Anda di halaman 1dari 19

Sianosis neonatus

Selama pemeriksaan fisik, bayi nampak kebiruan. Sianosis terlihat bila terdapat lebih dari 3g
hemoglobin desaturasi per desiliter. Karena itu, derajat sianosis tergantung pada saturasi
oksigen dan konsentrasi hemoglobin. Sianosis akan lebih mudah terlihat pada hipoxemia
pada polisitemia daripada pada anemia anak. Sianosis dapat menjadi tanda dari gangguan
berat pada jantung, pernafasan dan neurologis (Gomella, 2004).
Pertanyaan yang sering muncul (Gomella, 2004)
a. Apakah bayi mengalami distres respirasi?
Jika bayi menunjukkan usaha nafas yang meningkat, dengan peningkatan laju
respirasi, retraksi dan nafas cuping hidung, distres respirasi harus menjadi diagnosis
banding utama. Penyakit jantung sianotik biasanya tidak menunjukkan gejala
gangguan respirasi, yang tersering adalah takipneu tanpa retraksi. Gangguan
hematologi biasanya tanpa gejala respirasi dan kardial.
b. Apakah terdengar murmur pada bayi?
Murmur biasanya menunjukkan adanya gangguan jantung. Namun, transposisi vena
besar dapat tidak terjadi murmur (sekitar 60%).
c. Apakah sianosis bersifat kontinyu, intermitent, memiliki onset yang mendadak, atau
hanya terjadi selama menangis dan minum ASI? Sianosis intermiten lebih sering
terjadi akibat gangguan neurologis. Karena pada bayi dengan gangguan neurologis
memiliki periode apneic spells pada periode pernafasannya. Sianosis yang kontinyu
biasanya diakibatkan oleh gangguan sistem respirasi dan kardiologi. Sianosis selama
minum ASI biasanya terjadi pada bayi dengan atresi esofagus dan refluks esofagus
berat. Sianosis yang terjadi secara tiba-tiba dapat disebabkan sedikitnya volume udara
inspirasi pada pneumothorax. Sianosis yang menghilang saat menangis, dicurigai
terjadio atresia koana. Bayi dengan tetralogy of fallot nampak sianosis saat menangis.
d. Apakah ada pembedaan sianosis?
Sianosis yang terjadi pada tubuh bagian atas adan bawah mengindikasikan terjadinya
gangguan jantung berat. Yang paling sering terjadi adalah sianosis pada anggota tubuh
bawah pada paten duktus arteriosus dimana terjadi aliran kiri-ke-kanan. Sianosis yang
terbatas pada anggota tubuh bagian atas terjadi pada hipertensi pulmonal persisten,
duktus arteriosus persisten, koartio aorta, dan transposisi arteri besar.
e. Apakah faktor prenatal dan natal yang mempengaruhi?
Bayi dari ibu diabetisi meningkatkan resiko hipoglikemi, polisitemia, sinroma distres
respirasi dan penyakit jantung. Infeksi, seperti halnya yang terjadi pada ketuban pecah
dini, dapat mengakibatkan syok dan hipotensi yang disertai sianosis. Abnormalitas
cairan amnion, seperti olighohidramnion (berhubungan dengan paru hipoplastik) atau

polihidramnion (berhubungan dengan atresia esofagus) dapat juga menjadi penyebab


sianosis. Prosedur seksio cesaria berhubungan dengan distres respirasi. Beberapa
kondisi pre-natal berhunungan dengan meningkatnya insiden penyakit jantung
kongenital. Sebagai contoh:
1) Ibu diabetisis atau pengguna cocain: transposisis arteri besar
2) Ibu yang mengkonsumsi litium: anomali ebsteins
3) Fenitoin: artrial septal defect. Ventricular septal defect, tertralogy of fallot.
4) Lupus: atrioventricular block
5) Ibu dengan penyakit jantung kongenital: meningkatkan angka kejadian pjb pada
anak.
Diagnosis banding
Penyebab sianosis pada neonatus dapat diklasifikasikan sebagai gangguan respirasi,
kardiologi, saraf pusat dan lainnya (Gomella, 2004).
a. Penyakit respirasi
1) Gangguan paru
a) Penyakit membran hialin
b) Transient tachypneu of the newborn
c) Pneumonia
d) Aspirasi mekonium
2) Volume inspirasi yang kecil
3) Defek kongenital (hernia diafragmatika, paru hipoplastik, emfisema lobaris,
malformasi kista adenomatoid, dan abnormalitas diafragma)
b. Penyakit jantung
1) Penyakakit jantung siamosis
a) Transposisi arteri besar
b) Total anomalous pulmonary venous return
c) Atresia trikuspid
d) Tertralogy of fallot
e) Truncus arteriosus
Penyakit jantung sianotik lain seperti anomali ebsteins, patent ductus arteriosus,
ventricular septal defect, hypoplastic left heart syndrome, dan atresia pulmoner.
2) Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus
3) Penyakit jantung kongestif
c. Penyakit saraf pusat
Perdarahan peri dan intraventrikel, meingitis, dan gangguan kejang primer dapat
menyebabkan sianosis. Gangguan neuromuskular seperti werdning-hoffmann disease
dan miotonik distrofi kongenital juga dapat menyebabkan sianosis.
d. Penyebab lain
1) Methemoglobinemia. Mungkin diturunkandalam keluarga. PaO2 berada pada batas
normal
2) Polisitemia/ hiperviskositas sindrom. PaO2 berada pada batas normal
3) Hipotermia
4) Hipoglikemia

5) Sepsis/ meningitis
6) Pseudosianosis disebabkan oleh pencahayaan floresensi
7) Distres respirasi akibat sekunder dari obat yang digunakan ibu (misal magnesium
sulfat dan narkotika)
8) Syok
9) Obstruksi jalan nafas atas. Atresia koana adalah obstruksi yang paling sering
berkaitan dengan abnormalitas tulang. Penyebab lain adalah laringeal web,
stenosis trakea, goiter dan sindrom pierre-robin.
Penegakkan diagnosis
Pemeriksaan fisik (Gomella, 2004)
1. Nilai apakah sianosis yang terjadi pada bayi adalah sianosis central atau sianosis
perifer.
Pada sianosis sentral, kulit, bibir dan lidah akan nampak biru. Pada sianosis sentral
PaO2 < 50 mmHg. Pada sianosis perifer, warna kulit kebiruan, namun mukosa oral
akan berwarna pink.
2. Pemeriksaan jantung
Periksa apakah ada murmur, jumlah denyut jantung dan tekanan darah
3. Pemeriksaan paru
Apakah ada reftraksi, nafas cuping hidung, atau merintih. Retraksi biasanya minimal
pada penyakit jantung
4. Pemeriksaan abdomen
Apakah ada hepatomegali. Hepatomegali dapat terjadi pada penyakit jantung
kongestif, dan lebih mudah teraba pada paru yang hiperexpansi. Bentuk perut yang
scapoid merupakan petunjuk adanya hernia diafragmatika.
5. Pemeriksaan denyut
Pada koarsio aorta denyut arteri femolaris akan menurun. Pada patent ductus
arteriosus, denyut akan teraba meloncat.
6. Pemeriksaan neurologis
adanya apneu berhubungan dengan imaturitas sistem saraf pusat. Apakah terjadi
kejang pada anak, apakah selama kejang ada henti nafasa pada anak
Pemeriksaan penunjang (Gomella, 2004)
1. laboratorik
a) Analisa gas darah
Jika pasien tidak mengalami hipoxia, mungkin terjadi methemoglobinemia,
polisitemia atau penyakit saraf pusat.jika pasien mengalami hipoxia.
b) Tes hiperoxia
Periksa oksigen arteri pada udara ruang. Setelah itu berikan oksigen 100% bayi
selama 10-20 menit. Jika bayi memiliki penyakit jantung sianotik, PaO 2 tidak akan
meningkat secara signifikan. Bila PaO2 meningkat diatas 150 mmHg,
kemungkinan penyakit jantung sianotik dapat disingkirkan. Kenaikan PaO2

dibawah 150 mmHg menunjukkan malformasi jantung sianotik, sedangkan pada


penyakit atau kelainan paru saturasi oksigen akan meningkat dan diatas 150
mmHg. Bayi dengan penyakit paru berat atau hipertensi pulmonal persisten tidak
akan mengalami peningkatan saturasi oksigen secara signifikan. Jika PaO 2
meningkat sampai <20 mmHg, dicurigai terjadi hipertensi pulmonal persisten.
c) Tes aliran kanan-ke-kiri
Tes ini digunakan untuk menyiongkirkan hipertensi pulmonal persisten.
Menggambarkan aliran simultan darah dari arteri radialis kanan (preductal) dan
aorta descenden atau arteri radialis kiri (posduktal). Jika ada perbedaan >15%
(preduktal>posduktal), maka mungkin terjadi shunt. Akan lebih mudah jika
menggunakan dua oksimeter, masing-masing diletakkan di tangan kanan
(preduktal) dan satu ditangan kiri (posduktal) jika terjadi perbedaan 10-15% maka
dapat dipastikan adanya shunt.
d) Pemeriksaan darah lengkap
Untuk menyingkirkan penyebab infeksi. Jika hematokrit >65% menunjukkan
adanya polisitemia
e) Level glukosa serum
Untuk mendeteksi adanya hipoglikemi
f) Level methemoglobin
Perubahah warna darah setelah terpapar udara menjadi berwarna coklat. Untuk
mengkonfirmasi diagnosis, maka perlu pemeriksaan spektrofotometer dilakukan.
2. Radiologi
a) Transiluminasi dada
Dapat dilakukan bila curiga pneumothorax
b) Rontgen dada
Jika gambaran thorax dalam batas normal, menujukkan penyakit saraf pusat atau
penyakit lain yang harus dicari. Rontgen thorax dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi penyakit paru, gangguan volume inspirasi, ataupun hernia
diafragmatika. Selain itu, dapat juga untuk mengkonfirmasi penyakit jantung
seperti menilai ukuran jantung dan vaskularisasi pulmonal. Ukuran jantung dapat
normal atau membesar pada hipoglikemi, polisitemi, syok dan sepsis. Penurunana
vaskularisasi pulmonal dapat terlihat di tertralogy of fallot, atresia pulmonal,
truncus arteriosus, anomali ebstein. Peningkatan gambaran arteri dapat terlihat di
truncus arteriosus, ventrikel tunggal, dan transposisi. Peningkatan gambaran vena
dapat dilihat pada sindrom hipoplastik jantung kiri, dan total anomalous
pulmonary venous return.
c) EKG

EKG perlu dilakukan untuk mengevaluasi penyebab sianosis. EKG biasanya


normal pada pasien methemoglobinemia, atau hipoglikemia. Pada pasien dengan
polisitemia, hipertensi pulmonal, dan penyakit paru primer EKG mungkin normal
tapi

juga

dapat

menunjukkan

hipertrofi

ventrikel

kanan.

EKG

dapat

mengidentifikasi atresia trikuspid yang ditandai dengan deviasi axis ke kiri dan
hipertrofi ventrikular.
d) Echocardiography
Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi jika dicurigai adanya penyakit jantung
e) USG kepala
Untuk menyingkirkan [erdarahan peri dan intraventrikular.
Tatalaksana (Gomella, 2004)
Tatalaksana umum
1. Pemeriksaan fisik yang cepat dan tepat
Transiluminasi dada dengan cara memeriksa diruangan gelap, dan mendekatkan
cahaya dengan pencahayaan kuat pada dinding dada anterior diatas puting susu dan di
bagian axilla. Bagian yang bermasalah memiliki gambaran lebih terang dibandingkan
bagian yang sehat. Transiluminasi tidak efektif untuk pneumothorax yang minimal.
Mengkonfirmasi dengan pemeriksaan foto thorax lebih dianjurkan, sebelum
melakukan tindakan pemasangan chest-tube. Jika terdapat tension pneumothorax,
dekompresi harus segera dilakukan. Dekompresi dilakukan pada SIC 2-3 di linea
midclavikula, dengan menggunakan angiocath atau jarum yang di sertai pemasangan
chest tube.
2. Melakukan pemeriksaan laboratorium (analisa gas darah, darah lengkap dan rontgen
thorax)
3. Melakukan test hiperoxia
Tatalaksana spesifik
1. Penyakit paru
2. Pneumothorax
Penumothorax adalah terperangkapnya udara dicavum pleura. Pada neonatus dapat
terjadi akibat dari penggunaan ventilator dan tanpa penggunaan ventilator. Pada bayi
dengan ventilator maka akan terjadi overdistensi alveolus, atau kegagalan saat
mengurangi tekanan ventilator saat daya kembang paru membaik. Pneumothorax
terjadi akibat ruptur alveolus. Udara akan memenuhi pleura menyebabkan
pneumothorax. Pneumothorax dapat juga terjadi secara spontan saat proses
persalinan, saat terjadi tekanan untuk membuka alveolus yang kolaps, terjadi pada
sekitar 1% angka kelahiran.
Tatalaksana:

Pemberian oksigen, dilanjutkan dekompresi


3. Defek kongenital
Pada hernia diafragmatika dibutuhkan koreksi secara bedah
4. Penyakit jantung
Penggunaan prostaglandin E1 (PGE1) diindikasikan untuk obstruksi aliran jantung
kanan (atresia trikuspid, stenosis pulmonal, dan atresia pulmonal), onstruksi jantung
kiri (sindrom hipoplasi jantung kiri, stenosis katup aorta, koartio aorta preduktal, dan
gangguan arcus aorta) dan pada transposisi arteri besar. PGE 1 dikontraindikasikan
untuk penyakit membran hialin, dan penyakit jantung dominan aliran kiri-ke-kanan
(patent ductus arteriosus, trunkus arteriosus, atau ventrikel septum defek) jika
diagnosis tidak jelasm maka PGE1 percobaan dapat diberikan selama 30 menit untuk
memperbaiki nilai gas darah.
5. Penyakit saraf pusat
6. Methemoglobinemia
Pemberian methylene blue hanya jika kadar methemoglobin meningkat dan bayi
dalam keadaan distres kardiopulmonal (takipneu dan takikardi). Diberikan 1mg/kgbb
methlene blue 1% dalam normal salin iv. Sianosis akan teratasi dalam 1-2 jam.
7. Syok
8. Polisitemia
Polisitemia adalah keadaan dimana kadar hematokrit 68% pada neonatus (batas atas
normal pada neonatus adalah 65%). Polisitemia terjadi pada 1.5-4% pada neonatus.
Neonatus dengan polisitemia biasanya asimptomatis. Gejala yang mungkin adalah
distres pernafasan, takipneu, hipoglikemi, letargi, tidak nafsu makan, dan sianosis.
Naonatus yang mengalami polisitemia menunjukkan tanda-tanda dehidrasi akibat
hemokonsentrasi akibat peningkatan hematokrit. Biasanya jelas pada neonatus berusia
> 48 jam.
Tatalaksana:
Jika dehidrasi akibat hemokonsentrasi sekunder, maka dilakukan rehidrasi selama 6-8
jam. Jenis cairannya tergantung pada umur dan kadar elektrolit 130-150 ml/kg/hari.
Kadar hematokrit dievaluasi tiap 6 jam, dan akan berkurang jika rehidrasi adekuat.
Jika terjadi polisitemia tanpa gelala, maka diberikan rehidrasi 20-40 ml/kg /hari, dan
evaluasi hematokrit per 6 jam. Jika polisitemia dengan gejala, maka diberikan
transfusi tukar. Untuk menghitung volume plasmanat yang dibutuhkan
(berat kgbb X volum darah 80ml/kg) x (hct pasien- hct target)
Hct pasien
Target kadar Hct biasanya 50-55, transfusi tukar dilakukan melalui vena umbilikal,
atau melalui vena perifer. Cairan yang dapat digunakan adalah plasmanate, 5%
albumin, normal saline, atau fresh frozen plasma.
Komplikasi:

Hiperbilirubin, kejang, enterokolitis nekrotikan, ileus, gagal ginjal, hipokalsemi,


trombosis vena renalis, dan gagal jantung kongestif.
9. Atresia koana
Membutuhkan prosedur bedah
10. Hipotermia
Dapat dilakukan rewarming dengan target kenaikan suhu 1 C /jam kecuali pada
BBLR <1200g, umur kehmailan <28 minggu atau suhu <32C maka neonatus dapat
di rewarming lebih lambat (0.6C/jam).
11. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar gula darah plasma <40-45mg/dL. Gejala hipoglikemi
apada neonatus emliputi hipotonia, reflek menyusu tidak adekuat, iritable, respirasi
yang ireguler, nafsu makan menurun, reflek moro meningkat, sianosis, tremor, kejang,
letargi, perubahan kesadaran, suhu tubuh tidak stabil dan koma. Jarang disertai
bradikardi, takikardi, high pitched cry, takipneu, dan muntah. 40% neonatus dengan

hipoglikemi lahirGagal
dari ibu
diabetes,
atau diabetes
kehamilan.
nafas
( sindrom
distresdalam
respirasi,
pneumonia, aspirasi mekonium, pn
Tatalaksana: Obstruksi saluran nafas atas (sindrome pierre-robin, cincin vaskular, tumor
Infus minibolusHipoventilasi
2ml/kg 10% (glukosa
kecepatan
1.0ml/menit.
Selanjutnya
apneu,dengan
asfiksia
perinatal,
sepsis, gangguan
metabolisme, a
Ambilan
paru
yang tidak
diberikan IVFD glukosa 6-8
mg/kg/oksigen
menit dan
dievaluasi
setiapefektif
30-60 menit.

Daftar pustaka
Gomella, Tricia Lacy., M. Douglas Cuningham, et al. 2004. Neonatology:
Cyanosis.Mc Graw Hill. P 216-229
(Gomella, 2004)

Peningkatan resistensi vaskular paru ( hipertensi pulmonal persisten ideopatik, total anomalous pulmonary
Anomali jantung kongenital ( tertralogy of fallot, atresia pulmonar, stenosis pulmonal dengan septum ventr

Aliran darah paru yang tidak efektif


Sianosis sentral

Sianosis adalah kebiruan pada kulit dan membran mukosa disebabkan peningkatan
konsentrasi hemoglobin tereduksi (>1.9-3.1 mmol/L) dalam darah. Diklasifikasikan
sebagai sianosis perifer dan sianosis sentral (Izraelit, 2011).
1. Sianosis perifer atau disebut akrosianosis pada neonatus adalah adanya kebiruan

pada tangan dan kaki


Transposisi arteri besar
2. Sianosis sentral adalah tanda patologis serius yang melibatkan
dan kebiruan
Total kulit
anomalous
pulmonary venou
Aliran
darah
paru
abnormal
Cor triatriatum dexter
pada bibir dan lidah.

Pulmonary arterio venous malform

Patofisiologi dan penyebab tersering dari sianosis sentral pada neonatus adalah

Methemoglobinemia
Penyebab lain dengan pO2 normal
polisitemia

Izraelit, A., V. Ten, G. Khrishamurthy, dan V. Ratner. 2011. Case Report: Neonatal Cyanosis:
Doagnosis and Management Challenges. International Scholarly Research Network. Vol
2011.

Sianosis central adalah kebiruan pada kulit, membran mukosa dan lidah, yang terlihat bila
hemoglobin deoksigenasi > 3 g/dL diukur dari darah arteri, atau >5 g/dL (>3.1 mmol?l)

diukur dari darah kapiler. Berhubungan dengan tekanan oksigen parsial arteri yang rendah
(PaO2) dan rendahnya saturasi hemoglobin oksigen (SaO 2) yang diukur dengan oksimetri.
Sianosis dipengaruhi oleh konsentrasi absolut deoxy Hb, bukan rasio oxy Hb: deoxy Hb
(Sasidgaran, 2004).
Sianosis perifer adalah kebiruan pada kulit, tanpa melibatkan mukosa membran dan lidah,
dan kadar PaO2 normal. Sianosis perifer terjadi karena peningkatan ekstraksi oksigen karena
gerakan lamban melalui kapiler menyebabkan peningkatan darah terdeoksigenasi di vena.
Ketidakstabilan vasomotor dan vasokontriksi akibat penurunan cardiac output, kedinginan
dan polisitemia dapat menyebabkan gerakan lamban ini di kapiler. Sianosis perifer dapat
normal pada neonatus, terutama jika hanya terjadi di ekstrimitas (akrosianosis) akibat
vasokonstriksi akibat hipotermi singkat, tapi dapat juga akibat sepsis (Sasidgaran, 2004).
Penegakkan diagnosis (Sasidgaran, 2004).
1. Anamnesis
Menanyakan riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat keluarga dengan penyakit
jantung bawaan, penanyakan hasil ultrasound yang pernah dilakukan selama
kehamilan apakah menunjukkan adanya deformitas atau kecurigaan penyakit jantung.
Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan
Diabetes dalam kehamilan

Oligohidramnion
Hipertensi dalam kehamilan
Konsumsi lithium (trimester I)
Ibu usia tua

Kemungkinan penyebab sianosis neonatus


Transient Tachypneu of the Newborn,
Respiratory Distress Syndrome (RDS),
hipoglikemi, Transpotsition of the Great
Arteries
Hipoplasi pulmonal
IUGR, polisitemia, hipoglikemi
Anomali ebsteins
Trisomi 21 dengan defek jantung
kongenital (sianoti dan non sianotik)

Riwayat persalinan
Riwayat persalinan
Kemungkinan penyebab sianosis neonatus
Ketuban pecah dini, demam, infeksi Sepsis
selama kehamilan
Sedatif/ anestesi
Distres respirasi, apneu
Seksiop cesaria
Transient Tachypneu of the Newborn, dan
hipertensi pulmonal persisten (PPHN)
Lahir prematur
RDS
Mekonium +
Sindrom aspirasi mekonium (pneumonia)
2. Pemeriksaan fisik
a. Menentukan tipe sianosis, sianosis sentral atau perifer

b. Mengevaluasi tanda vital, adakah tanda distres respirasi seperti takipneu, retraksi,
nafas cuping hidung dan merintih biasanya mengindikasikan adanya masalah dari
pernafasannya, sedangkan penyakit jantung bawaan biasanya tanpa takipneu atau
takipneu tanpa retraksi. Sepsis biasanya ditandai dengan sianosis perifer,
peningkatan denyut jantung, peningkatan laju respirasi, penurunana tekanan
darah, suhu tubuh yang bisa meningkat atau lebih rendah dari normal (normal
36.5-37.5C)
c. Menyingirkan kemungkinan atresia koana, dengan memasukkan kateter melalui
nares.
d. Mengevaluasi adakah murmur. Murmur sistolik biasa terdengar pada PJB sianotik
(kecuali TGA-dengan septum ventrikel intak dan tanpa stenosis pulmonal)
e. Mengevaluasi abdomen, bentuk abdomen yang scapoid menandakan hernia
diafragmatika
f. Menyingkirkan

kemungkinan

penyebab

neurologis,

mengobservasi

pola

pernafasan adakah apneu, dan periodic breathing yang biasa berhubungan dengan
imaturitas sistem saraf. Kejang dapat menyebabkan sianosis pada bayi akibat
kegagalan bernafas selama episeode kejang.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Darah lengkap dan hitung jenis
Leukositopenia atau leukositosis mengindikasikan sepsis
Hematokrit >65% menegakkan diagnosis polisitemia
b. Glukosa serum
Untuk mendeteksi hipoglikemi
c. Analisis gas darah
PO2 arteri untuk mengkonfirmasi sianosis sentral, sedangkan SaO2 buakn
indikator yang baik karena afinitas Hb fatal terhadap O2 tinggi.
Peningkatan PaO2 mengindikasikan gangguan pulmoner, jantung atau susunan
saraf pusat.
Penurunan pH mengindikasikan sepsis, syok sirkulasi, dan hipoksemi berat
d. Methemoglobinemia
Penurunan SaO2 , normal PaO2, darah berwarna coklat pekat
e. Tes hiperoxia
Dengan memberikan oksigen 100% selama 10 menit
PaO2 > 100 mmHg mengarah pada gangguan pulmonal
PaO2 < 70 mmHg, peningkatan < 30 mmHg atau SaO 2 tidak mengalami
peningkatan mengarahkan pada gangguan jantung ( aliran kanan-ke-kiri)
f. Mengukur PaO2 preductal-posduktal atau SaO2
g. Radiologi
Untuk mengidentifikasi penyebab pulmonal, misalnya pneumothorax, hipoplasi
pulmonal, hernia diafragmatika, edem pulmonal, efusi pleura.

Untuk mengevaluasi penyakit jantung kongenital, kardiomegali dan kongesti


vaskuler
Egg-on-a-string pada TGA
Boot-shaped (hipertrofi ventrikel kanan) pada TOF
Snowman, bentuk 8 (anomali drainase ruang jantung) pada TAPVR
h. Ekokardiografi
Diagnosis banding (Sasidgaran, 2004).
Untuk menentukan penyebab dari sianosis pada neonatus, maka harus didasrkan pada
mekanisme sianosis.
1. Gangguan ventilasi/perfusi
Transient tachypneu of the newborn (TTN), respiratory distress syndrome ,
pneumonia, aspirasi ( mekonium, darah, cairan amnion), atelektasis, hernia
diafragmatika, hipoplasi pulmonal, perdarahan pulmonal, CCAM .
Atau akibat desakan ekstrinsik: pneumothorax, efusi pleura ataupun hemothorax
2. Aliran kanan-ke-kiri
Itrakardiak 5Ts:
Tetralogy of Fallot, tricuspid atresia, transposition of the great arteries, total
anomalous pulmonary venous return, truncus arteriosus, dan atresia pulmonal.,
anomali ebsteins (katup trikuspid abnormal), hypoplastic left heart.
Vena besar: hipertensi pulmonal persisten pada neonatus
Intrapulmonal: malformasi arteri-vena pulmonal
3. Hipoventilasi alveolar
Depresi sistem saraf pusat: asfiksia, sedasi pada ibu, perdarahan intraventrikular,
kejang, meningitis, ensefalitis
Obstruksi jalan nafas: atresia koana, laringomalasia, sindroma pierre robin
Penyakit neuromuskulat: cedera nervus frenikus, miastenia gravis neonatal
4. Gangguan difusi
Edem pulmonal: penyakit jantung obstruksi (stenosis aorta), cardiomiopati
Fibrosis pulmonal
5. Penurunan afinitas hemoglobin oksigen
methemoglobinemia
6. Penurunan sirkulasi perifer
Sepsis, syok dengan berbagai penyebab, polisitemia, hipotermia, hipoglikemia,
penurunan cardiac output (hipokalsemi, kardiomiopati)
Tatalaksana (Sasidgaran, 2004).
Tatalaksana umum
1. Monitoring jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi (ABCs)
Memberikan terapi suportif seperti pemberian oksigen dan ventilasi mekanik.
2. Monitoring tanda vital
3. Membuat akses vaskular dan mengambil sampel darah

4. Jika dicurigai sepsis dapat diberikan antibiotik spektrum luas (contoh: ampicilin dan
gentamisin)
5. Jika dari pemeriksaan mengarah pada penyakit jantung bawaan dapat diberikan terapi
insial PGE1
Sasidharan, P. 2004. An approach to Diagnosis and Management of Cyanosis in Term
Infants. Pediatr Clin N Am. 51: 999-1021

Sianosis berasal dari bahasa yunani, kata kuaneos artinya biru tua. Oksigen dibawa darah
dalam dua bentuk. Oksigen diikat oleh hemoglobin, setiap gram hemoglobin dapat mengikat
1,34mL oksigen, sedangkan jumlah oksigen terlarut di plasma (0,003 mL per 100 mL plasma)
secara klinis tidak signifikan. Oleh sebab itu, tujuannya adalah agar mendapatkan saturasi
hemoglobin dan adekuat perfusi ke jaringan.
Hemoglobin teroksigenasi berwarna merah cerah, sedangkan hemoglobin tereduksi berwarna
berwarna biru tua atau keunguan.
Bayi dengan polisitemia akan memperlihatkan sianosis meskipun saturasi oksigen relatif
tinggi, sedangkan pada anemia sianosis sulit terlihat, hanya jika saturasi oksigen sangat
rendah.
Rasio hemoglobin fetal dan hemoglobin dewasa beragam dari satu bayi ke bayi yang lain,
dan proporsi efek

terhadap saturasi oksigen setiap hemoglobin, berbeda berpengaruh

terhadap kadar PaO2. Jadi, jika bayi memiliki kadar hemoglobin dewasa lebih banyak, maka
sianosis sentral (saturasi arterial 75%-85%) akan terlihat saat kadar PaO 2 turun dibawah 50
mmHg. Sebaliknya, jika bayi memiliki kadar hemoglobin fetal yang lebih besar, maka
sianosis sentral baru akan terlihat saat PaO 2 kurang dari 40 mmHg. Jadi, bayi dengan proporsi
hemoglobin fetal yang tinggi mungkin mengalami reduksi oksigen yang serius sebelum
sianosis terlihat.
Adaptasi kardiopulmonal normal pada neonatus

Diagnosis banding pada sianosis neonatus

Algoritma evaluasi sianosis pada neonatus didasarkan pada prinsip ABCs airway, breathing
circulation
A: airway (jalan nafas)
1. Atresia koanan terjadi pada 1: 5000 bayi dimana atresia koana unilateral lebih sering
terjadi. Atresia koana perlu dicurigai ketika gejala distres pada bayi lebih menonjol
saat bayi tenang dan membaik ketika bayi menangis. Adanya atresia koana dapat
dipastikan dengan melakukan kateter suction, jika terjadi atresi koana maka kateter
suction tidak dapat melalui nares hingga orofaring, cara tersebut sama efektofnya
dengan pemeriksaan radiologis maupun ct-scan. Menstabilkan pernafasan, melalui
mulut akan membantu mengatasi distres ringan. Jika bayi mengalami neonatus maka
harus dicurigai adanya anomali yang lain, meliputi CHARGE (coloboma, heart
disease, atresia koana, retardasi pertumbuhan dan perkembangan, anomali
genitourinari, anomali telinga dan pendengaran).
2. Sindrom Pierre-Robin, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan micrognathia,
retrognathia. Obstruksi pernafasan akibat lidah bagian posteriot akan lebih nyata saat
dalam posisi telentang. Jika ada, celah palatuim tidak menimbulkan distres pernafasan
hanya menyebabbkan gangguan makan yang berat. Untuk penanganan membutuhkan
prosedur trakeostomi selama bebebrapa tahun hingga pertumbuhan mandibula cukup
untuk mempertahankan lidah dalam posisi anterior
3. Laringomalasia adalah kelainan anomali abnormal kongenital pada laring, yang
merupakan penyebab stridor inspirasi paling sering pada bayi. Laringomalasia tidak
dapat dikenali pada saat awal kehidupan, biasanya baru bisa ditegakkan beberapa
minggu awal kehiduopan bayi. Gejala pernafasan yang sering adalah memberat saat
menangis, makan dan infeksi saluran nafas. Refluk gastroesofagus sering
berhubungan. Stenosis subglotis biasanya menyertai sebagai malformasi kongenital
ataupun didapatkan kemudian akibat manipulasi jalan nafas. Bayi dengan
laringomalasia menampakkan gejala stridor, distres respirasi, ataupun apneu
obstruktif.
4. Paralisis pita suara biasanya berhubungan dengan trauma persalinan atupun trauma
prosedur bedah, dan merupakan penyebab stridor yang umum pada neonatus.
Biasanya terjadi unilateral, menyebabkan suara serak, sedangkan gejala pernafasan
minimal. Sedangkan bila terjadi bilateral, dapat menyebabkan distres pernafasan berat
dan membutuhkan trakeostomi segera. Pada kasus ini, anomali sistem saraf pusat
misalnya arnold-chiari harus dicurigai.

5. Penyebab intrinsik dan ekstrinsik kompresi trakea. Stenosis trakea ditandai dengan
adanya stridor expirasi, distres respirasi, mengi, dan batuk persisten. Gejala biasanya
memberat setelah terjadi infeksi pernafasan bagian atas. Diagnosis ini dapat
dikonfirmasi dengan melakukan bronkoskopi direk. Stenosis trakea biasanya
berhubungan dengan penyempitan cincin trakea komplit, yang membutuhkan
prosedur bedah. Beberapa keadaan ekstrinsik juga dapat menyebabkan kompresi
jalan nafas. Cincin vaskular dapat menyebabkan perkembangan abnormal dari kapiler
mediastinum, dapat menyebabkan pendesakan hingga terjadi obstruksi jalan nafas.
Anomali arteri inominata dari arcus aorta adalah penyebab tersering, namun anomali
lain termasuk arkus aorta ganda atau arteri subclavia yang menyimpang. Pemeriksaan
ct-scan ataupun MRI dapat secara akurat menentukan letak anomalinya. Masa di leher
atau mediastinum seperti teratoma, dan kistik higroma dapat juga menyebabkan
kompresi trakea, yang dicurigai bila terdapat masa dileher. Hemangioma subglotis
harus dicurigai pada neonatus yang meiliki hemangioma pada kulit. Namun
hemangioma biasanya meningkat ukurannya pada 6-12 bulan kehidupan, sedangkan
pada awal biasanya menunjukkan gejala yang ringan.
B: breathing (pernafasan)
1. Pneumonia neonatus umumnya didapat saat proses persalinan, lebih sering terjadi
pneumonia difusa daripada pneumonia lobaris. Pemeriksaan radiologi untuk
menyingkirkan gambaran groun glass apprearance dari sindrom distres pernafasan,
sedangkan pneumonia lebih sering menunjukka gambaran efusi pleura. Penumonia
bakterial adalah yang paling sering, dan patogen yang paling sering adalah
streptococcus B hemoliticus dan bacilus gram negatif lain seperti klebsiella, E. Coli,
enterobacter. Riwayat infeksi pada ibu menjadi faktor utama terjadinya pneumonia,
seperti ketuban pecah dini (.18 jam), riwayat demam pada ibu, korioamnionitis
ataupun penggunaan antibiotik profilaksis yang tidak tepat. Herpez simplex dan
citomegalovirus juga dapat menyebabkan pneumonia viral, namun biasanya disertai
infeksi diseminata. Infeksi klamidia kongenital dapat menyebabkan pneumonia, yang
biasanya muncul pada usia 2-8 minggu dengan gejala infeksi respirasi atas, seperti
batuk dan apneu.
2. Abnormalitas kongenital paru, jarang terjadi namun dapat menjadi penyebab tersering
dari distres respirasi pada neonatus. Pada awalnya biasanya akan asimtomatis, namun
gejala distres respirasa akan terus berkembang semakin nyata.

a. Hernia diafragmatika adalah defek yang cukup sering terjadi pada neonatus, tapi
karena biasanya disertai dengan hipoplasi pulmonal dan hipertensi pulmonal yang
signifikan, biasanya gejala distres pernafasan akan segera muncul setelah
kelahiran.
b. Congenital cyistic adenomatoid malformation (CCAM) adalah jaringan paru kistik
yang berhubungan dengan bronkus-bronkiolus. Dengan pemeriksaan radiologis
dapat dibedakan dengan hernia diafragmatika.
c. Pulmonary squestration memiliki karakter adanya jaringan paru primitif
nonfungsional

yang

tidak

berhubungan

dengan

trakeo-bronkial

namun

mendapatkan aliran darah dari sirkulasi sistemik (aorta torakal ataupun


abdominal). Sekuestrasi umumnya terjadi pada periode neonatus dengan gejala
yang sama dengan gejala gagal jantung kongestif, akibat dari run-off
circulation, namun kemudian lebih sering menunjukkan gejala infeksi pada
perkembangannya.
d. Congenital lobar emphysema (CLE) adalah keadaan overinflasi , area hiperplastik
paru yang dikelilingi oleh jaringan paru normal. Paling sering di lobus atas.
Gejalanya progresif, tapi jarang muncul saat lahir. Manajemennya dengan
prosedur bedah insisi, namun overinflasi ke area paru bagian lain mungkin dapat
terjadi
3. Akibat sekunder dari disfungsi sitem organ.
a. Cedera selama persalinan berhubungan dengan depresi neurologis atau hipoxicischemic enchepalopaty (HIE) biasanya berhubungan dengan hipoventilasi.
Cedera saraf frenikus dapat menyebabkan paresis diafragma. Selain itu, sekresi
oral yang berlebih dan kemampuan menelan yang tidak adekuat dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas dan menyebabkan distres respirasi.
b. Hipoglikemi juga dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan distres
respirasi sekunder, lebih sering terjadi pada neonatus dengan kecil masa
kehamilan (KMK), besar masa kehamilan (BMK), bayi dengan ibu diabetisi,
asfiksia, atau meskipun jarang terjadi, pada hiperinsulinemi (contohnya pada
nesidioblastosis atau berkwith-wiedemann syndrome).
c. Distensi abdomen akan mendesak thorak dan mengganggu pernafasan normal.
Mungkin sebagi hasil dari proses patologis gastrointestinal.(obstruksi) atau akibat
desakan masa intra abdominal ( masa genitourinari/renal, dan asites berat).
Sehingga, dapat berakibat komplikasi episode apneu yang memperlihatkan tanda
sianosis.
C: circulation

1. Hemoglobin disirkulasi memegang peranan penting dalam oksigenasi. Baik


hemoglobin kadar tinggi maupun kadar rendah, dapat menyebabkan sianosis,
meskipun dengan mekanisme yang berbeda. Polisitemia dapat menyebabkan
hipertensi pulmonal karena peningkatan kekentalan darah mengganggu perfusi
pulmonal. Kasus ini dapat terjadi pada bayi dari ibu diabetisi, neonatus dengan pengklem-an tali pusat yang tertunda, hipoxia fetal kronis ( contohnya insufisiensi
placenta, preeklamsi) pada resipien sindroma twin-twin transfusion dan dalam kondisi
trisomi 21. Sebaliknya, anemia berat dapat menyebabkan distres pernafasan karena
proses transpor oksigen ke jaringan yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
hipoxia seluler. Anemia dapat terjadi akibat penyakit hemolitik pada neonatus,
kehilangan darah akibat perdarahan eksternal (solusio plasenta, ruptur tali pusat) atau
perdarahan fetal-maternal, atau dapat terjadi pada neonatus donor pada sindrom twintwin transfusion.
2. Abnormalitas dari molekul hemoglobin dapat mengganggu ikatan hemoglobin
terhadap oksigen. Penyebab yang tersering adalah methemoglobinemia, yang
merupakan hasil dari oksidasi molekul hemoglobin dari fero normal menjadi feri.
Neonatus lebih rentan, hemoglobinj fetal lebih mudah teroksidasi daripada
hemoglobin adult, dan akibat dari kadar methemoglobin reduktase pada bayi relatif
lebih rendah. Methemoglobin adalah hasil dari paparan terhadap oksidan (nitrit,
sulfonamid, prilocain, metoclopramid) atau jarang akibat defisiensi methemoglobin
reduktase kongenita. Gejala klinis yang muncul antara lain adalah warna biru keabuan
pada neonatus tanpa gejala distres respirasi, saturasi oksigen yang menurun, tetapi
tekanan oksigen arterial yang normal.
3. Sianosis berat adalah gejala menonjol pada penyakit jantung bawaan berhubungan
dengan berkurangnya aliran darah pulmonal, atau pada bayi dengan sirkulasi yang
terpisah dan sedikit tercampur. Penurunan alirah darah pulmonal merupakan
karakteristik dari atresia trikuspid, atresia pulmonal, stenosis pulmonal, tetralogy of
fallot, dan anomali ebsteins. TOF terjadi sekitar 10 % dari semua kasus penyakit
jantung bawaan, dan merupakan PJB sianotik yang paling sering dikenali ketika
neonatus. Stenosis aliran pulmonal pada TOF akan berlangsung progresif, sehingga
gejala klinis sianois akan nampak sesaat setelah lahir pada 25% bayi, tetapi sisanya
75% menjadi sianotik setelah umur 1 tahun. Pada kasus ini, aliran darah pulmonal
akan langsung menuju paru melalui patent ductus arteriosus. Karena itu, sianosis

akan memburuk ketika tiba saatnya duktus terturtup, dan akan membaik segera
setelah duktus terbuka kembali setelah penggunaan prostaglandin E1 (PGE1).
4. Transposition of the Great Arteries (TGA) adalah lesi jantung kongenital yang
memiliki gejala sianosis berat. Sirkulasi sistemik dan pulmonal terpisah secra
sempurna pada kasus ini, namun dalam keadaan transposisi komplit, sehingga
sirkulasi emnjadi paralel. Karena itu, darah terdeoksigenasi vena sistemik kembali ke
atrium kanan, masuk ke ventrikel kanan, dan keluar melalui aorta. Bayi dengan TGA
tergantung pada komunikasi antara dua sirkuit untuk bercampur. Jika septum
ventrikular intak, sianosis yang mengancam kehidupan akan bertambah berat saat
foramen ovale dan duktus srteriosus menutup dalam hitungan jam-hari setelah
kelahiran. Sementara patent ductus arteriosus akan memperberat percampuran atrium
dalam berbagai tingkatan, komunikasi interartrial yang makin kuat akan
meningkatkan percampuran dan oksigenasi. Bayi dengan Ventricular Septum Defect
yang besar ..........................................................................
5. Penyakit jantung yang berhubungan dengan percampuran darah, berhubungan dengan
kejadian sianosis. Contohnya, truncus arteriosus dan total anomalous pulmonry
venous return, lesi dengan karakteristik pulmonary-over circulation. Karena aliran
darah pulmonal normalnya meningkat, sianosis biasanya tidak signifikan dan tidak
mengalami perbaiakn dengan PGE1. Faktanya, peningkatan aliran darah pulmonal
(PGE1, oksigen suplementasi) harus dihindaru karena daoat memperburuk
oversirkulasi pulmonal sehingga mengurango aliran darah sistemik. Pada kasus yang
sangat jarang, total anomalous pulmonary venous return berhubungan dengan
obstruksi yang akhirnya menyebabkan penurunan aliran darah pulmonal dan sianosis
berat.
6. Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus adlah kegagalan transisi sirkulasi normal
setelah kelahiran. Gejala klinis yang muncul adalah hipereynsi pulmonal nyata yang
mengakibatkan hipoxemia, dan aliran kanan-ke-kiri ekstrapulmonal melalui aliran
darah fetus (foramen ovale dan duktus arteriosus). Kombinasi dari perfusi pulmonal
inadekuat dan shunt ekstrapulmonal menyebabkan hipoxemia refrakter. PPPHN
biasanya diikuti komplikasi penyakit parenkim paru pada neonatus, karena kapiler
pulmonal mengalami konstriksi sebagai respon terhadap hipoksia alveolar.namun,
PPHN dapat juga ideopatik, gejala yang muncul sebagai hasil dari remodeling
abnormal vaskularisasi yang berkembang selma masa gestasi sebagai respon terhadap
stres, hipoxia, dan atau hipertensi pulmonal. PPHN biasanya berhubungan dengan
hipoplasia paru, yang nampak pada hernia difragmatika kongenital

Penegakkan diagnosis
Evaluasi dimualai dengan menilai jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Dari anamnesis yang
harus digali adalah riwayat kehamilan, persaliann dan faktor resiko neonatus. Riwayat
diabetes pada ibu meningkatkan resiko penyakit jantung bawaan, polisitemia dan
hipoglikemia, yang berhubungan dengan letargu dan hipoventilasi. Adanya oligohidramnion
mengarahkan pada hipoplasi pulmonal, sedangkan polihidramniaon mengarah pada
abnormalitas jalan nafas, esofagus dan abormalitasan saraf. Pemeriksaan skrining terhadap
koloni streptococcus B hemolyticus do serviks uteri, dapat dilakukan untuk memperkirakan
kemungkianan infeksi, jika hasil kultur antenatalnya negatif. Riwayat ketuban pecah dini
mengarahkan oada infeksi bakterial, riwayat persalinan dengan penyulit dapat menyebabkan
perdarahan intrakranial dan paralisis nervus frenikus.
Pemeriksaan fisikdapat dilakukan saat neonatus dalam keadaan hangat dan tenang.
Karakteristik mpertumbuhan harus dicatat, neonatus dengan KMK atau BMK lebih rentan
terhadap polisitemia. Fokus utama adalah menentukan derajat distres respirasi, tidak adanya
distres respirasi mengarahkan pada penjakit jantung bawaan atau methemoglobinemia.
Insufisensi pernafasan akibat penyakit paru ditandai dengan laju pernafasan yang tingi
(takipneu) disertai retraksi dan nafas cuping hidung. Keadaan yang berhubungan dengan
neurologis berpotensi menyebabkan sianosis akibat dari adanya hipoventilasi, dan
berhubungan dengan pernafasan yang lambat dan ireguler. Selain itu, penting juga untuk
menilai tonus dan aktivitas bayi, dan menilai adakah pernafasan periodik dan atau apneic
spells. Pemeriksaan dapat menemukan trauma, misalnya erbs palsy atau merintih.
Pemeriksaan jantung meliputi mengevaluasi denyut jantung, pulsasi perifer, dan perfusi
perifer. Auskultasi jantung harus difokuskan untuk mendengar suara jantung kedua, yang
akan terdengar keras dan tunggal, (atau split sempit) pada hipertensi pulmonal, seperti pada
transposisi dan atresia pulmonal. Auskultasi dari murmur terkadang tidak banyak membantu,
lesi besar seperti transposisi tidak berhubungan dengan murmur dan murmur keras seringkali
akibat dari lesi jinak, seperti defek septum ventrikel kecil. Murmur harsh ejection
merupakan ciri dari stenosis pulmonal.
Saturasi oksigen adalah persentasi dari hemoglobin yang berikatan dengan oksigen, yang
menggambatkan besarnya kandungan oksigen di darah. Pemeriksaan oksimetri merupakan
cara evaluasi saturasi oksigen non-invasif. Biasanya digunakan untuk mengukur saturasi
oksigen di tangan kanan, dan kaki untuk menentukan pola aliran melalui duktus arteriosus.
Arteri subklavia sinistra mungkin merupakan aliran preduktal ataupun posduktal aorta, maka

akan lebih baik jika tidak diukur di tangan kiri. Meskipun pengukuran tekanan gas oksigen
darah arteri adalah pemeriksaan standar, nyeri akibat pengamnbilan darh arteri dapat
mengakibatkan agitasi dan perubahan pada ventilasi dan oksigenasi. Gas darah vena dapat
juga digunakan untuk menilai pH dan PaCO2 tapi tidak untuk menilai oksigen,. Karena itu,
jika ada metabolik asidosis maka dapat mngindikaiskan adanya gagal jantung, sepsis,
asfiksia, atau gangguan metabolik. Bebrapa mikrosampling, dapat menilai laktat sehingga
dapat menambah informasi menganai perfusi secara global dan oxygenasi.
Pemeriksaan radiologi thorax dapat dilakukan sebagai pemeriksaan menyeluruh terhadap
sianosis neonatus. Lokasi gaster, hepar, dan jantung harus dapat ditentukan untuk
menyingkirkan kemungkinan dextrokardia atau situs inversus. Pemeriksaan lapang paru
untuk menilai adanya penyakit parenkim paru. (pneumonia pada neonatus lenbih sering
terjadi difus dibanding lobaris), atau abnormalitas paru misalnya malformasi kistik
adenomatoid. Peninggian hemidiafragma, pada lebih dari 2 SIC dibandingkan sisi satunya
menunjukkan adanya paralisis diafragma, akibat cedera saraf frenikus. Hiperinflasi paru
biasanya terlihat pada emfisema lobaris atau lesi kistik paru. Gambaran corakan vaskular
paru adalah karakteristik dari stenosis pulmonal ataupun atresi pulmonal dengan shunting
duktus inadekuat, dan biasa nampak pada anak dengan hipertensi pulmonal persisten pada
neonatus. Ukuran dan bentuk jantung dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis.

Anda mungkin juga menyukai