Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun Oleh :

Farin Limanda Mulia, S.Ked

FAB 118 091

Pembimbing :

dr. Soetopo, Sp.KFR


dr. Tagor Sibarani
dr. C Yuliardi Alriyanto

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Rehabilitasi Medik dan
Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah tahap
akhir dari perjalanan penyakit jantung dan merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas pada pasien penyakit jantung. Gagal jantung adalah komplikasi tersering
dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Penyebab dari gagal
jantung adalah disfungsi miokard, endokard, perikardium, pembuluh darah besar,
aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika, disfungsi
miokard yang paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner, biasanya akibat
infark miokard yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75
tahun, disusul hipertensi dan diabetes.1, 2
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada
usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di
Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per
tahunnya.Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal
jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat
jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.Meskipun terapi gagal jantung
mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap
tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari
pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.2, 3
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4
tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari
50% akan meninggal dalam tahun pertama.4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Primary Survey (Ny. BD/47 tahun)


Vital Sign:
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Denyut Nadi : 115 kali/menit
Frekuensi Napas : 29 kali/menit, torako-abdominal
Suhu : 36,50C
Airway : Bebas, tidak ada sumbatan jalan napas
Breathing : Spontan, 29 kali/menit, pernapasan torako-abdominal,
pergerakan thoraks simetris kiri dan kanan
Circulation : Denyut nadi 115 kali/menit, reguler, isi cukup, dan kuat
angkat. CRT < 2 detik
Disability : GCS (E4M6V5), pupil isokor +/+, diameter 3mm/3mm
Evaluasi masalah : Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini
merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign karena
pasien datang dengan keluhan sesak napas dengan diberi
label merah
Tatalaksana awal : Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di
ruang non bedah, posisikan setengah duduk, pemberian
oksigen nasal kanul 3 liter/menit, dan dilakukan
pemasangan akses infus intravena menggunakan cairan
NaCl 0,9%.

2.2. Secondary Survey


2.2.1. Identitas
Nama : Ny. BD
Usia : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tewah

3
Tgl Pemeriksaan : 17 Januari 2020 pukul 10.55
2.2.2. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak ± 4 hari SMRS, dan dirasakan
semakin memberat ± 2 jam yang lalu ketika pasien sedang duduk menonton TV,
sesak dirasakan terus menerus, sesak disertai bunyi ngik-ngik disangkal. Pasien
juga sering terbangun di malam hari karena sesak napas dan pasien merasa semakin
sesak apabila tidur dengan menggunakan 1 bantal sehingga pasien harus
menggunakan 3-4 bantal pada saat tidur. Pasien juga mengeluh batuk ± 3 hari
dengan dahak lendir berwarna putih. Batuk dirasakan sesekali terutama pada saat
sesak dan lebih sering di malam hari. Nyeri dada disangkal, berdebar-debar
disangkal, nyeri ulu hati disangkal, mual disangkal, muntah disangkal. Kedua kaki
pasien membengkak sejal 1 hari SMRS. BAK (+) 4-5 kali sehari, warna kuning
jernih, setiap BAK sebanyak ¾ gelas aqua. BAB (+) normal
Riwayat Kebiasaan:
Merokok (-) dan minum alkohol (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit jantung sejak 2 tahun yang lalu dan dirawat di ICCU sebanyak 1
kali selama 5 hari. Hipertensi (+) sejak 5 tahun yang lalu dan tidak rutin kontrol
karena pasien merasa keadaannya sudah lebih baik. Penyakit ginjal (-) DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien tidak mengetahui
2.2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Vital sign : Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Denyut Nadi : 115 kali/menit (reguler, isi cukup,
kuat angkat)
Frekuensi Napas : 29 kali/menit

4
Suhu : 36,50C
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edem palpebra (-/-)
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid (-/-), JVP 5+2 cmH2O
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi
suprasternal (+), retraksi sela iga (+), retraksi epigastrium (-
)
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki basah basal mulai sela iga IV dextra
et sinistra, wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba besar
Perkusi : Timpani (+) shifting dulness (-)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edem (+) pada kedua tungkai, pitting edem (+)
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
- Leukosit : 5.810/ul
- Eritrosit : 4.560.000/ul

5
- Trombosit : 156.000/ul
- Hb : 12,7 g/dl
- Hematokrit : 39,3 %
b) Kimia Klinik
- Gula Darah Sewaktu : 129 mg/dl
- Creatinin : 1,01 mg/dl
c) Elektrolit
- Natrium : 141 mmol/L
- Kalium : 3,7 mmol/L
- Calcium : 1,22 mmol/L

Pemeriksaan EKG

Gambar 2.1. EKG Pasien

Kriteria Sokolow-Lion : RV5/RV6 + SV1 ≥ 35

Pada Pasien : 26 + 14 = 40 (LVH)

6
Kardiomegali
(CTR 70%)

Corakan
bronkovaskuler
meningkat:
edem pulmo
(bat wings)

Gambar 2.2. Foto Thorax Pasien

2.2.5. Diagnosa
- Diagnosa simptomatik : Dispneu
- Diagnosa kausal : Hipertensi Heart Disease
- Diganosa klinis : CHF NYHA IV

2.2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal di IGD
- O2 nasal kanul 3 liter/menit
- Posisikan setengah duduk
- IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
- Pasang cateter
- Inj. Furosemide 1 Ampul
- Inj. Digoxin (®Fargoxin) 1 Ampul
- Po. Candesartan 1x8 mg
- Konsul bagian jantung
- Rawat di ICCU

7
2.2.7. Prognosa
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad functionam : Dubia
- Quo ad sanationam : Dubia

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan
oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan pada ejeksi
dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa darah secara
cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.Gagal jantung
kongestif adalah suatu keadaan gagal jantung kiri dalam jangka waktu yang lama
diikuti dengan gagal jantung kanan ataupun sebaliknya.Terminologi gagal jantung:5

a. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik


Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kelelahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun, dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung
sistolik ditandai dengan penurunan ejection fraction ventrikel kiri ≤ 40%.5
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel yang dapat disebabkan oleh concentric remodeling dari ventrikel kiri.
Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi ≥
50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah
mitral dan aliran vena pulmonalis, tidak dapat dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik saja.5

b. Low output dan High output Heart Failure


Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati, dilatasi, kelainan
katup dan perikardium. High output HF ditemukan pada penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V. Secara
praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.5

c. Gagal Jantung Kiri dan Kanan

9
Gagal jantung kiri terjadi akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan
tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea.
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti
pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga
terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan
distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi
pada miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.5

d. Gagal Jantung Akut dan Kronik


Gagal jantung akut penyebab klasiknya antara lain robekkan daun katup
secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard yang luas. Curah
jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah
tanpa disertai edema perifer. Gagal jantung kronis umumnya disebabkan oleh
kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-
lahan. Kongesti perifer sangat menonjol, namun tekanan darah masih terpelihara
dengan baik.5

3.2. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
a. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan
penyakit degeneratif atau inflamasi.5
b. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal

10
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.5

c. Hipertensi Sistemik Atau Pulmonal


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung (peningkatan afterload), mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai
kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak
jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal
jantung.5

d. Peradangan Dan Penyakit Myocardium Degeneratif


Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.5

e. Penyakit Jantung Lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis
katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak
after load.5
f. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,
tirotoksikosis), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.4

11
3.3. Patofisiologi
Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu gangguan
kontraktilitas ventrikel, meningkatnya afterload, dan gangguan pengisian ventrikel
(meningkatnya preload). Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas
pengosongan ventrikel (karena gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload)
disebut disfungsi sistolik, sedangkan gagal jantung yang dikarenakan oleh
abnormalitas relaksasi diastol atau pengisian ventrikel disebut disfungsi diastolik.
Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal jantung
diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume, gangguan
pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung sistolik,
stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara
adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan
pada dinding ventrikel.6
Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin II,
aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor
neurohormonal yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang
menyebabkan retensi natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang ketiga
terjadi kelelahan, nafas pendek, dan retensi air. Nafas pendek (dyspnea) menjadi
lebih parah dan terjadi saat istirahat (orthopnea) atau pada malam hari (proxymal
nocturnal dyspnea). Retensi air terjadi pada paru-paru (kongesti) atau odema
periferal.6
Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung
untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan
darah ke organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-
Straling, (2) neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.6

a. Mekanisme Frank-Starling
Meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume ventricular
end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti ada peningkatan
peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filamen aktin dan miosin, dan

12
resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan
normal, mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari dua ventrikel.6
Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung
cardiac output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung
yang sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular
end-diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif
ketika jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami
peregangan yang berlebihan.6
Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah
ketegangan dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan
menurunkan ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan
dinding pembuluh darah. Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan
meningkatkan kebutuhan oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih
lanjut lagi adanya gangguan fungsi jantung.6
b. Neurohumeral
Sistem saraf adrenergik
Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung dikenali oleh
baroreseptor di sinus caroticus dan arcus aorta,
kemudian dihantarkan ke medulla melalui nervus IX dan X, kemudian mengaktivasi
sistem saraf simpatis, aktivasi sistem saraf simpatis ini akan menaikkan kadar
norepinefrin (NE). Hal ini akanmeningkatkan frekuensi denyut jantung,
meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriks arteri dan vena sistemik.6
Sistem renin angiotensin aldosteron
Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasisistemrenin-
angiotensin aldosteron berkurangnyan atrium terfiltrasiyang mencapai
makuladensa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu
peningkatan pelepasan renin dari apparatus juxtaglomerular. Renin memecah empat
asam amino dari angiotensinogenI, dan Angiotensin-converting enzym akan
melepaskan du asam aminodari angiotensin I menjadi angiotensin II.
AngiotensinII berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1, aktivasi
reseptor angiotensin I akan mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhansel,

13
sekresi aldosterondan pelepasan katekolamin, sementara AT2 akanmenyebabkan
vasodilatasi, inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.6

Gambar 3.1. Mekanisme Kompensasi Neurohormonal pada Gagal Jantung

Gambar 3.2. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

14
Stres oksidatif
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen
species(ROS).Peningkatan ini dapa diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan
miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonisalfa
adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin
inflamasi(tumor necrosis factor,interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi
hipertrofi miosit, proliferas fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan
mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara menurunkan bioavailabilitas NO.6
Remodelling dan hipertrofi ventrikular
Modelneurohormonalyangtelahdijelaskandiatasgagal menjelaskan
progresivitas gagal jantung.Remodelingventrikel kiri yang progresif berhubungan
langsungdengan bertambahburuknya kemampuan
ventrikelkiridikemudianhari.Prosesremodelingmempunyaiefek penting
pada miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen
nonmiosit pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel kiri.7
Remodelingberawaldariadanyabebanjantungyangmengakibatkan
meningkatkanrangsanganpadaototjantung.Keadaanjantungyang
overloaddengantekananyangtinggi,misalnyapadahipertensiatau
stenosisaorta,mengakibatkanpeningkatan tekanan sistolik yang secara
parallel menigkatkan tekanan pada sarkomer dan pelebaran pada miosit
jantung,yangmenghasilkanhipertrofikonsentrik.7
Jikabebanjantung didominasidengan peningkatan volume
ventrikel,sehingga meningkatkan tekanan pada diastolik, yang kemudian secara
seri pada sarkomer dan kemudianterjadipemanjanganpadamiositjantungdan
dilatasiventrikel kiri yang mengakibatkan hipertrofi
eksentrik.Homeostasiskalsiummerupakanhalyangpentingdalam
perkembangangagal jantung. Hal ini diperlukan dalamkontraksi dan
relaksasi jantung.7

15
Gambar 3.3. Pola Remodeling Ventrikel

3.4. Gambaran Klinis


Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :
a. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri
menurun dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan volume
akhir diastolik dalam ventrikel kiri meningkat.
Tanda dan gejala:
1. Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang
minimal atau sedang.
2. Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring
3. Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama
dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)
4. Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa
dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah.

16
5. Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme.
6. Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.5
b. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa
ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului
oleh adanya gagal jantung kiri. Tanda dan gejala:
1. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
2. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.
3. Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam
rongga abdomen.
4. Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal
didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.
5. Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
6. Bendungan pada vena perifer (jugularis)
7. Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan
asites.
8. Perasaan tidak enak pada epigastrium.5

3.5. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pada CHF juga dapat ditegakkan dengan
menggunakan kriteria Framingham.
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali

17
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 2 kriteria major atau 1
kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.5

Tabel 3.1. Klasifikasi NYHA


NYHA Class I Tidak ada keterbatasan: aktifitas fisik biasa tidak
membulkan lelah, jantung berdebar-debar ataujpun
sesak nafas.
NYHA Class II Sedikit keterbatasan aktifitas fisik: merasa nyaman
ketika istirahat tetapi aktivitas fisik biasa sudah
menimbulkan lelah, jantung berdebar-debar dan sesak
nafas
NYHA Class III Keterbatasan yang nyata pada aktifitas fisik: merasa
nyaman ketika istirahat tetapi symptom akan muncul
begitu ada aktifitas fisik yang lebih ringan dari biasa/
NYHA Class IV Rasa tidak nyaman setiap kali melakukan aktifitas fisik
apapun: symsptom HF sudah tampak ketika istirahat dan
semakin tidak nyaman ketika melakukan aktifitas fisik

a. Tekanan Darah dan Nadi

18
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun
biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi
dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume.
Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas
adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian
perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik
berlebih.Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas
pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi
pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah
komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan
hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-
Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau
napas berhenti sementara.6

b. Jugular Vein Pressure


Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan
atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring
dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan
cm H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari
bidang diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat
normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring
dengan peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux
positif).Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.6

c. Ictus Cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan
informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika kardiomegali
ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal
V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi
hingga 2 interkosta dari apex.6

19
d. Suara Jantung Tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan
dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan
dapat memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole.
S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume
overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan
gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik
namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada
regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.6

e. Pemeriksaan Paru
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi
cairan dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema
pulmoner, rales dapat terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan dapat pula
diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan pada
pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk
CHF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan
CHF kronis, bahkan dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal
ini disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi
pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan
transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena
sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan
biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura seringkali bilateral, namun pada efusi
pleura unilateral yang sering terkena adalah rongga pleura kanan.6
f. Pemeriksaan Hepar dan Hepatojugular Reflux
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan,
pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole
jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai
konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada
peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari

20
gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan
terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.6

g. Edema Tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun namun
tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan
diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi
terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada
pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral
(edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan
indurasi dan pigmentasi ada kulit.6

h. Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat
badan dan cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF
tidak diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk
peningkatan resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat
hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi
sitokin yang bersirkulasi seperti TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat
kongesti pada vena di usus. Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis
keseluruhan yang buruk.6

i. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal
jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-
lain. Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia, karena anemia ini
merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor
eksaserbasi untuk bentuk disfungsi jantung lainnya.6

j. Pemeriksaan Penunjang

21
Radiologi/Rontgen
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus paru
yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru
bercak-bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio (CTR)
meningkat, distensi vena paru.6
Pemeriksaan EKG
Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung (iskemik,
hipertrofi ventrikel, gangguan irama) dan tanda-tanda faktor pencetus akut (infark
miocard, emboli paru).6
Ekhokardiografi
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang
menjadi penyebab gagal jantung.6

3.6. Penatalaksanaan
3.6.1. Terapi Non Farmakologi
a. Diet. Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus
diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat
badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk
gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya
untuk gagal jantung berat.

b. Merokok : Harus dihentikan.


c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan
untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang
nyaman bagi pasien.
d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.
e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas
atau lembab4

22
3.6.2. Terapi Farmakologi

Gambar 3.4. Algoritma Terapi pada Gagal Jantung


Diuretik

Kelas Dan Contoh: Keuntungan Kerugian


Thiazides: Perananannya telah Dihubungkan dengan
1. Hydrochlorothiazide dikembangkan dalam hypomagnes-aemia,
2. Indapamide pengobatan hipertensi, hyperuricaemia , hyper-
3. Chlorthalidone khususnya pada orang- glycemia, atau
tua. hyperlipidaemia.
Loop Diuretics: Mempunyai efek yang Dapat menyebabkan
1. Furosemide kuat, onset cepat hypokalemia atau
2. Ethacrynic acid hypomagnesaemia
3. Bumetamide dihubung-kan dengan
kekurang patuhan
pemakaian obat.
Potassium-Sparing Hasil positif terhadap Dapat menyebabkan
Diuretics: survival tampak pada hyperkalemia dan azotemia,
1. Spironolactone pemakaian spirono- khususnya jika pasien juga
2. Amiloride lactone; menghindari memakai ACE-inhibitor.
3. Triamterene kehilangan potassium
dan magnesium

23
Gambar 3.5. Mekanisme Kerja Diuretik

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors


ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk
penderita dis-fungsi sistolik, dengan tidak memandang
beratnyagejala.Tetapi,dengan pertimbangkan side effects seperti simtomatik
hipotensi, perburukan fungsi ginjal, batuk dan angioedema, maka terdapat
hambatan pada pemakaiannya baik underprescribing maupun underdosing obat
tersebut, khususnya pada orang-orang tua. Pada penelitian klinik menunjukkan
bahwa hal yang menimbulkan ketakutan-ketakutan tersebut tidak ditemui,
dikarenakan obat tersebut diberikan dengan dosis yang rendah dan dititrasi pelahan
sampai mencapai dosis target memberi hasil yang efektif sehingga ACE-inhibitor
umumnya dapat ditolerir dengan baik. ACE inhibitor diindikasikan pada semua
pasien gagal jantung sistolik, tanpa memandang beratnya simptom.Awali
pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis maksimum yang
dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.Nasehati pasien yang sedang memakai ACE
inhibitor, bahwa mungkin mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15%
sampai 20% pasien yang memakai ACE inhibitors.Sebelum mengawali pengobatan
dan selama serta setelah titrasi, periksa Natrium,Kalium dan Creatinine
serum.Waspada terhadap dapat terjadinya ’first-dose hypotension’ pada
hiponatremia, dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik <100
mmHg) sebelum meng-awali terapi ACE inhibitor.4

24
Agiotensin Receptor Blockers
Indikasi pemakaian angiotensin II receptor antagonists (ARAs) pada CHF
yang telah diterima saat ini adalah pada pasien-pasien yang intolerans terhadap
ACE inhibitor yang menyebabkan batuk. Manfaat ARAs pada populasi ini telah
dikembangkan CHARM-Alternative study (Candesartan in Heart failure
Assessment of reduction in Mortality and Morbidity- Alternative study). Pada
penelitian ini , ARA candesartan secara signifikan menurunkan ‘combined
endpoint’ kematian kardiovaskular ataupun hospitalisasi pasien-pasien CHF yang
sebelumnya diketahui intolerans terhadap ACE inhibitor.4
Dua perbandingan langsung antara ARA dan ACE inhibitor yang
dilaksanakan pada pasien CHF. Penelitian yang lebih besar , ELITE II (the
Evaluation of Losartan in the Elderly II) melaporkan bahwa tidak ditemukan
perbedaan antara pemakaian losartan dan captopril, tetapi ’survival curve’
menunjukkan kecenderungan ‘survival’ yang lebih baik pada pemakaian ACE
inhibitor. Penelitian yang di-design serupa pada pasien gagal jantung setelah
miokard infark akut OPTIMAAL (the Optimal Trial in Myocardial Infarction with
the Angiotensin II Antagonist Losartan) melaporkan outcome yang serupa.4

β Receptor Blockers
Hampir semua pengobatan ’standard’ penderita gagal jantung, mempunyai
mekanisme kerja memperbaiki hemodinamika dan simptomatik secara akut. Efek
segera dari β-bloker sebaliknya dapat memperburuk hemodinamik, kadang-kadang
menyebabkan peburukan gejala yang berat, makanya sudah sejak lama pemakaian
obat ini di-kontra-indikasikan pada pasien-pasien CHF. Meskipun demikian, bukti-
bukti bahwa pemberian secara kronik dari β-bloker memperbaiki fungsi jantung
dan menurunkan morbiditas serta mortalitas pasien CHF. Sesungguhnya bukti-
bukti pemakaian β-bloker pada pasien CHF yang ditunjukkan pada banyak
randomized controlled trials jauh lebih banyak daripada dengan trial-trial ACE
inhibitor.4
Tiga β-bloker yang akhir-akhir ini di-approved untuk pengobatan gagal
jantung di Australia, yaitu bisoprolol, carvedilol dan slow-release metoprolol

25
succinate.Setiap jenis obat tersebut telah menunjukkan penurunan mortalitas dan
hospitalisasi pasien CHF seperti ditunjukkan pada suatu trial besar placebo-
controlled.Manfaat seperti ini tidak selalu ditampakkan pada pemakaian β-bloker
lain. Cardevilol atau Metoprolol European Trial (COMET), membandingkan
carvedilol dan standard-release metoprolol tartrate, didapat hasil survival yang
lebih baik pada pasien-pasien yang mendapat carvedilol.4

Digitalis
Faktor keamanan dan efektifitas digoxin yang telah dipakai dalam
pengobatan gagal jantung selama 300 tahun, baru akhir-akhir ini diketahui.
Penelitian The Digitalis Investigation Group (DIG) menunjukkan bahwa digoxin
secara signifikan menurunkan hospitalisasi pada pasien CHF yang sinus rhythm
sejak awalnya dan pada pasien-pasien CHF yang telah dengan maintenans ACE
inhibitor dan diuretik. Pada penelitian ini Digoxin mempunyai efek netral(tidak
mempengaruhi) terhadap mortalitas.Maka penelitian berdasarkan evidence based
meng-indikasikan pemakaian digoxin pada pasien CHF adalah sebagai pereda
simptom-simptom yang masih tetap ada walau sudah memakai ACE inhibitor dan
diuretika.4
Dosis median harian adalah 0,25 mg/hari dan trough blood level digoxin
pada DIG study adalah 0,9 ng/mL. Terdapat bukti bahwa peningkatan risiko
intiksikasi digoxin (termasuk kematian) meningkat dengan cepat bilamana dosis
harian rata-rata melebihi 0,25 mg/hari atau bila trough serum digoxin level
melebihi 1,0 ng/mL. Pemakaian dosis maintenans digoxin yang rendah (0,125
sampai 0,25 mg/hari) kususnya penting pada pasien wanita dan pasien usia lanjut,
dikarenakan terdapatnya penurunan fungsi ginjal semakin bertambahnya umur.Hal
ini menjadi penting dikarenakan pada praktek klinik pasien populasi gagal jantung
usia lanjut merupakan porsi yang terbesar.Selain itu, intoksikasi digoxin pada usia
lanjut sukar dikenali. Adanya obat-obat lain yang dipakai bersamaan (misal
amiodarone, verapamil) yang dapat meningkatkan kadar serum digoxin
menyebabkan perlunya penurunan dosis maintenans.4

26
Digoxin dapat juga dipakai untuk meng-kontrol atrial fibrillasi, yang
terdapat pada sampai sepertiga pasien CHF. Perlunya pemakaian digoxin untuk
meng-kontrol heart rate pada pasien-pasien atrial fibrilasi telah dipertanyakan sejak
ditemukannya b-bloker; tetapi pada penelitian pada pasien CHF dan atrial fibrilasi
kronis baru-baru ini menunjukkan outcome yang lebih baik didapat pada
pemakaian digoxin bersama carvedilol dibandingkan dengan terapi obat tersebut
sendiri-sendiri.4
Komplikasi kardiovaskuler umumnya jarang terjadi, namun ini merupakan
jenis komplikasi yang sangat serius. Komplikasi yang paling serius adalah kematian
tiba-tiba (sudden death). Kematian tiba-tiba selama latihan biasanya berhubungan
dengan penyakit jantung struktural dan mekanisme yang paling umum adalah
fibrilasi ventrikel. Kebanyakan kematian karena latihan pada pasien jantung terjadi
pada saat aktivitas yang melebihi latihan normal karena kurangnya perhatian akan
gejala-gejala yang ditimbulkan oleh latihan.4

3.7. Prognosis
Tabel 3.2. Prognosis CHF berdasarkan NYHA
Class Symptoms 1-Year
Mortality*
I None, asymptomatic left ventricular 5%
dysfunction
II Dyspnoea or fatigue on moderate physical 10 %
exertion
III Dyspneoea or fatigue on normal daily 10 % - 20 %
activities
IV Dyspnoea or fatigue at rest 40 % - 50 %.

27
BAB IV
KESIMPULAN

Ny. BD, 47 tahun datang dengan keluhan sesak napas. Berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis
CHF NYHA IV. CHF adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan
pada ejeksi dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa

28
darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Pada pasien ini dapat terjadi stroke karena memiliki riwayat penyakit hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, Phd. 2005.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta
2. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; Dkk. 2003.Lecture
Notes Kardiologi. Erlangga : Jakarta
3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
4. DickstainA, FilippatosG,Cohen SA,Et Al. 2008. GuidelinesForThe
Diagnosis AndTreatment Of Acute And Chronic Heart Failure . European
Heart Journal.

29
5. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic
function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria.
Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from :
http://circ.ahajournals.org
6. Panggabean, M. M. Gagal Jantung. In: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B. Alwi,
I., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jilid 2. Jakarta: Internal
Publishing, 2009: Hal. 1583-5.
7. Guyton, A. C., Hall, J. E. Textbook of Medical Physiology. In: Rachman, L.
Y., editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC, 2007.

30

Anda mungkin juga menyukai