Anda di halaman 1dari 49

TABEL OBAT DAN ADJUVANT DRUGS

MANAJEMEN ANESTESI PADA PASIEN OBESITAS

Overweight didefinisikan sebagai BMI ≥25 kg/m2, obesitas BMI ≥ 30, dan morbit obesitas
(obesitas ekstrim) ≥ BMI 40. 

 
Pertimbangan anestesi

Preoperative 
 Pasien obesitas pada peningkatan risiko untuk pneumonia aspirasi. Rutin pretreatment
dengan antagonis H2 dan metoklopramid harus dipertimbangkan.
 Evaluasi pra operasi pasien sangat gemuk menjalani operasi harus dinilai radiografi
dada, ECG, analisa gas darah arteri, dan tes fungsi paru. 
 Tanda-tanda gagal jantung (misalnya, edema) mungkin sulit untuk diidentifikasi. tekanan
darah harus diambil dengan menset sesuai ukuran.
 Tempat akses Intravena dan intraarterial harus diperiksa untuk mengantisipasi kesulitan
teknis. Perhatian khusus harus diberikan pada saluran napas pada pasien obesitas
karena mereka sering sulit untuk intubasi sebagai akibat dari mobilitas terbatas sendi
temporomandobula dan atlantooccipital, jalan napas bagian atas yang menyempit, dan
jarak yang  pendek diantara bantalan lemak rahang bawah dan sternum. 
 Gejala OSA seperti mendengkur, episode apnea saat tidur, mengantuk
 di siang hari, sakit kepala di pagi hari, dan sering bangun tidur harus dicari

Intraoperative 
 Karena risiko aspirasi, pasien obesitas biasanya di  intubasi dengan agen anestesi umum
tetapi dengan  durasi yang lebih  pendek. 
 Jika intubasi tampaknya akan sulit, awake intubating dengan bronkoskop serat optik
sangat dianjurkan. Jangan lupa menyediakan set sulit intubasi
 Pemberian zat hidrofilik seperti relaksan otot harus didasarkan pada berat badan tanpa
lemak, karena konsentrasi plasma puncaknya tidak tergantung pada volume distribusi,
yang sangat meningkat pada pasien obesitas
 Untuk mencapai blokade neuromuskular yang mendalam dan memfasilitasi intubasi,
pemberian suksinilkolin harus didasarkan pada berat badan total daripada berat badan
tanpa lemak
 Kesulitan teknis terkait dengan anestesi regional telah disebutkan. Meskipun dosis
persyaratan untuk anestesi epidural dan spinal sulit diprediksi, pasien obesitas biasanya
membutuhkan anestesi lokal kurang 20-25% karena lemak epiduraldan distended vena
epidural. Tingkat blokade yang  tinggi dengan mudah dapat membahayakan pernafasan.
Anestesi continous epidural memiliki keuntungan meredakan nyeri dan menurunkan
komplikasi pernafasan pada periode pasca operasi. 

Pascaoperasi 
 Perhitungan kebutuhan cairan pada pasien obesitas harus didasarkan pada berat badan
tanpa lemak, dengan tujuan euvolemia
 Ekstubasi trakea dipertimbangkan ketika pasien obesitas sepenuhnya sadar dan sadar
dan telah pulih dari efek depresan anestesi
 Kecukupan ventilasi harus dinilai dan dipantau setidaknya 24-48 jam pasca operasi.
 Morbiditas dan mortalitas pascaoperasi lebih tinggi pada pasien obesitas dibandingkan
pasien nonobesitas. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya penyakit medis yang
sudah ada sebelumnya dan risiko aspirasi selama intubasi endotrakeal
 Karena depresi ventilasi yang diinduksi opioid menjadi perhatian, pendekatan multimodal
untuk kontrol nyeri pasca operasi biasanya digunakan
 dexmedetomidine, agonis reseptor 2 selektif, dan clonidine, agonis reseptor 2 yang
kurang selektif, telah terbukti mengurangi kebutuhan opioid jika diberikan melalui infus
kontinu pada periode perioperative
 Ketamin telah terbukti meningkatkan efek analgesik morfin dengan menghambat aktivasi
opioid reseptor NMDA. Diberikan dalam dosis kecil pasca operasi, ketamin dapat
mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran dan saturasi oksigen

REFERENSI

1. Morgan GE.Clinical Anesthesiology, 6th ed. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc;
2018

2. Stoelting, RK dan Hillier, SC., 2006. NUTRITIONAl DISEASES: OBESITy AND


Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease, Seventh Edition. 2018
Konsiderasi Anesthesi pada Penyakit Liver

Koagulasi pada Penyakit Liver

Perubahan hemostatik berubah seiring dengan penyakit Hepar, hiperkoagulasi dan thrombosis,
yang akan meningkatkan resiko perdarahan. Penyebab darah perdarahan yang massif ,
terutama melibatkan trombositopenia, disfungski endotel, portal hipertensi, gagal ginjal dan
sepsis.
Penyakit hepar kronis bercirikan kegagalan sintesis dari factor koagulasi, menyebabkan
pemanjangan PT dan INR
Pasien dengan hepatitis beresiko penurunan fungsi hepar dan menimbulkan komplikasi dari
gagal hepar seperti encephalopathy, coagulopathy, or hepatorenal syndrome.

Operasi harus ditunda sampai hepatitis akutnya sembuh, yang diindikasikan dengan normalnya
tes fungsi hepar. Penelitian memperkirakan adanya peningkatan morbiditas (12%) dengan
mortalitas (hingga 10% dengan laparatomi) pada preoperative selama hepatitis viral akut.
Meskipun resiko dengan hepatitis alkoholik tidak sebesar itu, keracunan alcohol akut sangat
mempersulit penanganan anestesi. Lagipula, eliminasi alcohol selama pembedahan bias
dihubungkan dengan rata-rata mortalitas sebesar 50%. Hanya pembedahan yang betul-betul
darurat yang seharusnya dipertimbangkan dalam kasus ini. Pasien hepatitis mempunyai resiko
penurunan fungsi hepar dan berkembangnya komplikasi kegagalan hepar, seperti
encephalopathy, coagulopathy, atau hepatorenal syndrom.

Pemeriksaan laboratorium harus meliputi nitrogen urea darah, serum elektrolit, kreatinin,
glukosa, transaminase, bilirubin, alkali fosfatase, dan albumin sebaik protrombin time (PT) dan
pletelet count. Serum juga seharusnya dicek untuk HBsAg kapanpun hal itu mungkin
Pertimbangan Intraoperatif
Cairan  penggunaan koloid lebih dipilih untuk mencegah overload natrium dan meningkatkan
tekanan plasma onkotik.

Teknik Anestesi boleh pakai regional anestesi kalo tidak ada kontra indikiasi seperti
koalgulopati . pada saat induksi , propofol dapat digunakan , untuk maintenance boleh pakai
Isoflurane dan sevoflurane. Suplementasi opioid dapat diberikan . untuk muscle relaksan yg
lebih dipilih adalah cisatracurium

Respon obat diperlukan loading dose yang lebih besar daripada normal, karena ada nya
kompartemen cairan ekstraseluler yang meluas, menyebabkan resistensi yang diakibtakan dari
meningkatnya volume distribusi obat yang terionisasi tinggi, namuntunuk maintenance
digunakan dosis yang lebih kecil pada muscle relaksan yang tergantung dari eliminasi hepar
( pancuronium, rocuronium , dan vecuronium)

REFERENSI

1. Morgan GE.Clinical Anesthesiology, 6th ed. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc;
2018
MANAJEMEN ANESTESI PADA HIPERTENSI

Definisi
Definisi hipertensi sistemik berubah-ubah tetapi biasanya dianggap sebagai peningkatan
tekanan darah diastol yang menetap lebih dari 90–95 mmHg atau tekanan sistol lebih besar dari
140–160 mmHg. Skema klasifikasi yang biasa digunakan terdapat pada Tabel 20–4. Hipertensi
borderline dinyatakan ada ketika tekanan diastol 85–89 mmHg atau tekanan sistol 130–139
mmHg. Hipertensi malignan adalah suatu darurat medis yang ditandai oleh tekanan darah
tinggi yang berat (>210/120 mmHg) ditandai adanya papilledema dan, sering, encephalopathy.
Obat Antihipertensi
Alur Perioperatif Pasien Hipertensi
Preoperative
Idealnya pasien-pasien yang akan mengalami operasi elektif hanya jika dalam keadaan
normotensive. Tidak direkomendasikan pasien hipertensi dengan tekanan darah sistolik
>180mmHg dan atau tekanan darah diastolik >110 mmHg atau dengan end organ disfungi yang
dapat memperburuk dengan penurunan tekanan darah yang agresif.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pada riwayat preoperatif perlu ditanyakan berat ringannya dan lamanya hipertensi,
pengobatan yang sedang berlangsung, dan ada tidaknya komplikasi hipertensi.

Efek Samping Pengobatan Anti Hipertensi Jangka Panjang

Pemeriksaan fisik dan Evaluasi Laboratorium


Pemeriksaan auskultasi S4 gallop biasanya ditemukan pada pasien dengan LVH. Temuan
lain pada pemeriksaan fisik seperti ronki pada paru-paru dan S3 gallop adalah tanda-tanda
lanjut dan menunjukan adanya gagal jantung kongestif.
Elektrokardiogram (EKG) sering normal, tetapi pada pasien-pasien dengan riwayat
hipertensi yang lama sering menunjukkan tanda-tanda dari iskemia, kelainan konduksi, infark
yang lama, atau Hipertropi atau pelebaran ventrikel kiri.
Echokardiografi untuk pemeriksaan LVH dan dapat digunakan untuk mengevaluasi
fungsi-fungsi diastolik dan systolik
Foto toraks tidak biasa digunkan pada pasien asimtomatik tetapi dapat menunjukkan
suatu bentuk jantung seperti sepatu boot (kemungkinan LVH), kardiomegali, atau kongesti
pembuluh darah paru.
Mengevaluasi fungsi ginjal yang terbaik dengan mengukur kadar kreatinin serum dan
nitrogen urea darah/ BUN. Kadar elektrolit serum diperiksa pada pasien yang mendapat
diuretika atau digoksin atau mereka yang mempunyai gagal ginjal.

Manajemen Intraoperasi
Tekanan darah arteri biasanya dijaga supaya berada di kisaran 10–20% dari ukuran preoperatif.

Monitoring
Monitoring langsung tekanan darah intraarterial, Electrokardiografi terfokus pada
deteksi tandatanda iskemia, produksi urin perlu dimonitor ketat dengan kateter urin yang terus
terpasang pada pasien-pasien gagal ginjal yang sedang mengalami prosedur operasi lebih dari 2
jam.

Induksi
Salah satu dari beberapa teknik yang bisa digunakan sebelum intubasi untuk mengurangi
respon peningkatan tekanan darah :
• Memperdalam anesthesia dengan volatil yang kuat
• memberikan opioid secara bolus (fentanyl, 2,5–5 μg/kg; alfentanil, 15–25 μg/kg; sufentanil,
0,25–0,5 μg/kg; atau remifentanil, 0,5–1 μg/kg).
• Memberikan lidokain, 1,5 mg/kg intravena atau intratrachea.
• Memblokade β-adrenergik dengan esmolol, 0.3–1.5 mg/kg; propranolol, 1–3 mg; atau
labetalol, 5–20 mg.

Hipertensi Intraoperasi
Hipertensi intra operasi yang tidak berespon dengan memperdalam anestesi (terutama dengan
volatil) dapat diatasi dengan beberapa obat parenteral. Pastikan bahwa penyebab yang
reversibel –seperti kedalaman anestesi yang tidak adekuat, hipoxemia, atau hipecapnia sudah
disingkirkankan sebelum mulai mengobati hipertensi.

Obat Parenteral untuk Pengobatan Cepat Hipertensi


MANAJEMEN POSTOPERASI
Pada pasien hipertensi biasa muncul acute postoperative hypertension dengan memiliki kriteria
peningkatan progresis tekanan sistolik > 20% atau tekanan diastolik >110 saat diukur di PACU
atau ICU. Selain itu APH dapat diartikan dengan tekanan darah sistolik >190mmHg dan atau
tekanan diastolik >100mmHg dengan pengukuran 2 kali.

Sumber :

Bready, L., Noorily, S. & Dillman, D., 2007. Hypertension. In: Decision making in anesthesiology
: an algorithmic approach. Philadelphia: Elsevier
Butterworth IV JF, Mackey DC, Wasnick JD. (2018). Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill,

Hines, L. Roberta & Marschall, E. Katherine. 2018. Stoelting's Anesthesia and Co-Existing
Disease. Philadelphia: Elsevier
ALUR PENANGANAN PASIEN OPERATIF DENGAN HIPERTIROID
A. Evaluasi Klinis
Evaluasi apakah hipertiroid sudah terkontrol atau belum dengan melihat tanda dan gejala
dari hypermetabolic state.
Efek pada kardiovaskular  takikardi, hipertensi, aritmia, angina, dan gagal jantung.
Jika ada goiter, periksa hasil CXR atau penunjang radiologi lain untuk mengevaluasi adanya
massa yang menekan trakea. Jika ukuran goiter besar, bisa beresiko terjadi obstruksi jalan
nafas.
Evaluasi faal tiroid (laboratorium), medikasi (PTU, methimazole, beta bloker)
B. Premedikasi
Hindari tindakan pembedahan elektif jika fungsi tiroid tidak normal, hanya prosedur darurat
yang menghalangi menunggu keadaan eutiroid (yang biasanya membutuhkan 1 sampai 3
bulan pengobatan). Setelah eutiroid, kadar TSH mungkin akan tetap rendah meskipun
kadar tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) normal; kondisi ini tidak menunda operasi.
Persiapan cepat mungkin diperlukan untuk prosedur darurat: berikan kombinasi beta-
blocker,
kortikosteroid, thionamide, yodium, dan asam iopanoat (mengandung yodium dan
menghambat pelepasan hormon tiroid).
C. Persiapan dan Monitoring
Pantau EKG, tekanan darah, suhu, dan efek neuromuskular blokade (perhatikan miopati
tirotoksik). Jika hipertiroidisme tidak terkontrol dengan baik  ABP dan CVP.
Pasang selimut pendingin dan cairan dingin harus tersedia. Titrasi beta-blocker ke HR < 90.
Pertimbangkan pemberian kortikosteroid karena cadangan kortikosteroid di adrenal
mungkin rendah.
D. Pemilihan Teknik Anestesi
Jika dipilih GA  pada goiter, pertimbangkan awake intubation dan gunakan armored tube.
Lindungi mata, dan awasi tanda dari thyroid storm
Jika dipilih LA atau RA  LA tanpa epinefrin, awasi tanda thyroid storm
E. Komplikasi yang berpotensi terjadi saat intraoperatif dan postoperatif
Thyroid storm jarang namun sangat mengancam nyawa jika terjadi dan harus segera
dikenali serta diterapi awal untuk menghindari tingginya tingkat mortalitas. Tanda dan gejala
seperti demam, restlessness, agitasi, takikardi, gagal jantung, dan dehidrasi. Tangani
thyroid storm dengan thionamide, diikuti dengan beta blocker, iodine, kortikosteroid, dan
terapi suportif (terapi cairan, selimut dingin, acetaminophen, atau sedasi), atau
plasmapheresis (Dosis dapat dilihat di bagan).

Daftar Pustaka
Bready, L., Noorily, S. & Dillman, D., 2007. Hyperthyroidism. In: Decision making in
anesthesiology : an algorithmic approach. Philadelphia: Elsevier, pp. 188-189.
Butterworth, J., Mackey, D. & Wasnick, J., 2018. Anesthesia for Patients with Endocrine
Disease. In: Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology. United States: Lange Mc Graw Hill.

ALUR PENANGANAN PASIEN OPERATIF DENGAN HIPOTIROID


Hipotiroid disebabkan oleh Hasimoto tiroiditis, tiroidektomi, radioaktif iodin, pemberian
antitiroid, iodin defisiensi dan kegagalan pituitari-hipotalamus. Manifestasi klinis berupa
penambahan berat badan, cold intolerance, kelemahan, konstipasi dan depresi. Diagnosis
berdasarkan kadar T4 yang rendah. Pada pasien terjadi penurunan serum tiroksin (T4) atau
peningkatan Thyroid-stimulating Hormone (TSH). Pengobatan hipotiroid biasanya terdiri dari
penggantian hormon tiroid dengan preparat T4 oral. T4 memiliki waktu paruh yang panjang (7
hari), dan inisiasi terapi tidak akan menghasilkan manifestasi hipotiroid yang cepat hilang
A. Evaluasi Klinis
Tentukan tingkat keparahan hipotiroidisme. Cari tanda dan gejala hipometabolisme. Tinjau
obat, durasi pengobatan, tes fungsi tiroid, dan hasil studi terkait lainnya. Jika pasien telah
diobati secara memadai atau penyakit ringan yang tidak diobati, lanjutkan dengan prosedur
bedah yang direncanakan. Berikan obat tiroid sebelum operasi. Pertimbangkan pengobatan
dengan kortikosteroid. Pilih teknik anestesi dengan memperhatikan potensi komplikasi.
B. Overt
Jika pasien memiliki penyakit yang jelas, tunda operasi elektif sampai fungsi tiroid menjadi
normal. Jika revaskularisasi koroner direncanakan, penggantian tiroid pra operasi dapat
dihilangkan
C. Emergensi
Untuk keadaan darurat pada pasien dengan Overt hipotiroidisme, berikan T4 atau T3
parenteral (T4, 100 hingga 500 μg; T3, 10 hingga 50 μg) dan kortikosteroid sambil
mengambil tindakan suportif dan memantau pasien untuk disritmia dan perubahan iskemik.
Premedikasi pasien minimal, jika sama sekali; obat yang menekan fungsi pernapasan
(sedatif, opioid, atau anestesi umum) dapat memicu gagal napas.
Pantau suhu inti, EKG, dan tekanan darah. ABP  monitor BGA, elektrolit, dan glukosa
serum. Masukkan kateter CVP atau arteri pulmonalis (PA) untuk prosedur bedah besar dan
pada pasien dengan CAD atau CHF. Gunakan selimut hangat dan cairan hangat.
D. Pemilihan manajemen anestesi
Blok regional memberikan anestesi yang sangat baik jika dosis anestesi lokal diminimalkan
dan obat penenang digunakan dengan hemat. Jika anestesi umum diperlukan, intubasi
trakea (pengosongan lambung yang tertunda). Pastikan oksigenasi dan ventilasi memadai
dan hindari hiperventilasi (penurunan produksi karbon dioksida).
E. Komplikasi yang berpotensi terjadi saat postoperatif
Kegagalan ventilasi pascaoperasi dapat terjadi; pertimbangkan ventilator pasca operasi dan
perawatan ICU. Pertimbangkan diagnosis ini pada pasien dengan stupor, kejang, koma,
hiponatremia, hipoglikemia, hipotermia, hipoventilasi, dan gagal jantung. Untuk mengobati,
memulai terapi tiroksin IV dengan tindakan suportif yang digunakan dalam menangani overt
disease.

References
Bready, L., Noorily, S. & Dillman, D., 2007. Hyperthyroidism. In: Decision making in
anesthesiology : an algorithmic approach. Philadelphia: Elsevier, pp. 188-189.
Butterworth, J., Mackey, D. & Wasnick, J., 2018. Anesthesia for Patients with Endocrine
Disease. In: Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology. United States: Lange Mc Graw Hill.

DIABETES MELLITUS

Manifestasi Klinis
Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia dan glikosuria yang timbul akibat gangguan
metabolisme karbohidrat. Penyebabnya adalah defisiensi insulin absolut atau relatif atau
responsivitas insulin. Diagnosis didasarkan pada peningkatan glukosa plasma puasa lebih
besar dari 126 mg/dL atau hemoglobin terglikasi (HbA1c) sebesar 6,5% atau lebih besar. Nilai
kadang-kadang dilaporkan untuk glukosa darah, yang berjalan 12% sampai 15% lebih rendah
dari glukosa plasma.

Dua teknik umum untuk manajemen insulin perioperatif pada diabetes mellitus.

Dosis yang dibutuhkan dapat diperkirakan dengan rumus berikut:

Target yang masuk akal untuk pemeliharaan glukosa darah intraoperatif adalah kurang dari 180
mg/dL dan lebih besar dari 85 mg/dL.
Sumber
Bready, L., Noorily, S. & Dillman, D., 2007. Hypertension. In: Decision making in anesthesiology
: an algorithmic approach. Philadelphia: Elsevier
Butterworth IV JF, Mackey DC, Wasnick JD. (2018). Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill,
TATALAKSANA HIGH REGIONAL BLOCK
(HIGH & TOTAL SPINAL)
DEFINISI:
High Spinal: Penyebaran obat anestesi lokal hingga diatas T4
Total spinal: Penyebaran obat anestesi lokal hingga intracranial yang menyebabkan hilangnya
kesadaran

PENYEBAB:
1. Dosis pemberian berlebih
2. Gagal menurunkan dosis pada pasien khusus (geriatric, gravida, obesitas atau
perawakan sangat pendek)
3. Sensitivitas terhadap anestesi lokal yang tidak umum
4. Obat epidural tidak sengaja masuk intratekal

TANDA DAN GEJALA:


Level Spinal Area Simptoms
T1-T4 Simpatis cardiac terblock Hipotensi
Bradikardia
C6-C8 Tangan dan Lengan Parestesia
Kelemahan pada tangan atau lengan
Sesak (otot respirasi tambahan)
C3-C5 Diafragma dan Bahu Kelemahan pada bahu
Hipoventilasi dan desaturasi
Respiratory arrest
Intracranial Brain Stem Pelo
Hiangnya kesadaran

PENCEGAHAN:
1. [Epidural] Gunakan dosis lebih rendah pada pasien khusus
2. [Epidural] Selalu periksa ketinggian blok saat top up regimen
3. [Subarachnoid Block] Selalu hitung ketinggian dan dosis yang dibutuhkan untuk jenis
operasi
4. [Subarachnoid Block] Saat menggunakan obat anestesi local hiperbarik, jika melakukan
head down, segera evaluasi ketinggian dan kembalikan pada posisi netral
5. [Subarachnoid Block] Selalu menghitung kecepatan penyuntikan


ALOGARITMA HIGH REGIONAL BLOCK
(HIGH & TOTAL SPINAL)

MENGENALI TANDA DAN GEJALA


Kelemahan pada bahu, lengan atau tangan ● Kebas pada tangan Sulit bernafas ● Pelo ●
Hilang Kesadaran

CALL FOR HELP !!

MANAGEMENT AWAL
1. STOP pemberian anetesi lokal
2. Beri O2 via facemask
3. Jika memungkinkan, lalukan head up (Reverse Trendelenburg) pada pasien

AIRWAY & BREATHING:


Jika ada masalah respirasi yang signifikan atau hilangnya kesadaran dan/atau
gangguan airway), pasien memerlukan tindakan intubasi dan ventilasi.
SIRKULASI:
1. Posisikan pasien (bila Ibu Hamil) left lateral tilt
2. Pastikan terpasang akses besar
3. Tangani bradikardia jika ada: Glycopyrrolate 200-600 mcg atau Atropine 200-
500 mcg (boleh diulang jika perlu)
4. Tangani hipotensi jika ada: Bolus Cairan intravena cepat, Bolus Ephedrine 6
mg
5. Jika hipotensi tidak berespon dengan tatalaksana diatas, berikan 50-100 mcg
adrenaline

Sumber:

 Hermanowski, Jane, Total and High Spinal, England National Health Service, 2020
 Morgan and Mikhail Clinical Anesthesiology 6th Ed Chapter 45, 2020
VENTILASI MEKANIK
Ventilator mekanik adalah mesin otomatis yang dirancang untuk menyediakan seluruh atau
sebagian pekerjaan yang harus dilakukan tubuh untuk mengeluarkan dan mengeluarkan gas dari paru-
paru (Ventilasi)

MEKANISME PERNAPASAN
 Pertukaran periodik gas alveolus dengan gas segar dari saluran napas atas mereoksigenasi darah
yang terdesaturasi dan menghilangkan CO2
 OTAK kontrol pernapasan di batang otak, terutama medula dan pons
 SARAF
 OTOT PERNAPASAN rongga dada, diafragma dan otot interkostal
 paru-paru alveolus

VOLUME DAN KAPASITAS PARU-PARU


 Volume Tidal = setiap lebar normal (Vt) VT = 5 – 8 cc / kg
 Volume Menit = Jumlah total udara yang masuk dan keluar paru setiap menit (VT x RR) 5 Lpm
 Volume Menit hipoventilasi / hiperventilasi
 Laju pernapasan 12 – 20 x/m

INDIKASI
 Hipoksia
 Hipoventilasi/hiperkarbia
 Peningkatan kerja pernapasan
 Lainnya (mis. resusitasi serebral, syok, pasca ROSC)
JENIS VENTILASI MEKANIK
Paru-Paru Besi (Ventilasi Tekanan Negatif)

Ventilasi tekanan postive : 1. Non Invasif (NPPV)

2. Ventilasi Mekanik Invasif

 Mesin Anestesi (OT)


 Ventilator Mekanik / MV (ICU)
 Hibrid

DEFINISI SIKLUS BERNAPAS (1 SIKLUS)


 Siklus respirasi dibagi menjadi 2 fase :
 Inspirasi aktif
 Ekspirasi pasif
 Lama inspirasi: waktu inspirasi  (Ti, dalam detik).
 Lama ekspirasi : waktu ekspirasi (Te, dalam detik).
 Waktu siklus (Tc, dalam detik):

 Tc = Ti + Te
MODE VENTILASI MEKANIK
SETTING VENTILASI
LUNG PROTEKTIF STRATEGI

WEANING VENTILASI
TANDA-TANDA GAGAL WEANING
 Agitasi, anxietas, diaphoresis atau perubahan status mental
 RR > 30 - 35/men
 SpO2 < 90%
 > 20% ↑ atau ↓ HR atau HR > 120 - 140/men
 TD sistolik > 180 atau < 90 mmHg
 Abdominal paradox, use of accessory muscle, dyspnea
Referensi:
1. Marino's The ICU Book 4th Edition
2. Barash Clinical Anesthesia, 8e
3. Morgan & Mikhail's Clinical Anesthesiology (6e) - John Butterworth, David Mackey, John
Wasnick
LAST Management

Deskripsi klasik dari toksisitas sistemik anestesi lokal (local Anesthetic Systemic
Toxicity (LAST)) secara umum digambarkan dengan sekumpulan gejala dan tanda neurologi
memburuk secara progresif yang segera terjadi setelah injeksi obat anestesi lokal dan disertai
dengan peningkatan konsentrasi anestesi lokal dalam darah, dengan kondisi puncak dapat
menjadi kejang dan koma. Pada kasus yang ekstrim, dapat diikuti dengan tanda
ketidakseimbangan hemodinamik yang berakhir kepada kegaglan sistem kardiovaskular (Guido
Di Gregorio, 2010).

Reaksi toksik bisa timbul apabila konsentrasinya dalam darah sangat tinggi dan terjadi
secara mendadak. Hal ini bisa terjadi karena dosis yang diberikan berlebihan, penyuntikan
langsung ke dalam sirkulasi, absorbsinya terlalu cepat dan detoksifikasi terlambat misalnya pada
penyakit hati.

Pada toksisitas ringan: pasien tampak pucat, gelisah, mual, pasien merasakan rasa seperti
logam, telinga berdenging, mata berkunang-kunang, selanjutnya diikuti kejang-kejang,
bradikardi, hipotensi dan depresi napas. Pada toksisitas berat akan terjadi kolaps kardiovaskular,
henti napas dan koma (Wolfe, 2011).

Secara umum, toksisitas pada anestesi lokal mempengaruhi dua sistem terpenting pada
tubuh pasien, yaitu sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular toksisitas tersebut dapat terbagi
dalam beberapa fase (Gde Mangku, 2010).

Manifestasi toksisitas anestetik lokal muncul 1-5 menit setelah injeksi, namun onset dapat
berkisar dari 30 detik hingga 60 menit. Secara klasik, penderita mengalami gejala eksitasi SSP,
sedangkan toksisitas jantung tidak akan terjadi tanpa didahului toksisitas SSP (Guido Di
Gregorio, 2010).
Ventilation support
Ventilasi dengan oksigen 100%
Hindari ventilasi berlebihan
Jalan napas lanjutan jika dibutuhkan

Kontrol Kejang
Disarankan menggunakan Benzodiazepine
Hindari menggunakan Propofol dosis tinggi

Dukungan Kardiovaskuler
Terapi hipotensi dan bradikardi
Turunkan epinefrin bolus hingga  1 mcg/Kg
Hindari vasopressin, kalsium channel blockers, beta blockers, atau obat lokal anestesia lainnya

Pengobatan Farmakologi dari LAST berbeda dari skenario henti jantung

Rekomendasi Tambahan

Lanjutkan Monitoring minimal 4-6 jam jika terdapat masalah pada kardiovaskular
Monitor minimal 2 jam setelah pembatasan kondisi CNS
Jangan melebihi 12 mL/Kg emulsi lemak
Jumlah volume dari emulsi lemak bisa mendekati 1 L pada resusitasi yang lama (>30 menit)
Referensi:

NYSORA. Spinal anesthesia. [Internet]. Spinal Anesthesia - NYSORA The New York School of
Regional Anesthesia. 2018. Available from: https://www.nysora.com/spinal-anesthesia
ALGORITMA HENTI JANTUNG DEWASA
HENTI JANTUNG PADA
KEHAMILAN DI RUMAH SAKIT
ALGORITMA HENTI
JANTUNG PEDIATRI
PEDIATRI
BRADIKARDI
DENGAN
NADI
ALGORITMA
TAKIKARDI PEDIATRI
DENGAN NADI
Kualitas RJP
 Tekan kuat (minimum 2 inci (5 cm]) dan
cepat (100-120/menit) dan beri
kesempatan dada untuk rekoil sempurna.
 Minimalkan interupsi dalam kompresi.
 Hindari ventilasi berlebihan.
Algoritma Sirkular Henti Jantung Dewasa  Ganti kompresor tiap 2 menit. atau lebih
awal jika kelelahan.
Mulai CPR  Jika belum terpasang saluran napas
Berikan oksigen lanjutan, rasio kompresi-ventilasi 30:2.
Pasang monitor/defibrilator  Kapnografi gelombang kuantitatif
Jika PETCO2 rendah atau menurun, taksir
ulang kualitas CPR.
C Energi shock untuk defibrilasi
ek
Ri  Bifasik: ikuti rekomendasi produsen
t
Jika VF/pVT
(misalnya, dosis awal 120-200 J): jika tidak
m
e
shock diketahui, gunakan dosis tertinggi yang
Terapi medikamentosa tersedia. Dosis kedua dan seterusnya
Infus IV/IO sebaiknya sama, dan pertimbangkan dosis
Epinefrin tiap 3-5 menit
Amiodaron atau lidokain untuk yang lebih tinggi
VPpVT refrakter  Monofasik: 360 J
Terapi obat
Pertimbangkan pemasangan alat bantu nafas
Kapnografi waveform kuantitatif Dosis IV/IO epinefrin: 1 mg tiap 3-5 menit
Dosis IV/IO amiodarone:
Terapi penyebab reversibel Dosis pertama: 300 mg bolus.
Dosis kedua: 150 mg.
atau
Dosis IV/IO Lidocaine:
Dosis pertama: 1-1,5 mg/kg.
Dosis kedua: 0.5-0,75 mg/kg.
Saluran Napas Tingkat Lanjut
• Intubasi endotrakeal atau alat bantu napas
lanjutan supraglotik
• Kapnografi gelombang atau kapnometri
untuk mengonfirmasi dan memantau
posisi endoktrakea
• Jika saluran napas tingkat lanjut telah
terpasang, berikan 1 napas tiap 6 detik 10
napas/menit dengan kompresi dada terus-
menerus
Kembalinya sirkulasi spontan ROSC
Nilai nadi dan tekanan darah
Peningkatan mendadak PETCO2 yang
dipertahankan (biasanya ≥ 40 mm Hg)
Gelombang tekanan arterial spontan dengan
pemantauan intra-arterial
Penyebab yang reversibel
Hipovolemia
Hipoksia
Ion Hidrogen (asidosis)
Hipo-/hiperkalemia
Hipotermia
Tensi pneumotoraks
Tamponade, jantung
Toksin
Trombosis, paru
Algoritma Bradikardia Dewasa

Nilai kesesuaian dengan kondisi klinis


Denyut jantung biasanya < 50x/menit bila bradiaritmia

Identifikasi dan atasi penyebab dasar


 Pertahankan patensi jalan napas: bantu napas jika perlu
 Terapi oksigen jika hipoksemia
 Pasang monitor untuk mengidentifikasi irama jantung
monitor tekanan darah dan saturasi oksigen
 Pemasangan akses IV
 Pasang EKG sadapan bila tersedia, jangan menunda terapi
 Pertimbangkan sebab hipoksia dan toksikologi yang
memungkinkan

Apakah bradiaritmia
persisten menyebabkan:
 Hipotensi
Tidak  Perubahan status
Monitor dan
observasi mental akut
 Tanda-tanda syok
 Nyeri dada iskemik Dosis
 Gagal jantung akut Atropin IV
Dosis pertama bolus 1mg
Ulangi setiap 3-5 menit
Ya Dosis maksimal 3mg
Dopamin IV drip
Atropin Laju drip 5-20mcg/kgBB per
Jika atropin tidak efektif menit. Titrasi sesuai respons
 Pacu jantung pasien
transkutan dan/atau Epinefrin
 Dopamin infus atau Laju drip 2-10mcg/menit
Titrasi sesuai respons pasien
 Epinefrin infus
Penyebab
Iskemia/infark miokard
Pertimbangkan Obat-obatan/toksin contohnya
 Konsultasi ahli golongan penghambat kanal
 Pacu jantung kalsium, penghambat beta,
digoksin
transvena
Hipoksia
Gangguan elektrolit, misalnya
hiperkalemia
Algoritma Takikardia Dewasa dengan Nadi

Nilai kesesuaian dengan kondisi klinis


Denyut jantung biasanya ≥ 150x/menit bila takiaritmia

Identifikasi dan atasi penyebab dasar Dosis


 Pertahankan patensi jalan napas: bantu Kardioversi tersinkronisasi
Sesuai dengan rekomendasi alat yang digunakan untuk
napas jika perlu meningkatkan kemungkinan keberhasilan pada kejut
 Terapi oksigen jika hipoksemia pertama
 Pasang monitor untuk mengidentifikasi Adenosin IV
irama jantung monitor tekanan darah Dosis pertama 6mg IV bolus cepat ikuti dengan bolus
NS, dosis kedua 12 mg bila diperlukan
dan saturasi oksigen
Drip obat antiaritmia pada takikardia QRS lebar yang
 Pemasangan akses IV stabil
 Pasang EKG sadapan bila tersedia Amiodardon IV
Dosis pertama 150mg dalam 10 menit. Ulangi jika VT
muncul, ikuti dengan dosis rumatan 1mg/menit untuk 6
jam pertama
Apakah takiaritmia persisten
menyebabkan: Kardioversi tersinkronasi
 Hipotensi Ya  Pertimbangkan sedasi
 Perubahan status mental  Bila QRS sempit teratur Jika refrakter,
akut pertimbangkan pertimbangkan
 Tanda-tanda syok adenosin  Penyebab dasar
 Nyeri dada iskemik  Peningkatan dosis
energi untuk
Pertimbangkan kardioversi
Tidak
 Adenosin, hanya jika berikutnya
QRS lebar? Ya QRS teratur dan  Penambahan
≥ 0.12 detik monomorfik obat antiaritmia
 Infus obat antiaritmia  Konsultasi ahli
Tidak

 Manuver vagal jika irama reguler


 Adenosin jika irama reguler
 Beta-blocker atau calcium channel blocker
 Pertimbangkan konsultasi ahli

Anda mungkin juga menyukai