Anda di halaman 1dari 12

BISING PANSISTOLIK

Dalam skenario ini, penulis mendapatkan satu pokok permasalahan yaitu: Bagaimanakah patofisiologi timbulnya bising pansistolik, hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri tanpa disertai keadaan sianosis?

Ventriculus cordis dexter akan mengalirkan darah ke truncus pulmonalis. Atrium cordis sinistrum dimuarai oleh v. pulmonalis dextra dan sinistra masing-masing dua buah. Dan ventriculus cordis sinister akan mengalirkan darah ke aorta. (Budianto, 2004)

B. EMBRIOLOGI SEKAT DAN KATUP JANTUNG Sistem pembuluh darah mudigah manusia tampak pada pertengahan minggu ketiga, pada saat mudigah tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan akan zat makanan hanya melalui difusi saja. Pada tingkat ini, sel-sel lapisan mesoderm splanknik pada mudigah persomit lanjut diinduksi oleh endoderm di bawahnya untuk membentuk angioblas. Kemudian sel-sel berproliferasi dan membentuk kelompok-kelompok sel-sel endotel tersendiri yang disebut angiokista. (Suyono, 1997) Sekat jantung utama terbentuk antara hari ke-27 dan ke37 perkembangan mudigah, ketika mudigah mengalami pertumbuhan panjang dari 5 mm hingga kurang lebih 1617 mm. Sekat jantung dapat terbentuk melalui dua cara, yang pertama adalah dengan cara dua massa jaringan yang sedang tumbuh aktif saling mendekat hingga menjadi satu, bisa hanya satu massa sel saja yang aktif ataupun keduanya. Pembentukan semacam ini tergantung pada sintesis dan desposisi matriks-matriks ekstraseluler dan proliferasi sel. Dan terdapat massa yang tumbuh di daerah atrioventrikuler dan konotrunkal yang disebut dengan bantal-bantal endokardium. Cara pembentukan yang kedua adalah dengan tidak melibatkan bantal-bantal endokardium jika segaris kecil jaringan di dinding atrium atau ventrikel gagal bertumbuh sedangkan daerah di kanan kirinya meluas kemudian terbentuk sebuah rigi yang sempit di antara kedua bagian yang sedang meluas tersebut. Sekat semacam ini terbentuk untuk memisahkan sebagian atrium dan ventrikel. (Suyono, 1997) Pembentukan sekat di dalam atrium komunis terbentuk pada akhir minggu keempat, suatu rigi berbentuk bulan sabit tumbuh dari atrium komunis ke dalam lumen kemudian rigi ini akan meluas ke arah bantalan endokardium di dalam kanalis atrioventrikularis, rigi ini akan membentuk sebuah septum yaitu septum primum. Di antara tepi bawah septum primum dengan bantalan endokardium terbentuk sebuah lubang yang disebut dengan ostium primum. Setelah pembentukan septum primum, bantalan endokardium akan berangsur-angsur menutup ostium primum, namun sebelum penutupan tersebut sempurna, kematian sel mengahasilkan lubanglubang pada septum primum dan jika saling bergabung

Pada kasus skenario 2 ini, penulis menuliskan hipotesis sebagai berikut: Bising pansistolik dapat ditimbulkan oleh kelainan katup mitralis, yaitu insufisensi mitralis atau karena adanya kelainan ventricle septal defect (VSD). Maifestasi klinis pada kasus ini dapat timbul sebagai akibat adanya penyakit baru pada jantung baik infeksi ataupun disebabkan karena sebagai manifestasi klinis lambat akibat kelainan jantung sejak lahir yang diderita sebelumnya. Sianosis tidak ditemukan pada pasien dapat terjadi kemudian atau benar-benat tidak akan terjadi.

A. ANATOMI JANTUNG Cor berbentuk conus dengan basis di dorsocraniodexter dan apex di ventrocaudosinister. Cor mempunyai tiga facies yaiu facies sternocostalis di ventral, facies diafragmatica di dorsocaudal dan facies pulmonalis di craniodorsosinister. Bagian dalam jantung terdiri atas empat ruang, yaitu atrium cordis dextrum et sinistrum dan ventriculus cordis dexter et sinister. Di antara atrium cordis dextrum dan atrium cordis sinistrum dibatasi oleh septum interatriale. Di sana terdapat fossa ovalis yang dibatasi oleh limbus ovalis. Fossa ovalis ini merupakan obliterasi dari foramen ovale pada waktu janin. Selain itu juga ada septum interventriculare yang membatasi antara ventriculus cordis dexter dan ventriculus cordis sinister. Sedangkan di antara ventriculus cordis dexter dan atrium cordis dextrum dibatasi oleh ostium atrioventriculare dexter dan melekat valvula tricuspidalis. Di antara ventriculus cordis sinister dan atrium cordis sinistrum dibatasi oleh ostium atrioventriculare sinister yang dilekati valvula bicuspidalis/ mitralis. Di setiap valvula baik tricuspidalis maupun bicuspidalis, mereka dikaitkan oleh cordae tendineae ke m. papillaris. (Budianto, 2004) Atrium cordis dextrum dimuarai oleh v. cava superior, v. cava inferior, v. cordis minimae dan sinus coronarius.

satu sama lain disebut dengan ostium sekundum. (Suyono, 1997) Ketika lumen atrium kanan meluas akibat menyatunya kornu sinus, timbullah suatu lipatan baru berbentuk bulan sabit. Lipatan ini akan mulai menutupi ostium sekundum dan menyisakan sisa sebuah lubang yang disebut dengan foramen ovale. Jika bagian atas septum primum berangsur-angsur menghilang, akan tertinggal sebagian dan menjadi katup foramen ovale. Setelah lahir, katup foramen ovale tertekan ke septum sekundum dan menutup foramen ovale serta menyekat atrium kanan dan kiri. (Suyono, 1997) Sekat di kanalis atrioventrikularis berasal dari ujung belakang lipatan bulbo (kono) ventrikularis yang berakhir hampir di tengah-tengah sepanjang dasar bantalan endokardium superior dan jauh kurang menonjol dari sebelumnya. Selain bantalan endokardium inferior dan superior, tampak dua bantalan lain yaitu bantalan atrioventrikularis lateralis. Bantalan endokardium atas dan bawah makin menonjol ke dalam lumen dan akhirnya saling menyatu, menyebabkan kanalis atrioventrikularis benar-benar terpisah menjadi orificium atrioventrikularis kanan dan kiri pada akhir minggu kelima. (Suyono, 1997) Katup-katup atrioventrikulare terbentuk dengan diawali kejadian dikelilinginya orificium ventrikularis oleh proliferasi setempat jaringan mesenkim. Jaringan yang terletak di atas permukaan ventrikular jaringan ini menjadi berongga dan menipis karena aliran darah dan membentuk katup-katup yang tetap menempel pada dinding ventrikel melalui tali-tali otot. Chorda tendineae terbentuk dari degenerasi sel otot jantung dan diganti oleh jaringan penyambung padat. Jaringan penyambung yang dibungkus endokardium dan dihubungkan ke trabekula tebal di dinding ventrikel akan membentuk katup-katup atrioventrikularis yang berjumlah tiga di kanan dan dua di bagian kiri. (Suyono, 1997) Sekat di antara ventrikel terbentuk dari dinding medial ventrikel yang meluas dan berhimpit, kemudian berangsur-angsur bersatu sehingga membentuk septum interventrikularis pars muskularis. Selain itu, foramen interventrikularis akan mengecil dengan lengkapnya sekat konus. Kemudian foramen akan tertutup dengan keluarnya jaringan dari bantalan endokardium bawah di sepanjang puncak septum interventrikularis pars muskularis. Setelah menutup sempurna, foramen interventrikularis menjadi septum interventrikularis pars membranacea. (Suyono, 1997) C. SIKLUS KERJA JANTUNG

Kontraksi otot jantung berjalan bergantian antara atrium dan ventrikel. Pada saat kontraksi jantung disebut dengan sistol sedangkan pada relaksasi jantung disebut sebagai diastol. Pada saat sistol, ventrikel berkontraksi sedangkan atrium relaksasi, sehingga tekanan intraventricularis meninggi. Hal ini menyebabkan valvula atrioventriculare menutup, disamping itu darah akan terpompa menuju aorta dan a. Pulmonalis karena valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris pulmonalis terbuka. Penutupan valvula atrioventriculare menimbulkan bunyi jantung I. (Budianto, 2004; Agus, 2005) Sedangkan pada saat diastol, ventrikel relaksasi sedangkan atrium kontraksi sehingga tekanan intraatrial meninggi. Hal ini menyebabkan valvula atrioventriculare terbuka dan darah dari atrium masuk ke ventrikel, sedangkan valvula semilunaris aorta dan pulmonalis tertutup. Penutupan valvula semilunaris ini akan menimbulkan suara jantung II. (Budianto, 2004, Pendit, 2001; Agus, 2005) Jadi, sistole adalah saat di antara suara jantung I dan suara jantung II, sedangkan diastole saat di antara suara jantung II dan suara jantung I. Pada saat sistol, jantung berputar hingga memukul dinding depan thorax dan keadaan ini disebut dengan iktus cordis. Iktus cordis dapat diraba pada spatium intercostale V, sedikit sebelah medial linea medioclavicularis. (Budianto, 2004; Agus, 2005)

D. AKSIS JANTUNG PADA PEMERIKSAAN EKG Setiap kali terjadi eksitasi di nodus NA, arus depolarisasi akan menyebarkan gelombang dari satu bagian ke bagian yang lain secara terus menerus, hingga seluruh jantung mengalami depolarisasi. Gelombang-gelombang ini memiliki arah dan intensitas tertentu sehingga dapat digambarkan sebagai vektor-vektor kecil. Resultan dari semua vektor-vektor kecil ini akan merupakan sebuah vektor besar yang mewakili arus-arus depolarisasi jantung secara keseluruhan yang dikenal sebagai aksis jantung atau disingkat dengan aksis. (Karim, 2007) Aksis sebenarnya memiliki arah tiga dimensi, namun yang lazim dievaluasi hanya dua dimensi, yaitu bidang frontal (frontal plane) dan bidang horizontal (horizontal plane). Sandapan yang digunakan pada EKG adalah sandapan dengan sistem heksadesial yang hanya dapat mengukur aktivitas bioelektrik jantung yang merambat melalui bidang frontal dan mengukur aktivitas bioelektrik jantung dari dua kutub yang jauh dari jantung. Sandapan sistem heksadesial ini terdiri dari enam buah sandapan, yaitu:

Sandapan I : berasal dari elektroda lengan kanan (right arm = RA, negatif) ke elektroda lengan kiri (left arm = LA, positif). Sandapan II : berasal dari elektroda lengan kanan (RA, negatif) ke elektroda tungkai kiri (LL, positif). Sandapan III : berasal dari elektroda lengan kri (LA, negatif) ke elektroda tungkai kiri (LL, positif). Sandapan aVL : berasal dari sentral ke lengan kiri (left=L) Sandapan aVR : berasal dari sentral ke lengan kanan (right=R) Sandapan aVF : dari sentral ke tungkai kiri (foot=F) (Karim, 2007) Pada penilaian aksis, aksis yang dapat dievaluasi pada bidang frontal adalah aksis gelombang P, gelombang QRS dan gelombang T. Secara teoritis, setiap sandapaan yang terletak pada bidang frontal dapat dipakai untuk menghitung aksis. Namun aksis jantung dapat ditentukan dengan mudah dan cepat dengan menggunakan sandapan I dan sandapan aVF. (Karim, 2007) Maka, dari hasil resultan lead I dan aVF, aksis yang normal berada diantara 0o dan +90o, jika aksis berada diantara +90o sampai +180o, maka ini berarti aksis deviasi kanan dan dikatakan deviasi aksis kiri jika resultan lead I dan aVF antara -90o sampai 0o. Dari ketiga aksis, aksis gelombang P digunakan untuk melihat irama sinus. (Karim, 2007)

maupun penyebab lainnya. Pengaruh genetik dan lingkungan multifaktor mungkin merupakan penyebab pada banyak kasus penyakit jantung kongenital yang saat ini diklasifikasikan sebagai kelainan idiopatik. (Pendit, 2007) Penyakit jantung kongenital dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu: Malformasi yang menyebabkan pirau (shunt) kiri ke kanan. Pada malformasi jantung kongenital jenis ini, komunikasi abnormal menyebabkan darah mengalir dari rongga jantung kiri ke kanan. Yang termasuk dalam malformasi ini adalah Atrium Septal Defect (ASD), Ventricle Septal Defect (VSD) dan Patent Ductus Arteriosus (PDA). Malformasi ini mungkin asimtomatik saat lahir atau menimbulkan gagal jantung kongestif fulminan. Biasanya pada malformasi ini, sianotik tidak ditemukan sebagai gejala awal, namun akan timbul kemudian ketika sudah terjadi hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan aliran darah abnormal yang semula dari kiri ke kanan berubah arah sebaliknya dan menimbulkan sianotik pada penderita. Maka, fenomena ini sering disebut dengan sianosis tardif (lambat). (Pendit, 2007) Malformasi yang menyebabkan pirau kanan ke kiri (penyakit jantung kongenital sianotik). Malformasi ini dibedakan dibedakan oleh malformasi menjelang atau saat lahir. Pada malformasi jenis ini, darah yang kurang oksigen dari sisi kanan jantung dialirkan langsung ke sirkulasi arteri. Kelainan terpenting yang dapat menyebabkan kelainan ini adalah tetralogi fallot dan transposisi pembuluh darah besar. Biasanya, karena terjadi aliran darah dari sisi kanan jantung yang notabene berisi darah dari seluruh tubuh yang kurang akan kandungan oksigen ke sisi kiri jantung yang bertugas menerima darah bersih dan mengalirkannya langsung ke seluruh tubuh, maka pada pemeriksaan fisik akan ditemukan fenomena sianosis pada kelainan ini. sianosis dapat ditemukan sebagai manifestasi dini dan signifikan sejak awal kehidupan. (Pendit, 2007) Malformasi yang menyebabkan obstruksi. Beberapa malformasi menyebabkan hambatan aliran darah dan sebagian kasus merupakan kelainan tersendiri seperti pada stenosis katup aorta kongenital. Namun pada kasus lain, malformasi jenis ini merupakan komponen dari malformasi yang disebabkan oleh tetralogi fallot. Salah satu jenis anomali obstruksi yang cukup sering ditemukan adalah koarktasio aorta yang

E. KELAINAN JANTUNG KONGENITAL Penyakit jantung kongenital mencakup beragam malformasi, berkisar dari kelainan ringan yang hanya menimbulkan gejala minimal sampai usia dewasa, hingga anomali berat yang menyebabkan kematian pada masa prenatal. Penyebab sebagian besar penyakit jantung kongenital tidak diketahui. Namun, dapat kita bedakan faktor penyebab malformasi ini dalam dua kategori yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik jelas berperan pada sebagian kasus, misalnya pada trisomi 13, 15, 18 dan 21 serta sindrom turner dan malformasi kongenital jantung. (Pendit, 2007) Selain pengaruh lingkungan, malformasi kongenital juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan. Lingkungan berperan dalam beberapa kasus malformasi kongenital, misalnya karena infeksi rubela kongenital, pengaruh obat talidomid yang dikonsumsi ibu hamil, sinar radiasi

merupakan penyempitan abnormal lumen aorta. Biasanya pada kelainan ini sianosis selektif di ekstremitas bawah terjadi akibat perfusi bagian bawah tubuh oleh darah yang kurang beroksigen dan dialirkan melalui duktus arteriosus. (Pendit, 2007)

besar dengan pulsus bisferiens, bising sistolik di apeks, bisisng Austin Flint (diastolic rumble) di apeks dan bising sistolik trikuspid. (Mansjoer, 2001) Stenosis dan regurgitasi ini dapat terjadi sendiri pada satu atau lebih katup jantung maupun terjadi secara bersamaan pada katup yang sama. Stenosis dan regurgitasi katup yang terjadi secara bersamaan pada satu katup yang sama dan dapat dikatakan sebagai lesi campuran. Lesi ini diduga terjadi akibat katup yang mengalami stenosis dan tidak dapat bergerak leluasa sering kali tidak dapat menutup sempurna, sering terjadi akibat penyakit jantung rematik, biasanya akan mengenai banyak katup. Lesi gabungan ini dapat menetralisir atau malah memperbesar akibat fisiologi lesi murni. Namun gabungan lesi yang sama pada katup berbeda misal stenosis katup aorta dan stenosis mitralis dapat memproteksi bagian jantung lain dari kerusakan akibat usaha kompensasi jantung. (Pendit, 2005)

F. PENYAKIT KATUP JANTUNG Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai penyakit yang hampir selalu disebabkan oleh rematik yang disebabkan oleh streptokokus grup A -hemolitik, tetapi sekarang lebih banyak ditemukan penyakit katup jenis baru. Pada penyakit rematik, streptokokus ini akan menyerang beberapa bagian tubuh dan menyebabkan kelainan seperti pada persendian, jantung, chorea, eritema marginatum dan nodul subkutanis. Jika terjadi di jantung dapat menyebabkan karditis, endokarditis sehingga katup-katup menjadi fibrosis, biasanya terjadi pada katup mitralis dan katup aorta karena streptokokus lebih senang di tempat tersebut dkarena tekanan hemodinamik lebih besar pada tempat ini. Yang paling sering dijumpai adalah penyakit katup degeneratif yang berkaitan dengan meningkatnya masa hidup rata-rata pada orang-orang yang hidup di negara industri dibandingkan dengan yang hidup di negara berkembang. (Leman, 2007; Pendit, 2005) Penyakit katup jantung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stenosis dan regurgitasi. Stenosis adalah keadaan dimana lubang katup mengalami penyempitan sehingga aliran darah mengalami hambatan. Regurgitasi yang sinonim dengan insufisiensi katup merupakan kelainan dimana katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah dapat mengalir balik. Stenosis dan regurgitasi pada katup yang berbeda masing-masing akan menimbulkan bising sebagai manifestasi yang berbeda-beda baik pada waktu sistol atau pada waktu diastol. (Pendit, 2005) Stenosis mitral pada pemeriksaan fisiknya dapat ditemukan bising mid sistolik yang kasar, bising menggerendeng (rumble), aksentuasi presistolik dan bunyi jantung I lebih kencang. Sedangkan pada insufisiensi mitral ditemukan bising pansistolik yang bersifat blowing di apeks, menjalar ke aksila dan mengeras pada ekspirasi, terdengar bunyi jantung III dan diikuti diastolic flow murmur. (Mansjoer, 2001) Pada stenosis aorta didapatkan penyempitan tekanan nadi dan perlambatan lonjakan denyut arteri, murmur sistolik diamond shaped, bunyi A2 melemah, regurgitasi aorta melemah dan paradoxical splitting bunyi jantung II. Pada insufisiensi aorta akan ditemukan denyut arteri karotis yang cepat dan perbedaan tekanan darah yang

PEMBAHASAN Pada kasus kali ini diinformasikan bahwa pasien seorang anak laki-laki (10 th) dengan keluhan sering batuk pilek, cepat lelah, dan nafsu makan berkurang. Pasien lahir prematur dan memiliki kelainan jantung. Tidak terdapat sianosis maupun jari tabuh, tumbuh kembang dalam batas normal. Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 90x/menit, inspeksi dinding dada tampak normal. Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm lateral LMCS, tidak teraba thrill. Perkusi batas jantung di SIC V 2 cm lateral LMCS. Pada auskultasi terdengar bising pansistolik dengan punctum maksimum SIC IV-V parasternal kiri. Pemeriksaan hematologi rutin normal. Pemeriksaan EKG axis ke kiri, LVH, LAH. Pemeriksaan foto thorax CTR: 0.60, apeks bergeser ke kaudolateral. Pasien disebutkan memiliki kelainan jantung, dari sini dapat diperkirakan adanya gangguan pada sistem kardiovaskularnya. Namun tidak ditemukan sianosis yang biasanya merupakan tanda pada gangguan kardiovaskular. Sianosis mungkin tidak muncul karena tubuh masih sanggup mengkompensasi rendahnya saturasi oksigen pada peredaran sistemik. Sering batuk pilek berarti pada pasien terjadi infeksi saluran pernapasan berulang. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena adanya defek jantung yang mengakibatkan peningkatan aliran darah ke paru sehingga membuat traktus respiratorius menjadi basah dan fungsi toilet bronkial terganggu. Hal inilah yang memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan. Infeksi pernapasan ini dapat disebabkan oleh bakteri,

virus, atau mikroorganisme lainnya. Cepat lelah mungkin disebabkan kelainan jantung pada pasien yang menyebabkan curah jantung rendah sehingga saturasi oksigen sistemik tidak mampu mencukupi kebutuhan pasien, apalagi saat beraktivitas fisik. Nafsu makan berkurang dapat disebabkan gangguan metabolisme tubuh pasien yang terganggu akibat saturasi oksigen yang sedikit berkurang berkaitan dengan kelainan jantung yang diderita pasien. Kemungkinan lain adalah karena ketidaksempurnaan pembentukan sistem pencernaan pasien yang lahir prematur. Gangguan proses pencernaan juga dapat menurunkan nafsu makan pasien. Tumbuh kembang pasien masih terpantau normal. Hal ini perlu diperhatikan sebab apabila terjadi hambatan tumbuh kembang mungkin disebabkan oleh kelainan jantung yang menyebabkan darah yang beredar secara sistemik berkurang ataupun akibat tercampurnya darah kaya dan miskin oksigen. Akibatnya saturasi oksigen yang beredar ke seluruh tubuh berkurang sehingga terjadi hipoksemia dan hipoksia jaringan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan sel-sel dan perkembangannya. Pada kasus kali ini tidak ditemukan hambatan tumbuh kembang padahal terdapat kelainan jantung pada pasien, diperkirakan jantung masih dapat mengkompensasi turunnya saturasi oksigen sehingga tidak ditemukan hambatan tumbuh kembang. Pada usia 10 tahun, nilai sistol berkisar antara 85-125 mmHg dan diastole antara 50-80 mmHg. Pada kasus kali ini tekanan darah bernilai 120/80 mmHg dan termasuk kategori normal. Denyut nadi 90x/menit juga termasuk nilai normal. Secara normal, letak ictus cordis adalah pada SIC V linea miclavicularis sinistra sedangkan pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan ictus cordis bergeser yang merupakan tanda adanya pembesaran jantung. Pemeriksaan foto thorax yang menyatakan apex bergeser ke lateral bawah. Akibat dari hipertrofi ventrikel kiri adalah apex yang bergeser ke lateral bawah. Adanya kelainan ini juga dipastikan dengan pemeriksaan EKG yang menunjukkan axis deviasi ke kiri dengan LVH (left ventricular hypertrophy) dan LAH (left atrial hipertrophy). Aksis merupakan suatu garis yang digunakan untuk menghubungkan lingkaran dengan titik potong garis tegak lurus yang ditarik dari berbagai sandapan. Aksis kompleks QRS normalnya di antara -300 sampai +1050. Aksis yang lebih negatif dari 300 maka disebut deviasi aksis kiri sedangkan aksis yang lebih positif dari 1100 disebut deviasi aksis kanan. Aksis akan mengalami deviasi aksis kiri seiring dengan bertambahnya usia. Aksis dapat mengalami deviasi akibat perubahan proses penyebaran eksitasi. Deviasi aksis kiri pada pasien dapat diakibatkan oleh hipertrofi ventrikel kiri sehingga arus depolarisasi

ventrikel kiri menjadi lebih besar dan menggeser aksis ke kiri. Bising pansistolik (holosistolik) merupakan bising yang terjadi selama fase sistol berlangsung. Bising terjadi akibat aliran turbulen darah melalui jalan yang sempit. Bising pansistolik dapat muncul pada beberapa kelainan jantung, misalnya insufisiensi / regurgitasi mitral atau pun pada ventricle septal defect (VSD). Pada insufisiensi mitral, bising pansistolik terjadi akibat katup mitral tidak menutup sempurna saat fase sistol sehingga terjadi aliran balik ke atrium sinistrum sehingga darah yang melewati bagian katup tersebut mengasilkan bising. Bising pada penyakit ini terdengar di apeks menjalar ke aksila. Di Indonesia insufisiensi mitral sebagian besar disebabkan karena demam rheuma, namun pada kasus ini tidak ada tanda-tanda inflamasi yang berarti sehingga demam rheuma dapat dieliminir. Pemeriksaan hematologi meliputi LED, hematokrit, AT, AL, AE, Hb disebutkan normal. Dari sini dapat dideteksi tidak adanya leukositosis yang menandakan adanya infeksi. Hal ini dapat menyingkirkan anggapan adanya proses inflamasi yang berarti pada pasien. Jari tabuh merupakan manifestasi klinis dari akumulasi PGE2 di jaringan distal atau hipoksia pada jaringan. PGE2 adalah prostaglandin E2 yang diproduksi tubuh sebagai mediator inflamasi dan memegang peranan penting dalam terjadinya jari tabuh. Pada kelainan jantung dimana aliran darah yang menuju akan berkurang, sehingga proses degradasi PGE2 yang sebagian besar terjadi di paru akan terganggu. Tidak ada jari tabuh pada kasus ini menandakan tidak adanya penunpukan PGE2 di jaringan distal yang berarti tidak ada proses inflamasi pada tubuh. kESIMPULAN v Berdasarkan gejala-gejala yang terdapat pada pasien seperti LVH, LAH, bising pansistolik, dan gambaran apeks bergeser ke kaudolateral, pasien diperkirakan menderita kelainan jantung, yaitu VSD maupun insufisiensi mitral. v Untuk mengetahui kelainan jantung yang diderita pasien sebaiknya dilakukan pemeriksaan untuk mendengarkan bunyi jantung I dan II serta penjalaran bising. v Pada pasien untuk sementara dapat diberikan profilaksis untuk mencegah endokarditis, mencegah terjadinya gagal jantung pada pasien dapat diberikan diuretik dan digoxin diberikan untuk meningkatkan efektivitas fungsi miokardium.

NYERI DADA
A. LATAR BELAKANG Sistem kardiovaskular sangat berpengaruh pada homeostasis tubuh manusia. Sistema ini berfungsi mengedarkan dan memvaskularisasi seluruh jaringan dan sel di dalam tubuh manusia. Nutrisi dihantarkan oleh darah ke jaringan dan sampah-sampah hasil metabolisme juga diangkut melalui darah. Jika sistem ini terjadi kekacauan dapat ditebk bagaimana jadinya, nutrisi tidak akan tersampaikan dengan baik ke jaringan. Begitupula dengan sampah-sampah metabolisme tidak dapat diangkut dan dibuang dari tubuh kita. Tentu hal ini akan memberikan dampak buruk dan menimbulkan kelainan pada sistem tubuh lainnya. Penyakit-penyakit kardiocvaskular termasuk ke dalam penyebab kematian tersering di Indonesia, terutama disebabkan karena pola hidup dan faktor-faktor risiko lainnya. Oleh karena itu, pada tinjauan pustaka, penulis akan menjelaskan mengenai anatomi, histologi dan fisiologi jantung. Di samping itu, pada pembahasan akan dibahas mengenai pengaruh rokok dan kurang olah raga pada jantung sehingga dapat menimbulkan nyeri dada. Dan juga akan dibahasa sedikit mengenai kelainan yang ditemukan pada pemeeriksaan pada keadaan patologis jantung seperti gallop, ronkhi, bising, heaving dan thrill.

dexter dan melekat valvula tricuspidalis. Dan di antara ventriculus cordis sinister dan atrium cordis sinistrum dibatasi oleh ostium atrioventriculare sinister yang dilekati valvula bicuspidalis/ mitralis. Di setiap valvula baik tricuspidalis maupun bicuspidalis, mereka dikaitkan oleh cordae tendineae ke m. papillaris. (Budianto, 2004) Atrium cordis dextrum dimuarai oleh v. cava superior, v. cava inferior, v. cordis minimae dan sinus coronarius. Ventriculus cordis dexter akan mengalirkan darah ke truncus pulmonalis. Atrium cirdis sinistrum dimuarai oleh v. pulmanalis dextra dan sinistra masing-masing dua buah. Dan ventriculus cordis sinister akan mengalirkan darah ke aorta. (Budianto, 2004) Cor terdiri dari dua jenis sel, yaitu sel otoritmik dan sel kontraktil. Sel otoritmik merupakan sel yang dapat menghasilkan potensial aksi tanpa perlu terksitasi oleh sel lainnya, berbeda dengansel kontraktil yang perlu dieksitasi agar dapat berkontraksi. Sel otoritmik ini akan saling berhubungan dan membentuk sistem konduksi jantung. Sel kontraktil dijantung sebanyak 99% berperan dalam kerja mekanis untuk memompa darah. Sedangkan sel otoritmik, sekitar 1%, tidak berkontraksi namun mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggungjawab untuk kontraksi sel-sel kontraktil. (Tambayong, 2007) Aktivasi sel otoritmik disebabkan karena adanya depolarisasi atau pergeseranpotensil aksi sampai ambang tercapai pada saat membran mengalami potensial aksi dengan siklus yang berulang-ulang. Penyebab pergeseran ini masih belum diketahui namun secara umum karena penurunan siklus fluks pasif K+ ke luar bersamaan dengan masuknya Na+. Perjalanan konduksi berjalan dari SA node ke AV node kemudian menuju ke berkas his dan berlanjut ke crus dexter dan sisnister yang akan berakhir ke mm. Papillares. (Budianto, 2004; Tambayong, 2007) Pada beberapa jenis sel otoritmik, terdapat satu sel yang paling cepat dalm menghasilkan potensial aksi yaitu SA node. Maka, konduksi jantung akan diawali oleh SA node sebagai pacemaker kemudian diteruskan ke AV node yang kecepatannya kedua setelah SA node. Karena AV node meemiliki kecepatan kedua setelah SA node, maka akan diambil alih oleh AV node (pemacu laten). Namun jika AV node rusak, maka akan terjadi blok total. (Tambayong, 2007) Sel otot jantung selama embrio merupakan sel mesoderm splanknik bumbung jantung yang tersusun berderet mirip rantai dan pada perkembangannya membetuk tautan yang rumit sehingga terdiri atas berkas-berkas sel teranyam. Inti selnya berjumlah satu dua dan berada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Organ-organ penyusun sistema kardiovaskular adalah cor, aorta beserta cabang-cabangnya, arteri pulmonalis dari truncus pulmonalis beserta cabang-cabangnya dan vena cava superior dan inferior. (Budianto, 2004) Cor berbentuk conus dengan basis di dorsocraniodexter dan apex di ventrocaudosinister. Cor mempunyai tiga facies yaiu facies sternocostalos di ventral, facies diafragmatica di dorsocaudal dan facies pulmonalis di craniodorsosinister. Bagian dalam jantung terdiri atas empat ruang, yaitu atrium cordis dextrum et sinistrum dan ventriculus cordis dexter et sinister. Di antara atrium cordis dextrum dan atrium cordis sinistrum dibatasi oleh septum interatriale. Di sana terdapat fossa ovalis yang dibatasi oleh limbus ovalis. Fossa ovalis ini merupakan obliterasi dari foramen ovale pada waktu janin. Selain itu jug ada septum interventriculare yang membatasi antara ventriculus cordis decter dan ventriculus cordis sinister. Sedangkan di antara ventriculus cordis dexter dan atrium cordis dextrum dibatasi oleh ostium atrioventriculare

tengah setiap satu sel. Pada sel otot jantung terdapat diskus interklatus yang merupakan komplek pertautan antar sel otot jantung yang bersebelahan dan terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian transversal yang tegak lurus terhadap serabut dan bagian lateral yang berjalan paralel terhadap miofilamen. Taut ini memiliki fasia adherens yang berfungsi sebagai tempat penambat filamen aktin sarkomer terminal. Selain itu, makula adherens pada taut juga akan mengikat sel-sel jantung agar tidak terpish selama kontraksi. Taut rekah akan memungkinkan pertukaran ion di antara sel-sel yang bersebelahan sehingga memungkinkan sinyal untuk kontraksi bentuk gelombang. Berbeda dari otot rangka, otot jantung ahanya memilki satu tubulus T dan satu sisterna retikulum sarkoplasmik yang disebut dengan Diad . Sel otot jantung juga mengandung banyak mitokondria yang menggambarkan kebutuhan metabolisme aerob terus menerus. (Pendit, 2001) Pada sel otot jantung di bagian atrium akan ditemukan granul atrium yang mengandung perkursor hormon sebgai faktor natriuretik atrum yang berpengaruh pada kerja ginjal dan akan menyebabkan natriuresis dan diuresis. (Pendit, 2001) Kontraksi otot jantung timbul dengan diawali oleh kejadian aktivasi sel otoritmik kemudian terjadi potensial aksi di sel kontraktil dan merambat menuruni tubulus T yang akan merangsang pengeluaran Ca ++ di retukulum sarkoplasmuk dan Ca++ dari CES akan masuk sehingga kadar Ca++ sitosol akan meningkat dan menggeser kompleks troponin-tropomiosin yang kemudian memulai kontraksi otot, sama seperti pada mekanisme kontraksi otot rangka dengan teori sliding filamen. (Tambayong, 2007) Kontraksi otot jantung ini berjalan bergantian antara atrium dan ventrikel. Pada saat kontraksi jantung disebut dengan sistole sedangkan pada relaksasi jantung disebut sebagai diastol. Pada saat sistole, ventrikel berkontraksi sedangkan atrium relaksasi, sehingga tekanan intraventricularis meninggi. Hal ini menyebabkan valvula atrioventriculare menutup, disamping itu darah akan terpompa menuju aorta dan a. Pulmonalis karena valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris pulmonalis terbuka. Penutupan valvula atrioventriculare menimbulkan bunyi jantung I. (Budianto, 2004; Agus, 2005) Sedangkan pada saat diastole, ventrikel relaksasi sedangkan atrium kontraksi sehingga tekanan intraatrial meninggi. Hal ini menyebabkan valvula atrioventriculare terbuka dan darah dari atrium masuk ke ventrikel, sedangkan valvula semilunaris aorta dan pulmonalis

tertutup. Penutupan valvula semilunaris ini akan menimbulkan suara jantung II. (Budianto, 2004, Tambayong, 2007; Agus, 2005) Jadi, sistole adalah saat di antara suara jantung I dan suara jantung II, sedangkan diastole saat di antara suara jantung II dan suara jantung I. Pada sat sistole, jantung berputar hinga memukul dinding depan thorax dan keadaan ini disebut dengan iktus cordis. Iktus cordis dapat diraba pada sptium intercostale V, sedikit sebelah medial linea medioclavicularis. (Budianto, 2004; Agus, 2005) BAB III PEMBAHASAN

Rokok mengandung begitu banyak kandungan zat kimia yang dapat merusak tubuh. Salah satunya adalah nikotin. Nikotin pada asap rokok yang dihirup akan menyebabkan peningkatan agregasi platelet. Agregasi platelet ini dapat membentuk suatu trombus bila terus menerus tertumpuk di dalam lumen. Apabila trombus ini terbentuk atau berjalan menjadi emboli dan berubah menjadi tromboemboli lalu menempel di lumen pada pembuluh darah jantung, maka akan terbentuk plak dalam pembuluh darah jantung tersebut. Di samping itu, nikotin juga akan mempengaruhi adrenalin yang berperan dalam vasokonstriksi, termasuk arteri coronaria. Nikotin juga akan mengganggu metabolisme kolesterol dan keseimbangan HDL dengan LDL dimana nikotin akan menyebabkan stres oksidatif. Stres ini akan meningkatkan kadar LDL dan menurunkan kadar HDL. LDL yang meningkat tanpa diimbangi HDL akan mudah menempel di lumen pembuluh darah. Lama kelamaan tumpukan LDL ini akan menumpuk dan membesar sehingga terlihat sebagai plak di dalam lumen. LDL akan tertumpuk di lapisan antara tunika intima dan dibawahnya juga akan ditambah pula dengan agregasi trombosit. Selain itu, peningkatan LDL dapat menyebabkan terbentuknya foam cell, yaitu makrofag yang telah diinvasi oleh LDL yang menembus endotel. Hal ini akan menyebabkan jumlah LDL terus meningkat. Bila plak terjadi di arteri maka dapat menimbulkan arterosklerosis. Penyumbatan pembuluh arteri jantung yang akan memvaskularisasi jantung melalui arteri coronaria tentunya akan menyebabkan jaringan serta selsel di jantung tidak mendapatkan pasokan oksigen. Padahal kita tahu bahwa sel otot jantung memiliki banyak mitokondria dan membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak untuk metabolisme aerob terus menerus. Hal ini

akan mengakibatkan jantung mengalami hipoksia dan terjadi iskemia. Sebagai kompensasinya, karena sel-sel otot jantung tetap membutuhkan tenaga, maka terjadilah metabolisme anaerob guna menghasilkan energi. Metabolisme anaerob ini akan menghasilkan produk sampingan selain energi yaitu asam laktat yang kemudian akan menumpuk dan menyebabkan penurunan pH sel sehingga keadaan menjadi asidosis. Hipoksia, penurunan energi ditambah dengan asidosis akan menyebabkan fungsi ventrikel kiri menjadi terganggu sehingga kontraksi otot jantung akan berkurang dan curah jantung sekuncup akan berkurang. Hal ini kemudian berdampak akan terjadi mudah lelah. Olahraga merupakan suatu latihan stres fisik bagi tubuh kita. Saat melakukan olahraga, pembuluh darah akan berdilatasi dan kerja jantung akan meningkat. Orang yang biasa berolahraga akan melatih otot-otot jantungnya untuk bekerja secara optimal sehingga cardiac output-nya akan meningkat karena otot-otot jantung akan membesar dan kekuatannya bertambah. Sehingga ketika mendapatkan stres dari luar, sel otot jantung bekerja lebih cepat namun tidak begitu lebih berat karena sudah terbiasa memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh saat berolahraga. Apabila seseorang tidak pernah atau kurang melakukan latihan fisik, berarti latihan stres fisik yang dialami jantung juga berkurang, sehingga jantung tidak dapat menghadapi stres yang tiba-tiba muncul seperti pada keadaan aterosklerosis. Maka, pada orang yang kurang olahraga curah jantung akan sedikit dan ketika jantung mendapatkan kompresi, maka jantung tidak dapat mengatasinya dengan baik karena sel otot jantung bekerja lebih berat daripada biasanya. Sehingga kebutuhan tubuh tidak dapat diatasi dengan baik. Kurang olahraga juga akan menyebabkan ketika terjadi penyumbatan pembuluh darah, karena kurang olahraga, elastisitas pembuluh darah tidak meningkat dan luas lumen yang dapat dilewati darah akan berkurang. Selain itu, olahraga akan meningkatkan metabolisme kolesterol dan mengurangi kadar LDL dalam darah. Semakin sedikit berolahraga, semakin sedikit pula LDL yang berkurang dan semakin banyak jumlah LDL yang menumpuk dalam darah sehingga kemungkinan aterosklerosis juga meningkat. Bila trombus menyebabkan obstruksi total, maka akan terjadi infark. Setelah terjadi infark, trombus akan lisis oleh proses endogen. Ketika proses iskemi ini terjadi, maka akan terasa nyeri dada. Nyeri yang dirasakan disebabkan karena saraf viseral akan terangsang selama

iskemi miokard terjadi, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal dari miokard. Pada keadaan patologis jantung, akan ditemukan beberapa kelainan pada pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik maupun penunjang. Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang mungkin timbul dapat berupa gallop, ronkhi, bising, heaving dan thrill. Heaving dan thrill dapat ditemukan pada saat pemeriksaan palpasi. Heaving merupakan gelombang yang dirasakan di tangan pemeriksa ketika palapasi dinding dada. Heaving ini dapat disebabkan karena overload ventrikel kiri sehingga jantung hipertrofi dan menyebabkan gelombang pada dinding dada ketika dipalpasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada insufisifisiensi mitral. Sedangkan thrill adalah getaran pada tangan pemeriksa. Thrill ini dapat dirasakan karena terjadi turbulensi darah di dalam ruangan jantung. Thrill dapat dirasakan saat sistolik maupun diastolik. Pada pemeriksaan auskultasi, kelainan jantung dapat dicurigai bila kita mendapatkan adanya gallop maupun bising. Gallop adalah bunyi tambaha n jantung yang berirama seperti derap kuda. Pada normalnya, suara jantung yang terdengar hanya suara jantung I dan suara jantung II. Pada gallop akan terdengar tiga atau empat jenis suara jantung. Suara jantung tambahan ini dapat berupa suara jantung III, suara jantung IV atau suara jantung III dan suara jantung IV. Suara jantung III ditemukan tidak lama setelah suara jantung II, hal ini disebabkan karena adanya kelainan pada katup mitralis yang terganggu. Sedangkan suara jantung IV adalah suara jantung yang terdengar sesaat sebelum suara jantung I terdengar. Ini disebabkan karena adanya kontraksi yang kuat dari atrium untuk memompakan darah ke ventrikel, biasanya terjadi karena katup vena tidak tertutup sempurna. Bising adalah suara selain suara jantung yang terdengar saat auskultasi. Bising dapat terdapat selama, di awal maupun di akhir siklus sitolik atau diastolik. Bising dapat disebabkan karena adanaya stenosis ataupun insufisiensi mitral sehingga darah yang seharusnya tidak masuk dari satu ruang jantung ke ruang jantung lainnya seperti misalnya dari atrium dextrum ke atrium sinistrum, dari arteri pulmonalis ke aorta, dan sebagainya. Sebagian besar bising disebabkan karena kelainan katup jantung sehingga terdengar suara bising ketika darah mengalir pada saat seharusnya katup tertutup sempurna dan darah tidak mengalir melalui katup tersebut. Namun tidak semua bisisng sitolik merupakan kelainan organik pada katup jantung.

A. KESIMPULAN v Nikotin dalam rokok akan menyebabkan peningkatan kadar LDL dalam darah secara tidak langsung dan meningkatkan agregasi trombosit secara langsung yang keduanya akan menimbulkan aterosklerosis dan dapat menyebabkan iskemia miokard dan dapat berakhir dengan infark miokard. v Iskemi miokard akan menimbulkan nyeri dada akibat adanya rangsangan terhadap saraf viseral.

B. SARAN v Pasien dalam skenario ini perlu melakukan perubahan pola hidup dengan mengurangi merokok dan meningkatkan olahraga untuk mencegah terjadinya serangan penyakit jantung. Mengingat ayahnya terkena penyakit jantung koroner yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner ditambaha pola hidup dengan merokok dan kurang olahraga. v Nyeri dada yang dirasakan pasien perlu ditinjau kembali apakah hanya psikosomatik atau perlu tindakan medikamentosa, maka pemeriksaan penunjang lainnya serta follow up terhadap pasien ini masih diperlukan.

HIPERTENSI
A. LATAR BELAKANG Jantung merupakan suatu organ tubuh yang memegang peranan sangat penting dalam keseimbangan tubuh manusia. Jantung memiliki peranan dalam memompa darah ke seluruh tubuh dan paru-paru. Jantung sendiri memiliki beberapa bagian lagi yang memiliki fungsi masing-masing. Jika salah satu atau sebagian kecil dari bagian jantung tersebut mengalami kelainan, maka kerja jantung dalam memompa darah dan mengatur sirkulasi darah ke seluruh jaringan di dalam tubuh kelak akan turut terganggu. Maka, pengetahuan yang baik mengenai jantung perihal fisiologi dan keadaaan patologinya perlu dikuasai oleh seorang dokter guna dapat memberikan tatalaksana serta edukasi terbaik bagi pasien. Pada tinjauan pustaka penulis akan menjelaskan mengenai fisiologi tekanan darah dan hipertensi. Di samping itu, pada pembahasan akan dibahas mengenai patofisiologi masing-masing gejala dan tanda dalam kasus kali ini.

TINJAUAN PUSTAKA

A. FISIOLOGI TEKANAN DARAH Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah secara langsung adalah cardiac output (curah jantung) dan resistensi perifer total. Secara konsta tekanan arteri ratarata dipantau oleh baroreseptor dan kemoreseptor. Reseptor terpenting dalam pegaturan tekanan darah adalah sinus caroticus dan baroreseptor. Dalam kondisi normal, peningkatan tekanan darah akan mempercepat pembentukan potensial aksi di neuron aferen baroreseptor sinus caroticus dan lengkung aorta. Melalui pemebentukan potensial aksi ini pusat kontrol kardiovaskular mengurangi aktivitas simpatis da meningkatkan aktivitas parasimpatis dan akan menurunkan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, merangsang vasodilatasi arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi perifer turun. Hasil akhirnya adalah tekanan darah kembali normal. (Pendit, 2001)

B. HIPERTENSI B. RUMUSAN MASALAH Dalam skenario ini, penulis mendapatkan satu pokok permasalahan yaitu: Bagaimanakah hubungan patofisiologi satu gejala dengan gejala lainnya? Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling banyak ditemui. Namun 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebab dasarnya dan disebut sebagai hipertensi esensial. Kemungkinana penyebab hipertensi esensial adalah defek pada penanganan garam, kelainana membran plasma, tekanan fisik pada pusat kardiovaskular oleh arteri di atasnya, zat mirip digitalis endogen dan perubahan pengaturan EDRF/NO atau zat kimia vasoaktif kerja lokal. Selain hipertensi esensial juga terdapat hipertensi sekunder yang diketahui penyebabnya dan hampir semua didasarkan pada dua mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. (Tagor, 2003; Pendit, 2001) Adapun faktor risiko hipertensi adalah diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok dan genetik serta adanya tonus saraf simpatis, variasi diurnal saraf simpatis, keseimbangan modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi maupun pengaruh sistem otokrin setempat pada sistem renin angiotensi aldosteron. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan organ target yang umum dijumpai yaitu jantung, otak, ginjal, arteri perifer dan retinopati. (Yogiantoro, 2006; Pendit, 2005)

C. HIPOTESIS Pada kasus skenario 3 ini, penulis menuliskan hipotesis sebagai berikut: Manifestasi yang timbul pada pasien merupakan komplikasi dari hipertensi.

D. TUJUAN 1. Memahami fisiologi pengaturan tekanan darah. 2. Mengetahui patofisiologi hipertensi, takikardi, bising pansistolik dan hipertrofi ventrikel. 3. Mengetahui komplikasi hipertensi pada organ selain jantung dan pembuluh darah.

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario ini, didapatkan seorang pasien laki-laki usia 54 tahun datang dengan gejala berupa batuk berdahak warna merah muda, berdebar-debar, sukar tidur, kencing berkurang, kedua kaki tidak membengkak. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa tekanan darah pasien dalam kategori hipertensi, takikardi, respiratory rate meningkat (hiperventilasi), suhu badan normal, JVP tidak meningkat, ictus cordis bergeser ke lateral bawah, batas jantung kanan dalam batas normal, intensitas bunyi jantung I meningkat, bunyi jantung II normal, ditemukan bising pansistolik di apeks menjalar ke lateral, gallop positif, pada paru ditemukan ronkhi basah basal halus, tidak ditemukan hepatomegali dan ascites. Pemeriksaan lab menunjukkan hasil Hb dalam batas normal, serum ureum meningkat, serum kreatinin normal. Pemeriksaan EKG menunjukkan hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri. Hasil foto thorax menunjukkan kardiomegali, apeks bergeser ke lateral bawah, pinggang jantung menonjol, vaskularisasi paru meningkat. Pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi. Hipertensi berarti merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri sehingga akan memacu jantung untuk meningkatkan kerjanya guna mempertahankan curah jantung yang sama dengan keadaan ketika tekanan arteri normal. Peningkatan kerja jantung ini dilakukan dengan meningkatkan jumlah denyut jantung sehingga heart rate akan meningkat. Peningkatan kerja jantung menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri sebab yang bertanggung jawab memompakan darah ke seluruh tubuh melalui aorta kemudian ke arteri dan cabang-cabangnya adalah ventrikel kiri. Ketika terjadi gangguan relaksasi ventrikel kiri dan hipertrofi ventrikel kiri, jantung melakukan kompensasi dengan pengisian cepat atrium kiri sehingga timbul gallop pada pemeriksaan fisik. Pada waktu yang bersamaan, tubuh juga akan melakukan kompensasi lainnya dengan melalui mekanisme rangsangan simpatis dan peningkatan aktivasi renin angiotensin aldosteron (RAA). Ketika sistem RAA teraktivasi, maka terjadi peningkatan aldosteron yang meningkatkan retensi natrium dan kemudian memacu Frank-Starling sehingga terjadi peningkatan volume diastolik melalui vasokonstriksi sehingga meningkatkan aliran balik vena. Retensi natrium juga diikuti dengan retensi air, sehingga urin juga akan berkurang. Aktivasi RAA akan menyebabkan hiperfusi

renal yang mengakibatkan terjadinya perubahan laju filtrasi glomerulus dan terjadi peningkatan retensi ureum dan kreatinin sehingga serum ureum meningkat namun serum kreatinin tidak meningkat selamanya dan akan kembali normal kemudian. Peningkatan volume diastolik akan menyebabkan hipertrofi atrium kiri. Hipertrofi pada ventrikel dan atrium kiri ini terlihat dengan keadaan pinggang jantung yang menonjol dan apeks bergeser ke arah lateral bawah karena adanya perubahan besar jantung. Hipertrofi ini juga menyebabkan dilatasi katup mitralis yang terletak di antara atrium dan ventrikel kiri sehingga menyebabkan insufisiensi katup yang menyebabkan regurgitasi darah dari ventrikel ke atrium ketika fase sistolik. Regurgitasi ini kemudian terdengar sebagai bising pansistolik saat pemeriksaan fisik jantung. Ketika fase sistolik katup mitralis dan tricuspidalis akan menutup. Akibat adanya regurgitasi darah saat sistolik, maka intensitas bunyi jantung I meningkat. Ketika jantung melakukan kompensasi dengan kerja lebih keras, sel-sel ototnya yang membutuhkan oksigen dalam proses metabolisme aerob, lama kelamaan akan sampai pada fase di mana ambang batas oksigen sudah tercapai namun kebutuhan energi masih terus berlanjut. Hal ini akan menyebabkan sel-sel otot jantung melakukan metabolisme anaerob yang kemudian menghasilkan asam laktat sebagai salah satu produk sampingannya. Produksi asam laktat menyebabkan peningkatan kadar ion hidrogen di dalam tubuh dan menjadikan tubuh menjadi dalam keadaan asidosis metabolik. Untuk mengembalikan pH tubuh ke keadaan normal, maka tubuh melakukan kompensasi dengan sistem buffer tubuh dan dilanjutkan dengan mekanisme hiperventilasi agar CO2 dapat berkurang lebih cepat ketika sistem buffer sudah mencapai titik jenuhnya. Kompensasi akan terus berlangsung hingga pH tubuh kembali normal oleh pernapasan dan ginjal kecuali jika terjadi gagal ginjal sebab ginjal merupakan lini terakhir setelah pernapasan. Kompensasi ini juga akan mengurangi eksresi bikarbonat melalui urin dan meningkatkan eksresi ion hidrogen. Hal ini menyebabkan jumlah kalium yang dikeluarkan akan berkurang, sehingga kalium dalam tubuh meningkat dan mengakiabtkan hipereksitasi salah satunya pada otot jantung sehingga jantung berdebar-debar. Karena terjadi insufisiensi katup mitral, maka volume darah pada fase sistolik di atrium kiri akan bertambah dibanding pada keadaan normal. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan atrium kiri yang menimbulkan peningkatan tekanan vena pulmonalis dan kapiler paru. Peningkatan tekanan ini menyebabkan tekanan hidrostatik kapiler paru lebih tinggi daripada

tekanan onkotik paru. Akibatnya terjadi transudasi cairan dari kapiler paru ke jaringan interstisial yang menyebabkan perfusi jaringan sehingga pmenyebabkan edema paru. Edema paru ini mendesak bronkus dan menyebabkan lumen bronkus menjadi menyempit sehingga menyebabkan sesak napas yang mengganggu sehingga menjadi sukar tidur dan cairan yang masuk ke dalam alveolus akan menyebabkan timbulnya suara bising berupa ronkhi basah basal halus. Transudasi cairan dari kapiler paru ke jaringan interstisial paru dapat pula diikuti dengan transudasi sel-sel darah ke jaringan interstisial yaitu alveolus dan dibatukkan sehingga timbul manifestasi batuk berdahak berwarna merah muda. Pada waktu berikutnya, edema paru menimbulkan kompensasi tubuh berupa peningkatan beban jantung kanan dan menyebabkan hipertrofi jantung kanan dan pada akhirnya terjadi gagal jantung kanan dan meningkatkan JVP serta kongesti visera abdomen dan edema jaringan lunak akibat terjadinya bendungan vena sistemik. Namun, pada kasus ini gagal jantung kanan belum terjadi sehingga JVP tidak meningkat, tidak terjadi hepatomegali, ascites dan bengkak ekstremitas bawah. A. KESIMPULAN v Manifestasi klinis yang ditemukan merupakan komplikasi pada jantung sebagai kompensasi tubuh pada keadaan hipertensi, namun belum sampai mengakibatkan komplikasi pada ginjal dan otak.

B. SARAN v Menatalaksana hipertensi dengan melakukan perubahan pola hidup dan pemberian obat dengan efek diuretik, penghambat adrenergik, antagonis kalsium, vasodilator langsung, penghambat RAA atau kombinasi. Namun pemberian diuretik perlu dipertimbangkan mengingat pasien dalam keadaan asidosis.

Anda mungkin juga menyukai