraindikasi: Hipersensitifitas terdokumentasi: (virus, jamur, atau
infeksi), penyakit gastrointestinal
1. Ibuprofen
Untuk nyeri ringan hingga berat. Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri
dengan menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dewasa: 200-400 mg PO (3-4 kali per hari)
Dosis anak: 10 mg/kgBB/hari
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terdokumentasi; hipersensitivitas
terhadap NSAID lain, atau iodida; pasien dengan asthma, urticaria, atau
28
angioedema; ulserasi active atau inflamasi dari tractus gastrointestinal
bagian bawah; penyakit ulkus peptikum; perforasi atau perdarahan.
Gejala Pengobatan
Perawatan suportif
Minimal
Ringan (arthralgia ringan
Acetaminophen atau obat anti-inflamasi nonsteroid
atau nyeri perut)
Sedang (arthritis yang
Kortikosteroid*
signifikan, sakit perut, atau
keterlibatan ginjal awal) Pertimbangkan konsultasi subspesialisasi †
Kortikosteroid * plus adjunctive immunosuppressant
Berat (penyakit ginjal (misalnya, azathioprine [Imuran], cyclophosphamide
progresif, perdarahan [Cytoxan], imunoglobulin intravena) atau plasmapheresis,
paru) tlansplantasi ginjal
mengatur konsultasi subspesialisasi †
2.11. Komplikasi
Komplikasi utama dan jangka panjang dari HSP adalah keterlibatan ginjal (terjadi
pada 1-2% anak dengan HSP), termasuk sindrom nefrotik, dan perforasi usus
yang memegang faktor morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada anak
dengan HSP. Gangguan pada renal dapat terjadi pada 6 bulan setelah diagnosis
awal ditetapkan, namun jarang terjadi terutama apabila hasil urinalisa awal yang
normal.
29
dalam derajat yang bervariasi.1,7,12
Klasifikasi Penjelasan
Kelas I Kelainan minor pada glomerulus
Kelas II Proliferasi mesangial (a. fokal; b. difus)
Kelas III Kelainan minor pada glomerulus atau proliferasi mesangial dengan
lesi segmental/kresen pada < 50% glomerulus (a. fokal; b. proliferasi
mesangial difus)
Kelas IV Kelainan minor pada glomerulus atau proliferasi mesangial dengan lesi
segmental/kresen pada 50-75%
glomerulus (a. fokal; b. proliferasi mesangial difus)
Kelas V Kelainan minor pada glomerulus atau proliferasi mesangial dengan lesi
segmental/kresen pada >75%
glomerulus (a. fokal; b. proliferasi mesangial difus)
Kelas VI Lesi yang menyerupai glomerulonefritis membranoproliferatif
2.12. Prognosis
Pada umumnya prognosis penyakit HSP adalah baik, sembuh pada 94% kasus
anak-anak dan 89% kasus dewasa (beberapa kasus memerlukan terapi tambahan).
Rekurensi dapat terjadi pada 10-20% kasus, eksaserbasi umumnya dapat terjadi
antara 6 minggu sampai 2 tahun setelah onset pertama, dan dapat berhubungan
dengan infeksi saluran nafas berulang. Kurang dari 5% penderita berkembang
menjadi HSP kronis. 1,2, 13,14,,15,16
30
Anak-anak dengan penyakit ginjal ringan selama fase akut penyakit (misalnya,
hematuria mikroskopik, proteinuria minimal) kurang dari 1%. Pada beberapa
kasus dapat terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal ginjal. Bila
manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.1,2,7
Penyakit HSP yang ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah
onset, eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor
XIII, hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan
kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial
memiliki prognosis buruk. 1,2,7,17,18
Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi,
intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada
saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian,
walaupun hal ini jarang terjadi.2
31
BAB III
REKAM MEDIS KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. CDY
Usia : 5 tahun
No RM : 209559
Jenis kelamin : Laki- laki
Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 03 desember 2012
Pendidikan Terakhir : Belum sekolah
Pekerjaan : Belum bekerja
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Pegandan 4/4 Margorejo, Pati.
2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal
20 september 2018 pukul 13.30 di poli anak RSUD RAA Soewondo Pati
dengan RM 209559
Keluhan Utama :
Bintik-bintik merah pada kedua kaki dan bokong
33
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat alergi makanan atau obat (-)
Riwayat Perinatal :
Antenatal :
Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kandungan di
puskesmas 1 bulan sekali, riwayat kehamilan dengan penyulit
disangkal.
Natal :
Pasien merupakan anak tunggal, lahir secara spontan pervaginam
dengan bidan di RSUD Soewondo Pati dengan kehamilan 39 minggu
dengan berat badan lahir 2700 gram, panjang bayi lahir 48 cm, saat
lahir pasien langsung menangis, plasenta lahir spontan. Penyulit saat
persalinan disangkal.
Post natal:
Riwayat dirawat di RS (+) 1 bulan yang lalu , Riwayat di rawat di
perinatal, kejang, penyakit kuning disangkal.
Riwayat Imunisasi :
Orang tua pasien mengaku anaknya telah diimunisasi lengkap:
HepB : 0 bulan ( Saat lahir )
BCG : Bulan ke 1
Polio : Bulan ke 1, 2, 3, 4
Pentavalen : Bulan ke 2,3,4 dan bulan ke 18
Campak : Bulan ke 9 dan 18
Kelas 1 : MR, DT
Kesan : imunisasi dasar lengkap
35
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 20 September 2018 jam 13:50 WIB
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak rewel, Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
Tanda Vital
Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg [ < persentil 90] (normal)
Frekuensi Nadi : 110 kali / menit
Frekuensi Nafas : 26 kali / menit
Suhu : 36,6˚C
SpO2 : 99%
Data Antropometri
BB : 26 kg
TB : 115 cm
IMT : 19,6 kg/m2
Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normocephale, rambut hitam terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+), Konjungtiva Anemis
(-/-), Sklera Ikterik (-/-), Konjungtivitis (-/-)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), Rinore (-/-), nafas
cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : Bibir dan mukosa tidak kering, mukosa berwarna merah
mudah, Tonsil T1/T1, Mukosa faring hiperemis (-)
Trachea : Deviasi trachea (-)
Cor
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
36
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS V Sternal line dextra,
Batas jantung atas di ICS III parasternal line
sinistra, Batas jantung kiri di ICS V midclavicula
line sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I/II, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Dada tampak simetris dalam diam maupun dalam
pergerakan, retraksi otot pernafasan (-)
Palpasi : Stem Fremitus kanan dan kiri sama kuat
Perkusis : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikular pada kedua lapang paru,
Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen tampak datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit.
Perkusis : timpani di seluruh lapang abdomen, nyeri ketok
CVA ( -/- )
Palpasi : Supel, nyeri tekan seluruh lapang abdomen (+),
limpa dan ginjal tidak teraba membesar.
37
Tulang Belakang : Tidak tampak kelainan, gibbus (-), skoliosis (-),
lordosis (-), kifosis (-)
Pemeriksaan Neurologis
- Rangsang Meningeal:
Kaku kuduk (-), Brudzinski I – IV (-), Laseque (-), Kernique (-)
- Sistem Motorik:
Kekuatan otot tangan-kaki kanan dan kiri 5/5, pergerakan normal,
normotoni, eutrofi
- Refleks Fisiologis:
Biceps (++/++), Triceps (++/++), Patella (++/++), Achilles
(++/++)
- Refleks Patologis:
Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim (-/-)
Schaeffer (-/-), Klonus paha (-/-), Klonus kaki (-/-)
Kesan: Pemeriksaan Neurologis dalam batas normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
Kimia klinik (GDS, elektrolit)
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
Urinalisa lengkap
Hapusan darah tepi
Feses rutin
RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan bintik-
bintik merah simetris pada kedua kaki dari pergelangan hingga bagian bokong.
Bintik merah muncul kurang lebih 1 hari sebelum pasien datang ke rumah sakit.
Bintik merah dapat diraba namun tidak gatal, tidak terasa panas, dan tidak nyeri.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah
38
sakit, nyeri eperti dipukul-pukul diseluruh bagian perut yang muncul mendadak,
hilang timbul dan semakin nyeri setelah makan. Keluhan disertain mual namun
tidak disertai muntah. Keluhan demam dialami pasien sebelum timbul bintik –
bintik merah, kurang lebih 1 hari sebelum masuk RS, di IGD suhu di dapatkan
38,3°C. Semenjak sakit nafsu makan pasien menurun. Keluhan batuk, pilek, nyeri
saat menelan, sakit kepala, nyeri pinggang, sesak nafas, dan keluar darah dari
hidung disangkal. Namun 2 minggu lalu pasien mengalami batuk dan juga pilek.
BAK 3 – 4 kali sehari, berwarna kuning, keluhan nyeri saat berkemih dan
keluarnya darah di sangkal. BAB 3x sehari, cair, ampas (+) lendir (+) berwarna
hitam kemerah, dan di sertai nyeri daerah anus setelah BAB. Pasien mempunyai
riwayat dirawat di RS KSH 1 bulan yang lalu dengan keluhan bintik – bintik
merah di kedua kaki dan nyeri perut.
PENGKAJIAN
Clinical reasoning:
- Henoch schonlein purpura :
39
Purpura non trombositopenik , lesi dapat diraba, tidak ada trombositopenia
dan tidak gatal. Lokasi di bagian kaki kanan kiri dan bokong yaitu di area
yang sering terkena tekanan (pressure- bearing surfaces) dan letak
gravitasi rendah.
onset usia < 20 tahun yaitu pada anak usia 5 tahun
nyeri abdominal yang difus dan disertai hematochezia.
memenuhi 3 dari 4 kriteria ARA, di dahului demam, penurunan nafsu
makan.
Riwayat di rawat di RS 1 bulan yang lalu dengan keluhan bercak-bercak
merah pada kaki dan nyeri perut.
- Anemia defisiensi besi :
Adanya BAB berdarah
Pada pemeriksaan darah lengkap terdapat Hb menurun, eritrosit menurun,
MCV, MCH, dan MCHC menurun,
Pada pemeriksaan hapusan darah tepi di dapatkan eritrosit mikrositik
hipokrom dengan kesan anemia defisiensi besi.
Diagnosis Banding :
Nefropati IgA
SLE
ITP (Idioapatic hrombocytopenia Purpura)
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Anemia e.c penyakit kronik
Rencana Diagnostik :
Pemeriksaan IgA serum
Biopsi kulit
Tes ASTO
TIBC
Ferritin serum
40
Rencana Terapi Farmakologis :
Infus 2A 20 tpm mikrodrip
Paracetamol syr 2 Cth 1-1-1 (PO)
Inj Ranitidine 25 mg setiap 8 jam 1-1-1
Inj Kalnex 250 mg setiap 8 jam 1-1-1
Inj Ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam. 1-1
Inj Methapred 50 mg setiap 8 jam 1-1-1
Rencana evaluasi :
Edukasi :
41
Menjelaskan tanda bahaya komplikasi, dimana dibutuhkan penanganan segera
di rumah sakit
Mengedukasi pasien untuk memperbanyak minum air putih, makan makanan
yang tinggi zat besi seperti kangkung, bayam, brokoli telur, daging.
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan keluhan timbulnya
bintik-bintik kemerahan pada tungkai pergelangan sampai betis kaki kiri dan
kanan, nyeri perut, sakit kepala dan mual-mual. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis kerja Henoch
Schonlein Purpura, anemia defisiensi besi, dengan status gizi lebih dengan
perawakan normal.
42
43
44
Hasil Pemeriksaan Lab Darah
Pemeriksaan Ginjal
21/92018
Ureum 15,4 mg/dL 10 – 50
Creatinine 0,55 L mg/dL 0,60 – 1.20
45
Hasil Pemeriksaan Urinalisa (21/9/18)
Leukosit 2- 3 Negatif
46
Pemeriksaan Apusan darah Tepi (19/9/2018)
Apusan darah tepi
Eritrosit
Bentuk Mikrosit +
Leukosit
Jumlah Leukositosis
morfologi
Trombosit
Jumlah Trombositosis
Kesan : anemia ringan ec anemia defisiensi besi dengan infeksi atau inflamasi.
47
BAB IV
ANALISIS KASUS
TEORI KASUS
Definisi
Henoch Schonlein Purpura adalah Pada anamnesis pasien didapatkan:
sindrom klinis yang disebabkan oleh -Keluhan bintik-bintik merah yang
vaskulitis pembuluh darah kecil dapat diraba namun tidak gatal atau
sistemik yang ditandai dengan lesi perih pada kedua kaki dan bokong
kulit spesifik berupa purpura non yaitu kulit yang sering terkena tekanan
trombositopenik, artritis atau atralgia, dan gravitasi rendah.
nyeri abdomen atau perdarahan - Nyeri perut pada seluruh lapang
gastrointestinal dan kadang nefritis perut, hilang timbul, dan muncul
atau hematuria, dapat disertai atau mendadak.
didahului dengan infeksi saluran napas - Adanya BAB berdarah (melena)
atas. Purpura terutama terdapat pada - Terdapat demam yang tidak tinggi
kulit yang sering terkena tekanan sebelum keluhan bintik merah muncul.
(pressure- bearing surfaces) dan letak
gravitasi rendah (gravity dependent).
Epidemiologi
Penyakit HSP ini 90% muncul Pasien merupakan anak laki-laki yang
terutama pada anak-anak dengan berusia 5 tahun.
rentan usia 3 hingga 10 tahun.
Perbandingan kasus laki-laki :
perempuan (1,2–1,8:1) dan terjadi
dengan rata-rata 14 kasus per 100.000.
Etiologi
Etiologi pasti masih belum diketahui, Pasien memiliki riwayat batuk dan
namun diduga faktor yang memegang pilek 2 minggu sebelum masuk rumah
peranan antara lain: faktor genetik, sakit.
infeksi, makanan, gigitan serangga,
48
paparan terhadap dingin, imunisasi
dan obat-obatan.
Faktor Resiko
Usia Usia
Penyakit HSP lebih banyak mengenai Usia pasien 5 tahun
anak-anak dan dewasa muda, dari 2- Jenis kelamin
Penyakit HSP lebih banyak mengenai Pasien lahir di Pati, Indonesia. Ayah
anak dengan jenis kelamin laki-laki dan Ibu pasien diketahui orang
dibanding perempuan Indonesia, pasien merupakan ras Asia
Ras
Penyakit HSP lebih banyak
menyerang anak dengan ras kulit putih
dan asia jika dibandingkan dengan
anak-anak dengan ras kulit hitam
Riwayat atopik
Penyakit HSP lebih sering menjangkit
anak dengan riwayat alergi,
Cuaca
Penyakit HSP lebih sering menyerang
anak-anak disaat musim dingin,
musim gugur, dan juga musim semi,
dan lebih sedikit jumlah kasusnya
dibandingkan pada saat musim panas
Data Pemeriksaan Fisik
Kulit Keadaan Umum : Tampak rewel,
Lesi kulit berupa ruam makula Compos Mentis, GCS 15 (E4 M6 V5)
eritematosa pada kulit ekstremitas Tanda Vital
bawah yang simetris yang berlanjut Tekanan Darah : 100 / 70 mmHg
menjadi palpable purpura tanpa [ < persentil 90] (normal)
adanya trombositopenia. Lesi pada Frekuensi Nadi : 110 kali / menit
49
kulit biasanya bertahan selama 3-10 Frekuensi Nafas : 26 kali / menit
hari dan dapat juga rekuren hingga 4 Suhu : 36,6˚C
bulan dari sejak pertama muncul. SpO2 : 99%
Purpura terutama terdapat pada
kulit yang sering terkena tekanan Data Antropometri
(pressure- bearing surfaces) dan letak BB : 26 kg
gravitasi rendah (gravity dependent). TB : 115 cm
Kelainan kulit dapat pula ditemukan IMT : 19,6 kg/m2
pada wajah dan tubuh.
Kelainan pada kulit dapat disertai Pemeriksaan sistem
rasa gatal. Pada bentuk yang tidak Abdomen :
klasik, kelainan kulit yang ada dapat - Inspeksi : Dinding abdomen
berupa vesikel hingga menyerupai tampak datar, distensi (-)
eritema multiform. - Auskultasi : Bising usus (+) 12 x /
Abdomen menit.
Manifestasi gastrointestinal pada HSP - Perkusis : timpani di seluruh
dapat ditemukan sebanyak 80% lapang abdomen, nyeri ketok CVA
dengan adanya gangguan abdominal ( -/- )
berupa nyeri abdomen, muntah, diare, - Palpasi : Supel, nyeri tekan seluruh
ileus paralitik dan melena. Keluhan lapang abdomen (+), limpa dan
abdomen biasanya timbul setelah ginjal tidak teraba membesar.
timbul kelainan pada kulit (1 - 4
Kulit
minggu setelah onset).
Macula, purpura, dan papula
Organ yang paling sering terlibat
eritematosa dengan ukuran diameter
adalah duodenum dan usus halus.
bervariasi 0,5 – 1 cm tersebar merata
Nyeri abdomen dapat berupa kolik
di daerah tungkai bawah kaki kanan
abdomen yang berat, lokasi di
dan kiri dan bokong. Nyeri tekan (-),
periumbilikal dan disertai mual,
gatal (-). Turgor kulit baik.
muntah, bahkan muntah darah dan
Lokasi : kulit kedua kaki dan
kadang-kadang terdapat perforasi usus
bokong. pada kulit yang sering
dan intususepsi ileoileal lebih sering
terkena tekanan (pressure- bearing
terjadi dibanding ileokolonal. Kadang
surfaces) dan letak gravitasi rendah
dapat juga terjadi infark usus yang
50
disertai perforasi maupun tidak. (gravity dependent).
52
perivaskular. Fragmen terkait dengan pH : 8,0
sel inflamasi dengan debris nuclear Berat jenis : 1,015 H
terlihat. Lekosit : negative
6. Serum Elektrolit
Pemeriksaan feses rutin (21
Ketidakseimbangan elektrolit dapat
september 2018)
timbul jika ditemukan gejala diare
yang signifikan, perdarahan Makroskopik
53
10. Direct immunofluorescence (DIF)
Tes DIF digunakan untuk
mendemonstrasikan predominansi
deposit IgA di dinding pembuluh
darah dari jaringan yang terkena. Kulit
perilesional hingga lesi kulit juga
dapat menunjukkan deposit IgA.
Spesimen biopsi ginjal
mendemonstrasikan deposisi IgA
mesangial dalam pola granular, sering
kali dengan C3, IgG, atau IgM. Uji ini
sensitif dan spesifik untuk HSP
Tatalaksana
Tidak ada pengobatan definitif pada Tatalaksana yang diberikan untuk
penderita HSP. Pengobatannya pasien antara lain:
merupakan pengobatan suportif dan
simtomatis, meliputi pemeliharaan Rencana Terapi Farmakologis :
hidrasi, nutrisi, keseimbangan - Infus 2A 20 tpm mikrodrip
elektrolit dan mengatasi nyeri dengan - Paracetamol syr 2 Cth 1-1-1 (PO)
analgesik. Keluhan artritis ringan dan - Inj Ranitidine 25 mg setiap 8 jam
demam dapat digunakan OAINS (1-1-1)
seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen - Inj Kalnex 250 mg setiap 8 jam
yang dapat diberikan adalah (1-1-1)
10mg/kgBB/6 jam. - Inj Ceftriaxon 1 gram setiap 12 jam.
Bila terdapat kelainan ginjal (1-1)
progresif dapat diberi kortikosteroid - Inj Methapred 50 mg setiap 8 jam
yang dikombinasi dengan (1-1-1)
imunosupresan. Metilprednisolon IV
dapat mencegah perburukan penyakit Rencana Terapi Non-Farmakologis :
ginjal bila diberikan secara dini. Dosis Istirahat yang cukup
yang dapat digunakan adalah Perbanyak minum air putih
metilprednisolon 250 – 750 mg/hr IV Kontrol ke poli untuk memantau efek
54
selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan samping obat dan komplikasi penyakit
siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk Hindari makanan yang mengiritasi
fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan lambung (makanan asam, pedas) dan
dengan pemberian kortikosteroid makan makanan yang tinggi zat besi
(prednison 100 – 200 mg oral) selang seperti kangkung, bayam, brokoli
sehari dan siklofosfamid 100 – 200 telur, daging.
mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum
akhirnya siklofosfamid dihentikan
langsung dan tappering-off steroid
hingga 6 bulan.
Terapi prednison dapat diberikan
dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara
oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama
5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan
dalam keadaan penyakit dengan gejala
sangat berat, artritis, manifestasi
vaskulitis pada SSP, paru dan testis,
nyeri abdomen berat, perdarahan
saluran cerna, edema dan sindrom
nefrotik persisten. Pemberian dini
pada fase akut dapat mencegah
perdarahan, obstruksi, intususepsi dan
perforasi saluran cerna.
Komplikasi
Komplikasi utama dan jangka panjang Pasien mengeluhkan nyeri perut
dari HSP adalah keterlibatan ginjal kurang lebih 2 hari sebelum masuk
(terjadi pada 1-2% anak dengan HSP), rumah sakit, disertai mual namun
termasuk sindrom nefrotik, dan tidak muntah, dan disertai BAB
perforasi usus yang memegang faktor berdarah (melena) yang menandakan
morbiditas dan mortalitas yang adanya komplikasi pada saluran
signifikan pada anak dengan HSP. pencernaan.
Gangguan pada renal dapat terjadi
55
pada 6 bulan setelah diagnosis awal
ditetapkan, namun jarang terjadi
terutama apabila hasil urinalisa awal
yang normal.
Nefritis Henoch-Schonlein
dijumpai pada 20%-40% kasus dan
merupakan penyebab morbiditas
utama pada HSP. Manifestasi klinis
pada umumnya timbul dalam waktu
tiga bulan dari awitan HSP, bahkan
setelah gejala HSP lainnya
menghilang. Faktor risiko yang
menyebabkan terjadinya nefritis
Henoch-Schonlein adalah usia awitan
terjadinya HSP kurang dari tujuh
tahun, nyeri abdomen berat yang
disertai dengan perdarahan saluran
cerna, pupura yang menetap lebih dari
satu bulan.
56
Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, Prognosis :
sembuh pada 94% kasus anak-anak - Ad vitam : Bonam
dan 89% kasus dapat sembuh secara
Kemungkinan sembuh pada pasien ini
sepontan dan dapat beraktivitas seperti
adalah baik, karena pasien merupakan
anak sehat lainnya. Rekurensi dapat
anak – anak dimana lebih tinggi
terjadi pada 10-20% kasus, umumnya
angka kesembuhannya yang mencapai
pada anak yang lebih besar dan
94% apabila dibandingkan dengan
dewasa yang terdiri dari ruam merah
orang dewasa hanya 89%. Anak dapat
atau nyeri abdomen, namun lebih
sembuh secara sepontan dan dapat
ringan dan lebih pendek dibandingkan
beraktivitas seperti anak sehat lainnya.
episode sebelumnya.
- Ad sanationam : dubia ad bonam
Eksaserbasi umumnya dapat
terjadi antara 6 minggu sampai 2 tahun Karena pasien memiliki riwyat infeki
setelah onset pertama, dan dapat saluran pernafaasan. keluhan yang
berhubungan dengan infeksi saluran dialami saat ini merupakan rekurensi
nafas berulang. Kurang dari 5% dari HSP yang terjadi pada 1 bulan
penderita berkembang menjadi HSP yang lalu, kemungkinan rekurensi
kronis. berulang dapat terjadi kembali karena
Prognosis buruk terjadi pada penyakit HSP pada pasien disertai
penyakit HSP yang ditandai dengan komplikasi pada gangguan saluran
kelainan ginjal. Faktor risiko yang pencernaan.
menyebabkan terjadinya nefritis - Ad functionam : dubia ad bonam
Henoch-Schonlein adalah usia awitan
penyakit HSP pada pasien disertai
terjadinya HSP kurang dari tujuh
komplikasi pada gangguan saluran
tahun, nyeri abdomen berat yang
pencernaan dengan ditandai adanya
disertai dengan perdarahan saluran
nyeri abdomen berat dan melena yang
cerna, pupura yang menetap lebih dari
dapat meningkatkan faktor risiko
satu bulan.
terjadinya nefritis dan usia pasien 5
tahun.
57
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada kondisi ini terdapat interaksi antara leukosit dan sel endotel
pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya LcV (Leukocytoclastik Vasculitis).
Inflamasi dinding pembuluh darah kecil merupakan manifestasi utama penyakit
ini. Bila pembuluh darah yang terkena adalah kulit, maka terjadi ekstravasasi
darah ke jaringan sekitar, yang terlihat sebagai purpura.
58
Prognosis penyakit ini baik, karena dapat sembuh sempurna, kecuali yang
menimbulkan komplikasi, misalnya pada ginjal, prognosis tergantung komplikasi
yang terjadi.
SARAN
Saran yang diberikan dalam referat ini terkait dengan kasus adalah:
Melakukan pemeriksaan penunjang tambahan seperti USG abdomen untuk
mengkonfrimasi HSP dengan komplikasi pada sistem gastrointestinal.
Pemberian terapi suportif seperti menjaga cairan tubuh dan memberikan
obat OAINS untuk mengurangi rasa sakit dari manifestasi yang timbul
seperti nyeri abdomen.
Pemberian prednisone dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara peroral
dibagi 3-4 kali sehari selama 5-7 hari untuk membantu mengobati nyeri
perut serta guna untuk mempercepat resolusi HSP pada pasien anak
tersebut.
59
DAFTAR PUSTAKA
60
14. McCarthy H, Tizard E. Clinical practice: Diagnosis and management of
Henoch-Schönlein purpura. Eur J Pediatr 2010; 169(6):643-50.
15. Eleftheriou D et al. Vasculitis in children. Pediatrics and Child Health.
2014;24(2):58-63.
16. Trnka P. Henoch-Schönlein Purpura in children. J Pediatric Child Health.
2013;49(12):995-1003.
17. Chen JY et al. Henoch-Schönlein purpura nephritis in children: incidence,
phatogenesis and management. Word J Pediatr. 2015;11(1):29-34.
18. Smith G. Management of Henoch-Schönlein purpura. Pediatrics and child
Health. 2012;22(8)327-31.
19. R.Brian, W. Pamela, L.Tammy, et al. Henoch Schönlein Purpura. Am Fam
Physician. 2009 oct ;80(7):697-704.
61