Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

GAGAL JANTUNG KANAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
RSUDZA Banda Aceh

oleh
DAYU PILA FITA
1607101030145

Pembimbing
dr. M. Muqsith, Sp.JP, FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus dengan judul ”Gagal Jantung Kanan”.

Tugas ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Kardiologi Rumah Sakit Zainoel Abidin. Penyelesaian tugas ini tak lepas
dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan
hati penulis haturkan ucapan terima kasih kepada pembimbing dr. M. Muqsith,
Sp.JP, FIHA.

Penulis sangat menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang


dimiliki, oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan tugas ini dan sebagai bekal penulis untuk menyusun tugas-tugas
lainnya di kemudian hari. Semoga laporan kasus ini banyak memberi manfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
BAB I
PENDAHULUAN

Secara anatomi, ventrikel kanan berbentuk segitiga dari sisinya, dan


berbentuk bulan sabit pada potongan melintang. Ventrikel kanan berkontraksi
melalui tiga cara: pergerakan dari dalam dinding ventrikel kanan, melalui
pemendekan serat longitudinal yang berasal dari apeks menuju ke basis jantung,
dan penarikan oleh kontraksi ventrikel kiri. Ventrikel kanan mengejeksikan stroke
volume dalam jumlah yang sama dengan ventrikel kiri, namun dengan resistensi
yang lebih rendah terhadap vaskularisasi pulmonal. Oleh karena itu, berdasarkan
hubungan Laplace, ventrikel kiri mempunyai dinding yang lebih tipis. Resistensi
vaskular yang rendah juga membuat ventrikel kanan berkontraksi lebih awal pada
fase sistolik.

Gagal jantung kanan terjadi ketika bagian jantung kanan tidak melakukan
pekerjaannya dengan efektif, yaitu untuk mempokan darah ke sirkulasi pulmonal
untuk mengambil oksigen dari paru-paru. Keadaan tersebut terjadi ketika terdapat
tekanan atau volume yang berlebih pada jantung kanan, penyebab tersering dari
gagal jantung kanan adalah hipertensi pulmonal. Kejadian hipertensi pulmonal
sering dikaitkan dengan gagal jantung kiri.

Berdasarkan epidemiologis, 4,5% pasien gagal jantung akut disertai dengan


gagal jantung kanan. Studi epidemiologi menemukan bahwa gagal jantung tanpa
gangguan sistolik (normal ejection fraction) meningkat sejajar dengan pertambahan
usia dan terutama ditemukan pada wanita. Gagal jantung akibat fungsi sistolik
terutama ditemukan pada laki-laki.

Diagnosis gagal jantung kanan ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis,


interpretasi EKG, biomarker seperti laktat dan BNP. Ekokadiografi sangat penting
dalam penegakan diagnosis untuk mengeksklusikan penyebab ekstrinsik dan untuk
menilai kuantitas, khususnya PASP, diameter IVC dan TAPSE. Foto thoraks, CT,
dan MRI cardiac juga dapat digunakan untuk menjelaskan keadaan jantung dan
patologi yang mendasari.
BAB II
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. SA
Usia : 59 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jaya Baru, Banda Aceh
Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam
Suku : Aceh
Status Perkawinan : Menikah
No. CM : 0-96-05-52
Tanggal masuk Rumah Sakit : 17 Desember 2017
Tanggal pemeriksaan : 20 Desember 2017
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Sesak Napas
Keluhan tambahan
Kaki bengkak
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang terjadi 30 menit
sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas terjadi saat pasien baru selesai
melakukan aktivitas ringan, yaitu berjalan dengan dibantu keluarganya.
Sesak tidak berkurang dengan istirahat. Sesak sudah terjadi beberapa kali
dalam 2 minggu terakhir. Sebelumnya pasien di rawat di ruang ICU karena
keluhan sesaknya yang terjadi secara tiba-tiba saat pasien duduk. Pasien
juga mengeluhkan kaki kiri dan kanan bengkak dan lemah saat digerakkan,
keluhan tersebut terjadi saat pasien pertama kali merasakan sesak. Selain
itu, pasien merasakan tidak nyaman dan penuh pada bagian ulu hati. Pasien
juga mengeluhkan batuk yang dapat sembuh sendiri, pasien mengaku tidak
ada keluhan jika tidur dengan satu bantal. Pasien menyangkal adanya
riwayat serangan jantung. Pasien juga mengaku cepat merasa lelah,
terutama saat mulai berjalan.
Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pasien di rawat di ruang ICU RSUDZA selama 2
minggu dengan diagnose acute lung edema dan right heart failure. Pasien
memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 sejak 15 tahun yang lalu dan rutin
mengonsumsi obat. Riwayat hipertensi dan sakit jantung disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama. Tidak ada
anggota keluarga yang mengalami sakit jantung, hipertensi, dan diabetes
mellitus.
Riwayat penggunaan obat
Pasien rutin mengonsumsi metformin untuk mengontrol DM.
Saat di rawat di ICU RSUDZA, pasien diberikan obat:
- Furosemid 2 x 40 mg
- Allopurinol 1 x 300 mg
- Dorner 2 x 20 mg
- Bisoprolo1 x 2,5 mg
- Digoxin 1 x 0,25 mg
- Clopidogrel 1 x 75 mg
- Spironolacton 2 x 25 mg
- Fluimucil syrup 3 x CI

Riwayat kebiasaan sosial


 Pasien saat ini hanya beraktivitas di dalam rumah
 Pasien jarang berolah raga
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 83 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 37,2 C
3.3 Pemeriksaan Fisik
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva palpebral inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : normotia, serumen (-/-)
Hidung : sekret (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa bibir lembab (+)
Leher : pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (+)
Thorax :
Inspeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), SF kanan = SF kiri
Perkusi : sonor (+/+) di seluruh lapangan paru
Auskultasi : ves (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat di ICS 5 LMCS
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternalis dekstra batas
jantung kiri di ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJI > BJ II, regular (+), bising(-)
Abdomen :
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepar/lien/renal tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) , bising usus (-)
Ekstremitas:
Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(+/+), pucat(-/-), akral dingin(-/-)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Foto Thoraks PA 28/11/2017

Kesimpulan:
Cardiomegali
Tampak peningkatan corakan bronkovaskular
(EKG : 17 Maret 2017)

Interpretasi EKG :
Irama : sinus
Ritme : reguler
Ventricular rate : 76 x/i
QRS rate : 76 bpm
Axis : Right axis deviation
P Wave : 0,08 detik
P-R Interval : 0,12 detik
Kompleks QRS : 0,08 detik
Q patologis :-
ST segmented :-
T inverted : II, III, AvF, V4, V5, V6
RVH : (+)
LVH : (-)
Kesimpulan :sinus ritme, dengan RVH, iskemik inferior

Ekokardiografi (3 Desember 2017)


Kesimpulan:
Right Heart Failure
Severe Pulmonary Hypertension
Laboratorium Darah (19 Desember 2017)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hemoglobin 13,9 gr/dL 14,0-17,0 gr/dL


Hematokrit 42% 45-55 %
Eritrosit 4,7 x 103/mm3 4,7-6,1 x 103/mm3
Leukosit 11,4 x 103/mm3 4,5-10,5 x 103/mm3
Trombosit 224 x 103/mm3 150-450 x 103/mm3
Diftell 1/1/0/70/18/10 0-6/0-2/2-6/50-70/20-
40/2-8 %
Na/K/Cl 130/3,9/103mmol/L 135-145/3,5-4,5/94-
106mmol/L
Ureum 76 mg/dL 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,77 mg/dL 0,67-1,17 mg/dL
GDS 201 mg/dl < 200 mg/dL

3.4 Diagnosis Kerja

Right Heart Failure

Severe Pulmonary Hypertension

DM tipe 2

3.5 Terapi

a. Bed rest semifowler


b. Diet DM 1500 kkal
c. O2 nasal kanul 2-4 L/menit
d. Three way
e. Furosemid tab 1 – 1 – 0
f. Digoxin 1 x 0,25 mg
g. Bisoprolol 1 x 2,5 mg
h. Beraprost sodium 2 x 20 µg
i. Spironolacton 2 x 25 mg
j. Amlodipin 1 x 5 mg
k. Clopidogrel 1 x 75 mg
l. Flumucyl syr 3 x CII
m. Lansoprazole 2 x 30 mg
n. Allopurinol 1 x 300 mg
o. Mobilisasi bertahap

3.6 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad sanactionam
3.7 Follow up harian
Tanggal S O A Th

18/12/17 Sesak napas TD :110/60 Right Bed rest


H+1 (+) berkurang, mmhg heart semifowler

ekstremitas HR : 94 x/i, failure + Diet Jantung


bawah regular Severe O2 nasal kanul 2-
bengkak (+) RR : 20 x/i pulmonary 4 L/menit

Temp : 36,8 C hipertensi Three way


on + DM Drip Furosemid
tipe 2 20 mg/jam

Digoxin 1 x 0,25
mg

Bisoprolol 1 x 2,5
mg

Beraprost sodium
2 x 20 µg

Spironolacton 2 x
25 mg

Amlodipin 1 x 5
mg

Clopidogrel 1 x
75 mg

Flumucyl syr 3 x
CII

Lansoprazole 2 x
30 mg

Allopurinol 1 x
300 mg

19/3/17 Sesak napas TD :110/70 Right Bed rest


H+2 tidak ada, mmhg heart semifowler

ekstremitas HR : 80 x/i, failure +


bawah regular Severe Diet DM 1500
bengkak dan RR : 20 x/i pulmonary kkal

lemah ketika Temp : 36,6 C hipertensi O2 nasal kanul 2-


4 L/menit
digerakkan (+) KGDP : 122 on + DM
tipe 2 Three way

Drip Furosemid
20 mg/jam

Digoxin 1 x 0,25
mg

Bisoprolol 1 x 2,5
mg

Beraprost sodium
2 x 20 µg

Spironolacton 2 x
25 mg

Amlodipin 1 x 5
mg

Clopidogrel 1 x
75 mg

Flumucyl syr 3 x
CII

Lansoprazole 2 x
30 mg

Allopurinol 1 x
300 mg

p/ pantau urine
output/24 jam
KGDP (+)

20/12/17 Sesak napas (- TD :100/60 Right Bed rest


), nyeri dada (- mmHg heart semifowler
H+3
), ekstremitas HR : 88 x/i, failure +
bawah regular Severe Diet DM 1500
bengkak dan RR : 20 x/i pulmonary kkal

lemah (+), Temp : 37,2 C hipertensi O2 nasal kanul 2-


4 L/menit
sariawan (+) KGDP: 159 on + DM
tipe 2 Three way

Drip Furosemid
1-1-0

Digoxin 1 x 0,25
mg

Bisoprolol 1 x 2,5
mg

Beraprost sodium
2 x 20 µg

Spironolacton 2 x
25 mg

Amlodipin 1 x 5
mg

Clopidogrel 1 x
75 mg

Flumucyl syr 3 x
CII

Lansoprazole 2 x
30 mg

Allopurinol 1 x
300 mg

SC Lantus 0-0-0-
6

Mobilisasi
bertahap
P/Besok PBJ
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien yaitu seorang perempuan berusia 59 tahun, datang dengan keluhan


sesak napas yang terjadi tiba-tiba sesaat setelah pasien dibantu berjalan, pasien juga
mengeluhkan cepat lelah, kaki yang bengkak dan perut terasa penuh. Sebelumnya
pasien sudah pernah dirawat dengan acute lung edema.

Studi epidemiologi menemukan bahwa gagal jantung tanpa gangguan


sistolik (normal ejection fraction) meningkat sejajar dengan pertambahan usia dan
terutama ditemukan pada wanita. Estrogen merupakan salah satu kunci
kardioprotektif pada wanita, sehingga pada faktor menopause menyebabkan wanita
memiliki risiko penyakit yang sama dengan laki-laki di usia yang sama.

Diagnosa gagal jantung kanan ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien didapatkan
keluhan sesak napas dan kaki bengkak. berdasarkan keluhan yang dialami pasien
yaitu sesak napas yang terjadi saat pasien beraktivitas. Hal ini sesuai dengan salah
satu gejala gagal jantung kanan yang diawali dari gagal ventrikel kiri untuk
memompakan darah ke seluruh tubuh, sehingga terjadi penumpukan cairan pada
ventrikel kiri dan atrium kiri, darah balik melalui vena pulmonalis dan mengalami
kongesti pada paru.

Penumpukan cairan pada paru dapat menyebabkan gejala sesak napas akibat
terjadi gangguan pada proses pertukaran oksigen pada alveolar paru, terjadinya
hipertensi pulmonal menyebabkan peningkatan kontraksi ventrikel kanan.
Kontraksi yang meningkat tidak sesuai dengan oksigen yang tersedia, sehingga
membuat proses oksidatif fosforilasi akan terganggu menyebabkan pembentukan
ATP berkurang. Dengan tidak terpenuhinya energi miokard, terjadilah gangguan
kontraksi dan relaksasi miokard atau gagal jantung. Pada keadaan ini akan terjadi
pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang berlebihan dan memperparah
keadaan.,

Hipertensi pulmonal merupakan peningkatan tekanan arteri pulmonalis


melebihi 25 mmHg pada waktu istirahat, atau melebihi 30 mmHg saat berolahraga.
Hipertensi pulmonal pada pasien termasuk hiperensi pulmonal sekunder yang
berhubungan dengan gagal jantung kiri.

Peningkatan tekanan arteri pulmonal dapat meningkatkan tekanan atrium


kanan, vena perifer, dan tekanan kapiler. Dengan terjadinya gradient hidrostatik,
memicu terjadinya transudasi cairan dan akumulasi cairan yang mengikuti gaya
gravitasi, sehingga manifestasi edema perifer terjadi pada kedua tungkai.

Dari hasil anamnesis, pasien mengalami diabetes mellitus sejak 15 tahun


yang lalu. Kadar glukosa tinggi dalam tubuh berperan pada proses aterogenesis.
Proses ini terjadi karena glukosa meningkatkan akumulasi diacyl-glycerol (DAG)
dan protein kinase C (PKC) di vascular serta meningkatkan kadar glukosa melalui
jalur aldose reductase. Kondisi tersebut meningkatkan respon inflamasi seperti
aktivasi NF-kB. NF-kB meningkatkan superoksida yang berperan pada stress
oksidatif yang dimediasi glukosa. Auto-oksidasi glukosa menyebabkan
pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) dan mengubah struktur LDL menjadi
oxLDL. Proses selanjutnya akan berkembang menjadi aterosklerosis. Pembentukan
aterosklerosis ini memicu terjadinya iskemia akibat oklusi sebagian pada arteri
koronaria, sehingga membuat fungsi ventrikel menjadi terganggu.

Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan suara rhonki pada kedua lapangan
paru, hal ini disebabkan kongesti cairan pada paru. Dan bunyi jantung dua pada area
pulmonal terdengar mengeras, menandakan terjadinya hipertensi pulmonal.

Hasil pemeriksaan EKG ditemukan irama sinus, gelombang R meninggi,


RAD dan T inversi pada lead II. III, AvF, V4-6. yang disimpulkan sebagai right
ventricular hypertrophy (RVH), RAD dan iskemik inferior dengan heart rate 76
kali/menit. RVH terjadi karena miokardium ventrikel yang berkontraksi melawan
tekanan pulmonal yang meningkat, sehingga menyebabkan pergeseran aksis
jantung kearah kanan.

Hasil pemeriksaan foto thoraks pada pasien menunjukkan gambaran


cardiomegaly dan edema paru. Gambaran ini sesuai dengan diagnosa gagal jantung,
yang disebabkan oleh penumpukan cairan pada paru akibat gangguan pompa
ventrikel kiri.

Hasil pemeriksaan ekokardiografi didapatkan fungsi sistolik ventrikel


kanan menurun, dilatasi atrium dan ventrikel kanan, fungsi relaksasi diastolik
ventrikel menurun dengan kesimpulan Right heart failure dan Severe pulmonary
hypertension. Fungsi sistolik ventrikel pasien ini tidak terganggu, hal ini
ditunjukkan dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 60%. Gangguan fungsi diastolik
ventrikel menurunkan preload, sehingga stroke volume menjadi menurun
menyebabkan terjadinya akumulasi darah pada ventrikel kiri. Dilatasi ventrikel
kanan menyebabkan kompensasi preload dan mempertahankan stroke volume
meskipun mengurangi pemendekan fraksi.

Saat terjadinya kelemahan kontraktilitas ventrikel kanan, manifestasi klinis


gagal jantung kanan dekompensasi terjadi, ditandai dengan meningkatnya tekanan
pengisian, dan disfungsi diastolik.

Ketika ventrikel kanan gagal memompa darah, darah akan menumpuk pada
ventrikel kanan dan atrium kanan, dan pada akhirnya kembali melalui vena cava
dan mengalami penumpukan, sehingga menyebabkan manifestasi edema tungkai
dan perasaan tidak nyaman pada perut akibat kongesti cairan.

Tatalaksana pada pasien ini berupa tatalaksana suportif dan farmakologis.


Tatalaksana suportif berupa pemberian oksigen, memposisikan pasien semifowler,
pemberian diet DM 1500 kkal, dan mobilisasi bertahap. Berdasarkan teori,
tatalaksana farmakologis gagal jantung kanan berupa pemberian agen penurun
preload dengan pemberian diuretik, menurunkan afterload dengan CCB, dan agen
inotropik seperti digitalis dan β-blocker. CCB, β-blocker, dan diuretik juga
memiliki efek mencegah remodeling dan bermanfaat menghambat progresivitas
gagal jantung.

Pada pasien ini diberikan inotropik digoxin, dengan indikasi terdapat


gangguan kontraktilitas atau fungsi sistolik ventrikel kanan. Digoxin memiliki efek
inotropik positif dan kronotropik negative. Sifat ini ideal untuk gagal jantung
karena pasien gagal jantung pada umumnya mengalami takikardia, dengan
menurunkan laju jantung, obat ini dapat memberikan kesempatan ventrikel
mengadakan relaksasi dan pengisian darah efektif untuk kemudian dipompakan
keluar. Mekanisme kerjanya dengan menghambat pompa Na-K-ATPase yang
memperlambat fase repolarisasi, dan menyebabkan depolarisasi miokard lebih
lama, dengan demikian memperbanyak Ca2+ yang masuk ke dalam sel. Digoxin
juga meningkatkan tonus vagus (parasimpatis) sehingga menurunkan laju jantung.

Pemberian β-blocker bisoprolol bertujuan untuk meningkatkan fraksi ejeksi,


memperbaiki gejala, dan menurunkan mortalitas pasien gagal jantung berkorelasi
dengan penurunan laju jantung. Hasil ini diperoleh dari beberapa uji klinik seperti
Cardiac Insufficiency Bisoprolol Study (CIBIS) pada tahun 1999. Studi lainnya juga
menunjukkan bahwa β-blocker meningkatkan kontraktilitas karena memperbaiki
fungsi Ryanodine receptor (reseptor yang mengatur pengeluaran Ca2+ dari
sarcoplasmic reticulum).

Calcium channel blocker (CCB) merupakan vasodilator kuat sehingga


diberikan pada pasien gagal jantung grade II yang tidak takikardi. CCB yang long
acting seperti amlodipin lebih baik karena tidak mempresipitasi reflex takikardi dan
dilaporkan bermanfaat baik pada pasien yang sudah maupun belum terjadi
gangguan fungsi sistolik.

Pemberian loop-diuretik furosemide bertujuan untuk menurunkan preload,


dan mengurangi gejala gagal jantung seperti retensi cairan dan kelebihan garam.
Furosemid akan menyebabkan terjadi penurunan pelepasan atrial natriuretic peptide
(ANP). Dengan demikian terjadi penurunan curah jantung dan tekanan
a.pulmonalis. Pada pasien ini diberikan aldosterone antagonis berupa
spironolakton. Saat ini diketahui bahwa perangsangan reseptor aldosterone pada
jantung dan pembuluh darah dapat mengakibatkan terjadinya fibross miokard
(remodeling) dan kekakuan pembuluh darah. Randomized Aldactone Evaluation
Study (RALES, 1999) melaporkan spironolakton menghambat perburukan gagal
jantung dan menurunkan mortalitas.

Tatalaksana hipertensi pulmonal pada pasien ini dengan pemasangan


oksigen via nasal kanul, dan analog prostasiklin. Beraprost merupakan analog
prostasiklin (PGI2) dengan efek vasodilator, antiplatelet dan sitoprotektif yang
sangat vasoselektif di a. pulmonalis dibandingkan dengan vascular sistemik.
Beraprost mengurangi hipertensi pulmonal dengan menghambat pelepasan Ca2+
dari intraselular, sehingga menyebabkan relaksasi pada sel otot polos arteri,
vasodilatasi dan menyebabkan penurunan tekanan serta resistensi arteri pulmonalis.
Pemberian CCB dihidropiridin atau amlodipin pada pasien ini juga memiliki efek
vasodilatasi pada a. pulmonalis.
BAB III
KESIMPULAN

Gagal jantung kanan merupakan ketidak-mampuan ventrikel kanan untuk


memompa darah melewati sirkulasi pulmonalis. Hipertensi pulmonal merupakan
penyebab tersering gagal jantung kanan, dan kejadiannya sering dikaitkan dengan
adanya gagal jantung kiri. Tanda dan gejala dari gagal jantung kanan yaitu adanya
keluhan sesak napas, cepat lelah, edema tungkai, rasa tidak nyaman pada perut,
peningkatan tekanan vena jugular, dan suara nafas tambahan rhonki. Pemeriksaan
EKG, foto thoraks dan ekokardiografi berguna sebagai pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosa pada gagal jantung kanan. Tatalaksana gagal jantung
kanan yaitu dibagi menjadi tatalaksana suportif dan farmakologis, dengan tujuan
menurunkan preload, afterload, dan meningkatkan kontraksi ventrikel. Pemberian
analog prostasiklin serta vasodilator penting untuk mengurangi hipertensi pulmonal
sebagai penyebab dari gagal jantung kanan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kabo, Peter. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara


Rasional. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2012;181–208.

2. Heriansyah, T, Wihastuti T.A, Andarini, S. Patofisiologi Dasar


Keperawatan Penyakit Jantung Koroner: Inflamasi Vaskular. UB Press,
Malang, 2016;15–20.

3. Rilantono, L. Penyakit Kardiovaskular (PKV) : 5 Rahasia. Badan Penerbit


FKUI, Jakarta;269–275.

4. Voelkl NF, Quaife RA, Leinwand LA, Barst RJ, McGoon MD, Meldrum
DR, et al; National Heart, Lung, and Blood Institute Working Group on
Cellular and Molecular Mechanisms of Right Heart Failure. Right
ventricular function and failure. Report of the National Heart, Lung, and
Blood Institute working group on cellular and molecular mechanisms of
right heart failure. Circulation. 2006 Oct 24;114(17):1883-91.

5. Mockel M, Searle J, Muller R, Slagman A, Storchmann H, Oestereich P, et


al, Chief complaints in medical emergencies: do they relate to underlying
disease and outcome? The Charité Emergency Medicine Study
(CHARITEM). Eur J Emerg Med. 2013 Apr;20(2):103-8.

6. Hassanein M, Abdelhamid M, Ibrahim B, Elshazly A, Aboleineen MW,


Sobhy H, et al. Clinical characteristics and management of hospitalized and
ambulatory patients with heart failure--results from ESC heart failure long-
term registry--Egyptian cohort. ESC Heart Failure. 2015;2:159-67.

7. Galie N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, Simonneau


G, et al. 2015 ESC/ERS Guidelines for the diagnosis and treatment of
pulmonary hypertension: The Joint Task Force for the Diagnosis and
Treatment of Pulmonary Hypertension of the European Society of
Cardiology (ESC) and the European Respiratory Society (ERS): Endorsed
by: Association for European Paediatric and Congenital Cardiology
(AEPC), International Society for Heart and Lung Transplantation (ISHLT).
Eur Heart J. 2016 Jan;37(1):67-119.

8. Kholdani C, Fares M, Mohsenin V. Pulmonary hypertension in obstructive


sleep apnea: is it clinically significant? A critical analysis of the association
and pathophysiology. Pulm Circ. 2015 Jun;5(2):220-7.

9. Dazner MH, Rame E, Stevenson LW, Dries DL. Prognostic importance of


elevated jugular venous pressure and a third heart sound in patients with
heart failure. N Engl J Med. 2001 Aug 23;345:574-81.
10. Bleeker GB, Steendijk P, Holman ER, Yu CM, Breithardt OA, Kaandorp
TA, Schalij MJ, van der Wall EE, Bax JJ, Nihoyannopoulos P. Acquired
right ventricular dysfunction. Heart. 2006 Apr; 92 Suppl I:i14-8.

11. Forfia PR, Fisher MR, Mathai SC, Housten-Harris T, Hemnes AR, Borlaug
BA, Chamera E, Corretti MC, Champion HC, Abraham TP, Girgis RE,
Hassoun PM. Tricuspid annular displacement predicts survival in
pulmonary hypertension. Am J Respir Crit Care Med. 2006 Nov
1;174(9):1034-41.

12. Kircher BJ, Himelman RB, Schiller NB. Noninvasive estimation of right
atrial pressure from the inspiratory collapse of the inferior vena cava. Am J
Cardiol. 1990 Aug;66:493-6.

13. King MA, Ysarel M, Bergin CJ. Chronic thromboembolic pulmonary


hypertension: CT findings. AJR Am J Roentgenol. 1998 Apr;170(4):955-
60.

14. Ambrosy PA, Gheorghiade M, Bubenek S, Vinereanu D, Vaduganathan M,


Macarie C, Chioncel O; Romanian Acute Heart Failure Syndromes (RO-
AHFS) study investigators. The predictive value of transaminases at
admission in patients hospitalized for heart failure: findings from the RO-
AHFS registry. Eur Heart J Acute Cardiovasc Care. 2013 Jun;2(2):99-108.

15. Krüger S, Graf J, Merx MW, Koch KC, Kunz D, Hanrath P, Janssens U.
Brain natriuretic peptide predicts right heart failure in patients with acute
pulmonary embolism. Am Heart J. 2004 Jan;147(1):60-5.

16. Vanni S, Viviani G, Baioni M, Pepe G, Nazerian P, Socci F, Bartolucci M,


Bartolini M, Grifoni S. Prognostic value of plasma lactate levels among
patients with acute pulmonary embolism: the thrombo-embolism lactate
outcome study. Ann Emerg Med. 2013 Mar;61(3):330-8.

Anda mungkin juga menyukai