SKLERITIS
DISUSUN OLEH:
030.13.029
PEMBIMBING:
JAKARTA
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 EPIDEMIOLOGI
Studi yang dilakukan di California Utara, Amerika Serikat dari 2011 kasus
yang dilaporkan terdapat kasus episkleritis sebanyak 297 kasus baru dan 25 kasus
lama sedangkan untuk kasus skleritis didapatkan sebanyak 25 kasus baru dan 8
kasus lama. Secara keseluruhan kasus skleritis terjadi sebanyak 3-4 kasus per
100.000 kasus yang terjadi dalam satu tahun. Kesimpulan pada studi ini
menunjukkan bahwa skleritis diderita oleh pasien yang usianya lebih tua dari
penderita episkleritis dan perempuan lebih memiliki kemungkinan untuk
menderita episkleritis ataupun skleritis disbanding pria4.
3
2.3 ETIOPATOGENESIS
Penyebab pasti skleritis masih belum diketahui secara jelas, tetapi adanya
disregulasi autoimun menjadi factor predisposisi untuk skleritis. Factor pencetus
lain seperti infeksi, factor endogen atau trauma juga bisa menyebabkan skleritis.
Kerusakan vascular yang berhubungan dengan kompleks imun (hipersensitivitas
time III) dan respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV) menjadi
dasar patofisiologis dari penyakit ini pada kasus idiopatik.
2. Penyakit sistemik6
Penyakit sistemik yang sering berasosiasi dengan skleritis adalah rheumathoid
arthritis yang merupakan kelainan autoimun pada orang tua. Mekanisme
patofisioogi dalam hubungannya dengan RA masih bekum diketahui secara
4
apasti tetapi degradasi dari kolagen sebagai akibat dari infiltrasi leukosit pada
dinding sclera dapat menjadi penjelasan proses ini.
3. infeksi
5
5. Drug Induced Scleritis8
a. Bisphosphonates/diphosphonates adalah inhibitor kuat untuk osteoklas, yang
berguna untuk mencegah osteoporosis. Contoh yang sering digunakan adalah
alendronate, zelodronik, asam medronat
b. Erlotinib hydrochloride adalah obat yang biasa digunakan untuk kemoterapi
pada penyakit kanker pancreas, kanker paru dan beberapa jenis kanker lain.
Agen kemoterapi ini bekerja sebagai reversible untuk inhibitor tirosin kinase.
c. Procainamide adalah agen antiaritmia. Pada beberapa kasus obat ini dapat
menyebabkan skleritis tetapi secara eviden masih rendah sehingga masih bisa
diresepkan secara aman pada pasien
2.4 PATOFISIOLOGI15
2.5 KLASIFIKASI9
1. Skleritis anterior
Skleritis anterior adalah jenis yang paling banyak ditemukan pada kasus
skleritis dan dibagi menjadi 4 jenis skleritis anterior yaitu :
a. difuse, skleritis difuse memiliki karakteristik berupa bendungan pada pleksus
episkleral bagian profunda yang memunculkan klinis edema pada sclera.
6
Sering dimulai dengan bendungan yang melibatkan seluruh sclera. Pasien
menguhkan rasa sakit yang sangat serta fotofobia. Angka kejadian skleritis
difus adalah 40-83% dari keseluruhan kasus skleritis.
b. nodular, adalah jenis skleritis anterior yang sering dihubungkan dengan
herpes zoster oftalmika. Skleritis nodular memiliki karakteristik bendungan
terlokalisir pada pleksus sclera profunda. Bendungan terlokalisir ini semakin
lama kana semakin membesar akhirnya akan muncul klinis berupa nodul
pada sclera. Angka kejadian skleritis nodular adalah 16-44 % dari
keseluruhan kasus skleritis.
c. nekrotik dengan tanda radang, adalah bentuk paling berat dari skleritis
anterior. Ditandai dengan adanya tanda radang serta ulkus yang terbentuk
pada sclera. Pasien mengeluhkan sakit yang luar biasa, bola mata yang
teraba lembek serta visus yang turun dengan cepat. Bersama dengan
skleromalacia, penyakit ini menempati angka kejadian sebanyak 16-15 %
dari kasus skleritis anterior
d. nekrotik tanpa radang/skleromalacia sering dikaitkan dengan enderita
reumathoid arthritis kronis. Pasien tidak mengeluhkan rasa sakit serta tidak
tampak adanya radang. Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan.
7
Gambar 6. Skleritis Nekrotik Gambar 7. scleromalacia
2. skleritis posterior
Skleritis posterior memiliki manifestasi klinis berupa ptosis, rasa sakit pada
bola mata yang terinfeksi, edema macular atau para macular pada choroid, adanya
eksudat pada retina, udem papil dan kemungkinan glaukoma sudut tertutup.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah oftalmoskopi.
8
Gejala objektif pada retina
Udem papil
Terdapat cairan sub retinal
Khoroid yang terlepas
Eksudat retina
Pemeriksaan oftalmologi
1. Skleritis anterior11
Inspeksi : terdapat injeksi campuran pada sclera, tampak nodul yang
dikelilingi oleh injeksi yang berwarna kemerahan, ditemukan ulkus atau
tampak kebiru-biruan pada sclera. Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan
penyempitan arteriol terlokalisir, serta oklusi vena-arteri
Palpasi : sulit dinilai karena pasien mengeluhkan nyeri pada matanya
2. Skleritis posterior9
Inspeksi : terdapat injeksi yang difus pada sclera, oftalmoplegia dan ptosis.
Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan papil udem, eksudat subretinal,
pengelupasan retina, choroidal folds
9
Gambar 8. Pengelupasan retina Gambar 9. Eksudat Retina
Pencitraan13
a. Fundus fluorescein angiogram: meskipun pemeriksaan ini tidak spesifik
untuk menemukan tanda pada sklerosis posterior tetapi dapat memperlihatkan
adanya kebocoran pada vascular retina.
10
Gambar 10. Tanda kebocoran pada vascular retina
b. USG mata menjadi salah satu pemeriksaan penunjang pada posterior skleritis,
pada USG mata dapat terlihat pelepasan retina, edema retrobulbar atau adanya
ruang subtenon pada posterior mata
11
c. CAT scan dan MRI pemeriksaan ini meskipun jarang digunakan untuk
penegakan diagnosis tetapi dapat digunakan untuk nenemukan infiltrasi
ekstraokular yang sulit ditemukan pada pemeriksaan penunjang lain
12
Gambar 13. Derajat keparahan skleritis
2.11 PENATALAKSANAAN15
Tatalaksana untuk skleritis disandarkan pada penyebab utamanya yaitu
autoimun. Pada kasus-kasus vaskulitis karena autoimun, maka tatalaksananya
disamakan dengan vaskulitis menggunakan kortikosteroid dan imunosupresan.
Penggunaan agen antiinflamasi lain juga dapat digunakan bersama dengan
analgetik untuk meringankan gejala yang dirasakan oleh pasien.
a. NSAID
Skleritis umumnya tidak memberikan perbaikan jika hanya melalui
topical. Pada beberapa penelitian didapatkan kemajuan perbaikan pada pemberian
NSAID oral. Pilihan utama adalah indometasin dengan dosis 100 mg perhari atau
ibuprofen 300 mg per hari, untuk mengurangi rasa nyeri serta menghambat
peradangan. Pada kasus-kasus yang tidak memberikan respon positif dengan
pemberian NSAID, pemberian kortikosterois harus mulai dijalankan dalam 1-2
minggu.
13
b. Corticosteroid
Kortikosteroid sistemik banyak digunakan sebagai obat pilihan utama pada
skleritis yang berhubungan dengan rheumathoid arthritis. Dosis awal adalah 1
mg/kgBB perhari utuk prednisone, dapat juga diberikan secara intravena untuk
metilprednisolon dengan dosis 1 gr perhari pada keadaan kehilangan penglihatan
yang mengancam.
c. imunosupresan
Secara umum sebanyak 26-38 % kasus skleritis memerlukan terapi
tambahan imunosupresan. Pada kasus skleritis dengan RA kombinasi
kortikosteroid dan imunosupresan seringkali diperlukan. Pemberian melalui
intravena lebih disarankan daripada oral meskipun pada beberapa studi yang
dilakukan secara retrospektif tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
diantara kedua metode pemberian obat ini. Pilihan agen imunosupresan yang
dapat dgunakan adalah metrotexat, mycophenolat, azatioprin dan siklosporin
2.12 KOMPLIKASI4
a. penipisan sklera
b. pembentukan stafiloma
c. penipisan kornea
d. perforasi sclera
e. Galukoma sekunder
f. Uveitis
g. Ptisis Bulbi
h. Katarak
2.13 PROGNOSIS
Prognosis kleritis tergantung derajat keparahan serta penyebabnya. Pada
skleritis akibat SLE kemungkinan untuk sembuh sempurna tanpa ppenurunan
visus bisa terjadi tetapi pada skleritis akibat RA serta grade yang parah
menyebabkan kebutaan permanen
14
BAB III
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16
14. Sen, Nida. Sangave, Amit A. Goldstein, Debra A. A Standardized Grading
System for Scleritis. Journal Ophthalmology. 2011 Nov. 20. doi
10.1016/0phtha.2010.08.017
15. Artifoni, Mathieu. Rothschild, Pierre-Raphael, Brezine, Antoine. Et al. ocular
Inflammatory Diseaseassociated with rheumathoid arthrithis.Nature Reviews
Rheumathology 10, 108-116 (2014) doi : 10.1038/nrrheum.2013.185
17