Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

RETINOPATI DIABETIK

DISUSUN OLEH:

RAITA FAZA AMALIA

030.12.221

PEMBIMBING:

Dr. Adri Subandiro, SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RSUD DR SOESELO, SLAWI, KABUPATEN TEGAL

PERIODE 2 OKTOBER- 4 NOVEMBER 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 DEFINISI .......................................................................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI ...........................................................................................3
2.3 ETIOPATOGENESIS ....................................................................................4
2.4 PATOFISIOLOGI ..........................................................................................6
2.5 KLASIFIKASI .............................................................................................10
2.6 GEJALA KLINIS .........................................................................................11
2.7 PEMERIKSAAN KLINIS ...........................................................................13
2.8 DIAGNOSIS BANDING .............................................................................16
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................16
2.10 PENATALAKSANAAN ...........................................................................17
2.11 PROGNOSIS ..............................................................................................20
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes melitus atau biasa dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah
(hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif.
Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya
cukup atau memang sedikit tinggi atau daya kerjanya berkurang.1 Menurut laporan
Riskesdas tahun 2007, DM menyumbang 4,2% kematian pada kelompok umur
15-44 tahun di daerah perkotaan dan merupakan penyebab kematian tertinggi ke-
6. Selain pada kelompok tersebut, DM juga merupakan penyebab kematian
tertinggi ke-2 pada kelompok umur 45-54 tahun di perkotaan (14,7%) dan
tertinggi ke-6 di daerah perdesaan (5,8%).2
Penyakit diabetes dapat menyebabkan komplikasi pada indera penglihatan
yaitu mata meliputi abnormalitas kornea, glaukoma, neovaskularisasi iris, katarak,
neuropati, dan retinopati. Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan
komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati, dan neuropati perifer.3
Diabetik retinopati (DR) merupakan penyulit penyakit diabetes mellitus yang
paling ditakuti. Karena insidennya yang cukup tinggi dan prognosis yang kurang
baik bagi penglihatan. Meskipun hal ini dapat dihindari dengan mengontrol kadar
gula darah yang baik dan deteksi dini jika ada kelainan pada mata. Efek
perubahan persarafan di retina dan kerusakan aksi insulin di retina merupakan
patogenesis awal retinopati dan mekanisme kebutaan.4
Diabetik retinopati merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki
risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Risiko
mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya
diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe 2 ditegakkan, sekitar 25% sudah
menderita retinopati diabetik nonproliferatif. Setelah 20 tahun, prevalensi
meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat.13

1
Asosiasi diabetes amerika menyarankan pemeriksaan setahun sekali
(mulai dalam 3 hingga 5 tahun setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 1 dan
segera setelah didiagnosis menderita diabetes tipe 2) dengan alasan sebagai
berikut:
 Seseorang yang mengidap retinopati DM tidak sadar, karena penyakit ini
tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin
parah.
 Pengobatan akan lebih efektif jika dilakukan sebelum gejala-gejala dan
komplikasi retinopati DM berkembang.
 Dengan pemeriksaan mata yang teratur, seorang dokter mata dapat
mengetahui dan mengobati sebelum tanda-tanda retinopati berlanjut.
Sayangnya banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya
setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau
penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya, mereka tidak
mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan
penglihatan yang signifikan. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan
penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes.6

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Diabetik retinopati (DR) adalah suatu mikroangiopati progresif yang


ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler, dan vena.5 Keadaan ini merupakan komplikasi
dari penyakit diabetes melitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana
secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata.

Gambar 2.1 Retina normal dibandingkan retinopati diabetik

2.2 EPIDEMIOLOGI

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010 melaporkan, 3 persen


penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati DM. Dalam urutan
penyebab kebutaan secara global, retinopati DM menempati urutan ke-4 setelah
katarak, glaukoma, dan degenerasi makula.7
Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan
meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia
diramalkan diabetes akan menjadi ”epidemi”, disebabkan pola makan masyarakat
Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya berolahraga.

3
Akibatnya, kebutaan akibat retinopati DM juga diperkirakan meningkat secara
dramatis.7
Data Poliklinik Mata RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak
dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopati DM merupakan kasus terbanyak
yang dilayani di klinik vitreo-retina. Dari seluruh kunjungan pasien Poliklinik
Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik meningkat dari
2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006.8

2.3 ETIOPATOGENESIS

Penyebab pasti DR belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya


terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis
dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan biokimia telah
dihubugkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
 Perubahan anatomis
o Capilaropathy
 Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit.
 Proliferasi sel endotel.
 Penebalan membrana basalis.
o Sumbatan mikrovaskuler
 Arteriovenous shunts
Intraretinal microvaskular abnormalities (IRMA).
 Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh darah baru pada retina dan diskus optikus (pada
proliferative DR) atau pada iris (rubeosis iridis).
 Perubahan hematologi:
o Peningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasi
eritrosit yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas
darah.

4
o Abnormalitas lipid serum
o Fibrinolisis yang tidak sempurna
o Abnormalitas dari sekresi growth hormone
 Perubahan biokimia
o Jalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan
alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak
di dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun
fungsional sel.13
o Glikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi
selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal
bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi sel. 13
o Protein kinase C
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas
PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesi
de novo dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari
glukosa. 13
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat
mempengaruhi prognosis dari retinopati diabetik seperti;
 Arteriosklerosis dan hipertensi
 Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak
 Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis, sehingga
mempercapat perjalanan penyakit

5
 Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin
dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.5,8,12,13

2.4 PATOFISIOLOGI

Retina, atau disebut juga tunica nervosa bulbi adalah lapisan terdalam dari
bola mata. Merupakan lapisan yang tipis, halus, bening dan tembus pandang.
Menurut fungsinya retina dibagi menjadi:
 Pars optika retinae, merupakan bagian retina yag mempunyai sel khusus
penerima rangsang cahaya
 Pars coeca retinae, merupakan bagian dari retina yang tidak mempunyai
sel khusus. Termasuk disini yaitu:
o Pars ciliaris retinae
o Pars iridis retinae
Batas antara pars optika dan pars coeca adalah ora serata.
Retina dibagi menjadi 10 lapisan, tetapi hanya 3 lapisan neuron retina
yang menerima, mengintegrasikan dan meneruskan signal visual ke otak sebagai
impuls, yaitu sel fotoreseptor (sel kerucut dan batang), sel bipolar, dan sel
ganglion.
 Epithelium pigmentalis atau stratum pigmenti retinae
 Stratum coni at bacilli
 Membrana limitans externa
 Stratum granularis externa
 Stratum plexiformis externa
 Stratum granularis interna
 Stratum plexiformis interna
 Stratum ganglionaris
 Stratum N.optikus
 Membrana limitans interna.1

6
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada
jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
keseluruh permukaan retina kecuali pada fovea. Kelainan dasar dari berbagai
bentuk DR terletak pada kapiler retina tersebut.5
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel
perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan
oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya.
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1, sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1.5
Sel perisit berfungsi untuk mempertahankan struktur kapiler, mengatur
kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier dan transportasi kapiler
serta mengendalikan proliferasi endotel. Membrana basalis berfungsi sebagai
barier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluorosensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.5
Perubahan histopatologis kapiler retina pada DR dimulai dari penebalan
membrana basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel dimana pada keadaan
lanjut perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.5
Patofisiologi DR melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler:10,13
 Pembentukan mikroaneurisma
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Penyumbatan pembuluh darah
 Proliferasi pembuluh darah baru (neovaskularisasi) dan jaringan fibrosa di
retina
 Kontraksi dan jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.

7
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina,
sedangkan kebocoran dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler itu
sendiri.
Kebutaan akibat DR dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut:
 Edema makula atau nonperfusi kapiler.
 Pembentukan pembuluh darah baru pada DR proliferative dan kontraksi
jaringan fibrosis yang menyebabkan ablatio retina (retinal detachment).
 Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina
dan vitreus.
 Pembentukan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma.
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, dimana dindingnya
menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini
terjadi dalam waktu yang lama tanpa keluhan mengganggu penglihatan. Dengan
melemahnya dinding kapiler, maka akan mudah terbentuk mikroaneurisma. Mula-
mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak
sebagai titik-titik merah (dots) pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma
sudah cukup untuk mendiagnosis DR. Pada keadaan lanjut mikroaneurisma
didapatkan sama banyak pada kapiler retina maupun arteri. Mikroaneurisma
tersebut menimbulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema, eksudat,
perdarahan (dots/ blots).10,13
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan jika terdapat
pada daerah makula. Edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan
lama dapat menimbulkan degenerasi kistoid. Bila degenerasi kistoid ini ditemukan
pada makula (cystoid macular edema) maka kebutaan yang terjadi adalah
ireversibel.10,13
Perdarahan selain akibat kebocoran juga disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran akibat mikroaneurisma dapat disertai dengan
bocornya lipoprotein, yang tampak sebagai eksudat keras (hard exudates),
menyerupai lilin putih kekuning-kuningan berkelompok seperti lingkaran atau
cincin disekitar makula.10,13

8
Akibat dari perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan penyumbatan yang dimulai di kapiler, ke arteriol, dan pembuluh
darah besar. Akibat dari penyumbatan dapat timbul hipoksia diikuti dengan
adanya iskemi kecil, dan timbulnya pembuluh darah kolateral. Hipoksia
mempercepat timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang
baru. Akibat hipoksia, timbul eksudat lunak yang disebut cotton wool spots/ patch
yang merupakan bercak nekrosis.10,13
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak
teratur. Disini juga terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga dapat ditemukan
perdarahan disepanjang pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga
merangsang timbulnya pembuluh darah baru yang dapat timbul dari pembuluh
darah yang ada di papil atau lengkung pembuluh darah, tetapi selanjutnya dapat
timbul dimana saja. Bentuknya dapat berupa gulungan atau berupa rete mirabile.
Letaknya intraretina, menjalar menjadi preretina, intravitreal. Neovaskularisasi
preretina dapat diikuti oleh proliferasi sel glia. Dapat juga timbul arterio-venous
shunts yang abnormal akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
arteriol.10,13
Neovaskularisasi disertai dengan tingkat kebocoran yang tinggi, kemudian
diikuti dengan jaringan proliferasi. Bila jaringan fibrovaskuler ini mengkerut
dapat menimbulkan perdarahan dan juga tarikan pada retina sehingga dapat
menyebabkan ablasi retina tipe tarikan, dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan.10,13
Perdarahan yang timbul dalam badan kaca dapat menyebabkan glaukoma
hemoragikum, yang sangat sakit dan cepat menimbulkan kebutaan.
Neovaskularisasi dapat timbul pada iris yang disebut dengan rubeosis iridis, yang
dapat menimbulkan glaukoma sudut terbuka akibat tertutupnya sudut iris oleh
pembuluh darah baru atau dapat juga karena pecahnya rubeoisis iridis.10,13

9
2.5 KLASIFIKASI

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, DR dibagi menjadi (menurut Early


Treatment Diabetik Retinopati Study):

Gambar 2.2 Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan


Background Diabetik retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA.
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA
pada 1 quadran.
d. Sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.

10
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (risiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE.
ii. Ditemukan NVD.
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > ¼ daerah diskus.
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus
atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling seing ditemukan pada
retinopati proliferatif risiko tinggi.11,13

Klasifikasi menurut FKUI


 Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli.
 Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli.
 Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
 Jika gambaran fundus di kedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.10

2.6 GEJALA KLINIS

Gejala subjektif yang dapat ditemui berupa:

11
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan kelap-kelip.1

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:


 Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah.
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di fovea centralis.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak
superfisial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada
end artery, dilapisan tengah.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang irreguler dan berkelok-kelok.
 Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gambarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
 Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan
terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak
di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irreguler. Mula-
mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang kearah
preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan perdarahan
retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.

12
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.5,12

2.7 PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis
Pada tahap awal retinopati DM tidak didapatkan keluhan. Pada tahap
lanjut dari perjalanan penyakit ini, pasien dapat mengeluhkan penurunan
ketajaman penglihatan serta pandangan yang kabur.10

Pemeriksaan oftalmologi
Temuan pemeriksaan oftalmologi pada retinopati DM dapat dibagi menurut
Diabetik Retinopathy Severity Scale :
 Tidak tampak adanya tanda-tanda retinopati
 Nonproliferative retinopati
Retinopati DM merupakan progressive microangiopathy yang
mempunyai karakteristik pada kerusakan pembuluh darah kecil dan oklusi.
Kelainan patologis yang tampak pada awalnya berupa penebalan membran
basement endotel kapiler dan reduksi dari jumlah perisit.
o Mild nonproliferative retinopati ditandai dengan ditemukannya
minimal 1 mikroaneurisma. Pada moderate nonproliferative
retinopati terdapat mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intra
retina, venous beading, dan/ atau cotton wool spots (Eva,
Whitcher, 2007).
o Severe nonproliferative retinopati ditandai dengan
ditemukannya cotton-wool spots, venous beading, dan
intraretinal microvaskular abnormalities (IRMA). Hal tersebut
didiagnosis pada saat ditemukan perdarahan retina pada 4
kuadran, venous beading dalam 2 kuadran atau IRMA pada 1
kuadran (Eva, Whitcher, 2007).
 Proliferative Retinopati

13
Komplikasi yang terberat dari DM pada mata pada proliferative
diabetik retinopati. Iskemia retina yang progresif menstimulasi
pembentukan pembuluh darah baru yang menyebabkan kebocoran serum
protein yang banyak. Early proliferative diabetik retinopati memiliki
karakteristik munculnya pembuluh darah baru pada papila nervi optikus
atau pada tempat lain di retina. Kategori high-risk ditandai dengan
pembuluh darah baru pada papila yang meluas melebihi satu per tiga dari
diameter papila, pembuluh darah tersebut berhubungan dengan perdarahan
vitreus atau pembuluh darah baru manapun di retina yang meluas melebihi
setengah diameter papila dan berhubungan dengan perdarahan vitreus.
Pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi pada sisi posterior
dari vitreus dan tampak terangkat ketika vitreus mulai menarik retina.
Apabila terjadi perdarahan maka perdarahan vitreus yang masif akan
menyebabkan hilangnya penglihatan yang mendadak. Perkembangan
selanjutnya dari DM pada mata yaitu dapat terjadi kompllikasi: iris
neovaskularization (rubeosis iridis) dan neovaskular glaukoma.
Proliferative diabetik retinopati berkembang pada 50% penderita diabetes
tipe I dalam waktu 15 tahun sejak timbulnya penyakit sistemik. Hal ini
kurang lazim pada penderita diabetes tipe II, tetapi karena ada lebih
banyak pasien dengan diabetes tipe II, lebih banyak pasien dengan
proliferative diabetik retinopati memiliki tipe II dari tipe I diabetes (Eva,
Whitcher, 2007).

Gambar 2.3 Moderate nonproliferative diabetik retinopati dengan


mikroaneurisma dan cotton-wool spots (Ehlers, Shah, 2008)

14
Gambar 2.4 Proliferative Diabetik Retinopati dengan neovaskularisasi dan
scattered microaneurysm (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 2.5 Proliferative Diabetik Retinopathy dengan neovaskularisasi


pada diskus optikus (Ehlers, Shah, 2008)

Gambar 2.6 Nonproliferative Diabetik Retinopathy dengan edema


makula signifikan (Ehlers, Shah, 2008)

15
2.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vaskular retina lainnya:


 Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda
pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general
dan fokal, perlengketan atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina
dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema
papilla.5,10

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Glukosa puasa dan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan tes laboratorium
yang sangat penting yang dilakukan untuk membantu mendiagnosis diabetes.
Kadar HbA1c juga penting pada monitor jangka panjang perawatan pasien dengan
diabetes dan retinopati diabetik. Mengontrol diabetes dan mempertahankan level
HbA1c pada kisaran 6-7% merupakan sasaran pada manajemen optimal diabetes
dan retinopati diabetik. Jika kadar normal dipertahankan, maka progresi dari
retinopati diabetik bisa berkurang secara signifikan.12

Pencitraan
Angiografi fluoresensi fundus (Fundus Fluorescein Angiography (FFA))
merupakan pemeriksaan tambahan yang tidak terhingga nilainya dalam diagnosis
dan manajemen retinopati DM :
o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint
yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.
o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari
mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.

16
o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap
homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami
oklusi.9,10

2.10 PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan yang utama adalah pengendalian glukosa secara


intensif pada pasien dengan DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan
insidensi dan progresi retinopati DM. Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua
diabetes (NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin
terglikosilasi kurang dari 7% untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan
komplikasi jangka panjang dari DM termasuk retinopati DM.12

Terapi Bedah Fotokoagulasi


Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an
menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang
relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan
mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon
koagulasi pada jaringan target. Fotokoagulasi laser dilakukan untuk mengurangi
risiko penurunan penglihatan yang disebabkan oleh retinopati diabetik, dan
bertujuan untuk membatasi kebocoran vaskular pada daerah retina yang
mengalami kerusakan, dapat dilakukan pada edema makula dan daerah yang
mengalami kebocoran yang difus. Pasien dengan NPDR tanpa edema makula
bukan indikasi terapi fotokoagulasi laser. Hal terpenting pada pasien – pasien ini
adalah disiplin dalam memonitor kadar gula darah secara teratur tiap 4 – 6 bulan
sekali.13,15
Terdapat beberapa teknik fotokoagulasi laser, yaitu :
1. Panretinal photocoagulation (PRP)/Scatter
Pada retinopati diabetik, fotokoagulasi yang digunakan adalah PRP
(Panretinal Photocoagulation), yang dilakukan dalam pola menyebar (
scatter) pada retina, yang berguna untuk regresi neovaskularisasi, tetapi

17
intensitas dan besarnya bakaran pada PRP bervariasi tergantung dari
setiap kasus dan protokol yang ditetapkan.15
2. Focal dan Grid Laser Photocoagulation
Penatalaksanaan edema makula pada retinopati diabetik dapat
menggunakan dua metoda yang berbeda dengan PRP, yaitu
a) Focal laser photocoagulation
Diarahkan langsung pada pembuluh darah yang abnormal dengan
tujuan mengurangi kebocoran cairan yang kronis.15
b) Grid laser Photocoagulation
Digunakan pada kebocoran difus, dan dilakukan dengan pola grid pada
area yang edema.15
Untuk proliferative retinopati DM biasanya diindikasikan pengobatan
dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan
kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara
menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-
pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini
bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami
iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah
sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai
bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal
utama.5,12

18
Tabel. 2.1 Rekomendasi Terapi Retinopati Diabetik Berdasarkan Beratnya
Retinopati14

Berat Edema makula Follow Panretinal Fluoresein Focal dan/


Retinopati yang bermakna up photocoagulation angiography atau grid
klinis (bulan) lase laser
Normal Tidak ada 12 Tidak
atau Tidak dikerjakan
Tidak dikerjakan
NPDR dikerjakan
minimum
NPDR Tidak ada 6-12 Tidak Tidak
ringan dikerjakan dikerjakan
hingga Tidak dikerjakan
Ada Biasanya Biasanya
sedang

NPDR Tidak ada 2-4 Jarang Tidak


berat Terkadang dikerjakan
Ada Biasanya Biasanya
PDR risiko Tidak ada 2-4 Jarang Tidak
rendah Terkadang dikerjakan
Ada Biasanya Biasanya
PDR risiko Tidak ada 2-4 Jarang Tidak
tinggi Biasanya dikerjakan
Ada Biasanya Biasanya
PDR Tidak ada 6-12 Tidak Biasanya
inaktif Tidak dikerjakan dikerjakan
Ada 2-4 Biasanya

Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga

19
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang
mengalami proliferasi fibrovaskular serta pada pasien dengan ablasio retina, RDP
berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.13

Kontrol Hipertensi
Untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap retinopati diabetik, UK
Prospective Diabetes Study (UKPDS) menganalisis pasien diabetes tipe 2 yang
dilakukan kontrol tekanan darah secara ketat dibanding dengan kontrol tekanan
darah sedang melalui pengamatan selama 8 tahun. Kelompok pasien dengan
kontrol tekanan darah secara ketat mengalami penurunan risiko progresifitas
retinopati sebanyak 34%.13

Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk
semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu
mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan
diabetes.12

Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting
untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa
membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat
menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopati DM.12

2.11 PROGNOSIS
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan
atau menunda retinopati. Detachment retinal tractional dan edema makula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga,
retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.10,12

20
BAB III
KESIMPULAN

Retinopati DM adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh


kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol prekapiler
retina, kapiler, dan vena. WHO melaporkan, 3 persen penduduk di seluruh dunia
menjadi buta akibat retinopati DM. Dalam urutan penyebab kebutaan secara
global, retinopati DM menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma, dan
degenerasi makula (WHO, 2010). Retinopati DM secara khas terbagi menurut
diabetik retinopati severity scale meliputi : Non proliferative, proliferative dan
maculopathy DM dengan masing-masing temuan klinis yang khas pada tiap
tingkat perkembangan penyakitnya. Terapi retinopati DM mencakup perawatan
medis untuk kontrol gula darah dan terapi oftalmologi yang mencakup terapi
bedah. Prognosis ditentukan oleh kontrol optimum gula darah dan edema makula
yang timbul selama perjalanan penyakit ini serta tindakan yang dilakukan dalam
intervensinya.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Price,S, Lorraine MW. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta; EGC; 2006.
2. Departemen Kesehatan Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2012.
Available at :http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2012.pdf. Accessed June
13, 2015.
3. Rodriguez-Fontal M, Kerrison JB, Alfaro DV, Jablon EP. Metabolic
control and diabetik retinopathy. Curr Diabetes Rev. Feb 2009;5(1):3-7.
4. Klein R, Knudtson MD, Lee KE, Gangnon R, Klein BE. The Wisconsin
Epidemiologic Study of Diabetik Retinopathy XXIII: the twenty-five-year
incidence of makular edema in persons with type 1
diabetes.Ophthalmology. Mar 2009;116(3):497-503.
5. Crick RP., Khaw PT. A Text Book of Clinical Ophtalmology.3rd edition.
Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. 2003.
6. American Diabetes Association. Diabetik Retinopathy. Available at:
http://care.diabetesjournals.org/content/25/suppl_1/s90.full.pdf. Accessed
June 13, 2015.
7. World Health Organization. Global Data On Visual Impairments 2010.
Available at:
http://www.who.int/blindness/GLOBALDATAFINALforweb.pdf.
Accessed June 13, 2015.
8. Victor, Arus, Andi., 2008, Retinopati Diabetik Penyebab Kebutaan Utama
Penderita Diabetes, Departemen Mata FKUI/RSCM, Jakarta.
9. Ryder B. Combined Modalities Seem To Provide The Best Opinion.
Screening for Diabetik Retinopathy 1995 Jul 22 (Citied 2011 Des 22).
Available from: http://www.bmj.com/content/311/6999/207.extract.
10. Ilyas SH. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2014.

22
11. Wu L, Loaiza PF, Sauma J, Bogantes EH, Masis M. Classification of
diabetik retinopathy and diabetik makular edema. World J Diabetes.
2013;4(6):290–294.
12. Bhavsar AR. Diabetik Retinopathy. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview.
13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Idrus A, Simadibrata MK, Setiati S.
Retinopati Diabetik. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta : Interna
Publishing 2009;p. 1930-1936.
14. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Retinopati. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta : Media Aesculapius 2014;p. 394-6.
15. American Academy of Ophthalmology. Preferred practice pattern :
Diabetic Retinopathy. San Fransisco. 2003; 2-33

23

Anda mungkin juga menyukai