Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL

A. KONSEP MEDIK
1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat penyempitan
saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang dengan sendirinya)
yang ditandai oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua interval asimtomatik
(Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena
adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible, peradangan
pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan
hiperresponsivitas, obstruksi pada saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/
kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma bronchial adalah
penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran nafas
yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase inspirasi lebih pendek dari fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing).

2. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013) adalah sebagai
berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah alergen yang sedikit
untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus respiratory synchyhal
virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari
cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit asma.
e. Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh sehingga mudah
terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan asma bronkiale (Muttaqin,
2008).

3. Patofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen.
Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan
merangsang pembentukan IgE. IgE akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi.
Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP yang menurun itu akan
menimbulkan degranulasi sel berupa histamin dan kinin. Akibat dari bronkospasme akan
terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak
,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif. Tanda gelaja tersebut merupakan
tanda dari asma bronkiale (Muttaqin, 2008).

4. Manifestasi Klinik
Menurut Putri & Sumarno, 2013 manifestasi klinik untuk asma bronkial adalah
sesak nafas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan sesak
nafas yang kumat-kumatan.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan diagnostik pada pasein
asma bronchial yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat > 250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan adanya hiperinflasi
paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri, 2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.

6. Komplikasi
Status asmatikus merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak berespon terhadap
terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkan gagal napas dengan hipoksemia,
hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi endotrakea, ventilasi mekanis, dan terapi obat agresif
dapat diperlukan untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas akut, komplikasi lain
terkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan, atelektasis, pneumotoraks,
dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016).

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis
tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka
yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan cara
Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
( budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50, 100,
200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri & Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
1. Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat
mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu membersihkan jalan
nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien dengan batuk yang tidak
efektif
2. Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.

8. Pathway
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
a. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
tanggal masuk sakit, rekam medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea (sampai
bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa
kasus lebih banyak paroksimal).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya penyakit
ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas
bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit turunan,
tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang
sama pada anggota keluarganya.
e. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
 Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk
 Dada diobservasi
 Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
 Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar,
lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis,
dan lordosis. 31
 Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada.
 Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
 Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi
yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan
sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) /
Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD) 8) Kelainan pada
bentuk dada
 Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru
atau pleura
 Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
 Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
 Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
 Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara(Nuraruf & Kusuma, 2015)
3) Perkusi Suara perkusi normal :
 Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
 Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati 32
 Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi
udara
 Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
 Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat
terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi
jaringan. (Nuraruf & Kusuma, 2015)
4) Auskultasi
 Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
 Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
 Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
 Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan
crackles.(Nuraruf & Kusuma, 2015)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma menurut
SDKI (2017) dan Donsu, Induniasih, dan Purwanti (2015) yaitu :
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit
c) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit
d) Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil
keputusan dalam merawat anggota yang sakit
e) Manajement kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota
yang sakit.

3. Intervensi
Intervensi keperawatan merupkan segala bentuk terapi yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu,
keluarga dan komunitas.
Standar intervensi ini mencakup intervensi keperawatan secara
komfrehensif yang meliputi intervensi pada berbagai level praktik (generalis dan
spesialis), berbagai kategori (fisiologi dan psikososial), berbagai upaya kesehatan
(kuratif, preventif, promotif), berbagai jenis klien (individu, keluarga, komunitas),
jenis intervensi (mandiri dan kolaborasi ) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi
dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau pesepsi pasien keluarga atau
komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan. Hasil akhir intervensi
keperawatan yang terdiri dari indicator-indikator atau kriteria hasil pemulihan
masalah. (Tim pokja SLKI DPP PPNI, 2018)

4. Evaluasi
Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat
melakukan pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan
pasien terhadap intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua
tingkat yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau biasa
juga dikenal dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera
timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau
evaluasi hasil, yaitu evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan
kata lain bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan kearah tujuan
atau hasil akhir yang diinginkan.
Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S)
data objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta
perencanaan (P) berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan
evaluasi proses. Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk
mengidentifikasi dan mengatasi masalah pasien (Dinarti et al., 2013). Evaluasi
yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat
pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil

Anda mungkin juga menyukai