Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN PALIATIF

BU AINUN

Etik dan kebijakan keperawatan paliatif

A. Landasan Hukum

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007 Tentang


kebijakan perawatan paliatif Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Menimbang :

a. Bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan, semakin meningkat jumlahnya
baik pada pasien dewasa maupun anak;

b. Bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan Kesehatan bagi pasien dengan
penyakit yang belum dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitative juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien dengan stadium terminal.

c. Bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b diatas, perlu adanya keputusan Menteri
Kesehatan tentang Kebijakan Perawatan Paliatif

B. TUJUAN KEBIJAKAN

TUJUAN UMUM:

o Sebagai paying hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia,

Tujuan khusus:

o Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh
Indonesia

o Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.

o Tersedianya tenaga medis dan non-medis yang terlatih

o Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan

C. SASARAN KEBIJAKAN PALIATIF

o Seluruh pasien (dewasa & anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan
perawatan paliatif dimana pun pasien berada di seluruh Indonesia.

o Pelaksana perawatan paliatif: dokter, perawat, tenaga Kesehatan lainnya & tenaga terkait
lainnya.
o Institusi-institusi terkait, misalnya:

1. Dinas Kesehatan provinsi/kabupaten/kota

2. Rumah sakit pemerintah dan swasta

3. Puskesmas

4. Rumah perawatan/hospis

Fasilitas Kesehatan pemerintah dan swasta lain

D. LINGKUP KEGIATAN PERAWATAN PALIATIF


Jenis kegiatanperawatan paliatif meliputi:
o Penatalaksanaan nyeri
o Penatalaksanaan keluhan fisik lain
o Asuhan keperawatan
o Dukungan psikologis
o Dukungan social
o Dukungan kultural dan spiritual
o Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement)

Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat rumah

E. ASPEK MEDIKOLEGAL DALAM PERAWATAN PALIATIF


1. Informed consent pada pasien paliatif

o Melaksanakan inform consent dilakukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-


undangan
o Pada perawatan paliatif sebaiknyanya setiap tindakan yang beresiko dilakukan informed
consent
o Mengutamakan pasien jika ia masih kompeten, dengan disaksikan anggota keluarg nya
sebagai penerima informasi maupun pemberi persetujuan.
o Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau
pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau
tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun (advanced
directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan mewakilinya
dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan tersebut dibuat
tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif.

o Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan paliatif dapat
melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada
kesempatan pertama.
2. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
o Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat oleh pasien
yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
o Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien memasuki atau
memulai perawatan paliatif.
o Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang
informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah dipahaminya.
Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam
informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya
o Keluarga terdekatnya tidak boleh membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah
dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalam keadaan tertentu
dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh
anggota keluarga terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
o Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi sesuai
dengan pedoman klinis di bidang ini, apabila pasien berada dalam tahap terminal dan
tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas
hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut

3. Perawatan pasien paliatif di ICU


o Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan umum
yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas.
o Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti pedoman
penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-supporting.

4. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif


o Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pimpinan
Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah pasien.
o Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis,
tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan
tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.
Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara

F. SUMBER DAYA MANUSIA

1. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan,


keluarga, relawan.

2. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan


perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.

3. Pelatihan
o Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama antara para
pakar perawatan paliatif dengan Departemen Kesehatan (Badan Pembinaan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik).
Modul-modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter, modul untuk perawat, modul
untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis.
o Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran.
o Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan Pendidikan Badan
PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan
paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar.
Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti pelatihan.
4. Pendidikan Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran paliatif, ilmu
keperawatan paliatif).

G. TEMPAT DAN ORGANISASI PERAWATAN PALIATIF


o Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus.
o Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan.
o Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat,
tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah karena masih
memerlukan pengawasan tenaga kesehatan.
o Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus
atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang tidak mungkin dilakukan oleh
keluarga.

Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat pelayanan/sarana kesehatannya adalah :

1. Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat puskesmas.

2. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C dan kelas B non
pendidikan.

3. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B Pendidikan dan kelas A.

4. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan melibatkan semua unsur
terkait

H. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang dengan melibatkan


perhimpunan profesi/keseminatan terkait. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh
Departemen Kesehatan.

I. PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN MUTU PERAWATAN PALIATIF


Untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif diperlukan :

a. Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non kesehatan.

b. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan/Continuing Professional Development


untuk perawatan paliatif (SDM) untuk jumlah, jenis dan kualitas pelayanan.

c. Menjalankan program keselamatan pasien/patient safety

J. PENDANAAN

Pendanaan yang diperlukan untuk:

1. pengembangan sarana dan prasarana

2. peningkatan kualitas SDM/pelatihan

3. pembinaan dan pengawasan

4. peningkatan mutu pelayanan.

Sumber pendanaan dapat dibebankan pada APBN/APBD dan sumber-sumber lain yang tidak
mengikat. Untuk perawatan pasien miskin dan PNS dapat dimasukan dalam skema Askeskin dan
Askes.

K. KEBIJAKAN

Program paliatif yang efektif akan tercapai jikadidukung komitmen pemangku kebijakan dengan
pendekatan Kesehatan masyarakat, melalui:

o Integrasi layanan paliatif dalam system Kesehatan nasional.


o Ketersediaan layanan professional serta pemberdayaan masyarakat.
o Ketersediaan sarana prasaranaterutama untuk pengelolaan nyeri dan gejala psikologis
o Aksesibilitas setiap pasien yang memerlukan program paliatif
o Program paliatif dilakukan mulai dari RS hingga masyarakat.
L. STRATEGI
o Menjamin pelayanan paliatif pada institusi fasyankes
o Mendorong system pembiayaan Kesehatan bagi program paliatif
o Menyiapkan tenaga professional pada program paliatif
o Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam program paliatif
o Mendorong & memfasilitasi pengembangan potensi & peran masyarakat utk
menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tentang program paliatif
o Menjamin aksesibilitas masyarakat terhadap program paliatif yang berkualitas melalui
peningkatan SDM dan penguatan institusi serta standarisasi pelayanan
M. ETIKA PALIATIF
Autonomy : Hak individu dalam membuat keputusan terhadap Tindakan yang akan dilakukan
atau tidak dilakukan setelah mendapatkan informasi dari dokter serta memahami informasi
tersebut secara jelas. Pada pasien anak, autonomy diberikan kepada orang tua atau wali.

Beneficence : Tindakan yang dilakukan harus memberikan manfaat bagi pasien dengan
memperhatikan kenyamanan, kemandirian, kesejahteraan pasien dan keluarga, serta sesuai
keyakinan dan kepercayaannya.

Non-maleficence : Tindakan yang dilakukan harus tidak bertujuan mencederai atau


memperburuk keadaan kondisi yang ada.

Justice : Memperlakukan semua pasien tanpa diskriminasi (tidak membedakan ras, suku, agama,
gender dan status ekonomi) Tindakan yang telah disetujui oleh pasien dan atau keluarga harus
dituangkan dalam inform consent dan ditandatangani oleh pasien dan keluarga dan petugas
Kesehatan sebelum Tindakan dilakukan atau tidak dilakukan.

BU AGUSTINE

A. KONSEP KEPERAWATAN PALIATIF

Paliatif berasal dari kata palliate (bhs.Inggris) berarti meringankan, dan “Palliare” (bhs.Latin
yang berarti “menyelubungi”) Keperawatan paliatif merupakan jenis pelayanan kesehatan yang
berfokus untuk meringankan gejala klien, bukan berarti mendapat kesembuhan.

Menurut WHO 2011 :

Keperawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam
jiwa, Melalui bantuan mencegah dan meringankan penderitaan, mengidentifikasi dini dan
menilai serta menangani nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual

Menurut Depkes: Pedoman Kanker Terpadu Paripurna 1997 :

Semua tindakan aktif untuk meringankan beban penderita kanker  yang tidak mungkin
disembuhkan dan yang mempunyai harapan untuk sembuh. Dengan tindakan kuratif:
menghilangkan nyeri dan keluhan lain serta perbaikan dalam aspek psikologis, sosial dan
spiritual.

1. TUJUAN KEPERAWATAN PALIATIF


o Mengurangi penderitaan pasien
o Memperpanjang umur dan meningkatkan kualitas hidup pasien
o Memberikan support kepada keluarga pasien
Meski pasien meninggal, namun sebelumnya pasien sudah siap secara psikologis dan spiritual,
tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.

2. KEGIATAN PERAWATAN PALIATIF


o Memberikan bantuan dalam mengatasi rasa sakit dan gejala menyedihkan lainnya
o Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien
o Tidak mempercepat atau memperlambat kematian
o Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
o Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga menghadapi penyakit pasien
dan kehilangan.
3. PRINSIP KEPERAWATAN PALIATIF
o Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri pasien dan keluarganya
o Memberi dukungan untuk caregiver
o Memberikan pelayanan yang sesuai kompeten dan dengan kasih sayang
o Mengembang kan profesionalisme dan social support

Pediatric palliative care : mengembangkan perawatan paliatif anak melalui penelitian dan
pendidikan (Ferrell, & Coyle, 2007: 52)

4. POLA DASAR KEP. PALIATIF


o Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal
o Tidak mempercepat atau menunda kematian
o Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu
o Menjaga keseimbangan psikologis, sosial dan spiritual
o Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
o Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga
o Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya
o Menghindari tindakan yang sia-sia
5. DIMENSI KUALITAS HIDUP

(Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey Scipper, 1999)

o Penanganan permasalah kondisi fisik (gejala dan nyeri)


o Kemampuan fungsional dalam beraktifitas
o Kesejahteraan keluarga
o Kesejahteraan emosional
o Spiritual
o Fungsi social
o Kepuasan pada layanan terapi
o Orientasi masa depan (rencana dan harapan)
o Fungsi okupasi (latihan)
6. DELAPAN ASPEK KUALITAS HIDUP PASIEN PALIATIF (McCaffrey et al)
o Aspek kognitif : pasien memiliki kesadaran secara mental
o Aspek emosional : stabilitas emosi pasien dalam menghadapi penyakitnya
o Aspek perawatan kesehatan : kepuasan terhadap kualitas perawatan yang
berkesinambungan dan akses pelayanan kesehatan
o Aspek otonomi personal : pasien memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan dan
memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri
o Aspek fungsi fisik : mencakup manajemen gejala dan nyeri agar pasien dapat
beraktivitas dan melakukan hobinya
o Aspek social : hubungan dan relasi dengan keluarga, orang yang dicintai dan teman,
mendapatkan dukungan dari orang dekat
o Aspek spiritual : terkait dengan kepercayaan dan agama yang dianut sehingga pasien
mendapatkan ketenangan dan harapan
o Persiapan menghadapi kematian termasuk perpisahan dengan keluarga dan orang yang
dicintai, penyelesaian masalah pribadi, penunjukan wakil dan ahli waris dan persiapan
pemakaman

7. 5 hal yang harus diperhatikan dalam perawatan paliatif (Singer, et al)


o Manajemen nyeri
o Pertimbangkan tindakan yang sia-sia (futile care), misalnya intubasi dan resusitasi
o jantung paru pada pasien kanker paru stadium akhir
o Pertimbangan keinginan pasien
o Biaya
o Hubungan dokter-pasien dan dokter-keluarga
8. TEMPAT/MODEL PERAWATAN PALIATIF

Rumah sakit, (hospice hospital care), poliklinik, rawat singkat, rawat inap, Rumah (hospice
home care), Hospis (hospice care), Praktek bersama, tim/ kelompok perawatan paliatif

9. PRINSIP ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF


o Melakukan pengkajian dengan cermat, mendengarkan keluhan pasien dengan sungguh-
sungguh
o Menetapkan diagnosa/ masalah keperawatan dengan tepat
o Merencanakan asuhan keperawatan
o Melaksanakan tindakan/ asuhan keperawatan
o Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat
MATERI BU AGUSTINE : 2

(PERSPEKTIF KEPERAWATAN PALIATIF)

PENGERTIAN

Perspektif merupakan sudut pandang; pandangan, dalam (KBBI) merupakan kumpulan asumsi,
keyakinan tentang suatu hal. Maka dapat diartikan Perspektif ialah memandang sesuatu hal
berdasarkan cara – cara tertentu .

o Keperawatan paliatif  upaya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan


penyakit terminal dan keluarganya

o Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan sesuai konteks budaya
dan nilai yang dianut pasien dan keluarga termasuk tujuan hidup, harapan, dan niat dan
harapan pasien

TUJUAN KEPERAWATAN PALIATIF

o Meyakini hidup dan mati adalah proses yang normal, tidak menunda kematian,
mengurangi nyeri dan gejala penyakit, integrasi fisik, psikis, sosial, emosional dan
spiritual dalam memberikan pelayanan sesuai kebutuhan individu dan keluarga.
o Menyediakan sistem untuk membantu individu hidup seoptimal mungkin sampai
menjelang kematiannya
o Menyediakan sistem dukungan untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah
sepanjang perawatan pasien dan masa berduka. 

MASALAH YANG TERJADI PADA PASIEN PALIATIF

Masalah sering digambarkan adalah kejadian yang dapat mengancam diri sendiri yaitu masalah
nyeri, masalah fisik, psikologi, sosial, kultural serta spiritual (International Association For
Hospice & Palliative Care/IAHPC, 2016).

PRINSIP KEPERAWATAN PALIATIF

1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal

2. Tidak mempercepat atau menunda kematian

3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu

4. Menjaga keseimbangan psikologis, sosial dan spiritual


5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya

6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga

7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan

Tim keperawatan paliatif, mencakup : keluarga, perawat, dokter spesialis, dokter umum, ahli
gizi, psychology, rohaniawan, relawan, farmasi, fisiotherapist, social medis

KEBERHASILAN TIM

1. Kerja sama efektif dan pendekatan interdisipliner

2. Setiap anggota tim memahami peran dan fungsinya

3. Menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan secara bersama

4. Tidak ada anggota Tim yang lebih baik (primadona)

5. Tim adalah motor penggerak semua kegiatan pasien

Proses interaksi antar tim merupakan kunci keberhasilan utama

KONDISI TERMINAL

 Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui
suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito,
2006)

 Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian
adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau
mengikuti periode sakit yang panjang

Contoh penyakit terminal : kanker, AIDS, Gagal Ginjal, Stroke, Diabetes Mellitus, CHF (gagal
jantung kronis), Lansia dengan penyakit degenerative, Kecelakaan fatal.

LINGKUP KEGIATAN PERAWATAN PALIATIF

1. Penatalaksanaan nyeri

2. Penatalaksanaan keluhan fisik lain

3. Asuhan keperawatan

4. Dukungan psikologis

5. Dukungan sosial
6. Dukungan kultural dan spiritual

7. Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).

PERAN PERAWAT DI RUANG PALIATIF KRITIS

1. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu

2. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal

3. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian

4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien

5. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat

6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian

7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya,


termasuk konseling masa dukacita, jika diindikasikan

8. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan
penyakit bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT PALIATIF DALAM MEMBINA HUBUNGAN


PERAWAT-PASIEN 

1. Hubungan terapeutik perawat-pasien sebagai: profesional, teman akrab, keluarga

2. Perilaku caring perawat: jujur, sabar, bertanggung jawab, memberikan kenyamanan,


mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan sentuhan, menunjukan kepedulian,
rasa hormat, memberikan informasi dengan jelas (J. Watson).

SIKAP YANG HARUS DIMILIKI PERAWAT DALAM KEPERAWATAN PALIATIF

1. Mempunyai falsafah hidup yang kokoh, agama, dan sistim nilai

2. Mempunyai kemampuan untuk tidak “Judgemental”  terhadap pasien yang mempunyai


sistem nilai berbeda

3. Mempunyai kemampuan menjadi pendengar yang baik dan memotivasi pasien

4. Tidak menunjukan reaksi berlebihan jika terdapat bau ataupun kondisi yang tidak wajar
pada pasien

5. Mampu mengkaji, mengevaluasi secara cermat dari perilaku non verbal

6. Senantiasa menemukan cara untuk menangani setiap masalah


7. Menunjukkan perilaku caring

BU ERNA

Askep Pada Pasien dengan


Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)

systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti ras kulit
hitam, Cina, dan Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita muda dengan usia 15-40
tahun. Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang
dikenal sebagai penyakit "seribu wajah" merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis yang
belum jelas penyebabnya

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh penyakit
autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak normal melawan
jaringan tubuh sendiri. Jaringan tubuh dan organ yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung,
paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf. Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu
penyakit autuoimun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia &
Lorraine, 2006 )

Penyebab seseorang terkena lupus, antara lain : Faktor genetik, Faktor Humoral, Faktor
lingkungan, Kontak dengan sinar matahari, Infeksi virus/bakteri, Obat golongan sulva,
Penghentian lehamilan, Trauma psikis.

Lupus ditandai oleh peradangan kronis atau berulang mempengaruhi satu atau lebih jaringan
dalam hubungan dengan beberapa autoantibodi.seperti anti - sel merah dan antibodi antiplatelet,
jelas patogen, sedangkan yang lain mungkin hanya penanda kerusakan toleransi. Etiologi masih
mister, namun tampaknya penyakit ini dipicu oleh agen lingkungan dalam kecenderungan tiap
individu.

Lupus terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Countaneus Lupus

2. Discoid Lupus

3. Drug-induced lupus

Cutaneous Lupus

Lupus ini dapat di sebut dengan Discoid Lupus. Tipe lupus ini hanya terbatas pada kulit dan
ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka, leher, atau kulit kepala. Ruam dapat
terlihat jelas dengan menggunakan sinar ultraviolet. Secara umum terdapat ruam yang timbul,
bersisik dan merah, tetapi tidak gatal.

Discoid Lupus

dapat menyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ. Seperti sendi dan kulit . Bahkan bisa
menyerang ke beberapa daerah lain seperti paru-paru, darah ataupun organ dan/atau jaringan lain

Drug-induced lupus

Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf. Obat yang umumnya dapat
menyebabkan drug induced lupus adalah jenis hidralazin (untuk penanganan tekanan darah
tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan detak jantung yang tidak teratur/tidak normal).
Tidak semua orang yang memakan obat ini akan terkena drug-induced lupus

PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Laboratorium : Darah dan Urine

2. Radiologi

DIAGNOSIS
• Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis SLE
dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau lebih dari 11 kriteria

Therapy/tindakan penanganan

1. Edukasi dan konseling

2. Program rehabilitasi

3. Pengobatan medikamentosa

Penatalaksanaan Keperawatan

Manajemen Keperawatan

• Perawat harus memperkuat informasi tentang obat-obatan

• asuhan keperawatan juga berfokus pada perawatan paliatif dan memberikan dukungan
psikososial .

• mempertahankan gizi
• istirahat dan berolahraga

• menghindari matahari , dan

• mendorong ekspresi perasaan

• Diet untuk SLE adalah diet rendah garam.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

2. Masalah Keperawatan
3. Rencana Asuhan Keperawatan

4. Intervensi

5. Evaluasi

PENGKAJIAN

Data subyektif :

• Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-
kupu.

• Pasien mengeluh rambut rontok.

• Pasien mengeluh lemas

• Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.

• Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.

• Pasien mengeluh nyeri

Data obyektif :

• Terdapat ruam – ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-
kupu.

• Nyeri tekan pada sendi.

• Rambut pasien terlihat rontok.

• Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien.


• Pembengkakan pada sendi.

• Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear

MASALAH KEPERAWATAN

• Nyeri akut

• Fatigue

• Risiko infeksi

• Gangguan citra tubuh

• Risiko injuri

• Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubu

Anda mungkin juga menyukai