Anda di halaman 1dari 38

ETIK DAN KEBIJAKAN

NASIONAL TERKAIT
KEPERAWATAN PALIATIF

Mahanta Qaribi. S.Kep, Ns., M.Kep


LANDASAN HUKUM TENTANG
KEBIJAKAN NASIONAL KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR :
812/Menkes/SK/VII/2007 TENTANG
KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa kasus penyakit yang belum dapat
disembuhkan semakin meningkat jumlahnya baik pada
pasien dewasa maupun anak;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan bagi pasien dengan penyakit yang belum dapat
disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien
dengan stadium terminal;
c. bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b di atas,
perlu adanya Keputusan Menteri Kesehatan tentang
Kebijakan Perawatan Paliatif.
TUJUAN DAN SASARAN
KEBIJAKAN
Tujuan kebijakan Tujuan umum: Sebagai
payung hukum dan arahan bagi perawatan
paliatif di Indonesia Tujuan khusus:
Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu
sesuai standar yang berlaku di seluruh Indonesia
Tersusunnya pedoman-pedoman
pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.
Tersedianya tenaga medis dan non medis yang
terlatih. Tersedianya sarana dan prasarana yang
Sasaran
 Sasaran kebijakan pelayanan paliatif Seluruh pasien
(dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan
yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien
berada di seluruh Indonesia. Pelaksana perawatan
paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan
tenaga terkait lainnya. Institusi-institusi terkait,
misalnya: ▫Dinas kesehatan propinsi dan dinas
kesehatan kabupaten/kota ▫Rumah Sakit pemerintah dan
swasta ▫Puskesmas ▫Rumah perawatan/hospis ▫Fasilitas
kesehatan pemerintah dan swasta lain
LINGKUP KEGIATAN
PERAWATAN PALIATIF
Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
Penatalaksanaan nyeri.
Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
Asuhan keperawatan
Dukungan psikologis
Dukungan sosial
Dukungan kultural dan spiritual
Dukungan persiapan dan selama masa dukacita
(bereavement).
Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat
jalan, dan kunjungan/rawat rumah.
Program Paliatif
Program Paliatif merupakan bentuk
layanan kesehatan yang perlu terus
dikembangkan, sehingga penatalaksanaan
pasien kanker menjadi efektif dan efisien.
Buku ini diharapkan mampu memberikan
pengertian tentang prinsip Program
Paliatif dan sistem yang berlaku dalam
menjalankan program tersebut.
Visi dan Misi Program Paliatif
• Visi: Mencapai kualitas hidup dan
kenyamanan bagi pasien kanker dan
keluarganya serta agar pasien dapat
menghadapi akhir kehidupan yang
bermartabat.
• Misi: Mengurangi penderitaan pasien dan
memberikan dukungan kepada keluarga
yang mengalami kesulitan akibat gejala
fisik, gang-guan psikologis, kesulitan
sosial, dan masalah spiritual.
Tujuan Program Paliatif
• Tujuan Umum: Terselenggaranya Program
Paliatif yang terintegrasi dalam tata laksana
kanker di setiap jenjang pelayanan kesehatan
di Indonesia.
• Tujuan Khusus:
– 1. Tersosialisasinya Program Paliatif pasien
kanker di semua tingkat layanan kesehatan.
– 2. Terintegrasinya Program Paliatif pasien kanker
untuk mewujudkan pelayanan paripurna.
– 3. Terlaksananya sistem rujukan Program Paliatif
pasien kanker.
Sasaran Program Paliatif
Sasaran program paliatif meliputi tenaga
kesehatan termasuk perawat dan tenaga
lain yang terlibat termasuk relawan, dan
keluar-ga pasien.
Lingkup Program Paliatif
1. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi : ƒ
Penatalaksanaan nyeri.
Penatalaksanaan keluhan fisik lain. ƒ
Asuhan keperawatan ƒ
Dukungan psikologis ƒ
Dukungan sosial ƒ
Dukungan kultural dan spiritual ƒ
Dukungan persiapan dan selama masa dukacita
(bereavement).
2. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat
jalan, dan kunjungan/rawat rumah.
ASPEK MEDIKOLEGAL DALAM
PERAWATAN PALIATIF
Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien
paliatif.
Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan
perawatan paliatif melalui komunikasi yang intensif dan
berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien dan
keluarganya.
Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran
pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan
perundang- undangan.
Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif
sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent .
Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien
paliatif
a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan
resusitasi dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau
oleh Tim Perawatan paliatif.
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah
diinformasikan pada saat pasien memasuki atau
memulai perawatan paliatif.
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak
menghendaki resusitasi, sepanjang informasi adekuat
yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah
dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed
consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
LANJUTAN..
d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh
membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah
dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun
demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan
tertentu yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh
seluruh anggota keluarga terdekat dapat dimintakan
penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk
tidak melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis
di bidang ini, yaitu apabila pasien berada dalam tahap
terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya
berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.
Perawatan pasien paliatif di ICU
a. Pada dasarnya perawatan paliatif pasien
di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan
umum yang berlaku sebagaimana
diuraikan di atas
b. Dalam menghadapi tahap terminal, Tim
perawatan paliatif harus mengikuti
pedoman penentuan kematian batang
otak dan penghentian peralatan life-
supporting.
Masalah medikolegal lainnya pada
perawatan pasien paliatif
a. Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan
kewenangan yang diberikan oleh Pimpinan Rumah
Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di
rumah pasien.
b. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus
dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan
pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien
tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada
tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi
antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus
dipelihara.
SUMBER DAYA MANUSIA
1. Pelaksana perawatan paliatif adalah
tenaga kesehatan, pekerja sosial,
rohaniawan, keluarga, relawan.
2. Kriteria pelaksana perawatan paliatif
adalah telah mengikuti
pendidikan/pelatihan perawatan paliatif
dan telah mendapat sertifikat.
PELATIHAN
a. Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan
kerjasama antara para pakar perawatan paliatif dengan
Departemen Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik). Modul-modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter,
modul untuk perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya,
modul untuk tenaga non medis.
b. Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan
Fakultas Kedokteran.
c. Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan
Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan
sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5
(lima) propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar,
Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah
mengikuti pelatihan.
Pendidikan
Pendidikan formal spesialis paliatif
(ilmu kedokteran paliatif, ilmu
keperawatan paliatif).
TEMPAT DAN ORGANISASI
PERAWATAN PALIATIF
Tempat untuk melakukan perawatan paliatif adalah:
a.Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan
yang memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan
khusus.
b.Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan.
c.Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi
belum dapat dirawat di rumah karena masih memerlukan pengawasan
tenaga kesehatan.
d.Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan
ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan
perawatan yang tidak mungkin dilakukan oleh keluarga.
Organisasi perawatan paliatif menurut tempat
pelayanan/sarana kesehatannya adalah
1. Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di
tingkat puskesmas.
2. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah
sakit kelas D, kelas C dan kelas B non
pendidikan.
3. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah
sakit kelas B Pendidikan dan kelas A.
4. Tata kerja organisasi perawatan paliatif
bersifat koordinatif dan melibatkan semua
unsur terkait
PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan
melalui sistem berjenjang dengan
melibatkan perhimpunan
profesi/keseminatan terkait. Pembinaan
dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh
Departemen Kesehatan.
PENGEMBANGAN DAN
PENINGKATAN MUTU PERAWATAN
PALIATIF
Untuk pengembangan dan peningkatan mutu
perawatan paliatif diperlukan :
a. Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan
kesehatan dan non kesehatan.
b. Pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan/Continuing Professional
Development untuk perawatan paliatif (SDM)
untuk jumlah, jenis dan kualitas pelayanan.
c. Menjalankan program keselamatan
pasien/patient safety.
PENDANAAN
Pendanaan yang diperlukan untuk:
1. pengembangan sarana dan prasarana
2. peningkatan kualitas SDM/pelatihan
3. pembinaan dan pengawasan
4. peningkatan mutu pelayanan

Sumber pendanaan dapat dibebankan pada APBN/APBD


dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat. Untuk
perawatan pasien miskin dan PNS dapat dimasukan
dalam skema Askeskin dan Askes.
PENUTUP
Untuk pelaksanaan kebijakan ini masih diperlukan
Petunjuk Pelaksanaan Perawatan Paliatif. Untuk
pelaksanaan pelatihan-pelatihan diperlukan Modul
Pelatihan Perawatan Paliatif. Langkah-langkah ini akan
dilakukan oleh para ahli dan Departemen Kesehatan.
Landasan hukum
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI no 604/Menkes/SK/IX/1989 tentang
Pokok-Pokok Penanggulangan Penyakit Kanker di Indonesia;
2. Undang-undang nomor 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak;
3. Undang-undang nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan;
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1116/Menkes/SK/ /VIII/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1479/Menkes/SK/ /X/2003 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu;
6. Undang-undang nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran;
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 430/Menkes/SK/IV/ 2007 tentang
Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker;
8. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 812/Menkes/SK/VII/ 2007 tentang
Kebijakan Perawatan Paliatif;
9. Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika;
10. Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 144 tahun 2009,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5063);
11. Undang-undang nomor 44 tahun 2009, tentang Rumah Sakit;
12. Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1144/ Menkes/Per/
VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kese-
hatan;
14. Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK 03.01/160/I/2010
tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 –
2014;
15. Undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial;
16. Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional;
ETIKA DALAM
PELAYANAN PALIATIF
Etika
Etika merupakan prinsip nilai-nilai luhur
yang dipegang sebagai komitmen
bersama. Yaitu bahwa setiap pasien
kanker dan keluarga memiliki hak untuk
mendapatkan informasi dan dilibatkan
dalam pengambilan keputusan medis.
Prinsip-prinsip medis yang disepakati dan
perlu diketahui dalam pelayanan paliatif
maupun medis secara umum adalah:
. Etika Paliatif
Autonomy
Hak individu dalam membuat keputusan terhadap tindakan yang
akan dilakukan atau tidak dilakukan setelah mendapatkan
informasi dari dokter serta memahami informasi tersebut secara
jelas. Pada pasien anak, autonomy tersebut diberikan pada
orangtua atau wali.
Beneficence
Tindakan yang dilakukan harus memberikan manfaat bagi pasien
dengan memperhatikan kenyamanan, kemandirian, kesejahteraan
pasien dan keluarga, serta sesuai keyakinan dan kepercayaannya.
Non-maleficence
Tindakan yang dilakukan harus tidak bertujuan mencederai atau
memperburuk keadaan kondisi yang ada.
Justice
Memperlakukan semua pasien tanpa diskriminasi (tidak membe-
dakan ras, suku, agama, gender dan status ekonomi)
Tindakan yang telah disetujui oleh pasien
dan atau keluarga harus dituangkan dalam
“inform consent” dan ditandatangani oleh
pasien dan keluarga dan petugas
kesehatan sebelum tindakan dilakukan
atau tidak dilakukan.
Kepatutan Terapi
• Kepatutan terapi pada pasien paliatif
kanker adalah suatu pertimbangan cost
benefit. Terapi berlebihan yang bertujuan
memperpanjang proses kematian secara
intensif tidak memberikan manfaat.
Berarti justru menambah penderitaan
pasien. Pertimbangan ini harus
berdasarkan etika, tergantung pada situasi
klinis medis, paliatif, serta penilaian yang
dilakukan secara seksama.
Allow Natural Death (AND)
• Suatu keputusan untuk tidak melaksanakan
resusitasi pada pasien stadium terminal
apabila diindikasikan. Tidak melakukan
resusitasi bukan berarti meniadakan tindakan
yang diperlukan untuk mencapai kematian
yang bermartabat, misalnya pemberian cairan
apabila dehidrasi menimbulkan
ketidaknyamanan pasien, pemberian obat-
obat anti nyeri, pemberian oksigen apabila
ditemu-kan hipoksia pada sesak nafas, dan
nutrisi yang sesuai kondisi pasien.obat lain
secara simptomatis.
Menahan dan Menghentikan Terapi
Medik (To Withhold and Withdraw =
Curing Versus Caring)
Sesuai prinsip perawatan paliatif,
tujuan terapi pada pasien stadium terminal
adalah untuk mencapai kondisi nyaman dan
meninggal secara bermartabat. Sehingga
terapi yang diberikan bertujuan untuk
memperpanjang proses kematian harus
dihentikan dan terapi yang tidak sesuai
dengan tujuan di atas tidak mungkin
diberikan.
• Pasien memiliki hak untuk mendapatkan
informasi. Dalam penyampaian diagnosa dan
prognosa, diperlukan keterampilan untuk
mengetahui kesiapan pasien dalam menerima
informasi sejauh yang dikehendaki pasien.
• Dalam memberikan terapi paliatif pada
pasien kanker stadium terminal, kondisi
pasien dinilai berdasarkan:
– Kondisi fisiologi sistem organ
– Terapi
– Derajat kesadaran
• Pada pasien dengan kondisi terminal
(mengalami kematian batang otak) yang
mendapatkan bantuan hidup ventilator,
diharapkan tim medis dapat menjelaskan
manfaat dan kerugian melanjutkan
penggunaan ventilator pada kondisi tersebut.
Bila keluarga memilih menghentikan
ventilator, maka persetujuan tertulis
(formulir inform concent) dan pelepasan
ventilator dilakukan oleh keluarga
didampingi petugas medis.
Penyingkapan Informasi
(Disclosure)
• Penyingkapan/penyampaian informasi merupakan
pemberian informasi dari petugas kesehatan
kepada pasien dan keluarga tentang kondisi medis
pasien, diagnose, dan prognosa.
• Penyampaian tersebut diberikan dengan tiga cara:
– 1. Informasi kepada keluarga: Keluarga (orang yang
dikehendaki pasien) berhak mendapatkan informasi,
terutama bila pasien tidak mapu membuat keputusan.
– 2. Informasi yang diberikan harus dapat membantu
keluarga dalam membuat keputusan.
– 3. Apabila terdapat perbedaan antar pasien dan
keluarga dalam dalam hal pengambilan keputusan,
keputusan pasien yang harus diperhatikan.
SEMOGA BERMANFAAT

Anda mungkin juga menyukai