Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronis yang ditandai dengan


pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang,
biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular.1 Salah satu faktor resiko
terjadinya glaucoma adalah peningkatan tekanan intraokuler (TIO). Tetapi
glaucoma juga dapat terjadi pada TIO normal/normotensi (18 mmHg), Glaukoma
ditegakkan apabila terdapat ekskavasio atau penggaungan yang progresif pada
diskus optikus (atrofi papil glaukomatosa), dan kelainan saraf optic ini
berkorespodensi dengan defek luas lapangan pandang yang terjadi. Pada tahap
awal, kerusakan terjadi pada tepi lapangan pandang sehingga tidak disadari oleh
penderita, biasanya pasien akan datang ke dokter jika sudah ada gangguan
lapangan pandang pada bagian tengah atau jika glaucoma sudah parah. 1,2

Berdasarkan survey nasional tahun 1996, glaucoma merupakan penyebab


kebutaan nomor 2 setelah katarak di Indonesia dan dunia. Diperkirakan 6,7 juta
orang buta diakibatkan oleh glaucoma. Berrdasarkan data RS dr Cipto
Mangunkusomo dari tahun 2010-2012, penderita glaucoma yang mengalami
kebutaan bilateral adalah 19% dan buta unilateral adalah 45%. Kasus tersering
adalah karena glaucoma primer. Kebutaan pada glaucoma bersifat permanen
sehingga peru deteksi dini agar kerusakan saraf optic tidak semakin parah. Terapi
glaukoma adalah dengan menurunkan TIO pada tingkat aman/pada keadaan yang
tidak lagi merusak saraf optic, melalui menurunkan produksi atau menambah
pembuangan cairan aqueous. 1,2

Glaukoma Kronis 1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Akuos Humor adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang bulbus okuli. Akuos humor dihasilkan oleh badan siliaris, Fungsi akuos
humor adalah mempertahankan struktur bola mata, sebagai medium transparan
penunjang sistem optik, serta pemberi nutrisi bagi kornea dan lensa yang
merupakan organ avaskular. Selain itu, sirkulasi humor akuos berperan dalam
mekanisme flushing atau pembuangan sel-sel radang pada kondisi patologis serta
membantu distribusi obat ke struktur okular lain.1,2

a. Badan siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga pada potongan


melintang, terdiri dari 2 bagian yaitu, pars plikata (korona siliaris)
bergerigi, dan mengandung banyak vaskularisasi panjangnya kira-kira
2mm,dan pars plana (orbikulus siliaris) yang merupakan zona berpigmen
halus dan relative avascular. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk
aquous humor dan akomodasi lensa.1

Gambar 1. Badan siliaris 1

Glaukoma Kronis 2
b. Trabekula meshwork adalah struktur yang menyerupai jaringan pada sudut
anterior chamber dimana 90% dari aqueous humor mengalir melalui
bagian ini. Trabekula meshwork terdapat 3 komponen yaitu:
1. Uveal meshwork adalah bagian terdalam, terdiri dari untaian sel tertutup
endotel yang menyerupai tali yang muncul dari iris dan stroma badan
siliar. Ruang intertrabekula relatif besar dan memberikan sedikit
perlawanan untuk aqueous humor mengalir.6
2. Corneoscleral meshwork terletak di luar uveal meshwork untuk
membentuk bagian paling tebal dari trabekulum. Terdiri dari lapisan-
lapisan untaian jaringan ikat dengan sel-sel mirip endotel diatasnya.
Ruang intertrabekula lebih kecil dibandingan dengan uveal meshwork
sehingga memberikan resistensi yang lebih besar untuk mengalir.6
3. Juxtacanalicular (cribriform) meshwork adalah bagian paling luar dari
trabekula and menghubungkan corneoscleral meshwork dengan dinding
luar endotel dari kanal schlemm. Ini terdiri dari sel-sel yang tertanam
dalam matriks ekstraseluler padat dengan ruang antar sel yang sempit dan
memberikan resistensi normal terhadap aliran aqueous humor.2

Gambar 2. Scanning electron micrograph of the trabecular meshwork2

c. Kanal Schlemm merupakan suatu saluran melingkar pada perilimbal sklera


yang dihubungkan oleh septa yang membagi lumen menjadi 2 – 4 saluran.
Diameternya sekitar 370µ. Dinding bagian dalam dari kanlis schlemm
dibatasi oleh sel endotel yang ireguler yang memiliki vakuola yang besar.
Dinding terluar dari kanal dibatasi oleh sel rata yang halus dan mencakup
pembukaan saluran kolektor yang meninggalkan kanalis schlemm pada
sudut oblik .1,3

Glaukoma Kronis 3
2.2 Fisiologi Akuos Humor

Akuos humor disekresi oleh badan siliaris yang kemudian akan mengisi
camera okuli posterior, akuos humor akan mengalir pasif melalui pupil
menuju kamera okuli anterior melalui 3 jalur, yaitu :

1. Aliran trabekula (90%): aqueous humor mengalir melalui trabeluka ke


kanal schlemm lalu ke vena episklera. Ini merupakan rute sensitif aliran
tekanan sehingga meningkatnya tekanan intraokular akan meningkatkan
aliran keluar dari aqueous humor.
2. Drainase uveoscleral (10%): aqueous humor melewati badan siliar ke
ruangan suprachoroidal dan didrainase oleh sirkulasi vena di badan siliar,
koroid dan sklera.
3. Iris: beberapa aqueous humor juga di drainase melalui iris.2

Akuos humor kemudian akan keluar dari mata melalui 2 jalur yaitu :

1. Jalur trabecular
2. Jalur uveoscleral

Gambar 3. Aqueous humour pathway 2

Glaukoma Kronis 4
Gambar 4. Routes of aqueous outflow: A, trabecular; B,
uveoscleral; C, iris2
Aliran humor akuos berlangsung selama 24 jam dan mencapai
puncak saat penghujung pagi hari serta paling rendah pada pertengahan
malam hari. Rerata aliran adalah 29 uL/menit pada dewasa muda,
sedangkan pada orang berusia di atas 80 tahun menurun menjadi 2,2
uL/menit. Penurunan aliran humor akuos menurun sebanyak 2,4 % setiap
dekade usia.1

2.3 Definisi Glaukoma


Glaukoma adalah suatu neuropati optik yang ditandai dengan
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang,
biasanya disertai peningkatan tekanan intraocular. Peningkatan tekanan
intraokular menjadi faktor resiko terjadinya glaucoma tersebut (TIO > dari
21 mmHg). Tekanan intraokular yang muncul tanpa adanya kelainan saraf
optic dan gangguan lapangan pandang bukan merupakan glaucoma.
Glaukoma juga dapat terjadi pada TIO yang normal (18 mmHg) yang
disebut sebagai normotensi glaukoma. 1,2

2.4 Definisi Glaukoma Primer Sudut Terbuka (Kronis)


Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma atau neuropati optic yang
bersifat kronis, progresif, dan disertai peningkatan tekanan intraokular di atas
21 mmHg, dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Kondisi ini mengenai

Glaukoma Kronis 5
kedua mata (bilateral) tanpa disertai kelainan mata lain, dan umumnya terjadi
diatas usia 40 tahun serta terkait erat dengan faktor genetik.1

2.5 Klasifikasi
Glaukoma sudut terbuka dapat diklasifikasikan menjadi:4
1. Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka adalah glaukoma yang tidak
berhubungan dengan kondisi lain yang mendasari dan penyebabnya biasa
idiopatik.
2. Glaukoma Sekunder Sudut Terbuka
Glaukoma sekunder sudut terbuka adalah glaukoma yang terjadi akibat
penyakit mata atau penyakit sistemik lainnya, trauma atau akibat
penggunaan obat-obatan tertentu.

2.6 Epidemiologi Glaukoma Kronis


Diperkirakan 45 juta orang menderita glaukoma sudut terbuka di
seluruh dunia pada tahun 2010, dan akan diperkirakan meningkat menjadi
58,5 juta orang pada tahun 2020. Hampir separuh (47%) dari populasi
tersebut adalah ras Asia, sedangkan 24% adalah ras Eropa. Rerata
prevalensi adalah 1,96% dari seluruh penduduk dunia, dengan jenis
perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Di Amerika Serikat,
prevalensi keseluruhan glaukoma sudut terbuka primer (PAOG) adalah
1,86% dari seluruh jumlah penduduk (1,57 juta ras kulit putih dan 398.000
ras kulit hitam). Dari seluruh kasus glaukoma, glaukoma sudut tertutup
(ACG) terjadi pada hampir separuh kasus. Perbandingan PAOG dan ACG
pada negara India adalah 65%:19%, dan di Singapura adalah 42% : 32%.
Isindens glaukoma sudut tertutup (ACG) banyak terjadi pada populasi
Mongolia. Di Indonesia, berdasarkan survey nasional tahun 1996,
glaucoma merupakan penyebab kebutaan nomor 2 setelah katarak di
Indonesia dan dunia. Diperkirakan 6,7 juta orang buta diakibatkan oleh
glaucoma. Berrdasarkan data RS dr Cipto Mangunkusomo dari tahun
2010-2012, penderita glaucoma yang mengalami kebutaan bilateral adalah
19% dan buta unilateral adalah 45%.1,3

Glaukoma Kronis 6
2.7 Etiopatogenesis Glaukoma Kronis
Cairan akuos mengisi kamera okuli anterior (KOA) dan bilik mata
belakang/kamera okuli posterior (KOP). Cairan tersebut diproduksi oleh
prosesus siliaris, kemudian dicurahkan ke KOP, dan dialirkan ke KOA
melalui pupil. KOP dibatasi oleh permukaan belakang iris, korpus siliaris,
vitreous, dan lensa. Pada tepi KOA terdapat sudut iridokorneal, dan pada
apeksnya terdapat kanalis Schlemm. KOA dihubungkan ke kanalis
schlemm melalui anyaman trabekulum (trabechular meshwork). Yang
kemudian dialirkan ke sistem vena episklera, dan berakhir di jantung.
Gangguan dinamika pada cairan akuos akan mengakibatkan perubahan
TIO. Volume cairan menentukan besarnya TIO, sesuai dengan hokum
Pascal (tekanan yang tinggi dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala
arah dengan besar tekanan yang sama,). Saraf optic merupakan struktur
yang paling lemah, sehingga akan terdesak dan mengalami atrofi. Selain
itu dapat pula terjadi hambatan pada aliran cairan akuos pada pupil,
misalnya blockade pupil karena seklusio pupil, atau iris terdesak ke sudut
iridokorneal sehingga anyaman trabekula tertutup. Pada orang tua yang
mengalami katarak imatur/insipient, KOA dipersempit ke depan sehingga
iris terdorong dan menutup anyaman trabekula. Hambatan pembuangan
cairan akuos dapat terjadi pada 3 tempat, yaitu : sebelum masuk anyaman
trabekula, pada anyaman trabekula, dan setelah anyaman trabekula
(kanalis Schlemm, saluran konektor, dan vena episklera)1,2
Pada kerusakan papil saraf optic akibat glaukoma dengan nisbah
C/D ≥ 0,6, terdapat pengurangan serabut saraf optic yang membntuk
bingkai saraf optik (optic rim). Kerusakan tersebut akan mengakibatkan
gangguan lapangan pandang sesuai dengan daerah inervasi saraf tersebut
pada retina. Pada fase awal, kerusakan terjadi pada daerah Bjerrum, yang
biasanya tidak disadari oleh penderita karena tidak mempengaruhi
pandangan sentral. Tetapi kemudian pada fase akhir akan terjadi
penyempitan lapangan pandang (pinhole vision), dan kebutaan (absolute
stage). Mekanisme neuropati optic pada glaukoma adalah karenan TIO

Glaukoma Kronis 7
yang tinggi dan gangguan vascular (perfusi tidak cukup sampai ke papil
nervus optikus). Morfologi papil glaukomatosa adalah1,2 :
 Atrofi setempat, biasanya pada inferotemporal dan superotemporal
 Atrofi konsentris, yang tampak sebagai pelebaran cup secara
konsentris pada daerah inferotemporal dan superotemporal
 Pendalaman cup sehingga tampak lamina cribrosa

Pada perjalanan lanjut glaukoma, akan terjadi skotomoa arkuata dobel atas
dan bawah yang menyatu menjadi skotoma cincin, dan pada tahap berikutnya akan
melebar ke perifer pada seluruh area kecuali temporal (lebih bertahan lama setelah
pulau sentral hilang). Jika proses kerusakan tetap berlanjut, maka pasien dapat
kehilangan seluruh penglihatan.2

Patogenesis glaukoma sudut terbuka primer masih belum jelas. Hilangnya


akson saraf optic kemungkinan berhubungan dengan kerentanan sel ganglion,
defisiensi mikrosirkulasi di ujung nervus optikus, atau factor-faktor matriks
ekstraseluler. Gangguan sirkulasi dan factor-faktor matriks ekstraseluler dapat
berperan pada tingginya tekanan TIO dan hilangnya akson.3

Pada 4 persen pasien dewasa glaucoma sudut terbuka dan >10% kasus juvenile
open-angle glaucoma, didapatkan mutasi pada gen miosilin (MYOC), kondisi
autosomal dominann yang cukup langka, onset glaucoma pada umur 3-40 tahun.
Mutasi gen ini mengubah protein miosilin. Cirinya adalah peningkatan TIO, dapat
mencapai >40 mmHg pada pasien juvenile open-angle glaucoma. Miosilin
diproduksi oleh korpus siliaris dan haringan trabecular, tetapi peran spesifiknya
untuk mengatur TIO masih belum diketahui.3

Peningkatan TIO pada glaucoma primer sudut terbuka terjadi akibat


hambatan aliran keluar aqueous humor melalui anyaman trabekulum.
Penyebabnya akibat penumpukan material (sel pigmen, eritrosit,
glukosaminoglikan, protein, atau material plak jaringan), hilangnya sel endotel
trabekulum, berkurangnya ukuran serta densitas pori trabekulum di endotel
dinding internal kanal Schlemm, berkurangnya aktivitas fagositosis di anyaman
trabekulum, serta penebalan membrane basal dan hilangnya vakuola-vakuola
raksasa pada endotel dinding internal kanal Schlemm.1

Glaukoma Kronis 8
2.8 Diagnosis

2.8.1 Anamnesis

Glaukoma sudut terbuka jarang biasanya asimptomatik dan bersifat kronis


progresif, sehingga biasanya terlambat terdeteksi secara incidental saat
pemeriksaan mata komprehensif. Hal inilah yang membedakannya dengan
glaucoma sudut tertutup (ada kehilangan lapang pandang visual, nyeri,
konjungtiva berwarna merah, dan edema kornea).3

Terkadang Pasien biasanya hanya mengeluhkan sakit kepala atau rasa


berat disekitar mata. Dalam perjalanannya, defek lapang pandang dapat berakhir
dalam bentuk defek hemifield superior atau inferior, atau bahkan hilangnya
seluruh kemampuan penglihatan kecuali sisa berupa “pulau penglihatan” (island
of vision) disentral atau temporal. Sisa penglihatan di sentral diistilahkan sebagai
tunnel vision, seperti melihat melalui lubang kunci atau tabung. Penglihatan
sentral dapat 6/6, tetapi pasien berjalan menabrak-nabrak serta kurang dapat
melihat benda-benda disampingnya yang berada di dalam lapang pandang
perifer.5

Gambar 5. Tunnel vision6

Glaukoma Kronis 9
Rata-rata waktu yang diperlukan dari lapang pandang normal menjadi
kebutaan sekitar 25 tahun pada pasien-pasien yang tidak diobati.3

Perlu diketahui adanya riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes


melitus, riwayat keluarga dengan glaucoma , penggunaan obat-obatan jangka
Panjang seperti kortikosteroid.3,5,6

2.8.2 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan pada mata didapatkan mata tampak normal, konjungtiva tidak


merah, kornea jernih, KOA dalam, pupil normal. 2,7,8

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang Glaukoma Kronis2


 Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan oftalmoskopi dilakukan untuk melihat degenerasi, atrofi,
dan penggaungan (cupping) papil. Tanda atrofi papil adalah papil warna
pucat, batas tepi tegas, dan lamina cribrosa tampak jelas. Tanda
penggaungan : pinggir papil temporal menipis. Ekskavasi yang melebar
ditandai dengan diameter vertikal lebih lebar dibanding diameter horizontal.
Jika tekanan cukup tinggi, data terlihat juga pulsasi arteri. Alat lain yang
dapat digunakan adalah Optical Coherence Tomography, Confocal
scanning laser ophthalmoscopy, Sceening laser polarimetry

Gambar 6. Funduskopi gambar kiri normal, (a) 9 Cup-to-disc


ratio sekita sekitar 0,4 (b) Cup-to-disc ratio sekitar 0,9 .
 Tonometri (pengukuran tekanan bola mata)
Dapat dengan menggunakan palpasi (bersifat subjektif), dengan
membandingkan tekanan mata kanan dan kiri atau dengan mata pemeriksa.
Sedangkan alat yang dapat digunakanuntuk mengukur TIO adalah
tonometry Schiotz, dengan mengaplikasikan pantokain 0,5% pada mata.

Glaukoma Kronis 10
Kemudian tenometer diletakkan di atas kornea, dan hasil konversinya
dibaca. Alat ini sangat dipengaruhi oleh kekakuan/rigiditas sclera.
Pemeriksaan tidak dapat dilakukan jika ada infeksi luar bola mata, abrasi
kornea, perforasi/oedema/lukoma kornea, dan nistagmus. Alat lain yang
tersedia adalah tonometry applanasi Goldmann dan non-contact tonometer
(NCT)

Gambar 6. Tonometri 2
 Gonioskopi
Dilakukan untuk memeriksa saluran pembuangan (sudut iridokornea
dengan menggunakan lensa kontak khusus). Alat ini dapat membedakan
glaukoma sudut terbuka/tertutup, perlekatan iris bagian perifer, abnormalitas
dudt dan adanya benda asing. Terdapat 2 cara gonioskop, yaitu gonioskopi
langsung (lensa Koeppe, lensa Barkan, Thorpe dan Swan-Jacob) yang
menggunakan lensa yang membelokkan sinar, dan gonioskopi tidak langsung
yang menggunakan cermin untuk memantulkan sinar sehingga dapat terlihat
sudut iridokornea pada sisi yang berlawanan dari cermin.

Gambar 7. Genioskopi menggunakan kontak lensa untuk melihat sudut


diantara iris dan kornea3

Glaukoma Kronis 11
 Pemeriksaan lapangan pandang/perimetri
Lapangan pandang dapat diperiksa dengan tes konfrotasi
(membandingkan lapangan pandang pasien dengan pemeriksa).
Terdapat 2 macam alat perimetri, yaitu : perimetri kinetic
(menggunakan target yang bergerak dari perifer ke sentral, alat :
tangen screen scotometry, perimeter Lister, perimetri Goldman)
dan perimeter static (menggunakan target yang tidak bergerak
tetapi dapat diatur kecerahan dan durasi target tersebut, alat :
Goldman perimeter, perimeter Friedmann, perimeter Automatik
Humphrey).

Gambar 8 Gambaran hilangnya penglihatan dimata kiri pada pasien dengan


glaukoma tidak terkontrol8

2.9 Perbedaan Glaukoma akut dan glaucoma kronis Kronis 1,2,3,9


Glaucoma Glaucoma sudut Glaukoma sudut
terbuka tertutup
Onset Perlahan Cepat pada akut /
perlahan pada kronis
Tanda dan Asimptomatik , sakit Akut : nyeri hebat pada
gejala kepala, berat disekitar mata, sakit kepala,
mata, mata tenang. muntah, mata merah,
berair, penglihatan kabur

Glaukoma Kronis 12
Lanjut : penyempitan Kronik : hampir sama
lapang pandang (tunnel dengan kronik namun
vision), buta. keluhan hilang dengan
sendirinya dan berulang
Pemeriksaan Visus baik, kecuali Akut : visus turun
stadium lanjut kabur mendadak, konjungtiva
secara perlahan. COA hiperemis, COA dangkal,
tidak dangkal. pupil lebar.
Oftalmoskopik CD ratio > 0,5 , Normal
penggaungan papil optic
(ekskavasio)
Tonometry TIO > 21 mmHg >40 mmHg
Gonoskopi Sudut terbuka/ normal Sudut tertutup, COA
menyempit, lapang
pandang menyempit/
normal

2.10 Tata Laksana Glaukoma Kronis


Prinsip tatalaksanan glaukoma adalah :
 Makin tinggi TIO, semakin besar kerusakan saraf optic
 Pada pasien glaukoma, penurunan tekanan akan menurunkan
resiko kerusakan lebih lanjut, tetapi belum dapat diketahui pada
tekanan berapa kerusakan tersebut berhenti, sehingga perlu follow-
up terus menerus
 Keberhasilan penanganan glaukoma adalah penurunan TIO
secukupnya, sehingga selama hidup, pasien masih memiliki
penglihatan yang baik dengan efek samping yang kecil
 Target penurunan TIO pada sudut terbuka adalah 20-60% dari TIO
awal, spada sudut tertutup adalah dibawah 22 mmHg, dan pada
normotensi adalah 20-30% dari TIO awal3

Target penurunan TIO menurut rekomendasi ICO adalah3 :

Kpearahan Temuan Penurunan Terapi


Glaukoma Klinis TIO yang
disarankan

Glaukoma Kronis 13
Awal Kerusakan Turunkan Medikamentosa atau
N. optikus ± TIO ≥ 25% Laser trabekuloplasti
penurunan
lapangan
pandang

Sedang/Lanjut Kerusakan Turunkan Medikamentosa atau


N. optikus TIO ≥ Laser trabekuloplasti
dengan 25%-50% atau trabekulektomi ±
penurunan mitomicin C atau tube
lapangan (± ekstraksi katarak
pandang dengan IOL) dengan
atau tanpa
Cyclophotocoagulation
(krioterapi)

Tahap Buta Turunkan Medikamentosa


akhir/Glaukoma dengan atau TIO ≥ 25%- dengan atau tanpa
refrakter tanpa nyeri 50% (bilan Cyclophotocoagulation
nyeri) (krioterapi) dan
rehabilitasi vital

Cara menurunkan TIO adalah 3 :

1. Medikamentosa
 Menurunkan produksi akuous (timolol maleat, penghambat
anhydrase karbonat, adrenergic α-2)
 Menambah pembuangan humor akuous (pilokarpin, prostaglandin)
 Merusak badan silier (sikloterapi, siklofotokoagulasi trans-skleral
diode laser atau endolaser)
2. Non-medikamentosa/operasi
 Operasi filtrasi (trabekulektomi, trabekulotomi, pemasangan
implant Baerveldt, Ahmed, Molteno, optimed, krupin, semilunar)

Glaukoma Kronis 14
 Operasi filtrasi non-penetrasi : sinustomi, non-penetrating
trabekulektomi, deep sklerotomi, viscokanalostomi
 Mengubah anatomi/fungsi sudut iridokornea (trabekuloplasti laser,
iridektomi/irodotomi perifer, gonioplasti/ iridoplasti laser)

Golongan obat glaucoma 3 :

1. Obat topikal
 Golongan kolinergik
Bekerja dengan cara menaikkan kemampuan aliran keluar
cairanakuous melalui trabekulum meshwork. Obat ini merangsang
saraf parasimpatetik sehingga menyebabkan kontraksi
m.longitudinalis ciliaris yang menarik taji sclera, juga efek miosis
pada m. sfingter pupil. Efek samping obat adalagh keratitis superfisial
pungtata, spasme otot siliar yang menyebabkan rasa sakit pada alis,
miopisasi, abasio retina, katarak, dan toksik terhadap endotel kornea.
Contoh obat ini adalah pilokarpin (sediaan pilokarpin hidrokloride
0,25-10% dan pilokarpin nitrat 1-4%, durasi 4-6 jam) dan karbakhol
 Golongan agonis adrenergic :
Obat ini bekerja dengan memacu reseptor adrenergic α dan β,
sehingga menurunkan produksi cairan akuos dan meningkatkan aliran
keluar. Efek sampingnya adalah hiperemi konjugntiva, midriasis
sementara, reaksi alergi kelopak mata, dan hipertensi sistemik Contoh
obat ini adalah epinefrin (0,5-2%, 2 kali sehari), dipivefrin (0,1%, 2
kali sehari), brimonidin 0,2% (reseptor α-2 selektif), apraklonidin
 Golongan penyekat reseptor beta
Obat ini dapat sebagai antagonis reseptor β1 dan β2, yang bekerja
dengan menurunkan produksi akuos oleh badan siliar. Efek samping
yang dapat terjadi adalah konjungtivitis, blefaritis, keratitis, mata
kering, diplopia, dan ptosis. Contoh golongan obat ini adalah timolol
0,1% sebagai gel atau 0,25-0,5% sebagai tetes mata (antagonis β-2
tidak selektif), carteolol, betaxolol tetes 0,25% dan 0,5% (antagonis
β-1 selektif), levobulonol, metoprolol
 Golongan analog prostaglandin
Glaukoma Kronis 15
Obat ini bekerja dengan menaikkan aliran keluar uveosklera,
merelaksasi m.siliaris dan menggangu metabolisme pada matriks
ekstraseluler otot siliar. Tidak digunakan pada glaukoma dengan tanda
inflamasi (glaukoma karena uveitis, atau neurovascular). Efek
samping yang dapat terjadi adalag pigmentasi iris, udem makula
kistoid, hiperemis konjugtiva ringan, erosi kornea, pemanjangan dan
penebalan bulu mata, penglihatan kabur, rasa panas dan gatal pada
mata. Obat yang tersedia adalah latanoprost tetes 0,005%, travoprost
tetes 0,004%, tafluprost, bimatoprost tetes 0,03%, unoprostone tetes
0,15%
 Golongan penghambat anhydrase karbonat topical
Obat ini bersifat hidrofilik dan dapat menembus kornea dan menuju
badan siliar untuk menekan produksi cairan akuos. Cara kerjanya
dengan menghambat kerja anhydrase karbonik pada badan siliar,
memperlambat produksi bikarbonat, menurunkan kadar sodium dan
transport cairan sehingga produksi cairan akan berkurang. Obat ini
dapat digunakan kombinasi dengan timolol. Efek samping dari obat
ni adalah gangguan indra pengecap, rasa terbakar dan gatal pada mata,
hiperemis konjungtiva, mata kabur, dan keratitis pungtata
superfisialis. Efek samping sistemiknya adalah rasa melayang,
vertigo, nyeri abdomen, diare, dermatitis kontak, dll. Obat yang
tersedia adalah dorzolamid hidrokloride tetes 2% atau kombinasi
dengan timolol maleat 0,5%, dan binzolamid 1% ditetes 3 kali sehari
2. Obat sistemik :
 Golongan inhibitor karbonik anhydrase
Acetazolamide dapat menurunkan produksi cairan akuos, dapat sebagai
monoterapi atau terapi tambahan. Dosisnya adalah 125 mg, 250 mg
dalam bentuk tablet dan 500 mg dalam bentuk kapsul, diberikan tiap 6
jam pada pasien dewasa. Pada pasien anak diberikan dosis 10-15
mg/kgBB/hari. Obat tidak dapat diberikan jika terdapat
hipersensitivitas, kadar natirum dan kalium serum rendah, kelainan
ginjal dan hati, juga insufisiensi adrenokortikal. Efek samping sistemik

Glaukoma Kronis 16
yang dapat muncul adalah malaise, depresi, mual muntah, sering
kencing, kesemutan pada ekstremitas, dikasia darah, dll.
Methazolamid bersifat lebih poten dan dapat menembus barrier 50 kali
lebih baik. Dosisnya adalah 25-50 mg diberikan 3 kali sehari.
 Zat hiperosmotik
Gliserol adalah obat hiperosmotik yang dapat menurunkan volume
vitreous, diberikan pada keadaan akut. Dosis yang tersedia adalah 50%
dan 75% (dosis standard 2-3 ml/kgBB, diberikan per oral 3-4 kali
sehari). Obat ini mulai bekerja setelah 10 menit, dan efek maksimal
pada 30 menit, dan bekerja selama 5 jam. Tidak digunakan untuk DM
dan gangguan fungsi ginjal . Efek samping yang dapat terjadi adalah
peningkatan tekanan darah, dehidrasi, mual muntah, retensi urin, gagal
jantung kongestif, edema paru, dll.
Manitol diberikan secara intravena dengan dosis 1-2 ml/kgBB atau 5
ml/kgBB dalam 1 jam. Dosis yang tersedia adalah kandugan 20% dalam
500 ml. tidak digunakan pada gangguan fungsi ginjal dan jantung.

2.11 Komplikasi Glaukoma Kronis

Glaukoma kronis dapat menyebabkan kebutaan dan glaucoma absolut


(painful blind eye). Glaukoma sudut terbuka menjadi factor predisposisi
terjadinya oklusi vena retina sentral, menyebabkan neovaskular glaucoma dan
painful blind eye. 8

2.12 Prognosis Glaukoma Kronis

Prognosis tergantung dari timeline diagnosis dan terapi. Beberapa orang


dapat mengalami TIO yang tinggi selama bertahun-tahun dan tidak bermasalah,
pada sebagian lainnya terjadi kerusakan saraf meski TIO relative masih rendah.

Glaukoma yang tidak ditangani dapat mengakibatkan kerusakan permanen


pada saraf optic dan hilangnya lapang pandang, lama kelamaan mengakibatkan
kebutaan. Jika sudah terjadi, penglihatan tidak dapat pulih seperti sediakala,
sehingga pengobatan ditujukan untuk mencegah kerusakan lebih parah. 9

Glaukoma Kronis 17
Jika dideteksi secara dini, dimungkinkan untuk menghambat progresivitas
penyakit dengan obat maupun operasi.

Glaukoma Kronis 18
BAB III

KESIMPULAN

Glaukoma adalah kumpulan penyakit mata yang terkait dari atrofi papil
mata optikus glaukomatosa (N II), dan defek luas lapangan pandang. Salah satu
faktor resiko terjadinya glaucoma adalah peningkatan tekanan intraokuler (TIO).
Tetapi glaucoma juga dapat terjadi pada TIO normal/normotensi (18 mmHg).
Dapat diklasifikasikan menjadi glaucoma sudut terbuka akut, glaucoma sudut
tertutup akut dan kronis, glaukoma normotensi, glaukoma sekunder, maligna,
serta kongenital. Pada glaukoma sudut terbuka, biasanya tidak terdapat gejala
hingga pasien berobat saat stadiumnya sudah lanjut. Tatalaksana glaukoma dapat
menggunakan medikamentosa untuk menurunkan TIO, maupun operasi.
Prognosisnya tergantung seberapa dini terdiagnosis dan seberapa cepat
ditatalaksana. Jika tidak segera terdiagnosis dan ditangani, dapat mengakibatkan
kebutaan permanen.

Glaukoma Kronis 19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus R, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku Ajar Oftalmologi.


Badan Penerbit FK Universitas Indonesia. Edisi Pertama. Jakarta. 2017.
2. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology. 8th ed. Elsevier; 2016.p 306
- 394
3. Suharjo SU, Agni AN. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Departemen Ilmu
Kesehatann Mata Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Edisi ke 3. June
2017. Bab I : Anatomi Mata
4. American Academy of Ophthalmology. Preferred Practice Pattern:
Primary Open-Angle Glaucoma. 2015. Available from:
https://www.aao.org/preferred-practice-pattern/primary-open-angle-
glaucoma-ppp-2015
5. Jacobs D. UpToDate [Internet]. Uptodate.com. 2011 [cited 24 March
2019]. Available from: https://www.uptodate.com/contents/open-angle-
glaucoma-epidemiology-clinical-presentation-and-diagnosis
6. Hu Cindy X, Zangalli, et al. What Do Patients With Glaucoma See? Visual
Symptoms Reported by Patients With Glaucoma. Am J Med Sci. 2014.
348(5): 403–409. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4206382/
7. Moster M, Kay M. Glaucoma: The Neuro-ophthalmologic Differential
Diagnosis. Current Journal of Glaucoma Practice with DVD.
2008;2(1):33-38.
8. Foris L, Tripathy K. Open Angle Glaucoma [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov.
2019 [cited 24 March 2019]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441887/
9. Greco A, Rizzo M, De Virgilio A, Gallo A, Fusconi M, de Vincentiis M.
Emerging Concepts in Glaucoma and Review of the Literature. The
American Journal of Medicine. 2016;129(9):1000.e7-1000.e13.

Glaukoma Kronis 20

Anda mungkin juga menyukai