Disusun oleh:
Dosen Penguji:
Residen Pembimbing:
Nama/NIM :
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Kristen Indonesia, Universitas Trisakti
Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Judul : Abused-Abuser Dilemma in Sexual Abuse and Forensic
Evaluation : A Case Report
Dosen Penguji : dr. Julia Ike Haryanto, MH, Sp.KF
Residen Pembimbing : dr. Edgar Rogate P. S.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
Seksual dan Evaluasi Forensik: Laporan Kasus”, sebagai salah satu tugas dalam
Kariadi Semarang.
kepada dr. Julia Ike Haryanto, MH, Sp.KF selaku dosen penguji serta dr. Edgar
makalah ini, dan karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun atas hal tersebut. Akhir kata, besar harapan penulis agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
PEMAPARAN JURNAL
1
2
3
4
Dilema Pelaku Pelecehan yang Dilecehkan dalam Pelecehan Seksual dan
Evaluasi Forensik: Laporan Kasus
Abstrak
Pendahuluan
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk menunjukan seorang pasien
anak yang disiksa oleh babysitter dengan riwayat pelecehan di masa remajanya.
5
Kasus
Seorang anak perempuan berusia tiga tahun dirujuk ke klinik psikiatri anak
untuk evaluasi forensik, dengan klaim bahwa pengasuh anak tersebut memukul
organ genital dan bokongnya. Sebelum memasuki psikiatri anak, keluarganya
melaporkan bahwa anak menunjukkan organ genital dan bokongnya, dan
mengatakan bahwa mereka merasa terpukul karena pengasuh anaknya melakukan
sesuatu yang buruk pada anaknya. Mereka pergi ke layanan darurat setelah ibunya
secara visual memeriksa tubuhnya dan melihat ruam di bokongnya. Pada layanan
darurat, seorang dokter anak melakukan pemeriksaan fisik, kemudian disebut
memanggil seorang ahli bedah anak. Dokter bedah memutuskan untuk melakukan
pemeriksaan fisik di bawah anestesi umum atas permintaan keluarga, karena dia
berpikir bahwa anak mungkin akan takut pemeriksaan genital. Dokter bedah
mendapati fisura di anus anak, trauma di selaput dara, dan ekimosis pada
bokongnya. Setelah temuan ini, keluarga menghubungi departemen kepolisian.
Keluarga itu diterima oleh Departemen Kedokteran Forensik di rumah sakit
universitas di perusahaan dengan petugas polisi. Selama pemeriksaan di klinik
kedokteran forensik, dokter menemukan bahwa selaput dara masih utuh, dan ada
fisura superfisial di posisi depan, fisura di anusnya, dan ekimosis di belakang.
Disadari bahwa ketika pengasuh berusia 20 tahun, anak perempuan paman dari
pihak ayah, yang telah merawatnya selama tiga bulan sebelumnya, menyiksanya.
Keluarganya mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui berapa kali anak itu
disiksa olehnya.
6
seorang kerabat pengasuh tersebut memperkosanya tiga tahun lalu. Setelah
kejadian ini, dia hamil pada usia 17 tahun dan dipaksa aborsi oleh pelaku.
Menurut file kasus, dia didiagnosis dengan gangguan stres akut (ASD) tetapi tidak
menerima dukungan atau perawatan.
7
Diskusi
Tingkat pelecehan seksual telah ditemukan 3 sampai 37% pada anak laki-
laki dan 7 sampai 53% pada anak perempuan. Mayoritas individu yang
mengalami pelecehan adalah anak perempuan sedangkan mayoritas pelaku adalah
laki-laki. Wanita juga bisa menjadi pelaki pelecehan seksual tetapi kasus tersebut
lebih jarang terjadi. Teladan dan teori pembelajaran sosial dapat menjelaskan
temuan ini sejak anak-anak yang mengalami pelecehan dapat mengambil individu
dalam pengalaman trauma mereka sebagai teladan. Dalam kasus kami, pengasuh
yang melakukan pelecehan telah mengalami pelecehan. Penentuan korban atau
pelaku menjadi kontradiktif.
Saat ini, intervensi yang diperlukan telah diproses untuk kasus ini dan tim
kami mengikuti kemajuannya dari jarak jauh dengan mengkontak psikatrinya saat
ini. Selain itu, Departemen Kehakiman dan Departemen Kesehatan sedang
memantau prosesnya.
8
hukum karena takut ditolak sosial dan tekanan agama. Oleh karena itu, anak-anak
harus menerima Pendidikan seksual untuk melindungi diri dan meminta bantuan
dalam keadaan seperti itu.
Hal penting lain dalam kasus kami adalah bahwa seorang ahli bedah
pediatrik melakukan pemeriksaan genital di bawah anestesi umum tanpa
permintaan hukum. Dalam pasa 287 KUHP Turki, disebutkan bahwa dokter tidak
bisa melakukan pemeriksaan genital tanpa keputusam hakim berwenang atau
jaksa penuntut umum. Dalam pasal 76 KUHAP, disebutkan bahwa setelah
persetujuan korban, pemeriksaan dapat dilakukan tanpa keputusan hakim atau
jaksa penuntut umum dan dalam rangka mengumpulkan bukti mengenai
kejahatan. Selain itu, adapun dinyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak harus
menjadi pemeriksaan bedah dan tidak harus membahayakan kesehatan korban.
Ada beberapa laporan kasus dalam literatur melaporkan bahwa peeriksaan genital
telah dilakukan di bawah anestesi umum pada kecurigaan pelecehan seksual.
Namun, keluarga menyatakan bahwa prosedur itu tidak dijelaskan kepada mereka
secara detail dan mereka menyadari pemeriksaan genital setelah prosedur tersebut
telah diproses. Jika kita mengevaluasi kasus saat ini, otoritas hukum harus telah
memberitahu sebelum pemeriksaan. Jika hal ini tidak mungkin, memperoleh
persetujuan dari keluarga setelah menjelaskan semua aspek positif dan negatif dari
pemeriksaan dan anestesi akan lebih nyaman.
9
menawarkan informasi kepada tenaga kesehatan professional dan menyediakan
program pelatihan evaluasi forensik.
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai penerus
fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depannya.
Perlu adanya optimalisasi perkembangan anak, karena selain krusial juga pada
masa itu anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau
keluarga sehingga secara mendasar hak dan kebutuhan anak dapat terpenuhi
secara baik.1
mendapatkan perlindungan dari berbagai pihak. Saat ini sudah ada undang-undang
yang mengatur tentang hak anak yaitu, UU RI No.17 Tahun 2016 tentang
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
dan deskriminasi”.2
hasratnya secara paksa. Tindakan kekerasan seksual tidak hanya berupa tindakan
hubungan seksual secara paksa, namun aktivitas lain seperti meraba, bahkan jika
hanya memandangi. Hal ini sesuai dengan penuturan Orange dan Brodwin dalam
11
jurnal psikologi Early Prevention Toward Sexual Abuse on Children yang
pada anak dapat berupa fisik, psikologi maupun sosial. Secara fisik dapat berupa
luka atau robek pada selaput dara. Secara psikologis meliputi trauma mental,
ketakutan, malu, kecemasan bahkan keinginan atau percobaan bunuh diri. Secara
dengan kekerasan fisik dan psikologis. Kekerasan seksual pada anak tidak
memandang korbannya anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini diperkuat oelh
data yang terdapat pada jurnal Gail Hornor 2010 bahwa anak perempuan dan laki-
seksual mengalami sejumlah masalah antara lain trauma fisik dan psikologis yang
dari 555 kekerasan terhadap anak yang muncul, 11,8% kekerasan terjadi di
sekolah. Pada tahun 2008 diterapkan metode yang sama, persentasenya meningkat
menjadi 39%. Kekerasan seksual juga semakin tinggi, 527 angka kejadian KSA
(Kekerasan Seksual pada Anak) tahun 2007. Pada tahun 2008 angka kejadian
12
tersebut meningkat menjadi 626, kemudian pada tahun 2009 meningkat lagi
menjadi 705.5
satunya adalah kasus pelecehan seksual. Hal ini disebabkan oelh banyak faktor,
seksual pada anak masih kurang terperhatikan oleh Komisi Nasional Perlindungan
Anak, padahal jika dilihat banyak sekali kasus pelecehan pada anak di Indonesia
kekerasan seksual.6 Pada survey yang dilakukan Black et al, 1 diantara 5 wanita
pria 1 diantara 71 orang (22,2%). Hal ini diakibatkan oleh belum stabilnya emosi
remaja wanita dan kelemahan fisik dalam melawan pelaku. Semakin muda wanita,
B. RUMUSAN MASALAH
2. Apa tanda yang dapat ditemukan dari kekerasan seksual pada anak?
3. Apa dampak yang terjadi terhadap korban kekerasan seksual pada anak?
13
C. TUJUAN PENULISAN
D. MANFAAT PENULISAN
tentang kekerasan seksual pada anak, serta dapat mengetahui bagaimana cara
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kekerasan sebagai perbuatan yang dapat membuat orang pingsan atau tidak
tindakan yang dilakukan oleh seseorang ( orang yang berkuasa) yang dapat
menimbulkan sakit, penderitaan, baik fisik, psikis, dan sosial pada seseorang
perlakuan fisik, mental dan seksual yang umumnya dilakukan oelh orang-orang
yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana semua
anak.9
15
Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan
seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak
mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang
bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau
terhadap anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ seksual anak,
seseorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar atau
orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung, atau orang tua dimana anak
pelaku dengan anak tersebut. Bentuk-bentuk kekerasan seksual sendiri bisa berarti
B. Definisi Anak
Perkawinan adalah perkawinan hanya diijinkan bila pihak pria mencapai umur 19
16
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas)
bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun
dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal
Perlindungan anak “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.3,5 Pengertian anak menurut
umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan, memerintahkan supaya yang
pemerintah, tanpa pidana apapun yaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau
17
C. Anatomi Genitalia
a. Genitalia Wanita
Vulva adalah istilah yang diberikan untuk alat kelamin luar wanita.
Strukturnya meliputi mons pubis, labia mayora dan labia minora. Bagian yang
menonjol di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan tertutup oleh
rambut. Terdapat bagian yang sedikit meluas beberapa sentimeter pada mons
pubis yang disebut klitoris. Dibawah klitoris terdapat uretrha, klitoris berada 1 cm
diatas meatus urethra. Terdapat labia mayora yang berlemak, memanjang dan
membentuk lipatan yang merupakan batas lateral dari vulva. Labia minora
merupakan bagian medial dari Labia mayora dan merupakan lapisan kulit tipis
yang masuk ke pintu masuk vagina. Bagian depan labia minora bergabung dan
labia minora bergabung ke garis tengah menuju pintu masuk vagina. Urethra
berada diatas pintu masuk vagina. Himen atau selaput dara adalah lipatan tipis
Alat kelamin dalam wanita terdiri dari vagina, serviks, uterus, tuba terina
dan ovarium. Vagina berada di depan rektum dan dibelakang kandung kemih yang
18
merupakan saluran fibromuskuler yang menghubungkan pintu masuk vagina
dengan serviks. Uterus berada dibelakang dan diatas kandung kemih. Tuba uterina
b. Genitalia Laki-laki
Organ reproduksi luar laki-laki adalah skrotum dan penis. Penis terdiri dari
tiga rongga yang berisi jaringan spons. Dua rongga yang terletak di bagian atas
berupa jaringan spons korpus kavernosa. Satu rongga berada di bagian bawah
Urethra pada penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang ronga-rongganya banyak
rangsangan,rongga tersebut akan terisi penuh oleh darah sehingga penis menjadi
testis. Skrotum berjumlah sepasang, yaitu skrotum kanan dan skrotum kiri. Di
antara skrotum kanan dan skrotum kiri dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan
ikat dan otot polos (otot dartos). Otot dartos berfungsi untuk menggerakkan
19
skrotum sehingga dapat mengerut dan mengendur. Di dalam skrotum juga
terdapat serat-serat otot yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang
disebut otot kremaster. Otot ini berperan penting pada pengaturan suhu
lingkungan testis. Suhu di dalam skrotum dipertahankan 20oC lebih rendah dari
suhu rongga abdomen. Hal tersebut berkaitan dengan proses pembentukan sperma
Organ reproduksi dalam pria terdiri atas gonad yang menghasilkan gamet
(sel-sel sperma) dan hormone, kelenjar aksesoris yang menghasilkan produk yang
esensial bagi pergerakan sperma dan sekumpulan ductus yang membawa sperma
Testis (gonad jantan) berbentuk oval dan terletak di dalam kantung pelir
dibatasi oleh suatu sekat yang terdiri dari serat jaringan ikat dan otot polos. Fungsi
testis secara umum merupakan alat untuk memproduksi sperma dan hormone seks
jantan, androgen. Testes terdiri atas saluran melilit yang dikelilingi oleh jaringan
ikat disebut tubulus seminiferous. Pada saluran inilah sperma dibentuk. Di antara
androgen.17
20
kekerasan terhadap anak 3.02%. Artinya, di antara 100 anak terdapat 3 anak yang
sebanyak 216 korban kekerasan seksual anak pada tahun 2011, meningkat pada
tahun 2012 menjadi 412 korban, dilaporkan pada tahun 2013 terdapat 343 kasus,
656 kasus pada tahun 2014. Pada tahun 2015 didapatkan 218 kasus kekerasan
seksual pada anak. Data penelitian terakhir dari KPAI yaitu pada tahun 2016
800
600
400
200
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
tidak hanya menjadi korban dari kekerasan seksual, namun juga terdapat kasus-
kasus kekerasan seksual di mana anak menjadi pelaku dari kekerasan tersebut.
Hasil penelitian pada tahun 2011 terdapat 123 anak yang menjadi pelaku
324 kasus, 247 kasus pada tahun 2013, dilaporkan pada tahun 2014 terdapat 561
kasus, 157 kasus pada tahun 2015, dan pada penelitian yang terakhir dilakukan
pada tahun 2016 adalah 86 kasus di mana anak menjadi pelaku kekerasan
seksual.18
21
600
500
400
300
200
100
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
menyatakan bahwa data korban dari kekerasan seksual yang masuk ke IGD RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, mayoritas adalah wanita, usia remaja, jenis
kasusnya adalah pemerkosaan anak di bawah umur, distribusi luka terbanyak pada
selaput dara, berprofesi sebagai pelajar, dan pelakunya adalah orang yang tidak
dikenal.5
sedangkan pada pria 1 di antara 71 orang. Sekitar 44.6% wanita dan 22.2% pria,
lain, korban kekerasan seksual mayoritas adalah anak di bawah 18 tahun, 80.000
anak Amerika setiap tahunnya mengalami kekerasan seksual. Hal ini diakibatkan
oleh belum stabilnya emosi remaja wanita dan kelemahan secara fisik dalam
22
Variabel N (%)
Jenis Kelamin
- Wanita 63 (95,5)
- Pria 3 (4)
Usia
Jenis Kasus
23
Kondisi ini cukup memprihatinkan, karena kekerasan seksual pada anak
tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga anak-anak. Selain itu,
kebanyakan pelaku adalah orang dekat korban atau berada di lingkungan yang
sama.
a) Familial abuse
antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dari
keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang
tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya
interaksi non coitus, petting, fonding (meraba-raba dada korban, alat genital,
anak), semua hal yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual.
dengan alat kelamin, masturbasi, stimulasi oral pada penis (fellatio), dan
24
3. Ketegori terakhir, perkosaan secara paksa (forcible rape), meliputi
kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman menjadi sulit bagi
korban.
Extra familial abuse adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang
lain di luar keluarga korban. Pada pola pelecehan seksual di luar keluarga,
pelaku biasanya orang dewasa yang dikenal oleh sang anak dan telah
rumahnya. Sang anak biasanya tetap diam karena bila hal tersebut diketahui
mereka takut akan memicu kemarahan dari orang tua mereka. Selain itu,
beberapa orang tua kadang kurang peduli tentang di mana dan dengan siapa
sekolah cenderung rentan untuk mengalami kejadian ini dan harus diwaspadai.
E. Faktor Risiko
b. Seseorang yang memiliki pengalaman terhadap perilaku orang tua yang buruk
25
c. Seseorang yang memiliki masalah dengan pasangannya, seperti hubungan yang
tidak saling mendukung satu dengan yang lain atau tujuan yang tidak searah.
e. Seseorang dengan isolasi sosial seperti memiliki teman yang sedikit atau tidak
ada teman
perkembangan anak-anak.
seksual pada anak. Kekerasan seksual terjadi di sekitar masyarakat yang secara
sosial ekonomi miskin. Hal ini dapat dicermati melalui kasus-kasus yang
keluarga adalah lembaga sosial terkecil yang menjadi dasar awal sebelum
pelanggaran yang berbuntut kekerasan pada anak. Anak sebagai kelompok yang
rentan, tidak berdaya, dan masih memerlukan perlindungan orang dewasa tetapi
justru menjadi korban kebiadaban orang dewasa dan juga teman sebayanya.
fungsi control keluarga dan lingkungan keluarga tidak terpenuhi dengan baik.22
26
Seseorang dewasa yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak sebagai
yang dalam Pasal 1 Ayat 1 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak,
“anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
1. Infantophilia, yaitu mereka yang tertarik dengan anak berusia di bawah 5 tahun
2. Hebophilia, yaitu mereka yang tertarik dengan anak perempuan berusia 11-14
tahun
3. Ephebohiles, yaitu mereka yang tertarik dengan anak berusia 15-19 tahun
anak
2. Voyeurism, yaitu suka masturbasi depan anak, atau sekedar meremas kemaluan
anak
bentuk ketertarikan seksual yang tidak wajar. Artinya orang ini (pelaku) mungkin
saja pernah mengalami trauma yang sama, sehingga mengakibatkan perilaku yang
Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel menjelaskan tak semua kekerasan seksual
pada anak dilakukan orang dewasa yang memiliki orientasi seksual pada anak,
tetapi bisa juga terjadi dengan pelakunya orang dewasa normal. Kedua macam
27
orang itu bisa digolongkan paedofilia selama melakukan hubungan seksual
pada anak
sehingga korban tak berdaya disebut Molester. Kondisi ini menyebabkan korban
pula pelaku kekerasan seksual pada anak ini melakukan aksinya tanpa kekerasan,
Penerapan ilmu kedokteran forensik memilki dua aspek yang berbeda untuk
a. Anamnesis
anak yang mengalami kekerasan seksual, terdapat beberapa hal psikologis yang
28
Membuat pendekatan dengan memperhatikan kepekaan dan kerentanan
Membangun lingkungan netral dan hubungan yang baik dengan anak sebelum
memulai anamnesis
mereka sendiri
Informasi yang diperlukan untuk menilai keadaan medis anak serta gejala
Inkontinensia urin
b. Pemeriksaan fisik
29
persetujuan (informed consent) yang diperoleh dari anak atau orang tua untuk
serta menjelaskan tentang maksud, tujuan, proses, dan lama pemeriksaan. Dalam
Pemeriksaan fisik harus terdiri dari pemeriksaan head to toe ditambah dengan
harus didampingi oleh petugas kesehatan lainnya. Jika anak berjenis kelamin
terhadap:
bersifat fisik yang dilakukan dalam rangka memaksa korban agar dapat
disetubuhi. Kekerasan seksual pada anak tidak hanya merugikan secara fisik,
sebab itu, yang perlu dicari selain tanda-tanda persetubuhan, yaitu adanya
tanda-tanda kekerasan fisik yang berada di luar alat kelamin, seperti cekikan di
30
Pada pemeriksaan mulut dan faring, perlu diperhatikan apakah terdapat
petechiae pada palatum atau posterior faring. Selain itu perlu juga memeriksa
tidak lazim terkena kecelakaan seperti pipi, lengan atas, paha, bokong dan
Kadang-kadang tanda ini muncul dengan segera atau setelah beberapa waktu
amplop terpisah dan diberi label untuk dilakukan analisis. Jika korban
DNA pelaku.28
kemungkinan dapat ditemukan jejas gigit pada tubuh korban dengan air liur di
identifikasi dnegan cara mencocokannya dengan pola gigi dari orang yang
dapat digunakan untuk mengetahui golongan darah (bagi yang bertipe sekretor)
atau DNA (sebab di dalam air liut terdapat sel-sel buccal yang terlepas). 29
Oleh sebab itu perlu dicari di sela-sela jari tangan korban. Dari rambut tersebut
31
dapat diketahui suku bangsa, golongan darah, dan bahkan DNA asalkan pada
yang dapat mengakibatkan korban tidak sadar. Oleh karenanya, perlu juga
kesadaran/obat bius/needle marks. Serta perlu dicari pula racun dan gejala
Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti
tidak ada kekerasan. Faktor waktu yang sangat berperan, karena dengan
berlalunya waktu, luka dapat sembuh atau tidak ditemukan, karena racun/obat
bius telah dikeluarkan dari tubuh. Bukti-bukti medik dapat digunakan untuk
medik.29
2. Memperkirakan umur
Tidak ada satu metode tepat unntuk menentukan umur secara pasti. Pada
memeriksa pertumbuhan tulang dan gigi, dasar berat badan, tinggi badan,
bentuk tubuh, dan ciri-ciri kelamin sekunder. Perkiraan umur digunakan untuk
32
Sedangkan pada kasus korban kekerasan seksual perkiraan umur tidak
diperlukan.29
yaitu pada BAB II pada pasal 7 ayat 1 berbunyi : perkawinan hanya diizinkan
jika pria sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun. 29
dalam liang vagina, baik total maupun sebagian, dengan ataupun tanpa
yaitu suatu keadaan yang menggambarkan adanya respon seksual, baik fase
eksitasi ataupun fase plato yang ditandai dengan adanya ereksi penis.
Sedangkan wanita dapat disetubuhi dalam keadaan aktif maupun pasif. Tanda
yang paling menyolok pada wanita yang aktif (mengalami respon seksual)
adalah ereksi klitoris dan lubrikasi, guna membasahi dinding vagina agar tidak
terjadi iritasi.27
Tujuan utama pemeriksaan fisik ini adalah pada area anogenital. Pada anak,
jaringan pada area ini mampu sembuh dengan cepat, maka kerusakan fisik
waktu; hal inilah yang menyebabkan jarang ditemukan temuan positif. Oleh
seringkali cedera yang awalnya ada, dapat sembuh ketika pasien datang. 32,33
33
Tanda-tanda persetubuhan: 27,29
- Tanda langsung
hymen.31
Oleh karena itu robekan baru pada hymen dapat diketahui jika pada daerah
kekerasan seksual masih utuh, yaitu pada penetrasi penis yang paling
ringan (antara kedua labia) atau kondisi selaput dara sangat elastis disertai
34
dapat memberikan kombinasi yang baik antara pencahayaan, pembesaran,
dan dokumentasi dengan kualitas tinggi. Namun alat ini jarang digunakan
sebab bukti medik antara senggama dengan paksa dan tidak dengan paksa
lecet atau memar pada dinding vagina. Kelainan tersebut terjadi karena
pada korban tidak terjadi lubrikasi sehingga vagina dalam keadaan kering
perkosaan. 27,29
35
navicularis, hymen, dan cervix vagina. Dikatakan perlukaan anal bila
sebanyak 53%, pada hymen sebanyak 29%, dan fossa navicularis 25%.
bagian luar termasuk labia, klitoris, lubang vagina dan vagina), 11%
retakan, luka gores, luka potong, luka bacok dan luka cabik. Ekimosis
karena iritasi atau perlukaan tanpa batas tegas. Pada perlukaan anal
36
trauma akut dan menggambarkan penampakan edema. Hal ini diduga
paling berat pada anus adalah dilatasi maksimal pada anus membentuk
huruf “O”.28,30
pelaku dengan cara menyisir rambut kemaluan korban. Rambut lepas yang
air mani seperti asam fosfatase, spermin dan kholin. Namun nilai
mutlak atau tidak khas. Untuk mencari bercak air mani yang mungkin
tercecer di TKP (Tempat Kejadian Perkara), misalnya pada sprei atau kain
37
Perlu diketahui bahwa pada laki-laki yang sehat, air mani yangkeluar
setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma
setiap millimeter dan 90% bergerak (motile), sehingga sperma masih dapat
sedangkan pada orang mati sperma masih dapat ditemukan dalam vagina
a) Terjadinya kehamilan
persetubuhan, oleh sebab itu pada setiap korban kekerasan seksual juga
kehamilan maka atas gugatan dari yang bersangkutan, terhukum dari kasus
tersebut dapat ditetapkan sebagai ayahnya. Jika jumlah terhukum lebih dari
Menular Seksual), perlu diingat bahwa jika pelecahan seksual terjadi baru-
baru ini, hasil pemeriksaan akan cenderung negatif, kecuali anak memang
38
dilakukan dalam hari yang sama, follow up dalam satu minggu kemudian
dilihat kasus per kasus, dan dapat dilakukan dengan kondisi berikut.27,34
- Pelaku yang memiliki IMS atau yang memiliki resiko tinggi tertular
atau hydrocele. Impotensi juga dapat dialami laki-laki yang sudah sangat tua.
Yang agaknya sulit untuk dibuktikan adalah impotensi yang bersifat psikik.30,35
Jika pelaku kekerasan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus
diperiksa, yaitu untuk mencari sel epital vagina yang melekat pada zakar. Hal
ini dilakukan dengan cara menempelkan gelas objek pada glans penis (tepatnya
mikroskopis.29
39
G. Hukum Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Indonesia
Bentuk kekerasan terhadap anak tidak hanya berupa kekerasan fisik saja,
fisik, sepertti kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi. Sebagai bentuk
tindak kekerasan seksual. Bentuk perlindungan anak yang diberikan oleh Undang-
Rumah Tangga dan Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan adopsi, kompilasi
atau reformulasi dari bentuk perlindungan anak yang sudah diatur dalam Kitab
dalam pemberian hukuman (sanksi) pidana bagi pelaku. Hal ini tercantum
40
1. Masalah persetubuhan diatur dalam pasal287, pasal 288, pasal 291
2. Perbuatan cabul diatur dalam pasal 287, pasal 288, pasal 292, pasal 293,
Pasal 286
padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadan pingsan atau tidak
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa korban berada dalam
keadaan pingsan atau tidak bahaya. Dokter perlu mencari tahu apakah
41
perkosaan, karena dengan membuat korban pingsan atau tidak berdaya ia
seperti yang dimaksud oleh pasal 285 dan 286 KUHP; maka untuk kasus-
seperti yang dimaksud oleh pasal 285 KUHP disebut perkosaan, dan perlu
dibedakan dari pasal 286 KUHP. Kejahatan seksual yang dimaksud dalam
KUHP pasal 286 adalah pelaku tidak melakukan upaya apapun; pingsan
kejahatan seksual.
Pasal 287
lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum
Sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita
belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan
42
bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu
b. Korban yang belum cukup 15 tahun ini menderita luka berat atau
c. Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya,
tidak ada pengaduan karena bukan lagi merupakan delik aduan. Pada
pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran
melalui pertumbuhan gigi (molar ke-2 dan molar ke-3), serta dengan
umurnya belum lima belas tahu atau kalau umurnya tidak jelas bahwa
43
Pasal 288
empat tahun.
untuk dikawin bila ia telah siap untuk dapat memberikan keturunan, dimana
hal ini dapat diketahui dari menstruasi atau sudah pernah. Sedangkan
44
berapa umur dari perempuan yang diduga merupakan korban seperti yang
perempuan maka dalam hal ini pasal-pasal dalam KUHP yang dimaksud
Pasal 289
Pasal 290
tahu atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umur orang itu belum lima
belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum
harus diduganya bahwa umur orang itu belum lima belas tahun, atau
45
Pasal 291
(1) Bila salah satu kejahatan seperti tersebut dalam pasal 286, 287, 289, dan
(2) Bila salah satu kejahatan seperti tersebut dalam pasal 285, 286, 287,
Pasal 292
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang
sama jenis kelaminnya dengan dia yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun.”
Pasal 293
(1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
46
(3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah
Pasal 294
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak
rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan
tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau
dimasukkan ke dalamnya.
47
Pasal 295
(1) Diancam:
1. Dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan
yang tersebut dalam butir 1 di atas., yang dilakukan oleh orang yang
(2) Jika yang melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan,
Pasal 296
cabul oleh rang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai
pekerjaan atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.”
Pasal 297
“Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki laki yang belum dewasa,
48
Pasal 298
(1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal
281, 284 – 290, dan 292 – 297, dapat dijatuhi pencabutan hak-hak
(2) Bila yang bersalah melakukan salah satu kejahatan seperti tersebut
Pasal 299
pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
(2) Bila yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
bila dia serang dokter, bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
dicabut.
49
hak anak yaitu dengan adanya Komisi Perlindungan Anak Indonesia melalui
hakhak anak dari berbagai macam kekerasan, dalam hal ini tindak kekerasan
seksual.5
6. Kejahatan seksual
Pasal 54
50
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Masyarakat.
Pasal 64 A dan 71 D
perlindungan khusus dalam hal pemulihan korban yang diatur dalam Pasal
64A serta pengajuan ganti rugi (restitusi) terhadap diri korban secara
dalam BAB XIA yang terdiri dari Pasal 76A, 76D yang berisi perbuatan-
melakukan tindak kekerasan seksual diatur dalam Pasal 76D dan 76E.
- Pasal 76A
51
- Pasal 76D
lain."
- Pasal 76E
perbuatan cabul.”
yang ada, melakukan kejahatan serta melanggar hak-hak anak pada larangan
yang telah diatur di atas dalam hal ini melakukan tindak kekerasan seksual
telah diatur dalam Pasal 81 dan Pasal 82 pada BAB XII tentang Ketentuan
52
Pasal 81
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pua bagi
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D
53
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat
elektronik.
tindakan.
Pasal 81A
untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan
54
Pasal 82
Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
(4) Dalam hal tindak pidana sebagiamana dimaksud dalam Pasal 76E
(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
55
(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan
ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat
pendeteksi elektronik.
tindakan.
dalam rumah tangga yang salah satu tujuannya memberikan perlindungan bagi
Pasal 2 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa anak merupakan bagian dari
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut.
56
Pasal 5 yang secara tegas mengatur adanya larangan kekerasan seksual
dalam rumah tangga (anak) dan berbunyi, Setiap orang dilarang melakukan
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
Pasal 27 berbunyi :
"Dalam hal korban adalah anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua,
Diatur juga Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam hal
kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga (anak) yang dalam hal ini
57
perlindungan terhadap hak-hak anak korban dalam proses beracara
diantaranya:
Pasal 18
Pasal 19
(1) Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan
nama Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah,
dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban,
anak maupun pada orang dewasa. Namun, kasus kekerasan seksual sering tidak
terjadi. Lebih sulit lagi adalah jika kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak,
karena anak-anak korban kekerasan seksual tidak mengerti bahwa dirinya menjadi
kekerasan seksualnya. Selain itu, anak cenderung takut melaporkan karena mereka
58
merasa terancam akan mengalami konsekuensi yang lebih buruk bila melapor,
merasa bahwa peristiwa kekerasan seksual membuat anak merasa bahwa dirinya
dengan adanya powerlessness, dimana korbna merasa tidak berdaya dan tersiksa
seksual pada anak membawa dampak emosional dan fisik kepada korbannya.20
1. Secara Emosional
goncangan jiwa, adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa
kecanduan, keinginan bunuh diri, keluhan somatik, dan kehamilan yang tidak
diinginkan.
2. Secara Fisik
Anak dapat mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala,
tidak nyaman di sekitar vagina atau alat kelamin, berisiko tertular penyakit
59
yang tidak diinginkan dan lainnya. Sedangkan kekerasan seksual yang
dilakukan oleh anggota keluarga adalah bentuk incest, dan dapat menghasilkan
dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama
ketika dewasa nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan seksual atau
bahkan yang parahnya lagi dia akan terbiasa dengan kekerasan sebelum
melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak tersebut
a. Pengkhianatan (Betrayal)
60
menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor mencatat
kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak
tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga
d. Stigmatization
diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan
dirinya. Anak sebagai korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan
61
2.2 Forensik Psikiatri
dimana teori, konsep, prinsip, dan praktik psikiatri diterapkan pada setiap
keahlian ilmiah dan klinis diterapkan pada masalah hukum dalam konteks
meneliti ketepatan ingatan orang, suatu rintisan awal dalam penelitian yang
banyak dilakukan pada masa kini tentang ketepatan kesaksian seorang saksi.
Dalam ceramahnya kepada sejumlah hakim Austria pada tahun 1906, Freud
62
mengatakan bahwa psikologi dapat diaplikasikan pada hukum. Kemudian
kesaman kepentingan.38
tentang The Witness Stand. Dia mengeluhkan bahwa tidak ada orang yang
lebih resisten daripada insan hukum terhadap gagasan bahwa psikolog dapat
sendiri, dan tidak dapat memahami perbedaan antara hasil laboratorium dan
sebagai seorang saksi ahli. Akan tetapi, tidak lama menjelang kematiannya
63
yang oleh para psikolog sendiri disepakati sebagai cara yang sehat, akurat,
dan praktis.
hukum hingga tahun 1954. Pada tahun tersebut Kejaksaan Agung akhimya
menulis tentang the U.S. Court of Appeals untuk the District of Columhia
berbagai lembaga dan individu dalam sistem hukum. Kini psikologi forensik
telah tiba pada suatu titik di mana terdapat spesialis dalam bidang penelitian
lazim, dan berbagai buku dan jurnal dalam bidang keahlian ini sudah banyak
diterbitkan.
1970 saat dr. Wahyadi Dharmabrata dan Prof. DR. Dr. Dadang Hawari
64
banyak kesulitan yang dihadapi para profesional saat menangani masalah
pidana.
Dasar sebagai sumber hukum untuk suatu tempat dan suatu periode
tertentu adalah:
2. Traktat, yaitu suatu perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih.
Hukum- hukum formal yang tidak tertulis seperti hukum adat dapat
65
Pasal 184 KUHAP menyatakan bahwa alat bukti yang sah adalah:
(a). keterangan saksi; (b)keterangan Ahli; (c) alat bukti surat:; (d) alat
KUHAP vaitu:
bawah sampai derajat ketiga dari atau yang sama sama sebagai
terdakwa.
Keterangan ahli dapat berupa keterangan lisan dan dapat juga berupa
surat.
66
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
keadaan.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan
antara yang satu dengan yang lain,maupun dengan tindak pidana itu
sendiri, yang menandakan telah terjadai suatu tindak pidana dan siapa
67
muka sidang, tentang perbuatan yang dikakukannya atau yang
36 tahun 2011 pasal 150 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai berikut:
Secara garis besar, ada 2 macam alat bukti dari bidang ilmu
Psikiatri sebagai ilmu kedokteran jiwa cabang ataui sub bagian dari
II UU No. 23 tahun 1992 tercantum upaya kesehatan jiwa dan ini akan
68
1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
orang itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa paling lama satu
peradilan.
menentukan keadaan jiwa yang tidak sehat melalui ahli kedokteran jiwa
69
secara ilmiah. Para ahli forensik dapat memberikan keterangan ahli
suatu fakta sebagai bukti atas semua keadaan sebagaimana tertuang dalam
itu menderita gangguan jiwa harus diteliti oleh psikiater, seberapa besar
70
Kesehatan dan telah mendapat izin bekerja dari Menteri Kesehatan
menyatakan bahwa kesaksian ahli jiwa ini yang dimaksud dalam ayat (1)
dokter.
Keterangan ahli salah satunya diatur dalam Pasal 179 ayat (1)
memenuhi Pasal tersebut tanpa alasan yang sah dapat dikenai sanksi sesuai
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana
pemberi bantuan hukum yang bersifat aktif. Peran ini akan terlaksana
dengan baik jika dokter juga menjalani fungsinya dengan baik. Terdapat
posisi medis dan posisi legal sebagai pemberi bantuan hukum. Dalam
71
tambahan fakta-fakta sebagai bukti, dalam upaya memenuhi kebutuhan
KUHP, tambahan unsur adanya gangguan jiwa dan unsur tidak mampu
bertanggung jawab.
sesuatu hal yang cenderung kepada kebenaran. Alat bukti penting untuk
pengadilan, baik dalam hukum pidana dan perdata. Secara garis besar ada
dua macam alat bukti dari bidang ilmu forensik yaitu kedokteran
72
dalam melanggar hukum pidana. Dalam hal ini penelitian memfokuskan
pada alat bukti di bidang ilmu forensic yaitu kedokteran kehakiman. Setiap
jiwanya maka orang itu tidak dapat di pidana seperti yang di sebutkan
berikut:
pelanggaran hukum;
73
E. Visum et Repertum Psychiatricum
pasal 44 ayat (1) KUHP yang berbunyi barang siapa melakukan perbuatan
penyakit (zielkelijke storing), tidak dipidana" dan ayat (2) KUHP yang
karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal, maka
seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila
Sesuai dengan pasal 184 ayat (1) bahwa alat bukti yang sah adalah berupa
74
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa
(KUHP). Keterangan dokter ahli terdiri dari dua jenis, yaitu lisan yang
lintas lama-lama.
pada46:
a. Bekerja pada fasilitas perawatan pasien gangguan jiwa atau bekerja pada
75
b. Tidak berkepentingan dalam perkara yang bersangkutan.
76
Format Visum et Repertum Psychiatricum
Demi Keadilan
Pro Justitia
No : ………………..
Nama :
Pangkat/NIP/NRP :
Jabatan :
Nama :
Pangkat NIP/NRP :
Jabatan :
Instansi :
Alamat :
No. Surat :
Tanggal :
Perihal :
Nama :
Umur :
77
Jenis Kelamin :
Agama :
Alamat :
Pendidikan :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
Status Terperiksa :
Tuduhan
b. Autoanamnesis
c. Alloanamnesis
5. Kesimpulan
78
iii. Apakah terperiksa mampu mengarahkan kemauan/tujuan
tindakannya?
6. Saran :
7. Penutup
79
F. Praktik Psikiatri Kedokteran
sengketa hukum, sehingga bersifat post facto. Dari hasil pemeriksaan ini
Namun, tidak jarang hasil pemeriksaan dipakai untuk memprediksi suatu keadaan
yang belum terjadi atau bersifat pre facto.47 Visum et Repertum Psychiatricum
diterbitkan hanya atas suatu permintaan dan yang berhak meminta adalah hakim,
serta beberapa syarat tertentu dari Rumah sakit. Setelah melengkapi persyaratan
tersebut, terdakwa dapat memasuki ruang perawatan dan diobservasi. Dalam hal
ini status terdakwa berubah menjadi terperiksa. Di dalam ruangan ini, terperiksa
I. Ketentuan Umum
di Indonesia.
80
Jiwa agar Dokter Ahli Kedokteran Jiwa itu memberikan keterangan
Jiwa
dan 4).
81
tersebut ditujukan kepada Dokter Ahli Kedokteran Jiwa dalam
Kedokteran Jiwa
Kedokteran Jiwa yang bekerja pada suatu fasilitas perawatan pasien gangguan
yang berlaku, atau yang bekerja pada lembaga khusus untuk pemeriksaan
keluarga dan/ atau terikat hubungan kerja dengan tersangka atau terdakwa
atau korban atau hubungan sengketa dalam perkara hukum lainnya, seperti
KUHAP Pasal 168, Perdata: HIR Pasal 145, dan RBG Pasal 172 ayat 1 dan 2
Jiwa Lisan adalah Dokter Ahli Kedokteran Jiwa yang menerbitkan Surat
82
Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa (Visum et Repertum Psychiatricum) atau
Dokter Ahli Kedokteran Jiwa lain, sesuai dengan butir 3a. Seorang Dokter
itu sedang ditangani, tidak boleh dipanggil sebagai ahli bila sudah ada Dokter
Ahli Kedokteran Jiwa yang memenuhi syarat (di luar Dokter Ahli Kedokteran
Jiwa yang membuat Surat Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa) yang tinggal
Kes. R.I.). Dokter umum tersebut bekerja pada suatu fasilitas perawatan
dan yang tidak berkepentingan dalam perkara yang bersangkutan dan yang
83
a. Surat Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa (Visum et Repertum
diperlukan waktu yang lebih panjang denga seizin instasi sesuai dengan
ii. Apabila dalam waktu yang dimaksud pada butir a Surat Keterangan Ahli
alasan-alasannya.
iii. Perpanjangan waktu yang dimaksud pada butir b tidak boleh lebih dari 14
hari.
84
iv. Hakim di dalam surat penetapannya dapat menetapkan batas jangka waktu
akan tetapi Dokter Ahli Kedokteran Jiwa penerbit Surat Keterangan Ahli
tidak,
VI. Pembiayaan
menjadi beban instasi dari pejabat pemohon sesuai dengan tarif yang berlaku.
85
a. Surat Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa (Visum et Repertum Psychiatricum)
proses pemeriksaan.
ii. Surat permintaan Surat Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa dari pemohon
jiwa dan lembaga khusus seperti yang dimaksud sesuai dengan B.3a
R.I.
iii. Dalam surat permintaan Surat Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa tersebut
perlu disebutkan secara lengkap identitas dari tersangka atau terdakwa atau
seseorang yang terlibat dalam suatu perkara atau peristiwa hukum disertai
Pemeriksaan.
daerah.
v. Bila di suatu wilayah tidak ada Dokter Ahli Kedokteran Jiwa dan fasilitas
86
b. Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa Lisan.
mengenai Ilmu Kedokteran Jiwa. Keterangan Ahli Kedokteran Jiwa itu sendiri
bila diminta penjelasan lebih lanjut oleh Hakim, atau Ahli lain untuk memberikan
tersangka atau terdakwa wajib diserahkan kembali dan diambil oleh instasi
Kedokteran Jiwa yang memeriksa berhak meminta bantuan petugas hukum untuk
87
BAB IV
PERBANDINGAN JURNAL
88
Kelebihan Jurnal
Pada jurnal ini menjelaskan bahwa pelecehan sexual yang terjadi dapat
menimbulkan trauma psikis dan mempengaruhi kejiawaan terhadap anak
Pada jurnal/ kasus ini trauma kejiwaan pada anak dapat mempengaruhi
tumbuh kembang dan kehidupan sosial korban
Pada jurnal/ kasus ini menjelaskan tindakan pelecehan sexual akan
membuat perubahan gangguan orientasi seksual
Pada jurnal/kasus ini menerangkan pentingnya pengobatan baik secara
fisik atau mental demi kelangsungan kehidupan korban
Pada jurnal/ kasus ini menjelaskan bahwa penting mengetahui penilain
temuan klinis pada pemeriksaan pada korban kekerasan sesuak pada
anak
Kekurangan Jurnal
89
BAB V
KESIMPULAN
90
gangguan kejiwaan yang berkembang, dan meminimalisasi lingkaran-setan
pelaku pelecehan, korban pelecehan seksual harus menjalani evaluasi
kejiwaan yang komprehensif dan program tindak lanjut / follow up.
91
DAFTAR PUSTAKA
92
12. Republik Indonesia. (1990). Keputusan Presiden Republik Indonesia No
36 Tahun 1990 Tentang Konvensional Hak-Hak Anak. Sekretariat
Negara. Jakarta
13. Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang No. 36 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia. Sekretariat Negara. Jakarta
14. Hegazy AA, Al-Rukban RO. (2012). Hymen: Facts and Conceptions. The
Health. Egypt. 3(4); 109-15
15. Yang CC, Ginger VAT. (2011). Functional Anatomy of Female Sex
Organs. Harbowview Medical Center. Seattle; 13-20
16. London ML, Ladewig PW, Ball JW, Bindler RC. (2016). Women’s
Health Throughout The Lifespan. Anatomy and Physiology of The
Reproductive System.
17. Sudirgayasa IG. (2014). Sistem Reproduksi Pria. [internet] 2016. [cited
2017 Nov 16] Available from:
https://sudirgayasa.files.wordpress.com/2014/11/sistem-reproduksi-
pria.pdf
18. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Tingkatan
Kerjasama dan Kewaspadaan Kekerasan Pada Anak. Jakarta
19. Maslihah S. (2006). Kekerasan Terhadap Anak: Model Transisional dan
Dampak Jangka Panjang. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini; 1(1); 25-33
20. Teja M. (2016). Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual
Terhadap Anak. Info Singkat Kesejahteraan Sosial. Badan Keahlian DPR
RI
21. Ball J. (2012). Principles of Pediatric Nursing: Caring For Children.
New Jersey-Pearson Education Inc; 5
22. Crosson C. (2010). Understanding Child Abuse and Neglect. Boston;
Allyn & Bacon
23. Aulia. (2014). Kenali Tipe Penjahat Kekerasan Seksual Anak
24. Wanda. (2014). Stop! Kekerasan Pada Anak. [internet]. 2014. [cited 2017
Nov 16]. Available from: http://kpkpos.com/stop-kekerasan-pada-anak/
93
25. Republik Indonesia. (2012). Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sekretariat Negara. Jakarta
26. Philip SL. (2007). Clinical Forensic Medicine: Much Scope For
Development in Hongkong. Hongkong Department of Pathology Faculty
of Medicine University of Hongkong
27. Dahlan, Sofwan. (2007). Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman bagi
Dokter dan Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang
28. Mclean I, Roberts S, White C, Paul S. (2011). Female Genital Injuries
Resulting From Consesual and Non-consesual Vaginal Intercourse.
Forensic Science International; 2404(3): 27-33
29. Herrmann B, Banaschack S, Csorba R, Navratil F, Dettmeyer R. (2014).
Physical Examination In Child Sexual Abuse- Approaches and Current
Evidence. Dutch Arztbl Int; 111: 692-703
30. Ipsum L. (2011). Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Bagi Petugas Kesehatan
31. Sommers MS. (2007) Defining Pattern of Genital Injury From Sexual
Assult. University of Pennsylvania School of Nursing. Trauma. Violence;
8(7)
32. World Health Organization. (2015). Guidelines For Medico-Legal Care
For Victims of Sexual Violence. Library Catologuing Publication Data.
Geneva. 82-90
33. Prawestiningtyas E. (2017). Kekerasan Pada anak dan Aspek Midikolegal
dalam Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia. Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2017.
34. Hobbs CJ & Wynne JM. (1989). Sexual Abuse of English Boys and Girl:
The Importance of Anal Examination. Child Abuse and Neglect
35. Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang No. 33 Tahun 2014
Tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2012 Tentang Perlindungan
Anak. Sekretariat Negara. Jakarta
94
36. Murthy P, Malatheh B.C, Kumar C.N, Math S.B. Mental Health and
the Law : An Overview and Need to Develop and Strengthen the
Discipline of Forensic Psychiatry in India. Indian J Psychiatry.
2016.58(2);5181-86
37. Chadda R.K. Forensic Evaluations in Psychiatry. Indian J Psychiatry.
2013. 55(4);393-9.
38. Bartol, C.R.;Bartol, A.M. Psychology and Law, Pasicif Grove,
California : Brooks/Cole Publishing Company, 1994.
39. Fisher, R.P., Amador, M., & Geiselman, R.E. 1989. Field Test of The
Cognitive Interview : Enhancing the Recollection of Actual Victims &
Witnesses of Crime. Journal of Applied Psychology, 74 (5), 722-7.
40. Darmabrata, wahjadi. Psikiatri Forensik. Ed 1. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC.2003:1-6.
41. Andriesti Herdaetha, Dokter Ahli Jiwa/Psikiater Rumah Sakit Jiwa
Daerah Surakarta, Wawancara Pribadi, Rabu 22 Juni 2016, pukul
13.03 WIB.
42. Kegunaan ilmu kedokteran forensic dalam membantu mengungkapkan
peristiwa pidana. Jurnal Varia Hukum. Ed XXX. Fakultas hukum
Universitas Muhammadiyah:2013. 220-5.
43. Abdul Munim, ilmu kedokteran kehakiman.1985.gunung agung:1985.
Hal.102.
44. Ohoiwutun T. 2012. Ilmu Kedokteran Forensik (interaksi dan
dependensi hukum pada ilmu kedokteran. Jakarta; ECG.
45. Darmabrata W. 200. Psikiatri Forensik. Jakarta; ECG.Hlm. 1, 33-34,
36-37.
46. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1997
47. H. Soewadi. Psikiatri Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada/RSUP Dr. Sardjito,
Yogyakarta.2013.
48. Wahjadi D dan Adhi WN. Psikiatri Forensik. Buku Kedokteran EGC:
Jakarta. 2003.
49. Idries dan Abdul M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed. 1.
Binarupa Aksara: Jakarta, 1997.
95