Anda di halaman 1dari 19

BAB II

ATRIAL FLUTTER

Pokok bahasan :

Definisi

Etiologi dan faktor risiko

Patofisiologi

Diagnosis

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis Banding

Tatalaksana

Komplikasi

Capaian Pembelajaran :

Dari bab ini , peserta didik diharapkan mampu :

- Menjelaskan definisi, faktor risiko dan patofisiologi atrial flutter

- Melakukan anmnesis dan pemeriksaan fisik pasien atrial flutter

- Mampu membuat diagnosis atrial flutter

- Mampu melakukan tata laksana awal dan merencanakan rujukan pasien atrial flutter

Mampu menjelaskan komplikasi atrial flutter


Atrial flutter sebagai presentasi klinis aritmia

Aritmia adalah gangguan irama jantung yang terjadi akibat perubahan dari mekanisme

penjalaran impuls listrik jantung. Berdasarkan mekanismenya, aritmia dibagi menjadi

takiaritmia dan bradiaritmia, sedangkan berdasarkan letaknya aritmia dibagi menjadi

supraventrikular aritmia dan ventrikular aritmia. Atrial flutter sendiri termasuk ke dalam

supraventrikular takikardia. Beberapa presentasi klinis supraventrikular takikardia meliputi

sinus takikardi, atrial fibrilasi, atrial flutter, AVNRT (AV nodal reentrant tachycardia), AVRT

(AV reentrant tachycardia), dan JET (junctional ectopic tachycardia). Membedakan jenis

aritmia yang satu dengan lainnya ialah penting karena pengobatan dan tingkat fatalitasnya

juga berbeda. Beberapa aritmia jantung tidak berbahaya, tetapi ketika dalam kondisi abnormal

atau kondisi jantung yang lemah, aritmia bisa menyebabkan gejala kesehatan yang serius,

bahkan berpotensi fatal.

MATERI PEMBELAJARAN

1. Definisi

Atrial flutter adalah salah satu jenis supraventrikular takikardia yang disebabkan

oleh sirkuit yang masuk kembali (re-entrant) ke dalam atrium kanan. Panjang sirkuit

yang masuk kembali ini sesuai dengan ukuran atrium kanan, menghasilkan getaran atau

denyutan atrium yang cukup dapat diprediksi sekitar 300 bpm (kisaran 240-400).

2. Etiologi dan faktor risiko

Atrial flutter seringkali dijumpai pada orang-orang dengan kelainan

cardiovakuler, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kardiomiopati, dan pada

orang dengan diabetes mellitus. Namun, ia juga dapat muncul secara spontan pada orang

dengan jantung yang relative normal.


Penyakit atau masalah jantung yang dapat menyebabkan atrial flutter meliputi:

 Iskemia: menurunkan aliran darah ke jantung karena penyakit jantung koroner,

pengerasan pembuluh darah, atau pembekuan darah

 Hipertensi atau tekanan darah tinggi

 Kardiomiopati

 Katup jantung abnormal (terutama katup mitral)

 Hipertrofi

 Operasi jantung terbuka

Penyakit di bagian tubuh lain yang dapat mempengaruhi jantung meliputi:

 Hipertiroid

 Emboli paru

 PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya atrial flutter antara lain:

 Usia: Semakin bertambahnya usia, semakin besar risiko mengalami atrial flutter

 Penyakit jantung: Siapapun dengan penyakit jantung (seperti masalah katup jantung,

penyakit jantung bawaan, gagal jantung kongestif, penyakit arteri koroner, atau

riwayat serangan jantung dan operasi jantung) memiliki peningkatan risiko atrial

flutter.

 Tekanan darah tinggi: Memiliki tekanan darah tinggi, terutama jika tidak dirawat

dengan perubahan gaya hidup atau penggunaan obat, dapat meningkatkan risiko atriall

flutter
 Mengonsumsi alkohol: Bagi sebagian orang, minum alkohol dapat memicu adamya

atrial flutter. Minum dalam jumlah banyak di waktu singkat dapat meningkatkan risiko

menjadi lebih tinggi.

 Mengonsumsi obat-obat stimulan: kokain, amfetamin, dan terlalu banyak kafein.

 Riwayat keluarga: Peningkatan risiko atrial flutter dapat terjadi pada beberapa

keluarga.

3. Patofisiologi

Pada atrial flutter impuls listrik tidak dimulai dari nodus SA melainkan dari

atrium kanan dan melibatkan sirkuit besar yang meliputi daerah dekat katup trikuspid.

Hal ini akan menyebabkan atrium berdenyut cepat dan memacu ventrikel untuk berdenyut

cepat pula.

Atrial flutter disebabkan oleh ritme re-entrant. Ini biasanya terjadi di sepanjang

isthmus cavo-trikuspid dari atrium kanan meskipun atrial flutter dapat berasal dari atrium

kiri juga. Atrial flutter biasanya dimulai oleh impuls listrik prematur yang timbul di

atrium dan disebarkan oleh karena perbedaan periode refraktori jaringan atrium. Ini

menciptakan aktivitas listrik yang bergerak dalam loop terlokalisasi yang dapat terus

menerus berjalan secara mandiri, yang biasanya berlangsung sekitar 200 milidetik untuk

rangkaian lengkapnya. Untuk setiap siklus di sekitar loop, impuls listrik dihasilkan dan

disebarkan melalui atrium.

Dampak dan gejala atrial flutter tergantung pada denyut jantung orang yang

terkena. Denyut jantung lebih menunjukkan aktivitas ventrikel daripada atrium. Impuls

dari atrium dikonduksikan ke ventrikel melalui atrio-ventricular node (nodus AV). Pada

orang dengan atrial flutter, elektrokardiogram (ECG) akan menunjukkan bilik atrium
jantung berkontraksi sekitar 280-300 denyut per menit sedangkan bilik ventrikel jantung

biasanya berdetak pada laju 140-150 denyut per menit. Karena adanya periode refraktori

yang lebih lama, nodus AV dapat memberikan efek perlindungan pada detak jantung

dengan memblokir impuls atrium yang berlebihan sekitar 180 detak / menit, sebagai

contoh dari resting heart rate. (Blok ini tergantung pada usia pasien, dan dapat dihitung

secara kasar dengan mengurangi usia pasien dari 220). Jika laju flutter adalah 300 / menit,

hanya setengah dari impuls ini yang akan dikonduksikan, memberikan laju ventrikel 150 /

menit, atau blok jantung 2: 1. Penambahan obat yang bersifat mengendalikan laju jantung

atau penyakit sistem konduksi dapat menambah blok ini secara substansial.

Gambar 1. Anatomi dari atrial flutter klasik atau tipikal yang biasanya bersifat
counterclockwise. Ismus dari jaringan yang bertanggung jawab atas atrial flutter terlihat di
depan orifisius koroner (CS).
5. Diagnosis Atrial Flutter

5.1 Anamnesis

Gejala atau keluhan pada pasien dengan atrial flutter biasanya merupakan refleksi

dari berkurangnya cardiac output sebagai akibat dari denyut ventrikel yang cepat. Gejala

yang umumnya terjadi meliputi:

 Palpitasi

 Kelelahan atau berkurangnya toleransi beraktivitas

 Sesak ringan

 Presyncope

Gejala lainnya yang kurang umum antara lain angina, dispnea atau sesak berat, atau

sinkop akibat gangguan fungsi ventrikel kiri. Peristiwa tromboemboli juga mungkin

terjadi pada aritmia ini. Selain itu, pasien mungkin memiliki gejala dari kondisi yang

menyebabkan atrial flutter, bisa dari non-kardiak (misalnya, hipertiroidisme atau penyakit

paru) atau dari kardiak.

Informasi tentang faktor-faktor yang mungkin memicu episode atrial flutter,

termasuk alkohol, serta kondisi medis (misalnya, pneumonia atau infark miokard akut)

dan prosedur bedah penting untuk dicari dalam anamnesis. Tanyakan juga riwayat

penggunaan obat stimulan (misalnya, ginseng, kokain, ephedra, atau metamfetamin).

Menentukan kapan onset timbulnya gejala adalah sangat penting karena durasi

episode menentukan bagaimana manajemen penanganannya. Untuk atrial flutter yang

berlangsung lebih dari 48 jam, antikoagulasi dengan warfarin atau transesophageal

echocardiography diperlukan untuk menyingkirkan trombus di atrium kiri sebelum

kardioversi dilakukan untuk menjadi irama sinus. Pada pasien dengan riwayat atrial

flutter, anamnesis harus mencakup penyebab dan cara terminasi aritmia sebelumnya.
Irama flutter atrium sendiri tidak stabil dan biasanya berubah menjadi fibrilasi

atrium atau irama sinus. Bukan tidak mungkin pasien terus dalam atrial flutter kronis yang

stabil, tetapi kejadiannya sangat jarang. Riwayat sindrom pre-eksitasi (Wolff-Parkinson-

White) menunjukkan perlunya perhatian khusus; pasien-pasien ini berisiko untuk

konduksi 1: 1 dari gelombang flutter, yang dapat menyebabkan fibrilasi ventrikel.

5.2 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien penting untuk menentukan urgensi dari

memulihkan irama sinus. Dengan demikian, evaluasi dan pemantauan kardiopulmoner

awal untuk tanda-tanda gagal jantung atau paru membantu memandu manajemen awal.

Perhatikan detak jantung, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Takikardia mungkin

ada atau tidak ada, tergantung pada derajat blok atrioventrikular (AV) yang terkait dengan

aktivitas flutter atrium.

Denyut jantung sering sekitar 150 detak/menit karena blok AV 2: 1. (Ini tergantung

pada firing-rate atrium, yang mungkin dipengaruhi oleh obat-obatan dan juga oleh faktor-

faktor jantung intrinsik.) Pulsasi vena mungkin lebih cepat pada kecepatan flutter. Karena

blok AV mungkin bervariasi, denyut nadi bisa jadi teratur atau sedikit tidak teratur.

Hipotensi mungkin terjadi, tetapi tekanan darah normal lebih sering diamati.

Elemen lain yang dapat dilakukan dari pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut:

 Palpasi leher dan kelenjar tiroid untuk gondok

 Evaluasi leher untuk distensi vena jugularis

 Auskultasi paru-paru untuk rales atau crackles

 Auskultasi jantung untuk bunyi dan murmur jantung ekstra

 Palpasi titik impuls maksimum pada dinding dada


 Periksa ekstremitas bawah untuk edema atau gangguan perfusi

5.3 Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)

Elektrokardiografi (EKG) sangat penting dalam membuat diagnosis, dan dapat

memberikan informasi penting dalam membedakan “typical” atau "atypical" atrial flutter.

Typical Atrial Flutter (Common, or Type I Atrial Flutter)

Melibatkan IVC & trikuspid isthmus di sirkuit re-entry. Dapat diklasifikasikan lebih lanjut

berdasarkan arah sirkuit (berlawanan arah jarum jam (counter-clockwise) atau searah

jarum jam (clockwise)):

 Counter-clockwise Re-entry: Bentuk paling umum dari atrial flutter (90% kasus).

Konduksi atrium retrograde menghasilkan:

- Gelombang flutter terbalik dalam sadapan II, III, aVF

- Gelombang flutter positif dalam V1 - mungkin menyerupai gelombang P tegak

 Clockwise Re-entry: Varian yang tidak biasa ini menghasilkan pola yang

berlawanan:

- Gelombang flutter positif dalam sadapan II, III, aVF

- Gelombang flutter luas dan terbalik di V1


Gambar 2. Gambaran EKG dari Typical Atrial Flutter

Gambar 3. Gambaran EKG dari Clockwise Re-entry Typical Atrial Flutter


Atypical Atrial flutter (Uncommon, or Type II Atrial Flutter)

 Tidak memenuhi kriteria untuk atrial flutter tipikal.

 Sering dikaitkan dengan tingkat atrium yang lebih tinggi dan ketidakstabilan ritme.

 Kurang bisa menerima pengobatan dengan ablasi.

Gambar 4. Atrial Flutter atipikal dengan interval RR irregular karena konduksi

atrioventrikular variabel.

Fitur EKG dari Atrial Flutter

 Fitur Umum

- Kompleks takikardia yang sempit

- Aktivitas atrium teratur pada ~ 300 bpm

- Gelombang flatter (pola "gigi gergaji" atau saw tooth) paling terlihat pada

sadapan II, III, aVF - mungkin lebih mudah terlihat dengan membalikkan

EKG.

- Gelombang flatter di V1 mungkin menyerupai gelombang P

- Hilangnya garis dasar isoelektrik


 Fixed AV Block

Denyut ventrikel adalah fraksi dari denyut atrium, contohnya:

- 2: 1 blok = 150 bpm

- 3: 1 blok = 100 bpm

- 4: 1 blok = 75 bpm

 Variable AV Block

- Respons ventrikel irregular dan mungkin menyerupai AF.

- Pada pemeriksaan lebih dekat, mungkin ada pola rasio konduksi 2: 1, 3: 1 dan

4: 1 yang bergantian.

Gambar 5. Atrial flutter dengan 3:1 AV block.

5.4 Echocardiografi

Transthoracic echocardiography (TTE) adalah modalitas pencitraan awal yang

disukai untuk mengevaluasi atrial flutter. TTE dapat mengevaluasi ukuran atrium kanan

dan kiri, serta ukuran dan fungsi ventrikel kanan dan kiri, sehingga memudahkan

diagnosis penyakit katup jantung, hipertrofi ventrikel kiri, dan penyakit perikardial.
TTE memiliki sensitivitas rendah untuk trombi intra-atrium. Transesophageal

echocardiography (TEE) adalah teknik yang lebih disukai untuk mendeteksi trombus di

atrium kiri.

5.5 Pemeriksaan laboratorium

Anamnesis dan pemeriksaan fisik membantu menentukan pemeriksaan laboratorium

apakah yang harus dilakukan.

 Pemeriksaan fungsi tiroid dalam dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis

banding hipertiroidism. Meskipun hipertiroidisme adalah penyebab yang jarang

dari flutter atrium, hipertiroid asimptomatik, terutama pada pasien usia lanjut,

dapat bermanifestasi sebagai atrial fibrilasi atau flutter.

 Pemeriksaan CBC (complete blood count) atau darah lengkap dilakukan jika

dicurigai ada anemia atau pasien memiliki riwayat perdarahan baru-baru ini yang

terkait dengan gejala yang ada saat ini.

 Serum elektrolit, tes fungsi paru, dan kadar digoxin dapat dilakukan jika perlu

sesuai dengan anamnesis.

 Pertimbangkan untuk analisa gas darah atau BGA pada pasien dengan hipoksia

atau keracunan karbon monoksida.

 Chest x-ray mungkin berguna dalam evaluasi penyakit paru dan pembuluh darah

paru. Temuan radiografi toraks biasanya normal pada pasien dengan atrial flutter,

tetapi bukti radiografi edema paru mungkin ada pada kasus subakut.

5. Diagnosis Banding

 Atrium fibrilasi: sebagian besar tidak ireguler, tidak ada bukti aktivitas atrium

terorganisir dalam elektrokardiogram, tidak adanya gelombang P.


 Takikardia atrium multifokal: morfologi gelombang P multipel karena adanya

beberapa atrium pacer.

 Takikardia atrium dengan konduksi variabel: garis isoelektrik antara kompleks

QRS

6. Tatalaksana

Prinsip tatalaksana atrial flutter simptomatik mirip dengan prinsip tatalaksana atrial

fibrilasi yang meliputi:

 Kontrol laju atau denyut ventrikel

 Pengembalian irama sinus

 Pencegahan episode berulang atau pengurangan frekuensi atau pengurangan durasi

 Pencegahan komplikasi tromboemboli

 Meminimalisir efek samping terapi

6.1 Kontrol denyut ventrikel

Kontrol kecepatan denyut ventrikel merupakan prioritas dalam atrial flutter

karena dapat meredakan gejala. Kontrol ini biasanya lebih sulit pada atrial flutter daripada

atrium fibrilasi. Kontrol denyut ventrikel dapat dilakukan dengan obat yang memblokir

nodus AV. Blocker saluran kalsium (Ca channel blocker) intravena (misalnya, verapamil,

diltiazem) atau beta-blocker dapat digunakan, diikuti oleh inisiasi agen oral. Hati-hati

dengan efek hipotensi dan efek inotropik negative yang dapat terjadi pada penggunaan

obat ini.

6.2 Pengembalian irama sinus

Usaha pengembalian irama sinus dapat dilakukan secara farmakologis dan non-

farmakologis. Secara farmakologis dapat diberikan obat-obat anti-aritmik. Beta-blocker


intravena atau blocker saluran kalsium (dilitiazem atau verapamil) memperlambat denyut

jantung dan pada beberapa pasien dapat menghentikan aritmia. Ibutilide intravena

mengubah atrial flutter menjadi irama sinus dalam kurang lebih 30 menit pada 38-76%

pasien. Namun, kejadian takikardia ventrikel yang berkelanjutan atau tidak tetap setelah

pemberian ibutilide mencapai 7%. Efektivitas serupa dapat dicapai dengan dofetilide.

Obat anti-aritmia lainnya tidak jauh lebih baik daripada plasebo: propafenon intravena

mengubah hanya 40% pasien atrial flutter, sotalol 30% dan flecainide hanya 13%.

Amiodaron juga tidak efektif untuk konversi aritmia ini.

6.3 Pencegahan berulangnya atrial flutter

Usaha untuk mencegah berulangnya atrial flutter juga dilakukan dengan memberikan

obat anti-aritmia. Dofetilide peroral memiliki efikasi sebanyak 73% untuk

mempertahankan irama sinus selama 1 tahun, sedangkan flecainide peroral memiliki

efikasi jangka panjang sebanyak 50%. Beta-blocker oral atau blocker saluran kalsium

dapat digunakan secara efektif untuk memperlambat denyut jantung jika terjadi

kekambuhan.

6.4 Pencegahan komplikasi tromboemboli

Risiko embolisasi selama kardioversi untuk atrial flutter berkisar antara 1,7 - 7,0%,

dengan rata-rata 2,2%. Skor CHA2DS2-VASc telah terbukti baik dalam memprediksi

apakah pasien berisiko tinggi atau rendah untuk terjadinya tromboemboli. Skor ini

mencakup faktor-faktor risiko berikut:

 Gagal jantung kongestif

 Hipertensi

 Usia 65-74 tahun

 Diabetes
 Riwayat stroke sebelumnya

 Riwayat penyakit pembuluh darah

 Perempuan

Terapi antikoagulan (yaitu warfarin) diindikasikan terutama ketika atrial flutter

berdurasi lebih dari 48 jam atau onsetnya tidak pasti. Pasien dengan atrial flutter kronis

atau berulang memerlukan antikoagulan oral (warfarin dititrasi ke INR 2 sampai 3,

inhibitor trombin langsung, atau faktor Xa inhibitor). Pilihan terapi ini didasarkan pada

pertimbangan yang sama seperti untuk atrial fibrilasi.

6.5 Tatalaksana non-farmakologis

DC-synchronized shock (50 J) diindikasikan dalam semua situasi mendesak

(misalnhya kegawatan hemodinamik). Tingkat keberhasilannya antara 95-100%.

Pengobatan non-farmakologis alternatif dengan atrial overdrive pacing (transvenous atau

transoesophageal) memiliki tingkat keberhasilan 82% dan terutama digunakan selama

periode pasca operasi dalam operasi jantung. Percobaan LADIP yang baru-baru ini

diterbitkan menunjukkan tingkat keberhasilan 100% dari ablasi radiofrekuensi

(radiofrequency ablation / RFA) sebagai pengobatan lini pertama.

6.5.1 Radiofrequency Ablation (RFA)

Radiofrequency ablation (RFA) sering digunakan sebagai terapi lini pertama

untuk mencapai pemulihan permanen irama sinus. Untuk pasien dengan atrial flutter

simtomatik berulang yang terbukti isthmus-dependent di laboratorium

elektrofisiologi, tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dari 95% dapat diharapkan

dengan teknologi saat ini.


Prosedur RFA terdiri dari penempatan kateter intrakardiak ke dalam sinus

koroner, atrium, dan kateter ablasi. Target anatomi untuk cavotricuspid isthmus

(CTI) ditemukan melalui teknik mapping dan entrapment. Setelah itu, lesi linier

dibuat oleh kateter ablasi dengan menggunakan energi radiofrequency. Pada akhir

ablasi saat saluran selesai, verifikasi blok konduksi dua arah dan mengonfirmasi

tidak adanya atrial flutter dilakukan untuk memastikan ablasi selesai. Dalam kasus

yang jarang terjadi pada kegagalan pengobatan dan ablasi, ablasi nodus AV dengan

penempatan alat pacu jantung dapat diindikasikan untuk mencegah konduksi atrium

ke ventrikel dari atrial flutter yang cepat.

Ablasi kateter telah terbukti secara signifikan meningkatkan kualitas hidup

pada pasien dengan atrial flutter. Frekuensi masuk rumah sakit dan jumlah obat anti-

aritmia yang diberikan menurun secara substansial setelah ablasi.

7. Komplikasi

 Komplikasi yang paling umum dari atrial flutter adalah peningkatan risiko stroke

emboli dan kecacatan terkait dengan kejadian ini.

 Ketidakstabilan hemodinamik juga mungkin terjadi terutama pada pasien dengan

respons ventrikel yang cepat.

 Kronisitas dan kontrol atrial flutter yang buruk dapat menyebabkan takikardia

menginduksi kardiomiopati dan juga dapat menyebabkan gagal jantung yang sulit

dikontrol.
RANGKUMAN

Atrial flutter adalah salah satu bentuk aritmia dimana atrium berdenyut sekitar 240-

400 denyut/menit. Atrial flutter adalah jenis takikardia supraventrikuler terbanyak kedua

setelah atrium fibrilasi. Atrial flutter adalah takikardia macro-reentrant yang khas, yaitu sirkuit

re-entry menempati area atrium yang luas. Paling khas, takikardia berputar di atrium kanan

berlawanan arah jarum jam di sekitar anulus katup trikuspid (cavotricuspid isthmus-dependent

flutter).

Gejala atrial flutter tergantung terutama pada kecepatan denyut ventrikel dan sifat

gangguan jantung yang mendasarinya. Jika kecepatan ventrikel <120 denyut / menit dan

teratur, ada kemungkinan sedikit atau tidak ada gejala. Denyut yang lebih cepat dan konduksi

AV variabel biasanya menyebabkan jantung berdebar-debar atau palpitasi dan penurunan

curah jantung yang dapat menyebabkan gejala gangguan hemodinamik (mis., rasa tidak

nyaman pada dada, dispnea, kelemahan, dan sinkop).

Diagnosis atrial flutter ditegakkan dengan elektrokardiografi (EKG). Pada flutter yang

khas atau tipikal, EKG menunjukkan aktivasi atrium kontinu dan teratur dengan pola “gigi ger

gaji” (saw tooth), paling jelas pada sadapan II, III, dan aVF. Tatalaksana atrial flutter berfokus

pada kontrol kecepatan denyut ventrikel menggunakan obat-obatan anti-aritmia, usaha

pengembalian irama sinus dengan kardioversi, obat-obatan, atau ablasi, dan pencegahan

tromboemboli dengan antikoagulan.


REFERENSI

[1] P. Widimsky, "Atrial flutter: RF, differential diagnosis, management strategies", E-

Journal of Cardiology Practice, vol. 6, no. 12. Nov. 2007.

[2] S. Dhar et al., "Current concepts and management strategies in atrial flutter", South.

Med. J. vol. 102, no. 9, pp. 917-922. Sept. 2009

[3] A. Da Costa et al., " Results from the Loire-Ardeche-Drome-Isere-Puy-de-Dome

(LADIP) trial on atrial flutter, a multicentric prospective randomized study comparing

amiodarone and radiofrequency ablation after the first episode of symptomatic atrial

flutter.", Circulation, vol. 114, pp. 1676-1681. 2006.

[4] F. G. Cosio, " Atrial Flutter, Typical And Atypical: A Review", AER, vol. 6, no. 2, pp.

55-62. May. 2017.

[5] A. Roka, Atrioventricular Conduction in Atrial Fibrillation: Pathophysiology and

Clinical Implications, IntechOpen, 2012.

[6] M. R. Ziccardi et al., " Atrial Flutter", StatPearls, Nov. 2019.

[7] D. K. Widjaja, Gambaran Gangguan Irama Jantung yang Disebabkan karena

Hipertiroid, Semarang: Universitas Diponegoro, 2016.

[8] E. Burns, "Atrial Flutter", ECG Library, March. 2019.

[9] E. B. Mitchell, " Atrial Flutter", Merck Manual, Jul. 2019.

[10] L. Rosenthal, "Atrial Flutter", Medscape, Nov. 2019.

[11] Y. Ahmed et al., " Atrial flutter pathophysiology", WikiDoc. Nov. 2019.

Anda mungkin juga menyukai