Anda di halaman 1dari 8

Ventilator Associated Pneumonia

Defenisi
Ventilator associated pneumonia didefenisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien
yang 48 jam diintubasi dan dipasang ventilasi mekanik. VAP diklasifikasikan berdasarkan
onsetnya yaitu onset dini (terjadi dalam 96 jam pertama sejak dipasang ventilasi mekanik) atau
onset lambat (terjadi 96 jam sejak dipasang ventilasi mekanik) (Hunter, 2005).
Epidemiologi
Insidensi bervariasi antara 5 - 10 episode per 1000 orang yang keluar dari rumah sakit dan
paling tinggi terjadi di bangsal pembedahan, ICU, dan rumah sakit pendidikan. Hal ini
memperpanjang masa rawat inap pasien di rumah sakit yang mencapai 3 - 14 hari per pasien.
Ventilator associated pneumonia terjadi sampai 80% dari total kejadian hospital associated
pneumonia dan 9 sampai 27% pada pasien yang diintubasi.
Angka kematian VAP mencapai 30% - 70%. VAP onset dini (<4 hari di rumah sakit) banyak
disebabkan oleh bakteri yang sensitif antibiotik, sehingga prognosis menjadi lebih baik
daripada VAP onset lambat (>4 hari di rumah sakit) yang banyak disebabkan multi drug
resistent pathogen (patogen MDR).
Namun, VAP onset dini, pasien mendapat terapi antibiotik sebelumnya, atau perawatan di
rumah sakit menjadi predisposisi terhadap patogen MDR yang
Etiologi
Ward et al (2006) membagi dua klasifikasi patogen yang menyebabkan :

Chastre (2003) dalam Marino (2014) memaparkan frekuensi kejadian VAP berdasarkan
patogen penyebab yang ditampilkan pada tabel 2

Faktor Risiko
Meskipun pasien dengan pemasangan endotrachel tube 48 jam menjadi salah satu risiko
terjadinya VAP, beberapa pasien juga memiliki risiko yang lebih tinggi. Faktor risiko
terjadinya VAP dapat dibagi menjadi tiga faktor utama, yaitu faktor pejamu, faktor terkait
peralatan, dan faktor individu. (Augustyn, 2007).
Ward et al (2006) membagi faktor risiko terjadinya VAP menjadi:
Adapun menurut Kollef (2003) dalam Rozaliyani dan Swidharmoko (2010), faktor risiko yang
berkaitan dengan VAP yaitu
Patogenesis
Kolonisasi orofaringeal oleh bakteri Gram-negatif enterik terjadi di sebagian besar rumah sakit
karena imobilisasi, gangguan kesadaran, selang nasogastrik, higiene buruk, inhibisi sekresi
asam lambung. Kolonisasi tersebut akan berlanjut pada aspirasi sekresi nasofaringeal yang
menyebabkan terjadinya VAP (Ward et al., 2006)
Diagnosis VAP
Uji diagnostik dilakukan untuk dua tujuan yaitu: 1) menegakkan diagnosis pneumonia dari
kumpulan tanda dan gejala, 2) menentukan patogen penyebab pneumonia.
Beberapa penelitian menyimpulkan gambaran radiografi berupa infiltrat dan minimal satu dari
gejala demam, leukositosis, atau sekret trakea yang purulen, menjadi kriteria diagnostik yang
memiliki sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah.
Semua pasien yang dicurigai VAP harus dilakukan kultur darah untuk mengenal indikasi
pneumonia atau infeksi ekstrapulmoner (American Thoracic Society dan Infectious Disease
Society of America, 2004).
Johansen et al., (1972) dalam Kalanuria et al., (2014) menjelaskan kriteria klinis untuk
diagnosis VAP terdapat pada The Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) yang dibagi atas
gejala klinis, fisiologis, mikrobiologi, dan gambaran radiografi yang memenuhi angka prediksi
ada atau tidak VAP. Skor total dapat berada di antara 0 12 dengan skor 6 menunjukkan
korelasi tegaknya VAP.
Terapi Antibiotik
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial di Indonesia (2003)
menyebutkan beberapa klasifikasi terapi antibiotik untuk VAP sebagai berikut:
Tabel 2. 8 Terapi Antibiotik Awal Secara Empirik untuk VAP pada Pasien Tanpa Faktor Risiko
Patogen MDR, Onset Dini dan Semua Derajat Penyakit (Mengacu ATS/IDSA 2004)

Tabel 2. 9 Terapi Antibiotik Awal Secara Empirik untuk VAP untuk Semua Derajat Penyakit
pada Pasien Dengan Onset Lanjut atau Terdapat Faktor Risiko Patogen MDR (Mengacu
ATS/IDSA 2004)
Pencegahan
Munro dan Ruggiero (2014) menyebutkan beberapa intervensi yang dapat mencegah terjadinya
VAP yaitu:
( 1 ) Elevasi kepala tempat tidur
( 2 ) Hentikan sedasi harian dan nilai kesiapan ekstubasi
( 3 ) Berikan profilaksis ulkus peptikum
( 4 ) Berikan profilaksis deep vein thrombosis (DVT)
( 5 ) Perawatan mulut dengan chlorhexidine
Lima langkah di atas menjadi intervensi berdasarkan-bukti yang dapat mencegah terjadinya
VAP.

Anda mungkin juga menyukai