Anda di halaman 1dari 43

PENATALAKSANAAN ANESTESI

PADA PASIEN OBESITAS


Dr Joko Murdiyanto SpAn MPH
PENDAHULUAN
 Definisi
Obesitas :
Akumulasi lemak abnormal atau berlebihan
→ dapat mengganggu kesehatan.

 BMI

Berat badan (kg) / Kuadrat Tinggi badan (m)

(WHO, 2011)
Klasifikasi Obesitas (Longnecker, 2008)
BMI (kg/m2) Deskripsi Kelas obesity

< 18,5 Under weight  

18,5-24,9 Normal  

25,0-29,9 Over weight  

30,0-34,9 Obesity I

35,0-39,9 Morbid obesity II

>40 Extreme obesity III


Tipe dari obesitas ada 2 (Barash, 2009)
1. Tipe android ( obesitas sentral)

Pada tipe ini distribusi lemak dominan di tubuh bagian atas (distribusi trunkal)
dan berhubungan dengan peningkatan konsumsi oksigen dan insiden penyakit
kardiovaskuler.

2. Tipe ginekoid ( obesitas perifer)

Pada tipe ini jaringan adipose dominan lokasi di paha, pantat dan pinggul
(lemak secara metabolik kurang aktif sehingga kurang berhubungan erat
dengan penyakit kardiovaskuler)
PATOFISIOLOGI
Obstruksi Jalan Nafas Pada Obesitas :
Obstructive Sleep Apneu
Obstructive Sleep Hypopneu
Upper Airway Resistance
Obstructive Sleep Apneu
Obstructive Sleep Hypopneu
 Berkurangnya aliran udara > 50% dalam waktu
>10 detik terjadi lebih dari 15 kali setiap jam
selama tidur. Biasanya berhubungan dengan
snoring dan desaturasi oksigen > 4% .
Upper Airway Resistance
 Ditandai dengan bangunnya individu sebagai
respon peningkatan resistensi jalan nafas atas
tanpa peninggian indek apneu-hypopneu.
(Apnea-Hipopnea Index = AHI)
Apnea-Hipopnea index = AHI
 AHI adalah jumlah total dari apneu dan hipopneu perjam dan
digunakan untuk mengetahui kuantitas dari beratnya OSA.

 AHI > 30 OSA Severe

 AHI 5-15 OSA Mild

 AHI 16-30 OSA Moderate

(Longnecker, 2008)
Arousal Index = AI
 Indeks total arousal ( Arousal index=AI) adalah
jumlah total individu terbangun per jam.
 Kesimpulan dari AHI dan total AI di kenal sebagai
respiratory disturbance index (RDI).
Syndrome Hipoventilasi Obesity
 Didefinisikan sebagai kombinasi antara obesitas
(BMI > 30 kg/m2) dan hiperkapnia arteri ketika
sadar (Paco2 > 45 mmhg) dengan tidak adanya
penyebab lain dari hipoventilasi.
 Sindroma Pickwickian ditandai dengan obesity,
mengantuk berlebihan, hipoksia, hiperkapnia,
gagal ventrikel kanan dan polisitemia.
Pathophysiology of Apnea
Sistem kardiovaskuler
 Jaringan adipose berlebihan :
1. Volume darah ↑
2. Cardiac output ↑
3. Aterosklerosis ↑
4. Sistem RAA ↑
5. Resistensi insulin ↑
6. Dislipidemia
7. Hipofibrinolitik dan hiperkoagulasi
(Longnecker, 2009)
OSA/OHS OBESITY 
HYPOXIA INCREASED TOTAL
BLOOD VOLUME
INCREASED PULMONARY
BLOOD VOLUME INCREASED CARDIAC OUTPUT

PULMONARY HIPERTENSION INCREASED LV WORKLOAD

INCREASED RV WORKLOAD LV HIPERTROPHY


SYSTEMIC
HYPERTENSION
RV HIPERTROPHY LV FAILURE

CORONARY ARTERY/
ISCHEMIC HEART DISEASE
RV FAILURE

BIVENTRIKULER FAILURE
(Longnecker, 2009)
Sistem Gastro Intestinal dan Hepatik
 Volume gaster dan keasaman meningkat → resiko
tinggi pneumonitis jk terjadi regurgitasi/aspirasi.
 Pengosongan lambung menjadi lebih lambat pada
pasien obese.
 Abnormalitas morfologi dan biokimia dari hepar
sehubungan dengan obesitas termasuk infiltrasi
lemak, inflamasi, nekrosis fokal, sirosis,
abnormalitas metabolisme kholesterol.
 Penurunan berat badan menghasilkan perbaikan
enzim liver. (Longnecker, 2009)
Sistem Metabolik,Renal dan Endokrin
 Gangguan toleransi glukosa → infeksi luka & ↑
miokard infark.
 Hipotiroidism subklinik sering tjd pada pasien morbid
→ Level TSH sering meninggi.
 Obesitas merupakan resiko mayor terhadap end stage
renal disease (ESRD) dan hipertensi essensial.
(Barash 2009, Longnecker 2008)
Sindrom Metabolik
 Merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor genetik,
hormonal dan lifestyle
 Diagnosis sindrom metabolik :
1. Lingkar pinggang, Pria > 102 cm, Wanita > 88 cm
2. Peningkatan level trigliserida > 150 mg/dl
3. Kadar HDL serum berkurang (˂ 40 mg/dl Pria dan ˂ 50 mg/dl
wanita)
4. Peningkatan tekanan darah ( SBP > 130 mmhg atau DBP > 85 mmhg
) atau sedang dalam terapi hipertensi.
5. Kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dl atau sebelumya didiagnosis
DM tipe 2
(Stoelting, 2006)
Manajemen Anestesi Perioperatif
• Evaluasi pre operatif (Anamnesa, Pemeriksaan
Fisik, Airway)
• Intra operatif prosedur (Posisi, Monitoring)
• Premedikasi, Induksi & intubasi
• Pertimbangan pasca operatif
• Periode pasca operatif
 Anamnesa & Pemeriksaan Fisik :
Pasien obese harus dievaluasi :
- Hipertensi sistemik dan pulmonal.
- Tanda gagal jantung kanan dan kiri.
- Peny. Jantung Iskemik.
- Gangguan paru2 kronis, termasuk OSA, OHS.
(longnecker, 2008)
 Investigasi pre operatif :
1. Berat badan, tinggi badan di ukur, tidak diestimasi.
2. Darah lengkap.
3. Urea dan elektrolit.
4. Test fungsi hati.
5. Gula darah untuk mendeteksi DM tipe II.

6. Chest X-ray.
(Sadesai, 2003)
Manajemen airway dan oksigenasi intraoperatif :
1. Pasien diintubasi dengan direk laringoskopi pada posisi
ramped.
2. Pasien diperiksa adanya tanda obyektif potensial kesulitan
intubasi seperti membuka mulut yang kurang, gigi-gigi
yang besar dan protuberant, keterbatasan mobilitas leher
dan retrognathia.
(Eckmann, 2009)
3. Pemberian topikal anestesia pra insersi
laringoskopi direk dengan sedasi dapat digunakan
untuk mengakses view laringoskopik.
4.Tersedianya LMA, Video laringoskop dan
bronkoskopi fiber optik.
5.Tempatkan pasien pada posisi ramped dan
kemudian gunakan posisi berlawanan dengan
trendelenburg jika di perlukan untuk mencapai
posisi 25o sampai 30o dari thorak sebelum
preoksigenasi.
6. Preoksigenasi 3 sampai 5 menit dengan oksigen
100% dengan tekanan positif.
7. Pertahankan PEEP 10 – 12 cmH2O intraoperatif,
tetapi hati-hati perbaiki hipotensi yang mungkin
terjadi.
8. Jika posisi pasien berubah intra operatif,
kembalikan pasien ke posisi head up sebelum
emergence dan ekstubasi.
 Intra Operatif Prosedur :

Posisi 
• Posisi supine → kompresi vena cava inferior dan
aorta → gangguan ventilasi dan penurunan FRC.
• Posisi trendelenburg, memperburuk FRC dan
harus dihindari sedapat mungkin.
• Posisi head up atau semifowler menyebabkan isi
abdomen menjauhi diafragma dan memperbaiki
FRC dan oksigenasi.
(longnecker, 2008)
Supine Position
 Reduced lung volumes
 Increased V/Q
mismatch
 Increased intra-
abdominal pressure
 Monitoring.
• Pengukuran tekanan darah non invasif dapat
menyebabkan elevasi palsu jika kuff terlalu kecil.
Kuff minimal → mengelilingi lengan sebesar 75%
dari lingkar lengan atas.
• Pengukuran forearm merupakan prediktor yang
lebih baik dari upperarm.
• Monitoring tekanan arteri invasif tidak selalu perlu
tetapi diindikasikan untuk obese morbid dengan
penyakit kardiopulmonal.
(longnecker, 2008)
 Premedikasi

Semua pasien obese mendapat profilaksis


terhadap aspirasi asam lambung. Kombinasi H2
bloker dan obat-obat yang meningkatkan
pengosongan lambung diberikan 12 jam dan 2 jam
sebelum operasi untuk menurunkan resiko aspirasi
asam lambung. (Bready, 2007)
 Induksi dan Intubasi.
Pasien obese cepat mengalami desaturasi setelah
kehilangan kesadaran.
Preoksigenasi adalah vital sebelum induksi
anestesi.
Preoksigenasi pada posisi head up dan atau duduk
lebih efektif pada pasien obese jika di banding
posisi supine. (Longnecker, 2008)
Difficult to
Bag/Mask Poor view
Ventilate with direct
laryngoscopy
Assistant holds
back breasts, Short
applies cricoid
pressure laryngo-
scope
handle

TRACHEAL
INTUBATION in the Rapid SpO2
SUPINE POSITION Desaturation
 Pasien obese memerlukan dosis induksi yang lebih besar
karena volume darah, massa otot dan kardiak output
meningkat secara linier dengan tingkat obesitas.
 Succinylcholin direkomendasikan untuk intubasi trachea.
Jika intubasi sulit diprediksi, awake intubasi dengan
topikal atau anesthesia regional adalah pendekatan yang
bijaksana.
(longnecker, 2008)
 “Stacking” adalah posisi dimana tepi dari dagu
pasien berada lebih tinggi dari dada untuk
memfasilitasi laringoskopi dan intubasi.
 Posisi HELP (head elevasi laringoscopy position)
atau “Ramped” adalah elevasi yang signifikan dari
kepala, leher, tubuh atas dan punggung dari dada
pada pasien obese → garis imajinasi horizontal
sternal notch ke telinga luar → memperbaiki
posisi laringoskopi dan intubasi.
(longnecker, 2008)
 Obat – Obat Anestesi Intra Vena :
Thiopental : Lipophilik
Dosis berdasarkan IBW.
Propofol : Lipophilik
Dosis berdasarkan TBW.
Midazolam : Lipophilik
Dosis berdasarkan TBW.
Opioid : Lipophilik
Dosis berdasarkan LBW.
Pelumpuh otot : Hidrophilik , dosis berdasarkan IBW.
Agen Volatil :
• Halothane → Meningkatkan resiko hepatitis halothane
pada pasien obese.
• Enflurane → resiko nefrotoksisitas.
• Isoflurane → memiliki waktu pemulihan yang sama
dengan pasien non obese, minimal toksisitas organ
dibandingkan halothane & enflurane.
• Sevoflurane → waktu pemulihan lbh cepat dibandingkan
isoflurane, kontroversial pada gangguan fungsi ginjal &
degradasi compound A.
• Desflurane → onset & pemulihan paling cepat.
 Pertimbangan Pasca Operatif :
• Ekstubasi dengan tepat.
• Posisi.
• Oksigenasi.
• Penggunaan CPAP.
• Manajemen nyeri yang adekuat.
• Monitoring ketat pulse oksimetri dan AGD.
 ANESTESI REGIONAL

Keuntungan :
- Minimal manipulasi pada sal.nafas.
- Mengurangi mual muntah pasca operasi.
- Menghindari obat anestesi yang mendepresi
sal.nafas.
- Mengurangi penggunaan opioid.
Kesulitan :
- Keterbatasan penggunaan.
- Kesulitan teknis.
(Ingrade, 2009)
- Tingkat kegagalan blok
meningkat bersamaan
peningkatan BMI.
- Kesulitan penentuan
landmark.
- Positif palsu pd LOR (lost of resistence)
karena adanya kantong2
lemak.
- Posisi duduk, midline, regio lumbal,
jarum > panjang.
- Ultrasound & fluoroskopi dpt digunakan sebagai
penuntun.
- Pelebaran vaskuler epidural & infitrasi lemak,
membuat keperluan dosis 20-25% lebih rendah
pada pasien obese.
- Posisi supine dan trendelenburg meningkatkan
V/Q mismatch → Hipoksia.
TERIMA KASIH
WASSALAMUALAIKUM WRWB.

Anda mungkin juga menyukai