Anda di halaman 1dari 8

2.

4 Patogenesis
Patogenesis skleroderma terdiri dari proses vaskulopati, aktivasi respon imun
seluler dan humoral serta progresivitas fibrosis organ multipel. Autoimunitas,
perubahan fungsi sel endotel dan aktifitas vaskuler mungkin merupakan manifestasi
dini dari skleroderma berupa fenomena Raynaud yang terjadi bertahun-tahun sebelum
gambaran klinis lain muncul. Terjadi proses yang kompleks dari proses fibrosis mulai
dari inisiasi, amplifikasi dan perbaikan jaringan. 1,2
Cedera vaskuler dini pada penderita yang secara genetik rentan terhadap
scleroderma, akan menyebabkan perubahan fungsi dan struktur vaskuler, inflamasi
dan terjadinya autoimunitas. Inflamasi dan respon imun akhirnya menyebabkan sel
fibroblast teraktifasi dan berdifernsiasi secara terus menerus, menghasilkan
fibrogenesis yang patologis dan kerusakan jaringan yang ireversibel.1

Gambar 1. Skema pathogenesis kompleks Sklerosis Sistemik .

2.4.1 Vaskulopati

Pada Skleroderma keterlibatan vaskuler yang terjadi tersebar luas dan penting
dalam implikasi klinis. Fenomena Raynaud, sebagai manifestasi awal penyakit
ditandai dengan perubahan respon aliran darah pada suhu dingin. Perubahan ini
awalnya reversibel, terjadi akibat perubahan sistem saraf otonom dan perifer dengan
kurangnya produksi neuropeptida seperti calcitonin gen-related peptide dari aferen
saraf sensoris dan peningkatan sensitifitas reseptor alpha 2-adrenergik pada sel otot
polos vaskuler. Pada fenomena Raynaud primer gejala klinis relatif lebih ringan dan
tidak progresif seperti halnya Skleroderma yang mengakibatkan perubahan morfologi
dan fungsi sirkulasi yang ireversibel dan mengakibatkan cedera endotel.
Di dalan sel endotel terdapat perubahan produksi dan responsifitas endotheliumderived factors yang memediasi vasodilatasi (nitric oxide, prostacyclin) dan
vasokonstriksi (endothelin-1). Terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah
mikro sehingga diapedesis leukosit transendotelial meningkat, aktifasi kaskade
koagulasi dan fibrinolitik serta agregasi trombosit. Proses ini menyebabkan terjadinya
trombosis. Sel Endotel menunjukkan peningkatan ekspresi molekul adhesi
intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) serta molekul adhesi permukaan lainnya
.
Vaskulopati mempengaruhi pembuluh darah kapiler, arteriole dan bahkan
pembuluh darah besar pada berbagai organ. Sel miointimal yang menyerupai sel otot
polos mengalami proliferasi, membran basal menebal, reduplikasi serta terjadi
perkembangan fibrosis adventitia. Oklusi lumen vaskuler progresif akibat hipertrofi
tunika intima dan media serta fibrosis adventitia, ditambah dengan kerusakan
persisten sel endotel dan apoptosis sehingga menjadi suatu lingkaran setan.

Angiogrom tangan dan ginjal pasien Skleroderma stadium lanjut menunjukkan


hilangnya gambaran vaskuler.
Kerusakan endotel menyebabkan

agregasi

trombosit

dan

pelepasan

vasokonstriktor (tromboksan) dan platelete derived growth factor (PDGF). Kerusakan


vaskuler ini kemudian diikuti dengan gangguan fibrinolisis. Stress oksidatif akibat
iskemia berhubungan dengan terbentuknya radikal bebas yang selanjutnya akan
menyebabkan kerusakan endotel lebih lanjut melalui peroksidasi lipid membran.
Sebaliknya, proses revaskularisasi yang seharusnya mempertahankan aliran darah
pada jaringan yang iskemik tampaknya gagal pada Skleroderma. Kegagalan
vaskulogenesis terjadi dalam keadaan kadar faktor angiogenik yang tinggi seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF). Pada pasien Skleroderma, jumlah
progenitor sel CD34+ dan CD133+ dari sumsum tulang yang beredar dalam
sirkuklasi jumlahnya menurun secara bermakna. Lebih jauh lagi, penelitian in vitro
menunjukkan diferensiasinya menjadi sel endotel matur terganggu. Oleh karena itu
vaskulopati obliteratif dan kegagalan perbaikan pembuluh darah adalah pertanda dari
Skleroderma.
2.4.2

Autoimunitas Seluler dan Humoral

Pada stadium dini penyakit, sel T dan monosit/makrofag yang teraktifasi akan
terakumulasi di dalam lesi di kulit, paru dan organ lain yang terkena. Sel T yang
menginfiltrasi, mengekspresikan penanda aktivasi seperti CD3, CD4, CD45 dan
HLA-DR serta menampakkan restriksi reseptor yang mengindikasikan ekspansi
oligoclonal sebagai respon terhadap antigen yang tidak diketahui. Sel T CD4+ yang
bersirkulasi juga meningkatkan reseptor kemokin dan mengekspresikan molekul
3

adhesi alpha 1 integrin yang berfungsi meningkatkan kemampuan untuk mengikat


endotel dan fibroblast.
Sel endotel mengekspresikan ICAM-1 dan molekul adhesi lain yang
memfasilitasi diapedesis leukosit. Makrofag dan sel T yang teraktivasi menunjukkan
respon Th2 terpolarisasi dan mensekresi Interlukin (IL) 4 dan IL 13. Kedua sitokin
Th2 ini dapat menginduksi TGF-beta yang merupakan modulator regulasi imun dan
akumulasi matriks. TGF-beta dapat menginduksi produksi dirinya sendiri serta
sitokin lain karena mempunyai aktifitas autokrin/parakrin untuk mengaktifasi
fibroblast dan sel efektor lain (Mayes, 2008).
Penelitian DNA mengenai ekspresi sel T CD8+ pada lavase cairan bronchial
menunjukkan pola ekspresi gen Th2 terktivasi yang dicirikan dengan peningkatan
kadar IL-4 dan IL-13 serta penurunan produksi interferon gamma (IFN-gamma).
Sitokin Th2 merangsang sintesis kolagen dan respon profibrosis lain. IFN-gamma
menghambat sintesis kolagen dan memblok aktivasi fibroblast yang dimediasi
sitokin.
Autoantibodi yang bersirkulasi terdeteksi pada pasien skleroderma. Autoantibodi
ini spesifisitasnya tinggi terhadap skleroderma dan menunjukkan hubungan yang kuat
dengan fenotif penyakit individual dan haplotipe HLA yang dibedakan secara genetik.
Kadar autoantibodi berhubungan dengan keparahan penyakit dan titernya berfluktuasi
sesuai aktifitas penyakit. Autoantibodi spesifik Skleroderma adalah antinuklear dan
menyerang langsung protein mitosis seperti topoisomerase I dan RNA polymerase.
Autoantibodi lain langsung menyerang antigen permukaan atau protein yang
disekresi. Autoantibodi Topoisomerase I pada Skleroderma dapat secara langsung
mengikat fibroblast demikian juga autoantibodi terhadap fibroblast, sel endotel,
4

fibrillin-1 serta enzim matriks metalloproteinase. Beberapa autoantibodi ini mungkin


mempunyai peran patogenik langsung sebagai mediator kerusakan jaringan.
Berbagai mekanisme potensial telah diajukan dengan memperhitungkan peran
pembentukan autoantibodi pada Skleroderma. Menurut salah satu teori, pada pasien
sklerodema self-antigen spesifik dapat membuat perubahan struktural melalui celah
proteolitik, peningkatan level ekspresi atau perubahan lokalisasi subseluler sehingga
sel tersebut dapat dikenali oleh sistem imun. Sebagai contoh, sel Tc melepaskan
protease granzim B yang merusak autoantigen, menghasilkan fragmen baru dengan
neo-epitop potensial yang merusak toleransi imun.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel B berperan baik dalam autoimunitas
dan fibrosis pada scleroderma. Selain menghasilkan antibodi, Sel B dpat berperan
sebagai antigen presenting cell (APC), menghasilkan sitokin seperti IL-6 dan TGFbeta, serta memodulasi fungsi sel T dan sel dendritik. Sel B pada pasien skleroderma
menunjukkan abormalitas intrinsik dengan peningkatan ekspresi reseptor sel B CD19,
ekspansi sel B naif dan menurunkan jumlah sel B memori serta sel plasma .
2.4.3 Komponen Seluler dan Molekuler Fibrosis
Fibrosis yang terjadi pada berbagai organ adalah penanda utama Skleroderma
yang membedakan Skleroderma dengan penyakit jaringan ikat lain. Fibrosis
merupakan konsekuensi dari autoimunitas dan kerusakan vaskuler. Proses ini ditandai
dengan penggantian arsitektur jaringan normal dengan jarunga ikat aseluler yang
progresif yang menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas scleroderma.
Fibroblast dan sel mesenkim normalnya bertanggungjawab terhadap integritas
fungsional dan struktural jaringan ikat parenkim organ. Ketika Fibroblast diaktivasi
oleh TGF-beta dan sitokin lain, fibroblast mengalami proliferasi, migrasi, relaborasi
5

dengan kolagen dan matriks makromolekul lain, mensekresi growth factor dan
sitokin, mengekspresi reseptor permukaan untuk sitokin-sitokin tersebut dan
berdiferensiasi menjadi miofibroblast. Respon fibroblast ini memfasilitasi perbaikan
cedera jaringan yang efektif. Pada kondisi fisiologis, program perbaikan fibroblast
akan berhenti dengan sendirinya setelah penyembuhan terjadi (Denton and Black,
2006).
Pada respon fibrosis yang patologis, aktivasi fibroblast terjadi terus-menerus dan
makin besar yang menghasilkan perubahan matriks dan pembentukan jaringan parut.
Aktivasi fibroblast yang salah ini serta akumulasi matriks adalah perubahan patologis
utama yang mendasari terjadinya fibrosis pada scleroderm.
Selain aktivasi fibroblast jaringan ikat lokal, sel progenitor mesenkimal dari
sumsum tulang yang beredar juga berperan dalam fibrogenesis. Sel mononuklear
yang mengekspresikan CD14 dan CD34 berdiferensiasi memproduksi kolagen alphasmooth muscle actin-positive fibrocytes pada penelitian in vitro. Proses ini diperkuat
oleh TGF-beta.

Gambar 2. Aktivasi Fibroblast pada scleroderma.

Faktor-faktor yang meregulasi produksi progenitor sel mesenkim di sumsum


tulang, perjalananannya dari dalam sirkulasi ke tempat lesi, dan meningkatnya
diferensiasinya menjadi matriks adesif dan fibrosit yang kontraktil belum sepenuhnya
diketahui. Transisi sel epitel menjadi sel mesenkim adalah proses yang terjadi dalam
berkembangnya fibrosis di paru dan ginjal serta organ lain.
Fibroblast dapat berdiferensiasi menjadi miofibroblast yang mirip otot polos.
Baik proses transisi epitel dan diferensiasi miofibroblast dimediasi oleh TGF-beta.
Miofibroblast bertahan di dalam jaringan terjadi karena adanya resistensi terhadap
apoptosis.

Miofibroblast

berkontribusi

terhadap

pembentukan

skar

melalui

kemampuannya dalam memproduksi kolagen dan TGF-beta, memperbesar kekuatan


kontraktil pada matriks di sekitar dan mengubahnya menjadi skar yang rapat.
Ditemukan peningkatan kecepatan transkripsi gen kolagen tipe I dari fibroblast
pasien skleroderma. Didapatkan juga peningkatan sintesis berbagai molekul matriks
ekstraseluler, ekspresi reseptor kemokin dan molekul adhesi permukaan, sekresi
PDGF, resitensi tehadap apoptosis dan sinyal autokrin TGF-beta. Aktivasi sinyal
transduksi TGf-beta intraseluler yang tidak benar melalui Smad3 phosphorylation dan
kegagalan loop umpan balik negative Smad-7 tampak pada Skleroderma. Protein
koaktivator inti p300 memfasilitasi transkripsi yang dimediasi Smad dan merupakan
lokus yang penting dalam integrasi sinyal ekstraseluler yang memodulasi fungsi
7

fibroblast. Abnormalitas ekspresi, fungsi dan interaksi antara Smad, p300 dan protein
seluler lain mempengaruhi progresifitas proses fibrogenik scleroderma dengan cara
memodulasi transkripsi gen.

Gambar 3. Perubahan lesi pada berbagai stadium Skleroderma.

Anda mungkin juga menyukai