PADA BRONKITIS
Nama kelompok:
Lela Mega Nanda K (720028)
Mega Ayu Ainun J (720030)
M Saifudin (720031)
PENDAHULUAN
Suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya inflamasi bronkus yang bersifat
patologis dan berjalan kronik.
Daerah ASEAN, Negara Thailand salah satu negara yang merupakan angka
ekstrapolasi tingkat prevalensi bronkitis kronik yang paling tinggi yaitu
berkisar 2.885.561 jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan sebesar
64.865.523 jiwa.
Negara Indonesia sebanyak 1,6 juta orang terinfeksi bronkitis (Kharis, dkk,
2017).
KLASIFIKASI
Waktu Etiologi
Lingkungan
• polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri
terbagi menjadi infeksi bakteri (Staphylococcus,
Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi virus
(RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi
fungi (monilia)
Penderita
• meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat
penyakit paru yang sudah ada.
PATOFISIOLOGI
Pemeriksaan Spesifik
• Pemeriksaan Sesak menggunakan skala BORG
• Pemeriksaan nyeri menggunakan VAS
• Pemeriksaan Ekspansi Thorax menggunakan midline
Problematika Fisioterapi
a. Adanya sesak napas
b. Adanya nyeri dada,
c. Terdapat penurunan Ekspansi Thorax.
d. Spasme Otot - otot pernafasan
Bronkitis Kronis
Intervensi :
IR, Nebulizer, Chest Therapi
& Myofascial Release dengan tekhnik
Friction
INTERVENSI FISIOTERAPI
Lakukan tes sensibilitas tajam tumpul pada area otot pectoralis mayor dan
trapezius upper kemudian posisikan pasien senyaman mungkin.
Pada area yang diterapi bebas dari pakaian.
Persiapkan alat IR denganmengarahkan sinar infra merah tepat tegak lurus
pada otot pectoralis mayor dan trapezius upper dengan jarak 45 cm
dengan waktu penyinaran10 menit pada tiap bagian.
Terapis memberikan informasi efek rasa hangat yang muncul pada sinar
infra merah, apabila pasien merasakan panas yangberlebihan saat terapi
berlangsung diharapkan dapat memberitahukan kepada terapis.
2. Nebulizer
bertujuan untuk menghantarkan obat dalam bentuk gas yang dapat dihirup oleh
saluran pernapasan pasien. Adapun obat yang digunakan pada nebulizer adalah
bronkolidator.
Bronkolidator yang digunakan dalam terapi ini adalah ventolin. Setiap 1 ampul
ventolin nebules mengandung salbutamol sulfat 2,5 mg. Salbutamol adalah obat
beta-adrenergik (beta agonist). Selain berdaya bronkodilatasi baik, salbutamol
juga memiliki efek lemah terhadap stabilisasi mastcell.
Pemberian nebulizer sangat bermanfaat apabila di hirup oleh pasien. Efek dari
pemberian obat ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan spasme pada
bronkhus. Apabila spasme pada bronkhus berkurang atau hilang maka secara
otomatis keluhan sesak nepas pun ikut berkurang.Maka dalam pemberian terapi
nebulizer ini efektif untuk menurunkan atau menghilangkan sesak napas pada
pasien (Silver, 2011).
3. Chest Fisioterapi
1. Postural Drainage
Postural drainage adalah posisi tubuh dengan menggunakan gravitasi untuk
membantu mengalirkan sekresi (mukus) dari segmen paru-paru pasien. Pada
setiap posisi, bronchus segmental pada area yang akandialirkan harus tegak
lurus dengan lantai.
2. Tapotement
Tapotement adalah pengetokan dinding dada dengan tangan. Untuk melakukan
tapotement, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan memfleksikan jari dan
meletakkan ibu jari bersentuhan dengan jari telunjuk. Perkusi dinding dada
secara mekanis akan melepaskan sekret.Indikasi untuk perkusi dilakukan pada
pasien yang mendapatkan posturaldrainage.
3. Batuk Efektif
Latihan batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien
dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan
sekret secara maksimal.
4. Breathing Exercise
Latihan napas yang terdiri atas pernapasan diafragma dan purse lips breathing.
Tujuan latihan pernapasan adalah untuk mengatur frekuensi dan pola napas,
memperbaiki fungsi diafragma,memperbaiki mobilitas sangkar thorak dan
mengatur kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebihefektif. Latihan ini
meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot,
menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan
yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi,melambatkan frekuensi pernapasan,
dan mengurangi kerja pernapasan.
memperbaiki fungsi diafragma, mengatur dan mengkoordinir kecepatan
pernapasan sehingga bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan
maka spasme otot berkurang sehingga dalam pemberian latihan pernapasan ini
dapat mengurangi atau menghilangkan sesak napas pada pasien (Watchie, 2010).
4. Myofascial release
Terapis melakukan myofascial release pada otot pernafasan seperti
musculus intercostalis, musculus upper trapezius dengan tekhnik transfer
friction.
Durasi untuk myofascial release ini adalah 5-10 menit.
EVALUASI
• Evaluasi sesak nafas dengan skala BORG
• Evaluasi Nyeri Dada dengan VAS
• Evaluasi ekspansi thorax dengan Midline
• Evaluasi spasme dengan palpasi