Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia saat ini karena
prevalensinya yang cenderung meningkat, menjadi faktor risiko penyakit kardiovaskuler dan
meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Obesitas juga menimbulkan kelainan pola
pernapasan saat tidur seperti obesity hypoventilation syndrome (OHS). Obesity
hypoventilation syndrome (OHS) dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas penderita
serta mengurangi kualitas hidupnya. Obesity hypoventilation syndrome masih jarang
dilaporkan karena memiliki gejala yang menyerupai penyakit lain sehingga diagnosis
penyakit ini sering tidak terpikirkan. Pasien OHS dapat juga disertai dengan obstructive
sleep apnea (OSA) atau isolated sleep hypoventilation.1
Sindrom obesitas hipoventilasi (juga dikenal sebagai sindrom Pickwickian ) adalah
suatu kondisi di mana seseorang sangat kelebihan berat badan gagal untuk bernapas dan saat
bernafas cukup cepat atau cukup mendalam , sehingga tingkat oksigen darah rendah dan
tingkat karbon dioksida (CO 2) darah tinggi. Banyak orang dengan kondisi ini juga sering
berhenti bernapas sama sekali untuk jangka waktu yang singkat saat tidur ( apnea tidur
obstruktif ), yang mengakibatkan terbangun sebagian di malam hari, yang menyebabkan
kantuk terus-menerus di siang hari.1 Penyakit ini menyerang jantung, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan gejala seperti gagal jantung , Kaki bengkak dan berbagai gejala terkait
lainnya. Pengobatan yang paling efektif adalah penurunan berat badan , namun seringkali
memungkinkan untuk meredakan gejala dengan ventilasi nokturnal dengan tekanan saluran
nafas positif (positif) (CPAP) atau metode terkait . 1,2
Penemuan sindrom hipoventilasi obesitas umumnya dikaitkan dengan penulis
laporan pemain poker profesional 1956 yang, setelah mendapatkan berat badan, menjadi
mengantuk dan lelah dan rawan tertidur di siang hari, serta edema kaki yang kemungkinanan
akibat gagal jantung . Para penulis menyimpulkan kondisi "sindrom Pickwickian" setelah
karakter Joe dari Dickens ' The Postumum of the Pickwick Club (1837), yang sangat gemuk

1
dan cenderung tertidur tak terkendali di siang hari. 3 Laporan ini bagaimanapun, didahului
oleh deskripsi hipoventilasi lain mengenai obesitas.2,4 Pada 1960-an, Berbagai penemuan
lebih lanjut dibuat yang menyebabkan perbedaan antara apnea tidur obstruktif dan
hipoventilasi tidur. 5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. SINDROM PICKWICKIAN
2.1 DEFINISI
Sindrom pickwickian yang dikenal juga dengan obesity hypoventilation syndrome
(OHS). Sindroma hipoventilatasi obesitas didefinisikan sebagai kombinasi obesitas ( indeks
massa tubuh di atas 30 kg / m 2 ), hipoksemia ( penurunan kadar oksigen dalam darah)
selama tidur, dan hiperkkapnia (peningkatan kadar karbon dioksida darah) di siang hari,
akibat hipoventilasi ( Pernapasan terlalu lambat atau dangkal). 2,6 Penyakit ini telah diketahui
sejak tahun 1950an, awalnya sebagai "sindrom Pickwickian" yang mengacu
pada karakter Dickensian namun saat ini dengan nama yang lebih deskriptif. 2
Sindroma hipoventilatasi obesitas adalah bentuk pernafasan yang tidak teratur .
Dikenali dua subtipe, tergantung pada sifat pernapasan yang tidak teratur yang terdeteksi
pada penyelidikan lebih lanjut. Yang pertama adalah OHS dalam konteks apnea tidur

2
obstruktif; Hal ini ditegaskan oleh terjadinya 5 atau lebih episode apnea, hypopnea atau
gairah pernafasan terkait per jam ( indeks apnea-hipopnea tinggi ) saat tidur. Yang kedua
adalah OHS terutama karena "sindrom hipoventilasi tidur"; Hal
ini memerlukan kenaikan kadar CO 2 sebesar 10 mmHg (1,3 kPa) setelah tidur dibandingkan
dengan pengukuran terjaga dan penurunan semalam pada tingkat oksigen tanpa apnea
simultan atau hipopnea.1,6 Secara keseluruhan, 90% dari semua orang dengan OHS masuk
dalam kategori pertama, Dan 10% di kedua. 2
OHS juga didefenisikan terjadinya keadaan hiperkapnia dan hipoksemia pada siang
hari (PaCO2 > 45 mmHg dan PaO2 < 70 mmHg) pada pasien obesitas (indeks massa tubuh
{BMI} > 30 kg/m2 dengan gangguan adanya pernafasan pada saat tidur tanpa adanya
penyebab hypoventilation lain 4

2.2 ETIOLOGI
Penyebab pasti dari OHS tidak diketahui. Faktor resiko terjadinya sindrom ini adalah
obesitas dan seringnya seseorang mengalami gangguan pernafasan pada saat tidur. 3 Penyebab
(atau penyebab) dari OHS tidak sepenuhnya dipahami. OHS mungkin merupakan kombinasi
dari keberadaan otak tidak dapat benar mengelola pernapasan, kelebihan lemak memproduksi
hormon yang menyebabkan untuk bernapas tidak efektif dan berat ekstra ditempatkan di dada
yang membuatnya jauh lebih sulit bagi untuk bernapas normal.4

Tabel. Klasifikasi Obesitas menurut WHO


Overweight BMI 25-29,9 kgm2
Class 1 Obesity BMI 30-34,9 kgm2
Class 2 obesity BMI 35-39,9 kgm2
Class 3 obesity BMI 40 kgm2

Indeks massa tubuh yang meningkat akan meningkatkan risiko morbiditas penyakit
terkait obesitas. Berdasarkan estimasi WHO pada tahun 2015 terdapat sekitar 2,3 miliar
orang dewasa yang mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 700 juta orang dewasa

3
yang mengalami obesitas.4 Obesity hypoventilation syndrome ialah pasien obesitas yang
mengalami hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg) tanpa ditemukan kelainan lain yang mendasari
terjadinya hipoventilasi.5

2.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi yang tepat dari sindrom hipoventilasi obesitas tidak diketahui, dan
diperkirakan banyak orang dengan gejala OHS belum didiagnosis. 1 Sekitar sepertiga dari
semua orang dengan obesitas yang tidak sehat ( indeks massa tubuh melebihi 40 kg / m 2 )
memiliki kadar karbon dioksida yang meningkat dalam darah. 2 Saat memeriksa kelompok
orang dengan apnea tidur obstruktif, periset telah menemukan bahwa 10-20% dari mereka
memenuhi kriteria untuk OHS juga. Risiko OHS jauh lebih tinggi pada orang dengan
obesitas yang lebih parah, yaitu indeks massa tubuh (BMI) sebesar 40 kg / m 2 atau lebih
tinggi. Ini dua kali lebih umum pada pria dibandingkan wanita. Usia rata-rata saat diagnosis
adalah 52. Orang kulit hitam Amerika lebih cenderung mengalami obesitas daripada orang
kulit putih Amerika, dan karena itu cenderung mengembangkan OHS, namun orang Asia
obesitas lebih mungkin dibandingkan orang-orang dari etnis lain yang memiliki OHS pada
BMI yang lebih rendah sebagai Hasil dari karakteristik fisik.2
Hal ini diantisipasi bahwa tingkat OHS akan meningkat karena prevalensi obesitas
meningkat. Ini mungkin juga menjelaskan mengapa OHS lebih sering dilaporkan di Amerika
Serikat , di mana obesitas lebih sering terjadi daripada di negara lain.2
Di Amerika Serikat, sepertiga dari populasi orang dewasa adalah obesitas, dan
prevalensi obesitas ektrim (BMI > 40 kg m 2) telah meningkat secara dramatis. Dari 1986
sampai 2005 prevalensi BMI > 40 kgm 2 telah meningkat sebesar 5 kali lipat. Demikian pula
prevalensi > 50 kgm2 meningkat sebesar 10 kali lipat 4.
Dengan peningkatan epidemic global
obesitas prevalensi OHS juga cenderung meningkat.

2.4 PATOFISIOLOGI
Tidak sepenuhnya dipahami mengapa beberapa orang obesitas menimbulkan sindrom
hipoventilasi obesitas sementara yang lainnya tidak. Patofisiologi terjadinya OHS masih
belum sepenuhnya diketahui dengan pasti Kemungkinan hal itu merupakan hasil interaksi
dari berbagai proses. Obesitas yang berat menyebabkan terjadinya peningkatan beban sistem

4
pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, resistensi leptin dan gangguan pernapasan
ketika tidur sehingga menyebabkan penurunan kepekaan respons pusat ventilasi yang dapat
menyebabkan hipoventilasi dan hiperkapnia.5
2.4.1 PENINGKATAN BEBAN SISTEM PERNAPASAN
Pasien obesitas berat pada umumnya memiliki distribusi lemak sentral yang besar.
Pasien obesitas berat memiliki lingkar leher dan perbandingan lingkar pinggang dan panggul
yang lebih besar daripada pasien obesitas dengan eukapnia dan obesitas dengan OSA.
Distribusi lemak pada dinding dada dan abdomen serta pergeseran diafragma ke arah sefalik
pada pasien OHS terjadi ketika berbaring telentang sehingga mengurangi pengembangan
dinding toraks. Otot-otot pernapasan harus berkontraksi lebih kuat untuk menghasilkan
tekanan negatif yang lebih tinggi pada rongga pleura sehingga memudahkan aliran udara
masuk pada saat inspirasi.6 Pengembangan dinding toraks dan paru yang berkurang
menyebabkan tahanan jalan napas meningkat dan berkurangnya kapasitas residu fungsional
(KRF). Peningkatan tahanan jalan napas pada pasien obesitas dengan eukapnia dapat
mencapai 30% sedangkan pada pasien OHS dapat mencapai 300%. Peningkatan tahanan
jalan napas terutama terjadi pada saluran napas kecil sehingga perbandingan volume
ekspirasi paksa detik pertama dan kapasitas vital paksa (VEP 1/ KVP) akan tetap normal bila
tidak memiliki penyakit paru bersifat obstruktif. Tahanan jalan napas akan semakin
meningkat dan KRF akan semakin berkurang ketika pasien OHS berbaring terlentang karena
beban massa yang ditimbukan oleh jaringan lemak yang besar di daerah supralaring dan
peningkatan aliran darah paru.3,6 Peningkatan ambang beban inspirasi akibat massa jaringan
lemak yang berlebihan, penurunan compliance dinding toraks dan paru dan peningkatan
tahanan sistem pernapasan akan meningkatkan beban kerja sistem pernapasan. Beban kerja
pernapasan adalah total energi yang dibutuhkan dalam proses pernapasan berupa total
oksigen (O2) yang dikonsumsi oleh otot-otot pernapasan untuk setiap liter ventilasi.
Peningkatan beban kerja pernapasan pada pasien OHS dapat meningkat hingga 300% bila
dibandingkan dengan pasien yang bukan obesitas sedangkan pada pasien obesitas yang
ringan peningkatan beban kerja pernapasan sekitar 30%. Pasien obesitas dengan OHS
menggunakan 15% dari total konsumsi O2 untuk proses pernapasan dibandingkan dengan
individu yang bukan obesitas yang hanya menggunakan 3%.6,7

5
2.4.2 KELEMAHAN OTOT-OTOT PERNAPASAN
Mekanisme penyebab menurunnya kekuatan otot-otot pernapasan pada pasien obesitas
masih belum diketahui dengan pasti namun diduga karena infiltrasi jaringan lemak yang
berlebihan pada otot-otot. Hiperkapnia juga dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot-
otot diafragma sehingga masih sulit untuk memastikan obesitas atau hiperkapnia sebagai
penyebab utama kelemahan otot-otot pernapasan pada pasien OHS. Penilaian kekuatan otot
dapat dila kukan melalui penilaian tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi. Tekanan
maksimal inspirasi dan ekspirasi biasanya tetap normal pada pasien obesitas dengan eukapnia
dan menurun pada pasien OHS.6,7

2.4.3 RESISTENSI LEPTIN


Leptin merupakan hormon yang dihasilkan oleh jaringan lemak putih dengan susunan
kristal yang mirip dengan sitokin. Hormon ini dapat menekan rasa lapar sehingga berperan
dalam penurunan berat badan. Leptin bersirkulasi di plasma dalam bentuk bebas atau bentuk
protein terikat. Leptin selain memiliki efek antiobesitas dan berperan dalam peningkatan
ventilasi semenit. Obesitas menyebabkan peningkatan produksi karbondioksida (CO2) yang
disebabkan oleh peningkatan konsumsi O2 untuk pernapasan. Penambahan massa jaringan
lemak pada pasien obesitas akan merangsang jaringan lemak putih untuk meningkatkan
produksi leptin untuk merangsang peningkatan ventilasi semenit sebagai mekanisme
kompensasi untuk mengeluarkan CO2 yang berlebihan. Mekanisme ini menjelaskan
patofisiologi pasien obesitas berat tidak mengalami hiperkapnia.8
Pasien OHS dan obesitas dengan OSA memiliki kadar leptin yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien obesitas tanpa OSA. Hubungan antara OHS dan OSA dengan
peningkatan kadar leptin masih belum diketahui tetapi diduga peningkatan kadar leptin lebih
disebabkan oleh jaringan lemak yang banyak pada pasien OHS dan OSA. Kadar leptin di
plasma pada pasien OHS lebih tinggi dibandingkan dengan pasien obesitas dengan OSA dan
kadar leptin pada OHS menurun setelah diberikan terapi ventilasi tekanan positif beberapa
minggu.3 Leptin juga dapat meningkatkan ventilasi karena penetrasi leptin pada cairan
serebrospinal. Penelitian menunjukan individu dengan obesitas berat memiliki kadar leptin

6
yang lebih sedikit didalam cairan serebrospinal. Perbandingan kadar leptin di cairan
serebrospinal dengan plasma 4 kali lipat lebih tinggi pada individu tanpa obesitas
dibandingkan dengan obesitas berat (0,0450,01 vs 0.0110,002, p<0,05). Kadar leptin yang
dapat berpenetrasi dalam jumlah yang sedikit ke dalam cairan serebrospinal menyebabkan
resistensi leptin pada OHS dan perbedaan jumlah leptin yang berpenetrasi kedalam cairan
serebrospinal pada pasien obesitas menjelaskan patofisiologi tidak semua pasien obesitas
berat akan mengalami OHS.6,8

2.4.4 GANGGUAN PERNAPASAN KETIKA TIDUR


Gangguan pernapasan ketika tidur memiliki peranan penting dalam patofisiologi
terjadinya OHS. Hiperkapnia akut terkait OSA akan menimbulkan mekanisme kompensasi
tubuh berupa hiperventilasi sesudah periode apnea yang akan mengeluarkan sisa CO 2 yang
terakumulasi selama periode apnea. Mekanisme lainnya adalah peningkatan kadar bikarbonat
(HCO3) di serum oleh ginjal untuk mempertahankan derajat keasaman (pH). Gangguan
kedua mekanisme kompensasi ini dapat menyebabkan terjadinya hiperkapnia kronik. 6 Pada
pasien OHS terjadi pemendekan waktu ventilasi antara periode apnea yang dapat
menyebabkan peningkatan kadar CO2. Keadaan ini disebabkan oleh adaptasi gradual
kemoreseptor yang disebabkan kenaikan kadar HCO3 serum. Pada obesitas eukapnia tekanan
arteri CO2 akan kembali ke normal ketika bangun dan HCO3 diekskresikan. Pada masa
peralihan dari kondisi hiperkapnia akut menjadi kronik terjadi penurunan dan perlambatan
ekskresi HCO3 yang disebabkan oleh penurunan respons ventilasi terhadap CO 2 sehingga
terjadi peningkatan kadar HCO3 di dalam serum.3

2.4.5 PENURUNAN KEPEKAAN RESPONS PUSAT VENTILASI


Peningkatan beban sistem pernapasan, resis tensi leptin dan gangguan pernapasan
ketika tidur merupakan beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya penurunan kepekaan
respons pusat ventilasi terhadap CO2. Pada pasien OHS keadaan ini menyebabkan waktu

7
hiperventilasi yang memendek dan durasi apnea yang memanjang hingga 3 kali lipat
sehingga CO2 lebih banyak yang terakumulasi. Kondisi apnea dapat menyebabkan retensi
CO2 dan peningkatan PaCO2. Penurunan respons pusat ventilasi terhadap CO 2 bersifat
reversibel karena dapat diperbaiki pada sebagian besar pasien OHS dengan menurunkan
berat badan dan pemberian ventilasi tekanan positif. Tekanan oklusi jalan napas selama 0,1
detik setelah permulaan aliran inspirasi mengalami perbaikan selama 2 minggu dan mencapai
nilai normal setelah 6 minggu pemberian terapi dengan ventilasi tekanan positif pada pasien
OHS ringan dengan PaCO 2 yang berkisar antara 45-60 mmHg.3

2.5 MANIFESTASI
Tiga karakteristik utama OHS adalah: 1) obesitas; 2) hipoventilasi siang hari
(kesulitan menyingkirkan karbon dioksida); dan 3) gangguan pernapasan saat tidur (seperti
obstructive sleep apnea).
Pasien OHS dapat memberikan gejala klinis yang bervariasi yang disebabkan oleh
gangguan pernapasan ketika tidur. Keluhan yang sering dikeluhkan pasien seperti mudah
lelah, rasa kantuk yang berlebihan, sering mendengkur dengan keras saat tidur, sering
terbangun dimalam hari karena tersedak atau merasa tercekik, penurunan semangat bekerja
dan sakit kepala ketika malam atau pagi hari. Bila pasien yang tidak diterapi dengan optimal
dapat mengalami komplikasi seperti eritrositosis, hipertensi pulmoner dan gagal jantung
kanan.5,6

Required Conditions Description


Obesity Body mass index 30 kg/m2
Cronic hypoventilation Awake daytime hypercapnia (Paco2 45 mmHg
and PaO2 < 70 mmHg)
Sleep- disorder breathing -Obstructive sleep apnea (apnea-hypopnea index
5 event/h, with or without sleep
hypoventilation) present in 90% of case
-Non-obstructive sleep hypoventilation (apnea-

8
hypopnea index < 5 event/h, with or without
sleep hypoventilation) present in 10% of case
Exclusion of other causes of hypercapnia Severe obstructive airways disease
Severe interstitial lung disease
Severe chest-wall disorders (eg,kyphoscoliosis)
Severe hypothyroidisme
Neuromuscular disease
Congenital centar hypoventilation syndrom

2.6 DIAGNOSIS
Kriteria formal untuk diagnosis OHS adalah: 1,2,6
Indeks massa tubuh lebih dari 30 kg / m 2 (ukuran obesitas, diperoleh dengan mengambil
berat badan seseorang dalam kilogram dan membaginya dengan tinggi seseorang dalam
meter persegi)
Tingkat karbon dioksida arterial lebih dari 45 mmHg atau 6.0 kPa sebagaimana
ditentukan oleh pengukuran gas darah arteri
Tidak ada penjelasan alternatif untuk hipoventilasi, seperti penggunaan
narkotika , penyakit paru obstruktif berat atau interstisial , gangguan dinding dada berat
seperti kyphoscoliosis , hipotiroidisme berat (tiroid kurang aktif), penyakit
neuromuscular atau sindrom hipoventilasi kongenital

2.6.1 Pemeriksaan Fisis


Pasien OHS pada umumnya mengalami obe sitas dengan lingkar leher yang besar.
Pemeriksaan laringoskopi menunjukan crowded oropharynx yaitu pembesaran tonsil dan
uvula yang berlebihan sehingga bertemu di garis tengah yang menyebabkan obstruksi jalan
nafas terutama saat tidur telentang. Pasien OHS yang mengalami komplikasi hipertensi
pulmoner pada pemeriksan auskultusi jantung didapatkan bunyi katup pulmonal pada fase
diastolik (P2) terdengar lebih keras dibandingkan bunyi katup aorta (A2). Edema pada
ekstremitas bawah dapat ditemukan pada pasien OHS dengan komplikasi gagal jantung
kanan.6

9
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan analisis gas darah arteri menunjukkan hiperkapnia yang dengan asidisis
respira torik dan hipoksemia.5,6 Kenaikan kadar HCO3 serum sebagai mekanisme kompensasi
tubuh untuk menyangga turunnya pH merupakan salah satu indikator terdapatnya
hiperkapnia. Penelitian Nowbar2 menujukan kelompok pasien OHS yang dirawat inap
memiliki kadar HCO3 serum yang lebih tinggi dibandingkan kelompok pasien obesitas
dengan eukapnia (304 mEq/L berbanding 255 mEq/L, p< 0,01).2 Uji faal paru yang perlu
dikerjakan seperti spirometri, uji bronkodilator, tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi dan
kapasitas vital dalam posisi telentang. Uji spirometri dapat menunjukkan hasil yang normal
atau kelainan restriktif derajat ringan atau sedang yang disebabkan oleh bentuk tubuh dan
tidak terdapat kelainan obstruksi (VEP1/KVP normal atau mendekati normal). Volume
cadangan ekspirasi dan KRF akan menurun secara signifikan pada pasien obesitas berat.
Tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi serta kekuatan otot-otot pernapasan juga menurun.6
Pemeriksaan laboratorium lain seperti pemeriksaan darah perifer lengkap untuk
mengetahui eritrositosis, pemeriksaan elektrolit serum seperti fosfor dan kreatinin
fosfokinase untuk mengetahui faktor lain yang menyebabkan kelemahan otot-otot pernapasan
dan thyroid stimulating hormone (TSH) karena hiper tiroidisme berat dapat menyebabkan
hiperkapnia karena hipoventilasi alveolar. Eritrositosis dengan hematokrit >65% disertai
hiperviskositas merupakan indikasi flebotomi.5,6 Pemeriksaan polisomnografi (PSG)
diperlukan untuk mengetahui penyebab yang mendasari terjadinya gangguan tidur. Penelitian
meta-analisis oleh Kaw9 menunjukan terdapat perbedaan rerata total waktu tidur dengan
saturasi O2 < 90% sekitar 37% (56% pada OSA dengan hiperkapnia dan 19% pada OSA
dengan eukapnia).9 Penelitian Banerjee10 yang membandingkan hasil pemeriksaan PSG pada
23 pasien dengan OHS (rerata PaCO2 54 mmHg) dengan 23 pasien obesitas dengan
eukapnia. Kedua kelompok ini memiliki memiliki rerata umur 45 tahun berbanding 43 tahun,
IMT 58,7 kg/m2 berbanding 59,9 kg/m2, dan rerata % kapasitas vital paksa/kapasitas vital
(KVP/KV) 69% berbanding 74%. Hasil penelitian ini menunjukan kelompok OHS
mengalami hipoksemia nokturnal yang berat dan memiliki persentase total waktu waktu tidur
dengan SPO2 < 90% dan < 80% yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok OSA
dengan eukapnia.10

10
Untuk membedakan antara OHS dan berbagai penyakit paru lainnya yang dapat
menyebabkan gejala serupa, pencitraan medis paru (Chest x-ray dan jika perlu CT-Scan dada
harus diminta untuk mencari penyebab potensial lain dari kegagalan pernafasan hiperkapnia.
Pengujian fungsi paru pada subyek obesitas biasanya menunjukkan defek restriktif ringan
sampai sedang, pengurangan volume cadangan ekspirasi dan pengurangan tekanan
inspirasi/ekspirasi , elektrokardiografi dan ekokardiografi dapat dilakukan. Echo- dan
elektrokardiografi juga bisa menunjukkan tanda-tanda regangan jantung kanan, hipertrofi
ventrikel kanan, pembesaran atrium kanan dan tekanan arteri pulmonal meningkat.
disebabkan oleh OHS, dan spirometri mungkin menunjukkan pola restriktif yang terkait
dengan obesitas. 2

2.7 PENATALAKSANAAN
Sejauh ini tidak ada pedoman standar untuk gangguan ini dalam praktek klinis,
sebagain besar pasien yang sedang diatasi oleh karena respirologists. Pada orang dengan
OHS yang stabil, perawatan yang paling penting adalah penurunan berat badan melalui diet,
melalui olahraga , dengan pengobatan, atau kadang operasi penurunan berat badan (operasi
bariatrik). Hal ini telah ditunjukkan untuk memperbaiki gejala OHS dan resolusi tingkat
karbon dioksida yang tinggi. Kehilangan berat badan bisa memakan waktu lama dan tidak
selalu berhasil. 1 Operasi bariatrik dihindari jika mungkin, mengingat tingkat komplikasi yang
tinggi, namun dapat dipertimbangkan jika modalitas pengobatan lainnya tidak efektif dalam
memperbaiki tingkat dan gejala oksigen. 2 Jika gejalanya signifikan, pengobatan tekanan
udara positif malam hari (PAP) diupayakan; Ini melibatkan penggunaan mesin untuk
membantu pernapasan. WTP ada dalam berbagai bentuk, Dan strategi ideal tidak
pasti. Beberapa obat telah dicoba untuk merangsang pernapasan atau memperbaiki kelainan
yang mendasarinya; Manfaat mereka kembali tidak pasti. 2
Sementara banyak orang dengan sindrom hipoventilatasi obesitas dirawat secara
rawat jalan, beberapa memburuk tiba-tiba dan ketika dirawat di rumah sakit dapat
menunjukkan kelainan parah seperti keasaman darah yang sangat gila (pH <7,25)
atau tingkat kesadaran tertekan karena karbon dioksida yang sangat tinggi. Tingkat.
Terkadang, masuk ke unit perawatan intensif dengan intubasi dan ventilasi

11
mekanis diperlukan. Jika tidak, tekanan positif "tingkat dua" positif (lihat bagian berikutnya)
biasanya digunakan untuk menstabilkan pasien, diikuti dengan pengobatan konvensional. 11

1. Tekanan udara positif

Tekanan saluran napas positif , yang pada awalnya berupa tekanan udara positif
yang kontinu (CPAP), merupakan pengobatan yang berguna untuk sindrom hipoventilatasi
obesitas, terutama bila ada sleep apnea obstruktif. CPAP memerlukan penggunaan selama
tidur dari mesin yang memberikan tekanan positif terus menerus ke saluran udara dan
mencegah keruntuhan jaringan lunak di tenggorokan saat bernafas; Ini diberikan melalui
masker pada mulut dan hidung bersama atau jika itu tidak ditoleransi hanya di hidung
(nasal CPAP). Ini meringankan ciri sleep apnea obstruktif dan seringkali cukup untuk
menghilangkan akumulasi karbon dioksida yang diakibatkan. Tekanan meningkat sampai
gejala obstruktif (mendengkur dan masa apnea) telah hilang. CPAP sendiri efektif lebih
dari 50% orang dengan OHS. 2
Dalam beberapa kesempatan, tingkat oksigen tetap terlalu rendah ( saturasi
oksigen di bawah 90%). Dalam kasus ini, hipoventilasi itu sendiri dapat diperbaiki dengan
beralih dari perawatan CPAP ke perangkat alternatif yang memberikan tekanan positif
"tingkat dua": tekanan yang lebih tinggi selama inspirasi (bernafas) dan tekanan rendah
saat kadaluarsa (bernafas). Jika ini juga tidak efektif dalam meningkatkan kadar oksigen,
penambahan terapi oksigen mungkin diperlukan. Sebagai upaya terakhir, trakeostomi
mungkin diperlukan; Ini melibatkan pembuatan lubang bedah di trakea untuk mengatasi
obstruksi jalan nafas terkait obesitas di leher. Hal ini dapat dikombinasikan dengan
ventilasi mekanis dengan alat bantu pernafasan melalui lubang. 2

2. Perawatan lainnya

Medroxyprogesterone acetate , progestin , telah terbukti memperbaiki respons ventilasi,


namun ini kurang dipelajari dan dikaitkan dengan peningkatan risiko trombosis . 4,5
Demikian pula, obat acetazolamide dapat mengurangi tingkat bikarbonat, dan dengan
demikian meningkatkan respon ventilasi normal, tapi ini telah diteliti kurang untuk
merekomendasikan aplikasi luas. 2

12
2.8 PROGNOSIS
Sindroma hipoventilatasi obesitas dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup , dan
orang-orang dengan kondisi tersebut mengalami kenaikan biaya perawatan kesehatan,
terutama karena penerimaan di rumah sakit termasuk pengamatan dan perawatan di unit
perawatan intensif . OHS sering terjadi bersamaan dengan beberapa kondisi medis lain
yang melumpuhkan, seperti asma (18-24%) dan diabetes tipe 2 (30-32%). Komplikasi
utamanya pada gagal jantung mempengaruhi 21-32% pasien. 2
Mereka dengan kelainan yang cukup parah untuk menjamin perawatan memiliki
peningkatan risiko kematian dilaporkan 23% selama 18 bulan dan 46% di atas 50
bulan. Risiko ini dikurangi menjadi kurang dari 10% pada mereka yang menerima
perawatan dengan WTP. Pengobatan juga mengurangi kebutuhan akan penerimaan di
rumah sakit dan mengurangi biaya perawatan kesehatan. 2

13
BAB III
KESIMPULAN

Obesity hypoventilation syndrome dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas


penderita serta mengurangi kualitas hidupnya. Patofisiologi OHS karena peningkatan beban
sistem pernapasan, kelemahan otot-otot pernapasan, resistensi leptin, gangguan pernapasan
ketika tidur yang dapat menyebabkan penurunan kepekaan respons pusat ventilasi sehingga
terjadi hipoventilasi dan hiperkapnia.
Obesity hypoventilation syndrome ialah pasien obesitas yang mengalami hiperkapnia
(PaCO2 > 45 mmHg) tanpa ditemukan kelainan lain yang mendasari terjadinya hipoventilasi.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dikerjakan ialah analisis gas darah arteri yang
menunjukkan hiperkapnia yang dengan asidosis respiratorik dan hipoksemia, spirometri, uji
bronkodilator, tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi dan kapasitas vital dalam posisi
telentang. Penatalaksanaan OHS terdiri atas tatalaksana gangguan pernapasan ketika tidur,
pembedahan dan farmakoterapi

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Dabal LA, Bahammam (2009). Obesity hypoventilation syndrome. Ann Thorac Med. 4
(2):41-9.
2. Olson AL, Zwillich C (2005)N. "The obesity hypoventilation syndrome". Am. J.
Med. 118 (9): 94856.
3. Mokhlesi B, Tulaimat A. (2007). "Recent advances in obesity hypoventilation
syndrome". Chest. 132 (4): 132236.
4. Burwell CS, Robin ED, Whaley RD, Bicklemann AG (1956). "Extreme obesity
associated with alveolar hypoventilation; a Pickwickian syndrome". Am. J. Med. 21 (5):
8118. Reproduced in Burwell CS, Robin ED, Whaley RD, Bickelmann AG (1994).
"Extreme obesity associated with alveolar hypoventilation--a Pickwickian
Syndrome". Obes. Res. 2 (4): 3907.
5. Auchincloss JH, Cook E, Renzetti AD (1955). "Clinical and physiological aspects of a
case of obesity, polycythemia and alveolar hypoventilation". J. Clin. Invest. 34 (10):
153745.
6. Pack AI (2006). "Advances in sleep-disordered breathing". Am. J. Respir. Crit. Care
Med. 173 (1): 715.
7. World Health Organization: Obesity. [cited on2014 Sept 16].
8. Bjrntorp, P; Brodoff BN (1992). Obesity. JB Lippincott. p. 569.
9. Piper AJ, Grunstein RR (2007). "Current perspectives on the obesity hypoventilation
syndrome". Current Opinion in Pulmonary Medicine. 13 (6): 4906.

15
10. McNicholas, WT; Phillipson EA (2001). Breathing Disorders in Sleep. Saunders Ltd.
p. 80.
11. Braunwald E (2005). "Chapter 216: heart failure and cor pulmonale". In Kasper DL,
Braunwald E, Fauci AS, et al. Harrison's Principles of Internal Medicine (16th ed.). New
York, NY: McGraw-Hill. pp. 136778.
12. Mokhlesi B, Kryger MH, Grunstein RR (February 2008). "Assessment and management
of patients with obesity hypoventilation syndrome". Proc Am Thorac Soc. 5 (2): 21825.

16

Anda mungkin juga menyukai