BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Masalah Obesitas
obesitas di dunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980
dan 2008. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2015, pada tahun
2014 terdapat lebih dari 1,9 milyar orang dewasa di atas 18 tahun mengalami
kelebihan berat badan dan lebih dari 600 juta orang mengalami obesitas. Prevalensi
kelebihan berat badan dan obesitas di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa,
dan Mediterania Timur telah mencapai tingkatan yang sangat tinggi. Kejadian ini
tidak hanya terjadi di negara maju, kenaikan prevalensi kelebihan berat badan dan
Kelebihan berat tubuh dan obesitas dapat menjadi faktor resiko penyakit karena
gangguan metabolik seperti, penyakit jantung koroner, stroke iskemia dan diabetes
umur 6-12 tahun berkisar 9,2%, pada anak usia 13-15 berkisar 2,45%, usia 16-18
berkisar 1,4%, dan usia di atas 18 berkisar 21,6%. Penyebab utama obesitas karena
tidak seimbangnya energi antara kalori yang dikonsumsi dan kalori yang
5
asupan makanan berenergi dengan kandungan lemak yang tinggi dan penurunan
aktivitas fisik karena meningkatnya pola hidup yang menetap dari berbagai bentuk
kesehatan dunia menyatakan bahwa indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu
cara untuk mengukur status gizi atau nutrisi pada orang dewasa diatas usia 19
tahun.8,9 Nilai IMT didapat dengan pembagian nilai berat tubuh dalam kilogram
dengan nilai tinggi badan kuadrat dalam meter. Hasil pengukuran IMT didapatkan
25 kg/m2 dan obesitas pada IMT ≥ 30 kg/m2. Obesitas lebih lanjut diklasifikasikan
menjadi 3 kelas. Kelas 1 obesitas (IMT 30 - 34,9 kg/m2); kelas 2 obesitas (IMT 35
2015, sekitar 2,3 miliar orang dewasa kelebihan berat badan dan akan lebih dari 700
juta akan obesitas. Kalsifikasi berat badan untuk orang dewasa tercantum pada Tabel
2.1.10
saraf simpatis, aktivasi sistem renin angiotensin, resistensi leptin, kompresi fisik
pada ginjal dan perubaha perubahan pada struktur dan fungsi pembuluh darah.
3. Obesitas juga meningkatkan kejadian terjadinya osteoartritis yang berkaitan
dengan stress mekanik yang terjadi pada tulang dan sendi terutama padasendi
perubahan pertukaran gas, penurunan kapasitas vital, dan volume respirasi yang
untuk menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan gagal jantung. Asma juga
7
syndrome (OSAS).11
resistensi leptin yang mengakibatkan adanya peningkatan jaringan lemak tubuh yang
merupakan suatu predisposisi dari SAHS (Sleep Apnea – Hipopnea Syndrome) dan
apabila terus menerus dapat membuat hipoksemia. Semua hal ini menyebabkan
adanya hiperkapnea pada pasien. Selain itu, hiperkapnea ini bisa juga disebabkan
Pickwickian, yakni suatu keadaan hiperkapnia dan hipoksemia ( PaCO2 > 45 mmHg
dan PaO2 < 70 mm Hg) saat siang hari pada pasien obesitas ( IMT ≥ 30 kg/m2 )
dari kondisi lain yang umumnya terkait dengan hiperkapnia (Tabel 2.2). Pada 90%
pasien OHS, kelainan pernapasan saat tidur berupa Obstructive Sleep Apnea (OSA),
10% sisanya berupa sleep hipoventilation. (terjadi peningkatan PaCO2 > 10 mmHg di
atas kadar paCO2 dalam keadaan sadar penuh atau desaturasi oksigen yang
signifikan, yang bukan disebabkan oleh apnea abstruktif atau hipopnea). Pada pasien
OSA dengan IMT ≤ 30 kg/m2 sangat jarang terjadi hiperkapnia. Pasien OHS tidak
dapat dikategorikan dengan jelas, apakah OSA atau sleep hipoventilation tanpa
resiko terjadinya sindrom ini adalah obesitas dan seringnya sesorang mengalami
Di Amerika Serikat, sepertiga dari populasi orang dewasa adalah obesitas , dan
prevalensi obesitas ekstrim ( IMT > 40 kg/m2 ) telah meningkat secara dramatis. Dari
1986 sampai 2005 prevalensi IMT > 40 kg/m2 telah meningkat sebesar 5 kali lipat.
Demikian pula, prevalensi IMT > 50 kg/m2 meningkat sebesar 10 kali lipat. Wabah
obesitas tidak hanya mempengaruhi orang dewasa di Amerika Serikat, tetapi juga
merupakan fenomena global yang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Dengan
pada pasien obesitas dengan OSA. Prevalensi OHS lebih tinggi dalam subkelompok
(OHS) cenderung lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita tetapi dalam
3 penelitian didapatkan bahwa kejadian OHS lebih banyak terjadi pada wanita.12,14
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Akumulasi lemak yang berlebihan pada
dada dan perut mempengaruhi paru-paru dengan gangguan fungsi mekanik sistem
Obesitas menyebabkan penurunan elastisitas dinding dada dan daya tahan otot
pernafasan. Selain itu, akan ada kehilangan volume cadangan ekspirasi dalam kasus
morbid obesitas dengan penurunan kapasitas paru total dan kapasitas residual
apnea pada saat tidur. Namun, tidak semua pasien obesitas mengalami OHS dan
independen memprediksi OHS : tingkat serum bikarbonat (P < 0.001) , indeks apnea -
hypopnea (AHI) (P = 0,006), dan saturasi oksigen yang rendah pada saat tidur (P
<0.001). Tingkat keparahan AHI tidak diterima secara universal sebagai prediktor
11
yang baik dari OHS dan bahwa AHI bukan merupakan faktor yang menentukan untuk
terjadinya OHS.12,15
kadar PaCO2 dan cenderung terjadi resistensi leptin dalam pengaturan kadar leptin yang
tinggi. (4) Interaksi antara faktor-faktor ini akhirnya menyebabkan terjadinya OHS
komplikasi paru yang dapat mengakibatkan gagal pernafasan. Meskipun ini tidak bisa
pembatasan dan kegagalan pernafasan, namun tampaknya lebih rumit dari itu. 12,15
meningkat pada orang gemuk. Selain itu, ada korelasi positif antara kadar IL-6 atau
TNF-alpha dalam plasma dengan IMT. Ada data kumulatif menunjukkan pada
obesitas terjadi aktivasi kronis dari jalur inflamasi di jaringan perifer yang mengarah
Seiring dengan teori ini respon inflamasi sistemik, didapatkan penemuan leptin
sebagai faktor penting dalam mendorong terjadinya OHS . Leptin adalah protein yang
diproduksi oleh jaringan adiposa dan bertindak pada reseptor di hipotalamus untuk
menekan nafsu makan. Hal ini juga bekerja pada jalur pusat pernapasan untuk
Ada bukti yang berkembang untuk mendukung peran resistensi leptin dalam
mendorong terjadinya OHS . Dalam sebuah makalah oleh Campo et al. dilakukan
penelitian pada 245 subyek obesitas. Subyek menjalani tes rinci dan ditemukan
Banyak hal terlibat dalam patogenesis OHS, termasuk adanya OSA dan
sindrom resistensi saluran napas atas. Obstructive sleep apnea (OSA) adalah
dengan OHS memiliki OSA secara bersamaan ( 90 % ) dan mengobati OSA dengan
positive airway pressure atau trakeostomi memperbaiki hipoventilasi siang hari pada
Dalam sebagian besar subyek dengan OSA, Kawata et al. menemukan bahwa
13,7% memiliki hiperkapnia siang hari. Pasien-pasien ini memiliki IMT dan AHI
lebih tinggi secara signifikan, serta nilai PaO2 dan kapasitas vital lebih rendah rendah
satu detik tidak berbeda antara kedua kelompok. Hiperkapnia siang hari berespon
bulan.12,15
hiperkapnia pada orang gemuk bergantung pada pengamatan bahwa pasien dengan
hipoksemia sehingga mereka gagal untuk meningkatkan ventilasi setiap menit secara
Manifestasi klinis pada sindrom ini adalah obesitas pada pria/wanita setengah
baya (biasanya IMT ≥ 35kg/m2) dengan kantuk di siang hari yang berlebihan dan
penurunan fungsi neurokognitif, terdapat gangguang tidur, sakit kepala saat bangun
tidur, dan depresi. Karena terjadinya simultan dengan OSA pada sebagian besar
pasien, dilaporkan juga gejala seperti mendengkur, apnea, dan kualitas tidur yang
buruk sehingga terjadi sakit kepala pada pagi hari dan pengurangan kinerja
pernapasan. Gejala akibat adanya kadar karbondioksida yang tinggi atau oksigen
yang rendah dapat, misalnya pasien merasa cepat lelah meskipun hanya melakukan
aktifitas ringan. Dalam kasus hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan, pasien
bawah.12,15
oksigen. Ditemukan sianosis karena kadar oksigen yang rendah yang mengakibatkan
menurunnya pengikatan oksigen oleh Hb yang pada keadaan normal satu molekul Hb
COHb. Tanda – tanda adanya gagal jantung kanan misalnya didapatkan adanya
Rerata (rentang)
Usia (tahun) 52 (42 – 61)
Jenis kelamin (%) 60 (49 – 90)
Index massa tubuh (kg/m2) 44 (35 – 56)
Lingkar leher (cm) 46,5 (45 – 47)
pH 7,38 (7.34 – 7.40)
PaCO2 (mmHg) 53 (47 – 61)
PaO2 (mmHg) 56 (46 – 74)
Serum bicarbonate (mEq/L) 32 (31 – 33)
Hemoglobin (g/dL) 15 (ND)
Apnea-hypopnea index (kali/jam) 66 (20 – 100)
Nadir oksigen selama tidur (%) 65 (59 – 76)
Saturasi oksigen < 90% 50 (46 – 56)
FVC (% prediksi) 68 (57 – 102)
FEV1 (% prediksi) 64 (53 – 92)
FEV1/FVC 0,77 (0,74 – 0,88 )
Medical research council dyspnea class 3 or 4 69 (ND)
Epworth sleepiness scale score 14 (12 – 16)
2. Kadar PaCO2 > 45 mmHg saat terjaga siang hari (daytime PaCO2);
berupa analisa gas darah untuk mengkonfirmasi adanya hiperkapnea dan hipoksemia.
Hasil analisa gas darah arteri yang diambil saat bernapas dalam udara ruangan
menegaskan PaO2 rendah, PaCO2, dan kadar bikarbonat tinggi yang menandakan sifat
pulmonalis.
periode yang berbeda dari apnea obstruktif dan hypopnea. Hipoventilasi akan lebih
sebagai kelanjutan desaturasi oksigen yang tidak terkait dengan apnea obstruktif atau
hypopneas atau pernapasan periodik. Jika alat untuk memonitor PaCO2 tersedia,
mungkin mengungkapkan peningkatan kadar PaCO2 saat tidur lebih dari 10 mmHg,
hiperkapnia dan telah jelas menunjukkan bahwa penggunaan PSG dalam pengaturan
ini memungkinkan untuk diagnosis yang akurat pada OHS. Dianjurkan mengukur
eritrositosis sekunder dan uji fungsi tiroid untuk menyingkirkan hipotiroidisme. Foto
thorax dan jika perlu, CT-scan dada harus dilakukam untuk mencari penyebab
potensial lain dari kegagalan pernapasan hiperkapnia. Pengujian fungsi paru pada
inspirasi/ekspirasi.12,15
diagnosis OHS dan merujuk pasien untuk polisomnografi dengan studi titrasi.
dari internis dan ahli endokrin mengenai terapi diabetes mellitus, hipertensi,
pengurangan berat badan, respirologist untuk manajemen gagal napas, dan seorang
Sejauh ini, tidak ada pedoman standar yang ada untuk penatalaksanaan OHS
dalam praktek klinis, sebagian besar pasien dikelola oleh respirologists. Jelas, garis
besar manajemen awal akan dipandu oleh keparahan kondisi dan ketajaman
presentasi. Namun, opsi pengelolaan jangka panjang meliputi hal-hal berikut: (1)
penurunan berat badan; (2) terapi oksigen; (3) ventilasi tekanan positif; (4)
18
OHS.16
I. Heart Failure
Heart failure atau gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana
seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: gejala gagal jantung (nafas pendek
yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan);
tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti
Rhonki Takikardi
(frekuensi nadi > 120 kali/menit)
S3 gallop
J. Hipertensi
19
hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tata laksana
Modifikasi dari American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2013