Anda di halaman 1dari 6

Wiendo Syah Putra: Sindrom Obestitas Hipoventilasi

Sindrom Obesitas Hipoventilasi

Yuniasri W,1 Wiendo Syah Putra,2 Prasenohadi,2 Menaldi Rasmin2

1
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
RSUP Persahabatan, Jakarta

Abstrak
Obesity hypoventilation syndrome (OSH) dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas penderita serta mengurangi kualitas hidupnya.
Patofisiologi OSH karena peningkatan beban sistem pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, resistensi leptin, gangguan pernapasan
ketika tidur yang dapat menyebabkan penurunan kepekaan respons pusat ventilasi sehingga terjadi hipoventilasi dan hiperkapnia.
Obesity hypoventilation syndrome ialah pasien obesitas yang mengalami hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg) tanpa ditemukan kelainan
lain yang mendasari terjadinya hipoventilasi. Pemeriksaan penunjang yang perlu dikerjakan ialah analisis gas darah arteri, spirometri,
uji bronkodilator, tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi dan kapasitas vital dalam posisi telentang. Penatalaksanaan OSH terdiri atas
tatalaksana gangguan pernapasan ketika tidur, pembedahan dan farmakoterapi. (J Respir Indo. 2016; 36: 192-7)
Kata kunci: Obesitas, OSH, penatalaksanaan.

Obesity Hypoventilation Syndrome

Abstract
Obesity hypoventilation syndrome (OSH) can increase patients mortality and morbidity and reduce the quality of life. Pathophysiology of
OSH because of the increased load of breathing, weakness of the respiratory muscles, leptin resistance, impaired breathing during sleep
can lead to decrease in the sensitivity of central ventilation response resulting in hypoventilation and hypercapnia. Obesity hypoventilation
syndrome are obese patients who had hypercapnia (PaCO2 > 45 mmHg) without other abnormalities are found underlying the occurrence
of hypoventilation. Laboratory tests need to be done are the arterial blood gas analysis, spirometry, bronchodilator test, maximal inspiratory
and expiratory pressures and vital capacity in the supine position. Management of OSH consist of the treatment of respiratory disorders
during sleep, surgery and pharmacotherapy. (J Respir Indo. 2016; 36: 192-7)
Keywords: Obesity, OSH, management.

Korespondensi: dr. Wiendo Syah Putra


Email: syahputrapulmonologi2011@yahoo.com; Hp: 082114926778

192 J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016


Wiendo Syah Putra: Sindrom Obestitas Hipoventilasi

PENDAHULUAN berat badan dan lebih dari 700 juta orang dewasa
yang mengalami obesitas.4 Obesity hypoventilation
Obesitas merupakan masalah kesehatan
syndrome ialah pasien obesitas yang mengalami
masya
rakat di dunia saat ini karena prevalensinya
hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg) tanpa ditemukan
yang cenderung meningkat, menjadi faktor risiko
penyakit kardiovaskuler dan meningkatkan biaya kelainan lain yang mendasari terjadinya hipoventilasi.5

pela
yanan kesehatan. Obesitas juga menimbulkan
PATOFISIOLOGI
kelainan pola pernapasan saat tidur seperti obesity
hypoventilation syndrome (OHS). Obesity hypo Hiperkapnia pada OHS disebabkan oleh
ventilation syndrome (OHS) dapat meningkatkan keadaan hipoventilasi. Pemberian ventilasi tekanan
mortalitas dan morbiditas penderita serta mengurangi positif pressure (PAP) dalam waktu yang singkat dapat
kualitas hidupnya. Obesity hypoventilation syndrome memperbaiki hiperkapnia walaupun berat badan
masih jarang dilaporkan karena memiliki gejala yang tidak mengalami perubahan. Patofisiologi terjadinya
menyerupai penyakit lain sehingga diagnosis penyakit OHS masih belum sepenuhnya diketahui dengan
ini sering tidak terpikirkan. Pasien OHS dapat juga pasti. Obesitas yang berat menyebabkan terjadinya
disertai dengan obstructive sleep apnea (OSA) atau peningkatan beban sistem pernapasan, kelemahan
isolated sleep hypoventilation. 1 otot-otot pernapasan, resistensi leptin dan gangguan
pernapasan ketika tidur sehingga menyebabkan
EPIDEMIOLOGI penurunan kepekaan respons pusat ventilasi yang
Prevalensi OHS di masyarakat masih belum dapat menyebabkan hipoventilasi dan hiperkapnia.5
diketahui dengan pasti. Data prevalensi OSA berkisar
PENINGKATAN BEBAN SISTEM PERNAPASAN
antara 10%-38%. Penelitian Nowbar menunjukan
prevalensi OHS pada pasien yang dirawat di rumah sakit Pasien obesitas berat pada umumnya memiliki
dengan indeks massa tubuh (IMT) > 35 kg/m sekitar 2 distribusi lemak sentral yang besar. Pasien obesitas
31% setelah menyingkirkan etiologi hiperkapnia yang berat memiliki lingkar leher dan perbandingan lingkar
lain. Prevalensi obesitas yang semakin meningkat di
2 pinggang dan panggul yang lebih besar daripada
dunia maka diperkirakan prevalensi OHS juga akan pasien obesitas dengan eukapnia dan obesitas
meningkat. Insidens OHS berdasarkan penelitian dengan OSA. Distribusi lemak pada dinding dada dan
sebelumnya diperkirakan sekitar 10%-20% pada abdomen serta pergeseran diafragma ke arah sefalik
pasien obesitas dengan OSA dan sekitar 50% pada pasien OHS terjadi ketika berbaring telentang
pada pasien dengan super obesitas super (IMT = sehingga mengurangi pengembangan dinding toraks.
45kg/m ). Di Amerika Serikat insidens OHS pada
2 Otot-otot pernapasan harus berkontraksi lebih kuat
obesitas pasien diperkirakan sekitar 0,15-0,30% dari untuk menghasilkan tekanan negatif yang lebih tinggi
keseluruhan populasi orang dewasa. 3 pada rongga pleura sehingga memudahkan aliran
udara masuk pada saat inspirasi.6 Pengembangan
DEFINISI dinding toraks dan paru yang berkurang menyebabkan
Berdasarkan kriteria organisasi kesehatan tahanan jalan napas meningkat dan berkurangnya
sedunia (WHO) definisi obesitas bila IMT sama atau kapasitas residu fungsional (KRF). Peningkatan
lebih besar dari 30 kg/m2. Klasifikasi obesitas yaitu IMT tahanan jalan napas pada pasien obesitas dengan
30-34,9 kg/m2 , 35-39,9 kg/m2 dan > 40 kg/m2. Indeks eukapnia dapat mencapai 30% sedangkan pada
massa tubuh yang meningkat akan meningkatkan risiko pasien OHS dapat mencapai 300%. Peningkatan
morbiditas penyakit terkait obesitas. Berdasarkan tahanan jalan napas terutama terjadi pada saluran
estimasi WHO pada tahun 2015 terdapat sekitar napas kecil sehingga perbandingan volume ekspirasi
2,3 miliar orang dewasa yang mengalami kelebihan paksa detik pertama dan kapasitas vital paksa (VEP1/

J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 193


Wiendo Syah Putra: Sindrom Obestitas Hipoventilasi

KVP) akan tetap normal bila tidak memiliki penyakit berat badan. Leptin bersirkulasi di plasma dalam
paru bersifat obstruktif. Tahanan jalan napas akan bentuk bebas atau bentuk protein terikat. Leptin
semakin meningkat dan KRF akan semakin berkurang selain memiliki efek antiobesitas dan berperan
ketika pasien OHS berbaring terlentang karena beban dalam peningkatan ventilasi semenit. Obesitas
massa yang ditimbukan oleh jaringan lemak yang besar menyebabkan peningkatan produksi karbondioksida
di daerah supralaring dan peningkatan aliran darah (CO2) yang disebabkan oleh peningkatan konsumsi
paru. 3,6
Peningkatan ambang beban inspirasi akibat O2 untuk pernapasan. Penambahan massa jaringan
massa jaringan lemak yang berlebihan, penurunan lemak pada pasien obesitas akan merangsang
compliance dinding toraks dan paru dan peningkatan jaringan lemak putih untuk meningkatkan produksi
tahanan sistem pernapasan akan meningkatkan beban leptin untuk merangsang peningkatan ventilasi
kerja sistem pernapasan. Beban kerja pernapasan semenit sebagai mekanisme kompensasi untuk
adalah total energi yang dibutuhkan dalam proses mengeluarkan CO2 yang berlebihan. Mekanisme
pernapasan berupa total oksigen (O2) yang dikonsumsi ini menjelaskan patofisiologi pasien obesitas berat
oleh otot-otot pernapasan untuk setiap liter ventilasi. tidak mengalami hiperkapnia.8
Peningkatan beban kerja pernapasan pada pasien Pasien OSH dan obesitas dengan OSA memiliki
OHS dapat meningkat hingga 300% bila dibandingkan kadar leptin yang lebih tinggi dibandingkan dengan
dengan pasien yang bukan obesitas sedangkan pada pasien obesitas tanpa OSA. Hubungan antara OHS
pasien obesitas yang ringan peningkatan beban kerja dan OSA dengan peningkatan kadar leptin masih
pernapasan sekitar 30%. Pasien obesitas dengan OHS belum diketahui tetapi diduga peningkatan kadar
menggunakan 15% dari total konsumsi O2 untuk proses leptin lebih disebabkan oleh jaringan lemak yang
pernapasan dibandingkan dengan individu yang bukan banyak pada pasien OHS dan OSA. Kadar leptin di
obesitas yang hanya menggunakan 3%.6,7 plasma pada pasien OHS lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien obesitas dengan OSA dan kadar leptin
KELEMAHAN OTOT-OTOT PERNAPASAN
pada OHS menurun setelah diberikan terapi ventilasi
Mekanisme penyebab menurunnya kekuatan tekanan positif beberapa minggu.3 Leptin juga dapat
otot-otot pernapasan pada pasien obesitas masih meningkatkan ventilasi karena penetrasi leptin pada
belum diketahui dengan pasti namun diduga karena cairan serebrospinal. Penelitian menunjukan individu
infiltrasi jaringan lemak yang berlebihan pada otot- dengan obesitas berat memiliki kadar leptin yang lebih
otot. Hiperkapnia juga dapat menyebabkan penurunan sedikit didalam cairan serebrospinal. Perbandingan
kekuatan otot-otot diafragma sehingga masih sulit kadar leptin di cairan serebrospinal dengan plasma
untuk memastikan obesitas atau hiperkapnia sebagai 4 kali lipat lebih tinggi pada individu tanpa obesitas
penyebab utama kelemahan otot-otot pernapasan dibandingkan dengan obesitas berat (0,0450,01
pada pasien OHS. Penilaian kekuatan otot dapat dila vs 0.0110,002, p<0,05). Kadar leptin yang dapat
kukan melalui penilaian tekanan maksimal inspirasi dan berpenetrasi dalam jumlah yang sedikit ke dalam
ekspirasi. Tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi cairan serebrospinal menyebabkan resistensi lep
biasanya tetap normal pada pasien obesitas dengan tin pada OHS dan perbedaan jumlah leptin yang
eukapnia dan menurun pada pasien OHS. 6,7 berpenetrasi kedalam cairan serebrospinal pada
pasien obesitas menjelaskan patofisiologi tidak semua
RESISTENSI LEPTIN pasien obesitas berat akan mengalami OHS.6,8
Leptin merupakan hormon yang dihasilkan
GANGGUAN PERNAPASAN KETIKA TIDUR
oleh jaringan lemak putih dengan susunan kristal
yang mirip dengan sitokin. Hormon ini dapat menekan Gangguan pernapasan ketika tidur memiliki
rasa lapar sehingga berperan dalam penurunan peranan penting dalam patofisiologi terjadinya OSH.

194 J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016


Wiendo Syah Putra: Sindrom Obestitas Hipoventilasi

Hiperkapnia akut terkait OSA akan menimbulkan MANIFESTASI KLINIS


mekanisme kompensasi tubuh berupa hiperventilasi
Pasien OHS dapat memberikan gejala klinis
sesudah periode apnea yang akan mengeluarkan
yang bervariasi yang disebabkan oleh gangguan
sisa CO2 yang terakumulasi selama periode
pernapasan ketika tidur. Keluhan yang sering
apnea. Mekanisme lainnya adalah peningkatan
dikeluhkan pasien seperti mudah lelah, rasa kantuk
kadar bikar
bonat (HCO3) di serum oleh ginjal
yang berlebihan, sering mendengkur dengan keras
untuk mem
pertahankan derajat keasaman (pH).
saat tidur, sering terbangun dimalam hari karena
Gangguan kedua mekanisme kompensasi ini dapat
tersedak atau merasa tercekik, penurunan semangat
menyebabkan terjadinya hiperkapnia kronik.6 Pada
bekerja dan sakit kepala ketika malam atau pagi
pasien OHS terjadi pemendekan waktu ventilasi
hari. Bila pasien yang tidak diterapi dengan optimal
antara periode apnea yang dapat menyebabkan
dapat mengalami komplikasi seperti eritrositosis,
peningkatan kadar CO2. Keadaan ini disebabkan
hipertensi pulmoner dan gagal jantung kanan.5,6
oleh adaptasi gradual kemoreseptor yang dise
babkan kenaikan kadar HCO3 serum. Pada obesitas Pemeriksaan Fisis
eukapnia tekanan arteri CO2 akan kembali ke normal
Pasien OHS pada umumnya mengalami obe
ketika bangun dan HCO3 diekskresikan. Pada masa
sitas dengan lingkar leher yang besar. Pemeriksaan
peralihan dari kondisi hiperkapnia akut menjadi
laringoskopi menunjukan crowded oropharynx yaitu
kronik terjadi penurunan dan perlambatan ekskresi
pembesaran tonsil dan uvula yang berlebihan sehingga
HCO3 yang disebabkan oleh penurunan respons
bertemu di garis tengah yang menyebabkan obstruksi
ventilasi terhadap CO2 sehingga terjadi peningkatan
jalan nafas terutama saat tidur telentang. Pasien OHS
kadar HCO3 di dalam serum.3
yang mengalami komplikasi hipertensi pulmoner pada
pemeriksan auskultusi jantung didapatkan bunyi katup
PENURUNAN KEPEKAAN RESPONS PUSAT
pulmonal pada fase diastolik (P2) terdengar lebih keras
VENTILASI
dibandingkan bunyi katup aorta (A2). Edema pada
Peningkatan beban sistem pernapasan, resis ekstremitas bawah dapat ditemukan pada pasien OHS
tensi leptin dan gangguan pernapasan ketika tidur dengan komplikasi gagal jantung kanan.6
merupakan beberapa mekanisme yang mendasari
Pemeriksaan Penunjang
terjadinya penurunan kepekaan respons pusat
ventilasi terhadap CO2. Pada pasien OHS keadaan ini Pemeriksaan analisis gas darah arteri menun
menyebabkan waktu hiperventilasi yang memendek jukkan hiperkapnia yang dengan asidisis res
pira
dan durasi apnea yang memanjang hingga 3 kali torik dan hipoksemia.5,6 Kenaikan kadar HCO3
lipat sehingga CO2 lebih banyak yang terakumulasi. serum sebagai mekanisme kompensasi tubuh untuk
Kondisi apnea dapat menyebabkan retensi CO2 menyangga turunnya pH merupakan salah satu indikator
dan peningkatan PaCO2. Penurunan respons pusat terdapatnya hiperkapnia. Penelitian Nowbar2 menujukan
ventilasi terhadap CO2 bersifat reversibel karena dapat kelompok pasien OHS yang dirawat inap memiliki kadar
diperbaiki pada sebagian besar pasien OHS dengan HCO3 serum yang lebih tinggi dibandingkan kelompok
menurunkan berat badan dan pemberian ventilasi pasien obesitas dengan eukapnia (304 mEq/L
tekanan positif. Tekanan oklusi jalan napas selama berbanding 255 mEq/L, p< 0,01).2 Uji faal paru yang
0,1 detik setelah permulaan aliran inspirasi mengalami perlu dikerjakan seperti spirometri, uji bronkodilator,
perbaikan selama 2 minggu dan mencapai nilai normal tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi dan
setelah 6 minggu pemberian terapi dengan ventilasi kapasitas vital dalam posisi telentang. Uji spirometri
tekanan positif pada pasien OHS ringan dengan dapat menunjukkan hasil yang normal atau kelainan
PaCO 2 yang berkisar antara 45-60 mmHg. 3 restriktif derajat ringan atau sedang yang disebabkan

J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 195


Wiendo Syah Putra: Sindrom Obestitas Hipoventilasi

disebabkan oleh bentuk tubuh dan tidak terdapat (AVAPSV) dan terapi oksigen. Pembedahan meliputi
kelainan obstruksi (VEP1/KVP normal atau mendekati pembedahan untuk mengurangi berat badan dan
normal). Volume cadangan ekspirasi dan KRF akan trakeostomi. Tatalaksana farmakoterapi seperti medroksi
menurun secara signifikan pada pasien obesitas progesteron dan asetozolamid.6
berat. Tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi serta
kekuatan otot-otot pernapasan juga menurun.6 KESIMPULAN

Pemeriksaan laboratorium lain seperti peme Obesity hypoventilation syndrome dapat mening
riksaan darah perifer lengkap untuk mengetahui katkan mortalitas dan morbiditas penderita serta mengu
eritrositosis, pemeriksaan elektrolit serum seperti fosfor rangi kualitas hidupnya. Patofisiologi OHS karena
dan kreatinin fosfokinase untuk mengetahui faktor lain pening
katan beban sistem pernapasan, kele
mahan
yang menyebabkan kelemahan otot-otot pernapasan otot-otot pernapasan, resistensi leptin, gangguan perna
dan thyroid stimulating hormone (TSH) karena hiper pasan ketika tidur yang dapat menyebabkan penurunan
tiroidis
me berat dapat menyebabkan hiperkapnia kepekaan respons pusat ventilasi sehingga terjadi
karena hipoventilasi alveolar. Eritrositosis dengan hipoventilasi dan hiperkapnia.
hema
tokrit >65% disertai hiperviskositas merupakan Obesity hypoventilation syndrome ialah pasien
indikasi flebotomi. Pemeriksaan polisomnografi (PSG)
5,6
obesitas yang mengalami hiperkapnia (PaCO2 > 45
diperlukan untuk mengetahui penyebab yang mendasari mmHg) tanpa ditemukan kelainan lain yang mendasari
terjadinya gangguan tidur. Penelitian meta-analisis oleh terjadinya hipoventilasi. Pemeriksaan penunjang yang
Kaw menunjukan terdapat perbedaan rerata total waktu
9
perlu dikerjakan ialah analisis gas darah arteri yang
tidur dengan saturasi O2 < 90% sekitar 37% (56% pada menunjukkan hiperkapnia yang dengan asidosis res
OSA dengan hiperkapnia dan 19% pada OSA dengan piratorik dan hipoksemia, spirometri, uji bronkodilator,
eukapnia). Penelitian Banerjee
9 10
yang membandingkan tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi dan kapasitas
hasil pemeriksaan PSG pada 23 pasien dengan OHS vital dalam posisi telentang. Penatalaksanaan OHS
(rerata PaCO2 54 mmHg) dengan 23 pasien obesitas terdiri atas tatalaksana gangguan pernapasan ketika
dengan eukapnia. Kedua kelompok ini memiliki memiliki tidur, pembedahan dan farmakoterapi.
rerata umur 45 tahun berbanding 43 tahun, IMT 58,7
kg/m2 berbanding 59,9 kg/m2, dan rerata % kapasitas DAFTAR PUSTAKA
vital paksa/kapasitas vital (KVP/KV) 69% berbanding 1. Dabal LA, Bahammam. Obesity hypoventilation
74%. Hasil penelitian ini menunjukan kelompok OHS syndrome. Ann Thorac Med. 2009;4(2):41-9.
mengalami hipoksemia nokturnal yang berat dan 2. Nowbar S, Burkart KM, Gonzales R, Fedorowicz
memiliki persentase total waktu waktu tidur dengan SPO2 A, Gozansky WS, Gaudio JC, et al. Obesity-
< 90% dan < 80% yang lebih tinggi dibandingkan dengan associated hypoventilation in hospitalized patients:
kelompok OSA dengan eukapnia. 10
prevalence, effects, and outcome. Am J Med.
2004;116:17.
PENATALAKSANAAN
3. Edmond HL, Chau MD, Lam D, Wong J, Mokhlesi
Panduan tatalaksana untuk OHS masih belum B, Chung F. Obesity hypoventilation syndrome:
disepakati secara global. Tatalaksana diberikan ber a review of epidemiology, pathophysiology and
dasarkan berbagai mekanisme yang mendasari perioperative considerations. Anesthesiology.
terjadinya penyakit ini seperti tatalaksana gangguan 2012;117:118-205.
pernapasan pada saat tidur, pembedahan dan farma 4. World Health Organization: Obesity. [cited on
koterapi. Tatalaksana gangguan pernapasan pada 2014 Sept 16]. (Updated periodically throughout
saat tidur meliputi pemberian ventilasi tekanan positif, the year). Available from: http://www.who.int/
average volume-assured pressure-support ventilation topics/obesity/en/ )

196 J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016


Wiendo Syah Putra: Sindrom Obestitas Hipoventilasi

5. Olson AL, Zwillich C. The obesity hypoventilation 9. Kaw R, Hernandez AV, Walker E, Aboussouan
syndrome. Am J Med. 2005;118:94856. L, Mokhlesi B. Determinants of hypercapnia in
6. Mokhlesi B. Obesity hypoventilation syndrome : a obese patients with obstructive sleep apnea : a
state of art review. Respir Care. 2010;55:1347-62. systematic review and meta-analysis of cohort
7. Piper AJ, Grunstein RR. The complex interaction of studies. Chest. 2009;136(3):787-96.
obesity hypoventilation, weight loss and respiratory 10. Banerjee D, Yee BJ, Piper AJ, Zwillich CW,
function. J Appl Physiol. 2010;108:199-205.
Grunstein RR. Obesity hypoventilation syndrome:
8. Fitzpatrick M. Leptin and obesity hypoventilation
hypoxemia during continuous positive airway
syndrome : a leap or faith. Thorax. 2002;57:1-2.
pressure. Chest. 2007;131(6):1678-84.

J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 197

Anda mungkin juga menyukai