Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

SKLERITIS

DISUSUN OLEH:

ARUM INDRIANI WISNU NAGARA

030.13.029

PEMBIMBING:

dr. R. Adri Subandiro, SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RSUD DR SOESELO, SLAWI, KABUPATEN TEGAL

PERIODE 6 NOVEMBER – 9 DEDEMBER 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................. Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 DEFINISI .......................................................................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI ...........................................................................................3
2.3 ETIOPATOGENESIS ....................................................................................4
2.4 PATOFISIOLOGI ..........................................................................................6
2.5 KLASIFIKASI ...............................................................................................6
2.6 GEJALA KLINIS ...........................................................................................8
2.7 PEMERIKSAAN KLINIS .............................................................................9
2.8 DIAGNOSIS BANDING .............................................................................10
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................10
2.10 PENATALAKSANAAN ...........................................................................12
2.11 PROGNOSIS ..............................................................................................14
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Skleritis adalah penyakit yang ditandai dengan peradangan yang kronik


dengan rasa sakit yang sangat serta dapat menyebabkan kebutaan pada
penderitanya. Penyakit ini dapat disebabkan oleh penyakit sistemik sehingga
penyebabnya harus dapat ditemukan1. Secara epidemiologi, sebanyak 2,6 %
penderita yang dirujuk ke pusat Imunologi di Amerika serikat menderita skleritis,
dan sekitar 0,8 % pasien yang dirujuk ke Departemen Penyakit Mata di Glasgow
Inggris mengalami skleritis2.
Etiologi skleritis secara pasti masih belum dapat ditentukan tetapi penyakit
sistemik seperti reumathoid, imunokompromis serta infeksi dapat terkait3.
komplikasi akibat skleritis jauh lebihh sering dan lebih berat. Komplikasi yang
dapat terjadi antara lain yaitu keratitis sklerotik, uveitis, yang dapat berakibat
katarak, glaukoma dan komplikasi pada sklera sendiri, yaitu penipisan sampai
perforasi. Kesemua komplikasi ini menyebabkan gangguan penglihatan yang
cukup berat dan akan berakhir dengan kebutaan.
Angka kejadian skleritis yang rendah menyebabkan jarang sekali
ditemukan kasus ini dalam praktek layanan primer sehari-hari, tetapi kemerahan
pada mata serta nyeri dalam mengaburkan gejala skleritis dengan konjungtivitis
dan diagnose banding lainnya yang berkaitan dengan mata merah sehingga pada
layanan primer sering kali menjadi salah diagnose yang menyebabkan tidak
tepatnya penatalaksanaan sehingga perburukan terjadi dengan cepat yang akhirnya
membuat pasien mengalami kebutaan.
Skleritis sangat berkaitan dengan penyakit yang berhubungan dengan
autoimun terutama rheumathoid arthritis sehingga pengobatan sistemik juga
menjadi keharusan untuk mencapai kesembuhan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh


destruksi pada jaringan kolagen di sclera, sebukan sel dan kelainan vascular yang
meunjukkan adanya vaskulitis.

Gambar 1. sklera normal dibandingkan skleritis nekrotis dengan inflamasi

2.2 EPIDEMIOLOGI

Studi yang dilakukan di California Utara, Amerika Serikat dari 2011 kasus
yang dilaporkan terdapat kasus episkleritis sebanyak 297 kasus baru dan 25 kasus
lama sedangkan untuk kasus skleritis didapatkan sebanyak 25 kasus baru dan 8
kasus lama. Secara keseluruhan kasus skleritis terjadi sebanyak 3-4 kasus per
100.000 kasus yang terjadi dalam satu tahun. Kesimpulan pada studi ini
menunjukkan bahwa skleritis diderita oleh pasien yang usianya lebih tua dari
penderita episkleritis dan perempuan lebih memiliki kemungkinan untuk
menderita episkleritis ataupun skleritis disbanding pria4.

3
2.3 ETIOPATOGENESIS

Penyebab pasti skleritis masih belum diketahui secara jelas, tetapi adanya
disregulasi autoimun menjadi factor predisposisi untuk skleritis. Factor pencetus
lain seperti infeksi, factor endogen atau trauma juga bisa menyebabkan skleritis.
Kerusakan vascular yang berhubungan dengan kompleks imun (hipersensitivitas
time III) dan respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV) menjadi
dasar patofisiologis dari penyakit ini pada kasus idiopatik.

Faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab skleritis adalah :


1. idiopatik5
Pada penyebab idiopatik, kompleks imun yang berasal dari antibodi dan PR3
(Proteinase 3) dari netrofil terbentuk dan berkumpul di endothelium
mengakibatkan kaskade komplemen sehingga terjadi vaskulitis. Kompleks
imun yang terbentuk menarik sekumpulan komplemen dari makrofag, sel T
dan sel dendritik di dinding sclera dan melepaskan MMP (metalloproteinase)
dan TIMP (inhibitor MMP). Keseimbangan produksi MMP dan TIMP
menyebabkan berkurangnya integritas dinding sclera.

Gambar 2. Mekanisme ekpresi MMP-TIMP pada sklera

2. Penyakit sistemik6
Penyakit sistemik yang sering berasosiasi dengan skleritis adalah rheumathoid
arthritis yang merupakan kelainan autoimun pada orang tua. Mekanisme
patofisioogi dalam hubungannya dengan RA masih bekum diketahui secara

4
apasti tetapi degradasi dari kolagen sebagai akibat dari infiltrasi leukosit pada
dinding sclera dapat menjadi penjelasan proses ini.

Gambar 3. Manifestasi RA pada infiltrasi neutrofil

3. infeksi

4. Surgery Induced Necrotizing Scleritis (SINS)7


Kejadian SINS sangat jarang, dan penderitnya memiliki factor komorbid
berupa penyakit sistemik seperti diabetes mellitus atau penyakit autoimun.
Penanganan SINS membutuhkan agen imunosupresan untuk mengontrol
inflamasi.

Gambar 4. Skleritis akibat tindakan operasi

5
5. Drug Induced Scleritis8
a. Bisphosphonates/diphosphonates adalah inhibitor kuat untuk osteoklas, yang
berguna untuk mencegah osteoporosis. Contoh yang sering digunakan adalah
alendronate, zelodronik, asam medronat
b. Erlotinib hydrochloride adalah obat yang biasa digunakan untuk kemoterapi
pada penyakit kanker pancreas, kanker paru dan beberapa jenis kanker lain.
Agen kemoterapi ini bekerja sebagai reversible untuk inhibitor tirosin kinase.
c. Procainamide adalah agen antiaritmia. Pada beberapa kasus obat ini dapat
menyebabkan skleritis tetapi secara eviden masih rendah sehingga masih bisa
diresepkan secara aman pada pasien

2.4 PATOFISIOLOGI15

Mekanisme patofisiologi secara tepat masih dipelajari tetapi imunitas


selular dan humoral tampat terlibat pada proses inflamasi yang terjadi.
Kemungkinan muncul sebagai respon dari sel T yang meningkatkan produksi sel
T helper yang akhirnya mengaktivasi sel B sehingga antibody terbentuk dan
jembatan antigen antibody bereaksi. Sel B menarik netrofil dan makrofag yang
sekresikan enzim kolagenase dan enzim protease lain yang merusak kolagen
sclera. Selain menarik netrofil dan makrofag, sel B juga menginduksi
terbentuknya MMP dan TIMP sehingga terjadi kerusakan kornea.

2.5 KLASIFIKASI9

Skleritis diklasifikasikan menjadi :

1. Skleritis anterior
Skleritis anterior adalah jenis yang paling banyak ditemukan pada kasus
skleritis dan dibagi menjadi 4 jenis skleritis anterior yaitu :
a. difuse, skleritis difuse memiliki karakteristik berupa bendungan pada pleksus
episkleral bagian profunda yang memunculkan klinis edema pada sclera.

6
Sering dimulai dengan bendungan yang melibatkan seluruh sclera. Pasien
menguhkan rasa sakit yang sangat serta fotofobia. Angka kejadian skleritis
difus adalah 40-83% dari keseluruhan kasus skleritis.
b. nodular, adalah jenis skleritis anterior yang sering dihubungkan dengan
herpes zoster oftalmika. Skleritis nodular memiliki karakteristik bendungan
terlokalisir pada pleksus sclera profunda. Bendungan terlokalisir ini semakin
lama kana semakin membesar akhirnya akan muncul klinis berupa nodul
pada sclera. Angka kejadian skleritis nodular adalah 16-44 % dari
keseluruhan kasus skleritis.
c. nekrotik dengan tanda radang, adalah bentuk paling berat dari skleritis
anterior. Ditandai dengan adanya tanda radang serta ulkus yang terbentuk
pada sclera. Pasien mengeluhkan sakit yang luar biasa, bola mata yang
teraba lembek serta visus yang turun dengan cepat. Bersama dengan
skleromalacia, penyakit ini menempati angka kejadian sebanyak 16-15 %
dari kasus skleritis anterior
d. nekrotik tanpa radang/skleromalacia sering dikaitkan dengan enderita
reumathoid arthritis kronis. Pasien tidak mengeluhkan rasa sakit serta tidak
tampak adanya radang. Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan.

Gambar 5 Skleritis Diffuse Gambar. 5 Skleritis Nodular

7
Gambar 6. Skleritis Nekrotik Gambar 7. scleromalacia

2. skleritis posterior
Skleritis posterior memiliki manifestasi klinis berupa ptosis, rasa sakit pada
bola mata yang terinfeksi, edema macular atau para macular pada choroid, adanya
eksudat pada retina, udem papil dan kemungkinan glaukoma sudut tertutup.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah oftalmoskopi.

2.6 GEJALA KLINIS10

Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa:


 Penglihatan kabur
 Rasa nyeri pada mata yang terinfeksi
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Mata berarir
 Nyeri pada mata bila terkena sinar langsung

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada mata:


 Pada sclera terdapat injeksi campuran, baik difus atau nodular
 Terdapat benjolan pada sclera mata
 Pada skleritis nekrotik terlihat ulkus pada sclera
 Bayangan kebiruan pada sclera

8
Gejala objektif pada retina
 Udem papil
 Terdapat cairan sub retinal
 Khoroid yang terlepas
 Eksudat retina

2.7 PEMERIKSAAN KLINIS


Anamnesis
Perlu ditanyakan pada saat anamnesis mengenai keluhan utama pasien,
perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma
ataupun riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada
tubuh. Gejala skleritis dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme,
dan penurunan ketajaman penglihatan. Mata merah adalah tanda utama skleritis
baik anterior maupun posterior. Nyeri pada skleritis bersifat terasa berat,
menyebar, nyeri dapat membangunkan pasien dari tidur dan muncul kembali
karena sentuhan. Mata berair, penurunan visus serta fotofobia juga menjadi gejala
pada skleritis

Pemeriksaan oftalmologi
1. Skleritis anterior11
Inspeksi : terdapat injeksi campuran pada sclera, tampak nodul yang
dikelilingi oleh injeksi yang berwarna kemerahan, ditemukan ulkus atau
tampak kebiru-biruan pada sclera. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan
penyempitan arteriol terlokalisir, serta oklusi vena-arteri
Palpasi : sulit dinilai karena pasien mengeluhkan nyeri pada matanya
2. Skleritis posterior9
Inspeksi : terdapat injeksi yang difus pada sclera, oftalmoplegia dan ptosis.
Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan papil udem, eksudat subretinal,
pengelupasan retina, choroidal folds

9
Gambar 8. Pengelupasan retina Gambar 9. Eksudat Retina

2.8 DIAGNOSIS BANDING12


a. konjungtivitis alergi
b. Episkleritis
c. Herpes Zoster Oftalmika
d. Okular Rosacea
e. Karsinoma sel skuamosa

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
a. Hitung darah lengkap
b. Pemeriksaan autoimun
c. Pemeriksaan factor rematoid
d. Pemeriksaan asam urat

Pencitraan13
a. Fundus fluorescein angiogram: meskipun pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk menemukan tanda pada sklerosis posterior tetapi dapat memperlihatkan
adanya kebocoran pada vascular retina.

10
Gambar 10. Tanda kebocoran pada vascular retina

b. USG mata menjadi salah satu pemeriksaan penunjang pada posterior skleritis,
pada USG mata dapat terlihat pelepasan retina, edema retrobulbar atau adanya
ruang subtenon pada posterior mata

Gambar 11. Pelepasan retina pada skleritis posterior

11
c. CAT scan dan MRI pemeriksaan ini meskipun jarang digunakan untuk
penegakan diagnosis tetapi dapat digunakan untuk nenemukan infiltrasi
ekstraokular yang sulit ditemukan pada pemeriksaan penunjang lain

Gambar 12. Penebalan sclera pada posterior scleritis

2.10 Grade keparahan skleritis14


Skleritis dapat ditentukan derajat keparahannya menggunakan tes PE, dengan
meneteskan phenylephrin konsentrasi 10% kemudian menunggu kurang lebih 2
menit didapatkan hasil :
Grade 0 : yaitu mata tetap normal tidak terdapat kemerahan setelah diteteskan
PE 10%
Grade0,5 : Minimal. Terdapat kemerahan yang terlokalisir pada sclera akibat
dilatasi ringan kapiler episklera profunda
Grade 1 : Ringan. Terdapat warna pink menyeluruh pada sclera
Grade 2 : Sedang. Terdapat gambaran pink keunguan pada sclera dan terjadi
sumbatan pada kapiler profunda di episklera
Grade 3 : berat. Terdapat gambaran kemerahan pada sclera, kapiler episklera
dan sclera tidak dapat dibedakan lagi
Grade 4 : nekrotik. Gambaran kemerahan secara menyeluruh dan terlihan
penipisan lapisan sclera serta uvea yang mulai terlihat

12
Gambar 13. Derajat keparahan skleritis

2.11 PENATALAKSANAAN15
Tatalaksana untuk skleritis disandarkan pada penyebab utamanya yaitu
autoimun. Pada kasus-kasus vaskulitis karena autoimun, maka tatalaksananya
disamakan dengan vaskulitis menggunakan kortikosteroid dan imunosupresan.
Penggunaan agen antiinflamasi lain juga dapat digunakan bersama dengan
analgetik untuk meringankan gejala yang dirasakan oleh pasien.

a. NSAID
Skleritis umumnya tidak memberikan perbaikan jika hanya melalui
topical. Pada beberapa penelitian didapatkan kemajuan perbaikan pada pemberian
NSAID oral. Pilihan utama adalah indometasin dengan dosis 100 mg perhari atau
ibuprofen 300 mg per hari, untuk mengurangi rasa nyeri serta menghambat
peradangan. Pada kasus-kasus yang tidak memberikan respon positif dengan
pemberian NSAID, pemberian kortikosterois harus mulai dijalankan dalam 1-2
minggu.

13
b. Corticosteroid
Kortikosteroid sistemik banyak digunakan sebagai obat pilihan utama pada
skleritis yang berhubungan dengan rheumathoid arthritis. Dosis awal adalah 1
mg/kgBB perhari utuk prednisone, dapat juga diberikan secara intravena untuk
metilprednisolon dengan dosis 1 gr perhari pada keadaan kehilangan penglihatan
yang mengancam.
c. imunosupresan
Secara umum sebanyak 26-38 % kasus skleritis memerlukan terapi
tambahan imunosupresan. Pada kasus skleritis dengan RA kombinasi
kortikosteroid dan imunosupresan seringkali diperlukan. Pemberian melalui
intravena lebih disarankan daripada oral meskipun pada beberapa studi yang
dilakukan secara retrospektif tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
diantara kedua metode pemberian obat ini. Pilihan agen imunosupresan yang
dapat dgunakan adalah metrotexat, mycophenolat, azatioprin dan siklosporin

2.12 KOMPLIKASI4
a. penipisan sklera
b. pembentukan stafiloma
c. penipisan kornea
d. perforasi sclera
e. Galukoma sekunder
f. Uveitis
g. Ptisis Bulbi
h. Katarak

2.13 PROGNOSIS
Prognosis kleritis tergantung derajat keparahan serta penyebabnya. Pada
skleritis akibat SLE kemungkinan untuk sembuh sempurna tanpa ppenurunan
visus bisa terjadi tetapi pada skleritis akibat RA serta grade yang parah
menyebabkan kebutaan permanen

14
BAB III
KESIMPULAN

Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granuomatosa kronik profunda


yang ditandai dengan kerusakan kolagen pada sclera. Meski penyakit ini lebih
banyak disebabkan oleh gangguan autoimun serta penyakit sistemik lainnya tetapi
trauma maupun infeksi juga menjadi salah satu factor pencetus.
Skleritis diklasifikasikan mejadi skleritis anterior dan posterior yang
masing-masing jenis memiliki kekhasan dalam penemuan pemeriksaan fisiknya.
Gejalanya meliputi fotofobia, lakrimasi, nyeri hebat pada mata yang menjalar,
ptosis serta penurunan visus.
Tatalaksana yang diberikan meliputi kortikosteroid local atau oral, juga
NSAID juga imunosupresan pada kasus0kasus yang berhubungan langsung denga
RA. Prognosis relative baik tergantung jenis skleritis dan penyebabnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. 1.Rahman, Zahedur. Biswas, Jyotirmay. Current approach in diagnosis and


management of scleritis.Kerala Journal of Ophthalmology Vol XX No. 4
2. Sims J. Scleritis: presentations, disease associations and management.
Postgrad Med J. 2012 Sep 12.
3. Sainz de la Maza M, Foster CS, Jabbur NS. Scleritis associated with
rheumatoid arthritis and with other systemic immune-mediated diseases.
Ophthalmology. 1994 Jul. 101(7):1281-6; discussion 1287-8 availabl at
medscape.
4. G, Honik. IG, Wog. DC, Gritz. Incedent and prevalence of episcleritis and
scleritis in Northern California. Journal. Cornea, 2013 Dec;32(12)1562-6 doi
10.1097/ICO.0b013e2182a407c3
5. Scleritis : challenges in immunopathogenesis and treatment. Dipublikasikan
pada 29 September 2013. Diakses pada
http://www.discoverymedicine.com/Denis-Wakefield/2013/09/29/scleritis-
challenges-in-immunopathogenesis-and-treatment/
6. Sainz de la Maza M et al. (1994) Scleritis associated with rheumatoid arthritis
and with other systemic immune-mediated diseases. Ophthalmology 101:
1281-1286. Diakses di medscape
7. Joseph A, Biswas J, Sitalakshmi G, Gopal L, Badrinath S S. Surgically
induced necrotising scleritis (SINS) - Report of two cases. Indian J
Ophthalmol [serial online] 1997 [cited 2017 Nov 26];45:43-5. Available
from: http://www.ijo.in/text.asp?1997/45/1/43/15025
8. Ocular Side effect of Biphosphonates, A case report and literature
review.v.56(10); 2010 Oct diakses pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2954081/
9. Scleral Inflamation, An Update. AIOS, CME Series (no. 29). All Indian
Ophthalmology Series. India. 2013
10. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. 1983. Untuk kalangan sendiri
11. Gomes, Beatriz de A. Santhiago, Marcony R. Magalhaes, Pricilla. Et al.
Ocular Finding in Patient with Systemic Sclerosis. 2011 Mar ; 66(3): 379-385
12. Sainz de la Maza M, Molina N, Gonzalez-Gonzalez LA, Doctor PP, Tauber J,
Foster CS. Clinical characteristics of a large cohort of patients with scleritis
and episcleritis. Ophthalmology. 2012 Jan. 119(1):43-50. Diakses di
medscape 2017
13. J, Biswas. S, Mital. SK, Ganesh. Et al. Posterior Scleritis : Clinical profile
and imaging characteristics. Indian J Ophthalmol, 1998 dec;46(4):195-202

16
14. Sen, Nida. Sangave, Amit A. Goldstein, Debra A. A Standardized Grading
System for Scleritis. Journal Ophthalmology. 2011 Nov. 20. doi
10.1016/0phtha.2010.08.017
15. Artifoni, Mathieu. Rothschild, Pierre-Raphael, Brezine, Antoine. Et al. ocular
Inflammatory Diseaseassociated with rheumathoid arthrithis.Nature Reviews
Rheumathology 10, 108-116 (2014) doi : 10.1038/nrrheum.2013.185

17

Anda mungkin juga menyukai