Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma yang hanya terjadi pada pankreas biasanya jarang terjadi dan biasanya
berhubungan dengan trauma pada organ di sekitarnya. Trauma pankreas terjadi sebagai akibat
trauma tajam atau trauma tumpul yang mengenai abdomen. Trauma pada pankreas bagaikan
sebuah teka-teki, bahkan pada praktek kedokteran modern dengan teknologi dan metode
diagnostik yang telah berkembang dengan pesat. Banyak trauma pankreas terutama yang
disebabkan oleh trauma tumpul tidak dapat didiagnosis segera dan kemudian menjadi
tantangan bagi para klinisi untuk dapat memberikan terapi yang tepat akibat keterlambatan
dalam penegakan diagnosis.1,2
Keseluruhan estimasi insiden trauma pankreas yang dilaporkan di Charity Hospital
New Orlean, USA adalah 1-2 % pada pasien dengan trauma tumpul atau trauma tajam dan
dapat setinggi 3-12 % pada pasien dengan trauma pada organ intraabdominal lainnya. Trauma
pankreas memiliki prevalensi 4:1.000.000 yang membutuhkan perawatan di umah sakit, dan
sepertiga diantaranya disebabkan oleh trauma tumpul yang mengenai pankreas. 2
Sebagian besar truma tumpul pankreas dihubungkan dengan trauma tumpul pada
organ intraabdominal lain dan didiagnosa setelah dilakukan eksplorasi laparatomi karena
ketidakstabilan hemodinamik, temuan positif pada kumbah peritoneal, atau berdasarkan
gejala klinik atau radiografik indikasi untuk operasi. Mekanisme dari trauma sangat
dibutuhkan sebagai panduan untuk penegakan diagnosis.2
Posisi pankreas relative terproteksi yaitu terletak retroperitonium, di sebelah dalam
dan posterior abdomen menyilang terhadap garis pertengahan dan corpus vertebrae. Posisi
tersebut mengandung maksud bahwa perlu energi yang cukup tinggi yang dibutuhkan untuk
dapat menimbulkan suatu trauma pada pankreas. Posisi tersebut itu pula yang menyebabkan

trauma tumpul pada pankreas relative lebih jarang dibandingkan trauma tumpul yang
mengenai limpa maupun hepar. 2,3,4
Kematian akibat trauma tumpul pancreas umumnya dapat dicegah. Tetapi kadangkadang karena terlambatnya diagnosa dan penanganan menyebabkan trauma tumpul pada
pankreas menjadi penyebab kematian. Menurut laporan Furkovich, angka kematian akibat
trauma tumpul pankreas sekitar 9-34 %.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti

keluhan yang kurang spesifik pada awal perjalanan penyakit dan datangnya terlambat, tidak
adanya penampakan luka dari luar, dan adanya truma lain yang menutupi keluhan trauma
pankreas. Hal inilah yang sering mengecoh para klinikus untuk menegakkan diagnosis trauma
tumpul pankreas. 2,3
Trauma tumpul pankreas saat ini masih menjadi tantangan yang cukup berarti bagi
para klinikus. Oleh karena relatif jarangnya trauma, kesulitan dalam penegakan diagnosis,
dan terjadinya peningkatan angka mortalitas dan morbiditasnya menyebabkan penulis untuk
memilih judul case ini dengan tujuan dapat memberikan informasi tambahan tentang trauma
tumpul pankreas sehingga diagnosis dapat segera dibuat dan penanganan dapat segera
dilakukan.

1.2

Batasan masalah
Laporan kasus ini membahas anatomi dan fisiologi, etiologi dan patogenesis,

diagnosis, penatalaksanaan ruptur pankreas


1.3

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Memahami dan menambah wawasan mengenai peritonitis pada ruptur organ , serta
trauma tumpul abdomen yang menebabkan terjadinya ruptur pakreas,
2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran khususnya bagian
ilmu bedah.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
1.4

Metode Penulisan

Penulisan laporan kasus ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu
kepada beberapa literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1

PERITONITIS

2.1.1

Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen

dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.4
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena
adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya
suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal
(esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan
saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal,
benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic
Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). 4
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur
saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah
organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan
stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari
tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi
eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan
berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. 4
2.1.2

Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya
terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga
3

menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang
terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.
Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan
abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,
Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri
gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan
golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. 5,6
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis
(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama
disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. 5
Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan
terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada
pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain
itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahanbahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi
transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).5,6
2.1.3

Patofisiologi 6,7
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang


menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pitapita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat
memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
4

oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan
suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan
penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan
berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian
menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada
infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu
menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang,
ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi

tersebut

menyebabkan

mukus

yang

diproduksi

mukosa

mengalami

bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa,
dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
5

sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun
general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga
intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga
tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.
Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi
dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah
trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,
mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan
peritoneum.
2.1.4

Klasifikasi8
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum
dan tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebab bersifat monomikrobial,
biasanya E. Coli, sreptococus atau pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi
menjadi dua yaitu:

Spesifik misalnya Tuberculosis.

Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.


Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi
adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b.

Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)


Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi

gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan
menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides,
dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat
suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum

peritoneal.

Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh


bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya


appendisitis.
c.
Peritonitis tersier
Misalnya :

Peritonitis yang disebsbkan oleh jamur

Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya


empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
d.
Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
- Aseptik/steril peritonitis
Granulomatous peritonitis
Hiperlipidemik peritonitis
Talkum peritonitis
2.1.5 Tanda dan Gejala 5,6
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita
secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat
pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan
paraplegia dan penderita geriatric.
2.1.6

Penatalaksanaan/Pengobatan
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analgesik diberikan

untuk mengatasi nyeri anti emetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara
adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan.
Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik
untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah
7

atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis
atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa
tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan
abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum, maka tindakan
laparotomi diperlukan.
Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah
dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase
peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien
harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar
dilakukan laparotomi
2.2

Ruptur pankreas

2.2.1 Anatomi Pankreas


Suplai darah untuk pankreas dapat bervariasi, akan tetapi secara keseluruhan berasal
dari cabang-cabang arteri gastroduodenal, arteri mesenterik superior, dan dari arteri splenik.
Ketiga pembuluh darah arteri tersebut beranastomosis dan selanjutnya menyuplai caput
pankreas. Corpus dan cauda pankreas secara predominan disuplai oleh cabang-cabang dari
arteri splenik. Drainase vena pankreas adalah melalui vena splenik dan secara langsung
didrainase ke dalam vena portal. 3,4
Inervasi saraf untuk pankreas berasal dari saraf simpatik dan parasimpatik. Saraf-saraf
simpatik berasal dari saraf splanknik yang keluar dari spinal thorak kelima sampai
kesembilan. Sementara inervasi parasimpatik adalah melalui saraf vagus. Saraf simpatik dan
saraf parasimpatik melintas melalui pleksus celiak, walaupun serat-serat saraf simpatik
mungkin melintas melalui ganglion superior mesenterik. 3,4
2.2.2

Fisiologi Pankreas 9
Pankreas adalah organ vital yang memiliki peranan sentral pada fungsi pencernaan

dan metabolisme nutrisi. Fungsi utama pankreas meliputi sekresi bikarbonat ke dalam
duodenum untuk menetralkan asam yang diekskresikan oleh lambung, sekresi enzim- enzim
pencernaan ke dalam duodenum untuk memecah komplek protein, karbohidrat, lemak dan
asam nukleat, dan sekresi hormon-hormon sel Islet ke dalam sirkulasi untuk mengontrol
metabolisme nutrien setelah absorpsi.
2.2.3

Etiologi dan Mekanisme Trauma Tumpul Pankreas


8

Trauma tumpul yang hanya mengenai pankreas relatif jarang terjadi dan biasanya
terjadi akibat adanya trauma tumpul abdomen dan seringkali berhubungan dengan trauma
pada organ di sekitarnya.7 Posisi pankreas yang relatif terproteksi menyebabkan trauma
tumpul pankreas akan terjadi bila terdapat energi tinggi yang langsung mengenai abdomen
ataupun energi tinggi yang langsung jatuh tepat pada epigastrium misalnya pada kecelakaan. 3
Mekanisme terjadinya trauma tumpul pankreas adalah melalui mekanisme kompresi dan
trauma deselerasi. Mekanisme kompresi terutama akibat energi tinggi yang terlokalisir
mengenai epigastrium, dengan menekan pankreas yang terletak di bawahnya melawan corpus
vertebra. Disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah penyebab paling sering terjadinya
trauma tumpul pankreas. Pada trauma tumpul pankreas, fraktur di atas columna vertebralis
seringkali terjadi pada anak-anak dan disebabkan oleh trauma langsung mengenai abdomen
karena posisi sabuk pengaman yang tidak tepat. Untuk dapat menegakkan diagnosis adanya
trauma tumpul pankreas, harus dikenali jenis trauma apakah trauma tumpul atau trauma tajam
dan informasi mengenai benda penyebab trauma (seperti meja, kayu, atau pisau) akan dapat
membantu klinisi.2
2.2.4

Insiden
Trauma tumpul pankreas relatif jarang terjadi dibandingkan trauma tumpul yang

mengenai organ-organ intraabdomen lainnya. Diantara trauma tumpul abdomen, trauma


tumpul pankreas berada pada urutan ketiga setelah trauma tumpul pada hati dan limpa. Angka
kejadian trauma tumpul pankreas berkisar 3-12 %. Diperkirakan diantara 100 pasien dengan
trauma tumpul abdomen, tercatat kurang dari 10 pasien mengalami trauma tumpul pada
pankreas.2,6 Kematian akibat post trauma tumpul pankreas berkisar 9-34 % seperti yang
dilaporkan oleeh Furkovich. Peningkatan angka kematian post trauma tumpul pankreas
disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan keterlambatan penanganan yang definitif.3

2.2.5

Mekanisme Trauma pada Pankreas10


Pada umumnya trauma pada pankreas jarang terjadi. Tetapi trauma pada abdomen

yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebabkan oleh perlukaan di pankreas, hal
ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan. Trauma pada
pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan eksplorasi pada
pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah
abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan
9

pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi.. Gejala klinis, kecurigaan perlukaan
pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri
pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa
jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi
peritonial.
2.2.6

Hubungan Anatomi Pankreas dengan Trauma Tumpul Pankreas


Lokasi pankreas yang relatif terproteksi pada cavum abdomen dan terfiksasi pada

posisi retroperitonial memberikan perlindungan pankreas terhadap trauma langsung maupun


tidak langsung. Tulang-tulang rusuk menyediakan proteksi struktural tulang dan dilindungi
oleh otot-otot dorsal paraspinous yang tebal. Sebelah anterior, otot rectus dan otot-otot
abdomen yang matur, dikombinasikan pula dengan karakteristik liver, colon, duodenum,
gaster, usus halus yang mengabsorbsi energi menyediakan proteksi pankreas terhadap trauma
tumpul. Pada trauma tumpul yang berat, posisi anatomi pankreas mungkin menyebabkan
trauma pancreas seperti pada fraktur corpus columna spinalis di sebelah atas dan corpus
vertabrae sebelah posterior.2 Corpus pankreas yang terletak sebelah anterior terhadap spinal
lumbar kedua sampai keempat membuatnya rentan terhadap trauma tumpul. 5
Struktur pembuluh darah yang letaknya berdekatan dengan caput dan corpus pankreas
memiliki dampak terhadap terjadinya peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada
penderita dengan trauma tumpul pankreas. Pembuluh darah vena cava inferior subhepatik dan
aorta terletak sebelah posterior terhadap caput pankreas pada sisi kanan, dan vena mesenterik
superior masuk ke dalam vena porta di bawah pankreas. Perdarahan yang bersumber dari
pembuluh darah tersebut seringkali menjadi penyebab kematian pada pasien dengan trauma
tumpul pada pankreas.2
Pembuluh darah arteri splenik dari cabang trunkus celiak dan vena porta berjalan di
sebelah posterior dan superior corpus dan cauda pancreas, dimana posisi tersebut relatif
mudah terpapar dan robek dibandingkan vena cava inferior dan vena porta jika terjadi trauma
yang mengenai pankreas. Perdarahan yang bersumber dari pembuluh darah tersebut seringkali
juga menyebabkan kematian pada pasien post trauma tumpul pankreas apabila tidak
tertangani dengan cepat.11,12
2.2.7

Klasifikasi Trauma Tumpul Pankreas12

10

Saat ini klasifikasi trauma pankreas yang digunakan secara luas adalah menurut
American Association for the Surgery of Trauma (AAST) berdasarkan status duktus pancreas
dan memfokuskan lokasi anatomi trauma. AAST mengklasifikasikan trauma pankreas
menjadi lima grading yatu:

Grade I meliputi hematom yang kecil tanpa adanya jejas pada duktus. Laserasi
superfisial tanpa adanya jejas pada duktus pankreas

Grade II meliputi hematom yang luas tanpa adanya jejas pada duktus tanpa adanya
jejas pada duktus pankreas. Laserasi luas tanpa adanya jejas pada duktus pankreas
tanpa adanya jejas pada duktus pankreas

Grade III meliputi transeksi distal atau laserasi parenkimal dengan disertai jejas pada
duktus pankreas

Grade IV meliputi transeksi proksimal atau laserasi parenkimal yang melibatkan


ampulla pankreas

Grade V meliputi disrupsi masif caput pankreas

Klasifikasi tersebut di atas menentukan manajemen terapi dan berkorelasi dengan morbiditas
dan mortalitas trauma tumpul pankreas.
2.2.8

Gejala klinik dan Pemeriksaan Fisik Trauma Tumpul Pankreas


Pada banyak kasus post trauma tumpul pankreas pada stadium dini sering tanpa gejala

dan kesan tampak tidak ada kelainan. Seringkali pasien merasa sehat sebelumnya dan tidak
menyadari adanya trauma pankreas. Selama pemeriksaan fisik tanda sabuk pengaman, flank
ecchymosis, akan membangun kewaspadaan klinisi terhadap trauma yang potensial. Fraktur
limpa dengan hematom retroperitonial atau manifestasi kebocoran cairan, nyeri epigastrium,
nyeri punggung sangat jarang ditemukan pada keadaan post trauma. 2 Terdapat laporan pada
pasien dengan transeksi duktus pankreas yang komplit tetap asimtomatik dalam bermingguminggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah trauma awal. Seringkali pasien
dengan trauma tumpul yang mengenai pankreas menunjukkan manifestasi krisis abdominal
yang tidak spesifik post trauma. Trauma pankreas seringkali sulit dideteksi dengan temuan
fisik dan pasien awalnya mungkin menunjukkan tanda-tanda fisik yang minimal. Alasan
mengapa gejala-gejala dan tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera setelah trauma
dihubungkan dengan lokasi pankreas yang terletak retroperitonial, enzim pankreas yang tidak
aktif setelah trauma yang tersembunyi dan penurunan sekresi cairan pankreas setelah trauma. 3
Akan tetapi bila dilakukan skenario atau pemeriksaan yang lebih lengkap pada pasien dengan
11

post trauma tumpul abdomen menunjukkan iritasi peritonial yang berat dan temuan
pemeriksaan fisik abdomen. Trauma tumpul pankreas sering kali disebabkan oleh trauma
pada organ-organ intraabdomen lainnya. Gejala trauma pada struktur-struktur lain sering kali
mengaburkan trauma tumpul pankreas dengan demikian dibutuhkan kewaspadaan yang tinggi
dari klinisi untuk memastikan adanya trauma tumpul pada pankreas. 1,2 Adanya contusio
jaringan lunak pada abdomen bagian atas atau disrupsi pada tulang-tulang rusuk bawah atau
costal cartilage menandakan kemungkinan adanya trauma pankreas.3 Dengan adanya laserasi
pada pankreas, diikuti dengan adanya trauma pada duktus pankreas yang selanjutnya
menyebabkan masuknya sekresi pankreas ke dalam cavum abdomen dan menghasilkan
chemical peritonitis.8
2.2.9

Pemeriksaan Laboratorium Trauma Tumpul Pankreas


Amilase adalah enzim pencernaan yang disekresikan oleh pankreas. Karena

hiperamilasemia ditemukan lebih dari 75% pasien dengan trauma tumpul abdomen dan
menunjukkan kecurigaan adanya trauma tumpul pankreas, hiperamilasemia harus
dipertimbangkan sebagai tanda kemungkinan adanya trauma pankreas post trauma tumpul
abdomen dan mengindikasikan pemeriksaan lebih lanjut. 6 Hal ini disebabkan oleh karena
kerusakan pada pankreas menyebabkan pelepasan enzim amilase yang menyebabkan
kerusakan pada pankreas itu sendiri dan pada jaringan sekitarnya berupa retroperitonial
plegmon dengan nekosis lemak dan abses. Kerusakan yang terjadi akibat autodigestive enzim
amilase terhadap pankreas itu sendiri.7
Walaupun konsentrasi tertinggi amilase pada tubuh manusia adalah pada pankreas,
hiperamilasemia bukan merupakan indikator reliabel terhadap adanya trauma pankreas.
Sebanyak 40 % pasien dengan trauma pankreas pada awalnya memiliki kadar amilase serum
yang normal. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa trauma yang tersembunyi pada otak
juga dapat menyebabkan peningkatan serum amilase melalui mekanisme sentral yang masih
belum jelas. Hiperamilasemia juga ditemukan pada pasien dengan trauma duodenal, trauma
hepatik, serta pasien dengan intoksikasi.
Waktu antara terjadinya trauma tumpul pankreas dan penentuan kadar serum amilase
memegang peranan penting. Disebutkan bahwa pada 73 pasien yang dicatat mengalami
trauma tumpul pankreas, kadar serum amilase meningkat pada 61 pasien (84%) dan normal
pada 12 pasien (16%). Sensitivitas kadar serum amilase dalam mendeteksi adanya trauma
tumpul pankreas berkisar antara 48% sampai dengan 85% dan spesifitas berkisar antara 0
12

sampai dengan 81%. Nilai prediktif negatif serum amilase setelah trauma tumpul adalah
sekitar 95%. Sensitivitas dan nilai prediktif positif mungkin meningkat jika kadar serum
amilase diperoleh lebih dari tiga jam setelah trauma. Jadi dapat disimpulkan bahwa 95%
pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan kadar serum amilase yang normal tidak
mengalami trauma tumpul pankreas.3,6 Deteksi amilase pada kumbah cairan peritoneal lebih
sensitif dan spesifik untuk diagnosis trauma tumpul pankreas dibandingkan kadar amilase
pada serum atau darah. Akan tetapi prosedur diagnostik ini bukan tes rutin pada banyak
institusi.2
2.2.10 Pemeriksaan Pencitraan Trauma Tumpul Pankreas
Pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan peningkatan serum amilase yang
persisten atau menunjukkan perkembangan gejala-gejala krisis abdominal mengindikasikan
untuk dilakukan evaluasi yang lebih lanjut, meliputi foto polos abdomen, ultrasonografy, CT
scan abdomen, endocopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), atau bedah
eksplorasi.3,6
Foto polos abdomen mungkin menunjukkan kalsifikasi pancreas dari episode
pancreatitis sebelumnya, akan tetapi jarang bermanfaat dalam mendeteksi trauma tumpul
pankreas. Foto polos abdomen lebih bermanfaat dalam mendeteksi trauma tajam dengan
memvisualisasi dan melokalisir benda asing seperti fragmen peluru dan proyektil yang
menginduksi trauma pada tulang. Walaupun tidak bermanfaat secara spesifik dalam
mendeteksi trauma tumpul pankreas, foto thorak posisi PA mungkin menunjukkan adanya
udara bebas di bawah diafragma, yang menandakan trauma pada lambung, duodenal, atau
trauma pada usus halus yang seringkali dihubungkan dengan trauma pada pankreas.2
Ultrasonografy (USG) telah digunakan bertahun-tahun untuk mengevaluasi penyakit
yang mengenai pankreas, akan tetapi USG tidak digunakan secara rutin dalam mendeteksi
trauma pankreas karena sensitivitas dan spesifitasnya yang rendah. Bahkan dengan
peningkatan penggunaan USG abdomen yang terfokus untuk mengidentifikasi cairan
abdominal atau hemoperitonium pada pasien trauma, tidak ada pengalaman yang nyata
penggunaan USG secara spesifik pada trauma pankreas akut.6
CT scans abdomen pada pasien yang secara hemodinamik stabil menyediakan
prosedur diagnostik yang paling komprehensif dalam menegakkan diagnosis trauma tumpul
pankreas. CT scans abdomen dilaporkan memiliki sensitivitas dan spesifitas 70-80% untuk
13

mendiagnosis trauma tumpul pankreas. Karakteristik temuan CT scans yang dihubungkan


dengan trauma pancreas meliputi visualisasi langsung fraktur parenkimal, hematom
intrapankreatik, cairan pada lesser sakulus, cairan yang memisahkan pembuluh vena splenik
dengan corpus pankreas, penebalan fascia renal sebelah anterior, dan hematom retroperitoneal
atau akumulasi cairan pada retroperitoneal. Temuan ini sering tak kentara dan jarang seluruh
temuan tersebut dijumpai pada satu pasien dengan trauma tumpul pankreas. Jika pasien
diperiksa segera setelah trauma, beberapa temuan CT scans mungkin tidak tampak, yang
mana merupakan bagian keterangan negatif palsu CT scans yang dilaporkan pada 40% pasien
dengan trauma pankreas.2,3,6
ERCP tidak berperan dalam evaluasi akut pada pasien yang secara hemodinamik tidak
stabil, tetapi sejumlah laporan pada dekade sebelumnya ERCP bermanfaat dalam diagnosis
dan manajemen trauma pankreas. Penggunaan ERCP untuk mendiagnosis trauma pankreas
pertama kali dilaporkan oleh Gougeon dan kawan-kawan pada tahun 1976. Saat ini ERCP
merupakan modalitas pencitraan yang terbaik untuk pankreas, akan tetapi selalu melibatkan
anastesi dan tidak tersedia secara luas. ERCP sebagai standar untuk diagnosis awal trauma
pankreas pada pasien yang secara hemodinamik stabil dengan nyeri abdomen yang persisten,
peningkatan serum amilase, dan temuan CT scans yang masih kabur.2,6
Manajemen terapi Trauma Tumpul Pankreas
Pada sebagian besar kasus trauma tumpul pankreas, reseksi tidak selalu dibutuhkan.
Pada kasus laserasi kapsular yang kecil atau superfisial, kontusio atau hematom parenkimal
yang kecil tanpa jejas pada duktus pankreas dan tanpa hilangnya jaringan parenkimal (Grade
I dan II),

manajemen terapi yang terbaik adalah tanpa suture, akan tetapi terapi yang

dibutuhkan adalah drainase eksternal. Transeksi distal parenkimal pncreas (Grade III)
melawan

corpus

vertabra

mungkin

membutuhkan

reseksi

corpus

dengan

distal

pancreatectomy dan drainase. Sementara transeksi proksimal pankreas (Grade IV) pada
pasien yang secara hemodinamik tidak stabil, terlebih dahuli tangani hemostasisnya dan
drainase, sedangkan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil manajemennya adalah
membagi pncreas secara komplit, lakukan proksimal pankreatektomi dan lakukan
anatomosis sisa distal pncreas ke jejunum. Pada disrupsi masif caput pankreas yang masif
manajemennya adalah dengan mengerjakan pancreaticoduodenectomy (Whipple procedure).
2,3

2.2.11 Komplikasi Trauma Tumpul Pankreas


14

Komplikasi trauma tumpul pankreas cukup tinggi, dan berkorelasi dengan grading
klasifikasi trauma pankreas. Komplikasi trauma tumpul pancreas bervariasi mulai dari
pankreatitis ringan sampai dengan kematian akibat perdarahan yang masif.2
Pembentukan fistula merupakan komplikasi tersering yang dilaporkan, akan tetapi
dengan drainase local dan nutrisi yang baik serta terapi suportif, fistula biasanya sembuh
secara spontan dalam 2 minggu setelah trauma.2,6
Insiden pembentukan abses post trauma tumpul pankreas adalah berkisar 10 sampai
dengan 25% tergantung pada jumlah dan trauma intraabdomen lain yang muncul. Pada
sebagian besar kasus, tipe abses adalah subfascial atau peripankreatik. Abses pakreatik murni
insidennya jarang dan biasanya dihasilkan dari debridemen jaringan mati yang tidak adekuat
atau dihasilkan dari drainase awal yang tidak adekuat.3
Nyeri abdominal yang hilang timbul dan peningkatan kadar serum amylase
menghasilkan pankreatitis terutama diantisipasi pada 8% sampai dengan 18% pasien post
operasi. Tipe pankreatitis ini ditangani dengan dekompresi nasogastrik, menistrahatkan usus,
dan terapi suportif, dapat diharapkan menyembuhkan secara spontan pankreatitis. Lebih jauh
lagi pankreatitis yang jarang terjadi adalah pankreatitis hemorrhagik yang dapat
menimbulkan kematian 2,3,6
Trauma tumpul terhadap pankreas dapat menghasilkan pseudokista residual baik
intrapankreatik atau peripankreatik.8 Komplikasi lain trauma tumpul pancreas adalah
insufisiensi hormon-hormon kelenjar endokrin dan eksokrin pankreas

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. HM

RM

: 8479XX

Umur

: 26 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki
15

Alamat

: Jalan rawa mangun, Harapan raya

IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS
Keluhan utama

: nyeri seluruh lapangan perut sejak 10 menit smrs

Mekanisme trauma : Pasien datang rujukan dari klinik post KLL. riwayat jatuh dari motor
karena rem mendadak, pada kec 50-60 km/jam, pasien dibonceng,
terjatuh berguling di tengah jalan. Pasien tidak mengingat benda apa
yang membentur dinding perutnya sebelum jatuh berguling di jalan.
Pasien mengunakan helm..
Riwayat penyakit sekarang
1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat
kejadian Pasien dibonceng temannya mengunakan sepeda motor dengan kecepatan yang
tinggi . saat hendak menyalip kendaraan di depannya. Dari arah berlawanan, datang sebuah
mobil yang melaju kencang. Motor yang dikendarai pasien kemudian menabrak mobil
tersebut. Pasien terjatuh berguling di tengah jalan. Pasien tidak mengingat benda apa yang
membentur dinding perutnya sebelum jatuh berguling di jalan.
pasien tidak mengingat detail kejadian yang terjadi beberapa saat setelah kecelakaan.
Riwayat pingsan setelah kejadian (-), riwayat mual (+), muntah (+) berupa cairan , nyeri
kepala (-). Setelah kejadian, pasien mengeluh pada perut kiri terdapat jejas yang nyeri.
Pasca kecelakaan, pasien dibawa ke klinik untuk mendapat pertolongan
pertama.seingat pasien, ia mendapat perawatan luka dan dilakukan pemasangan infus cairan.
Kemudian, pasien segera dirujuk ke RSUD arifin achmad. Pada waktu kejadian pasien dalam
keadaan sadar,mengunakaan alcohol atau obat-obatan disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah terjatuh dari sepeda motor 4 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
-

Riwayat habituasi
Pasien tidak mengkonsumsi alcohol.
16

Riwayat alergi
Tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat dan makanan.
Riwayat Operasi
Pasien tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey :
Airway and cervical control
a. Objective : (Look Listen Feel)
Look : Pasien dapat menjawab pertanyaan dan berbicara dengan baik saat ditanya.
Tidak ada trauma maxillofasial , tidak ada jejas pada leher
Listen : Tidak ada suara nafas tambahan (gurgling, snoring, stridor).
b. Assessment:
Kesan tidak ada sumbatan jalan nafas (benda padat, cairan)
Airway paten
c. Action
pemasangan 02
Breathing
a. Objective
Look : Pasien bernapas spontan, gerakan dinding dada simetris, Tidak ada luka terbuka pada
dinding thorax, frekuensi napas 24 kali-menit
Feel : tidak nyeri tekan pada bahu kiri bagian belakang
b. Assessment
Ventilasi dan ekspansi paru baik
c. Action
Pemberian oksigen 10 liter NRM
Circulation
a. Objective
Akral dingin, capillary refill time (CRT) <2 detik
frekuensi nadi 110 kali/menit teraba lemah
Tekanan darah 70/40 mmHg
17

b. Assessment
Sirkulasi tergangu
Syok hivopolemik
c. Action
terpasang iv line 2 jalur RL
NGT
Kateter
Disability
a.Objective
Pemeriksaan mini neurologis
Glasglow coma scale (GCS) 12 (E3V4M5)
Pupil isokor 0,3 cm/0,3 cm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)
Motorik : Paresis (-)
b. Assessment
Hasil pemeriksaan mini neurologis baik
Exposure
Objective :
Jejas di daerah Flank sinistra, luka lecet (+), nyeri (+)
Vulnus excoriatum pada regio brachii posterior
Terdapat fraktur pada phalanx proksimal digiti 1 pedis sinistra

Assessment :
imobilisasi
Status Generalis
Keadaan Umum

: tampak sakit berat

Kesadaran

: GCS 12

Tanda-tanda vital:
TD

: 110/70 mmhg

HR

: 88 x/menit

RR

: 24 x/menit
18

: 36,2oC

Pemeriksaan kepala dan leher

: Konjungtiva anemis (-/-), skelera


Ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

Pemeriksaan thoraks

: DBN

Pemeriksaan abdomen (sistem gastrointestinal) : Status lokalis


Pemeriksaan ekstremitas

: DBN

Status Lokalis
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi

: distensi (+) jejas pada hipokondrium dextra

Auskultasi

: bising usus (+)

Palpasi

: Defansmuskular(+),nyeritekandiseluruhlapangabdomen(+),
nyeritekanlepas(+)(rebountenderness)

Perkusi

: Timpani (+),pekak hepar menghilang, pemeriksaanundulasi(),


ShiftingDullness()

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah (04/02/2016)

Hb
Hematokrit
Leukosit
Trombosit

: 6,8 g/dl
: 40,7%
: 8.900 /mm3
: 235.000 /mm3

DIAGNOSIS KERJA
Peritonitis difus ec trauma tumpul abdomen ec ruptur organ solid
Trauma tumpul abdomen
DD :

hepar
lien

PENATALAKSANAAN
O2 3-5 LITER
IUFD RL GUYUR 2LINE 20 GTT/MENIT
19

INJ ATS SKINTEST


INJ CEFTRIAXON 1X2 GRAM
INJ KETOROLAC 3X1 GRAM
PASANG NGT
PASANG KATETER
PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

5/02/2016

cendrawasih

Nyeri pada seluruh perut, nyeri terus menerus, bertambah berat dengan
pergerakan , mual (+) muntaah (+) muntah terkadang bercampur dengan

darah, muntah tidak menyemprot . demam (-) perut kembung (+)


Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: distensi (+) darm countour (-)
A : bising usus (+) melemah
P: nyeri tekam (+) nyeri lepas (+) diseluruh perut defens muscular (+)

A
P

Peritonitis difus ec ruptur organ solid


Inj ceftriaxon 2x1 g
Inj ketorolac 3x1 g
planning :
puasakan pasien untuk USG abdomen

20

Hasil pemeriksaan usg


Kesan : koleksi cairan bebas di hepatorenal, splenorenal di antara usus-usus.
Mencuragai cyistitis

06/02/2016

cendrawasih

Nyeri pada seluruh perut, nyeri terus menerus, bertambah berat dengan
pergerakan , mual (+) muntaah (+) muntah terkadang bercampur dengan

darah, muntah tidak menyemprot . demam (-) perut kembung


Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 130/80 mmhg RR; 20x/I HR: 67x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: distensi (+) darm countour (-)
A : bising usus (+) melemah
P: nyeri tekam (+) nyeri lepas (+) defens muscular (+)

A
P

Peritonitis difus ec ruptur organ solid


Pro laparotomi exploriasi

21

Lapatomi explorisasi
Laporan operasi
Pasien anastesi ga, perdarahan 3500cc, saat dilakuakan explorerasi
tampak ruptur pancreas, dilakukan debridement dan distal pankreatomi
Diagnosis post op : ruptur pancreas
Penatalaksaan : puasa 3 hari rawat hcu
Cek amilase lipase , hb, elektrolit, ureum creatinin , sgot sgpt
Meropenen vial 3x 1
Ketorolac 3x1
Omeperazol vial 2x40g
Metronidazole 3x1
Vit k 3x1
Vit c 3x1
Kalnex 3x1

07 /02/2016
Icu

s
0

Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-) demam (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 150/8 0 mmhg RR; 24 x/I HR 67 x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)

A
P

Ruptur pancreas
Infus RL 80cc/jam
02 3-4 liter
dc (+) prod urine (+)
ngt (+) dialirkan
infus RL 80 cc/jam
terapi lanjut
22

07 /02/2016

s
0

Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 142/ 64 mmhg RR; 25x/I HR: 88x/I Suhu 37 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)
Hasil pemeriksaan
Hb : 8,8 g/dl
Ht : 25,6 %
Leu : 8500 /ul
Tromb: 105.000 /ul
Faal ginjal
Ure : 90,7 mg/dl ()
Cre : 1,46 mg/dl ()
Agda
Ph : 7,22
Pco2 : 43 mmhg
P02 : 197 mmhg
Hco3 : 17,6 mmol/l
Tco2 : 18,9 mmol/l
Be : -9,6
So2c 100 %
Elektrolit
Na + : 135 mmol/l
K+ : 7,5 mmol/l
Ca ++ : < 0,10 mmol/l
23

Hbsag : non reaktif


Faal hati
Ast : 4,99 u/l
Alt : 627 u/l
Alb : 2,9 mg/dl
Bil d : 0,09 mg/dl
Bil t : 0,47 mg/dl
Pemeriksaan amilase lipase tidak ada ada rsud
a
p

Ruptur pancreas
Transfusi satu labu
infus RL 80 cc/jam
02 3-4 liter
dc (+) prod urine (+)
ngt (+) dialirkan
cek lab post transfusi

09

Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)

Ku : tampak sakit sedang

/02/2016
Ks : compos mentis
TD : 140/70 mmhg RR; 18 x/I HR: 53x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)
Hasil pemeriksaan
Hb : 10,10 g/dl
Ht : 29,0 %
Leu : 8.800 /ul
Tromb: 102.000 /ul
24

a
p

Ruptur pancreas
RL 80 cc/jam
02 3-4 liter
dc (+) prod urine (+)
ngt (+) dialirkan
terapi lanjut

10 /02/2016

s
0

Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)
Hasil pemeriksaan
Hb : 11,10 g/dl
Ht : 32,85 %
Leu : 12000 /ul
Tromb: 141.000 /ul
Agda
Ph : 7,42
Pco2 : 40 mmhg
P02 : 109 mmhg
Hco3 : 25,9 mmol/l
Tco2 : 27,1 mmol/l
Be : -3
So2c 98%
Elektrolit
Na + : 139 mmol/l
K+ : 3,9 mmol/l
25

Ca ++ : 1,11 mol/l

a
p

Ruptur pancreas
02 3-4 liter
dc (+) prod urine (+)
ngt (+) dialirkan
infus RL 80 cc/jam
terapi lanjut
omz 1x40

11/02/2016

s
0

kalnex , vit k dn vit c distop


Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 164/74 mmhg RR; 24x/I HR: 50x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)
Agda
Ph : 7,38
Pco2 : 51 mmhg
P02 : 113 mmhg
Hco3 : 30,2 mmol/l
Tco2 : 31,8 mmol/l
Be : 3,5
So2c 98%
Elektrolit
Na + : 141 mmol/l
K+ : 4,1 mmol/l
Ca ++ : 1,17 mol/l

alb : 2,5 mg/dl


Ruptur pancreas
26

Terapi lanjut
Koreksi K+ kcl 25 meq dalam RL

12/02/2016
Dipindahkan

s
0

Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)
Ku : tampak sakit sedang

dari icu ke hcu

Ks : compos mentis

kenanga

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c


Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)
Hasil pemeriksaaan
Agda
Ph : 7,37
Pco2 : 38 mmhg
P02 : 113 mmhg
Hco3 : 22,0 mmol/l
Tco2 :23,2 mmol/l
Be : -3,0
So2c 98%
Elektrolit
Na + : 142 mmol/l
K+ : 3,1 mmol/l
Ca ++ : 0,17 mol/l

a
p

Ruptur pancreas
Terapi lanjut
Ketorolac diganti tramadol 3x100 iv
Omz 1x 40
Kcl drip stop
Cek bilurubin, ure cre, sgot sgpt, albumin

27

13/02/2016

Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mencret . mencret . 6x, lendir

Pindahan hcu

(-) darah (-) mual (-) muntah (-)


Ku : tampak sakit sedang

kenanga

Ks : compos mentis
TD : 133/70 mmhg RR; 20x/I HR: 65x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)
Elektrolit
Na + : 139 mmol/l
K+ :4,54 mmol/l
CL : 112,4 mol/l
Ast : 46 u/l
Alt 121 u/l
Alb 2,5 mg/dl
Bil t : 0,77 mg/dl
Bil d : 0, 18 mg/dl
a
p

Ruptur pancreas
Diet ml 6x 200cc
Terapi lanjut
New diatab

14/02/2016

s
0

Bab cair , frek . 10x /menit. Bab lendir (-) bercampur darah (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

28

Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
a
p

A : bising usus (+)


Ruptur pancreas
Terapi lanjut
Metronidazol stop

15/02/2016

Nyeri post op (+) pasien tampak lemah ,mencret berkurang , mual (-)

muntah (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan

a
p

A : bising usus (+)


Ruptur pancreas
Terapi lanjut
New diatab stop

16/02/2016

s
0

Nyeri post op (+) perut terasa kembung , denan (-) , mual (-) muntah (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)


Ruptur pancreas
29

Terapi lanjut
Alinamin f 2x1

17/02/2016

s
0

Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)
Hasil pemeriksaan
Hb : 11,9 g/dl
Ht : 35,2 %
Leu : 14.700 /ul
Tromb: 383.000 /ul

Agda
Ph : 7,42
Pco2 : 44 mmhg
P02 : 92 mmhg
Hco3 : 28,5 mmol/l
Tco2 : 3,3 mmol/l
Be : 3,3
So2c 97 %
Na + : 132 mmol/l
K+ : 3,3 mmol/l
Ca ++ : 1,06 mmol/l

Ast : 52 u/l
30

Alt : 53 u/l
Alb : 2,4 mg/dl

18/02/2016

a
p

Ruptur pancreas
Terapi lanjut

s
0

Nyeri post op (-) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)
Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan
A : bising usus (+)
Hasil pemeriksaan
Amylase : 263 u/l ()
Lipase : 256 u/l ( )

19/02/2016

a
p

Ruptur pancreas
Terapi lanjut

s
0

Nyeri post op (-) mual (-) muntah (-) demam (-)


Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan

a
p

A : bising usus (+)


Ruptur pancreas
Terapi lanjut
31

20 /02/2016

s
0

Nyeri post op (+) , mual (-) muntah (-) demam (-)


Ku : tampak sakit sedang
Ks : compos mentis
TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c
Status lokalis
Regio abdomen
I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)
terpasang drain kiri dan kanan

a
p

A : bising usus (+)


Ruptur pancreas
Terapi lanjut

32

BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien tn. H dengan umur 26 tahun. pasien datang di bawa
keluarga ke rsud arifin ahmad post kecelakaan lalu lintas. Kejadian tersebut 1 jam sebelum
masuk rumah sakit. Dari hasil anamnesis diketahui bahwa saat kejadian korban dibonceng
temannya mengunakan sepeda motor dengan kecepatan tinggi, pasien terseret dan kakinya
terlindas ban mobil. Saat kejadian pasien mengaku tetap sadar namun perutnya terasa sakit
akibat membentur trotoar jalan. Pasien juga merasakan nyeri pada kaki dan tanggannya.
pasien mengaku badan terasa lemas dan mata berkunang-kunang.
Pada pemeriksaan fisik trauma (primary survey) didapatkan airway (A): clear;
breathing (B): bentuk dan gerak simetris, vesicular breath sound simetris kanan dan kiri,
ronchi dan wheezing negatif; circulation (C): nadi 110x/menit, tensi 70/40 mmHg, cappilary
refill time 3 detik; disability: GCS 15, pupil bulat isokor, reflek cahaya positif.
Pada secondary survey (pemeriksaan head to toe) didapatkan vulnus ekskoriatum
(luka lecet) pada regio abdomen dan pada regio brachii sinistra
Hasil laboratorium didapatkan Hb 13,5 g%, leukosit 8.900 mm3, trombosit 235.000
ul. Untuk gula darah dan profil pembekuan darah dalam batas normal. Kemudian pasien
direncanakan untuk rontgen thorax, rontgen pelvic dan rontgen pedis sinistra. Dari hasil
rontgen Ditemukan fraktur pada 1/3 proksimal phalanx proksimal digiti 1 pedis sinistra.
Pemeriksaan radiologi ini diindikasikan pada pasien stabil, jika dari pemeriksaan fisik dan lab
tidak bisa disimpulkan diagnosik. Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes
radiologi. Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP, dan pelvis AP
dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen 3 posisi
(telentang, setengah tegak dan lateral dekubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas
di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitoneum, yang kalau ada pada
keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi. Hilangnya bayangan psoas
menunjukkan adanya kemungkinan cedera retroperitoneal.
Tindakan emergency pada pasien tersebut di UGD adalah resusitasi cairan RL sebanyak
2000cc, pemberian injeksi ATS (anti tetanus serum) dan antibiotik bertujuan sebagai terapi

33

profilaksis. Dan pemberian analgetik untuk mengurangi keluhan. kemudian pasien dikonsulkan
ke bedah umum karena dicurigai terdapat trauma tumpul pada abdomen yang dimana trauma
tumpul abdomen paling sering mengakibatkan cedera pada lien (40-45%), kemudian diikuti
cedera pada hepar(35-45%) dan usus halus (5-10%). Sebagai tambahan 15% mengalami
hematoma retroperitonea
Pasien mengeluhkan nyeri perut terasa memberat dan menjalar sampai ke punggung.
Bising usus masih ada tapi terdengar lemah. Didapatkan nyeri tekan diseluruh perut dengan
punctum maximum di perut kuadran kanan bawah. Pemeriksaan pekak pindah (shifting
dulness) tidak dilakukan karena pasien mengeluh nyeri saat perubahan posisi.

Pada

pemeriksaan di tegakan diagnosa Peritonitis difus. Menurut teori tanda- tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen.
Tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok berlanjut pasien akan
mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh juga terdapat leukositosis. Biasanya tandatanda tidak khas yang muncul. Bila terjadi kecurigaan masuk organabdomen maka operasi
harus dilakukan. Pada pasien ini dicurigai ruptur pada organ retroperitoneal.
Pasien Diputuskan untuk dilakukan pembedahan exploratory laparotomy . Setelah
dilakukan informed consent kepada penderita dan keluarga, akhirnya operasi dilakukan dalam
general anesthesia. Saat operasi ditemukan darah di intra abdomen 3500cc setelah
dilakukan eksplorasi tampak ruptur pada pancreas dilakukan debridement dan distal
pankreaktomi. Akhirnya luka operasi ditutup dengan terpasang drain di dinding abdomen
setelah dilakukan laparatomy eksplorasi di temukan ruptur pada pancreas.berdasarkan teori
trauma pancreas biasanya memberikan gejala-gejala tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera
setelah trauma. Hal ini dihubungkan dengan lokasi pankreas yang terletak retroperitonial,
enzim pankreas yang tidak aktif setelah trauma yang tersembunyi dan penurunan sekresi
cairan pankreas setelah trauma.3 Akan tetapi bila dilakukan anamnesis atau pemeriksaan yang
lebih lengkap pada pasien dengan post trauma tumpul abdomen menunjukkan iritasi
peritonial yang berat dan temuan pemeriksaan fisik abdomen. Adanya contusio jaringan lunak
pada abdomen bagian atas atau disrupsi pada tulang-tulang rusuk bawah atau costal cartilage
menandakan kemungkinan adanya trauma pankreas.3 Dengan adanya laserasi pada pankreas,
diikuti dengan adanya trauma pada duktus pankreas yang selanjutnya menyebabkan
masuknya sekresi pankreas ke dalam cavum abdomen dan menghasilkan chemical
peritonitis.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Mallick,

Thoufeeq.

Pancreatic

Trauma

from

Book.

Available

at:

http://www.medscape.com/viewarticle/410527_3. Last update: July 4, 2004. Diakses


pada tanggal 17 februari 2016
2. Bjerke.

Pancreatic

Trauma.

Available

at:http://www.emedicine.com/med/Topic2801.HTM. Last update: Juny 30, 2006.


3. Furkovich.

Injuries

to

the

Pancreas

and

at:http://www.acssurgery.com/acsonline/pdf/acs0709.

Duodenum.

Available

Last update: August 4 ,

2005.diakses pada tanggal 18 februari 2016


4. Grace, Pierce A, Borley, Neil. At a Glance Ilmu bedah. Edisi 3. 2006. Jakarta: PT
Erlangga. 118-119.
5. Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2006
6. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
7. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. McGraw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.
8. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.
9. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Jakarta: EGC.
10. Knight Bernard. Simpsons Forensic Medicine. USA. Arnold.1997
11. Traumatic rupture of pankreas. K vaishay h sni s pandi k goswami. K suthar. The
Internet Journal of Radiology. 2009 Volume 11 Number 2.
12. Isolated and complete traumatic rupture of the pancreas: A case report and a review of
the literature.Available at:nt J Surg Case Rep. 2012; 3(12): 590593.Published online
2012 Aug 21. doi: 10.1016/j.ijscr.2012.08.006
Diakses pada18 februari 2016

35

36

Anda mungkin juga menyukai