EMIL NURMILAH
201FK09035
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Asma adalah penyakit obstruksi saluran pernafasanakibat penyempitan saluran
nafas yang sifatnya reversibel (penyempitandapat hilang dengan sendirinya) yang
ditandai oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua interval asimtomatik
(Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena
adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifatreversible, peradangan
pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalannafas terhadap berbagai rangsangan
hiperresponsivitas, obstruksi padasaluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/
kontraksi otot polos bronkus,oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri& Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma bronchial
adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran
nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana faseinspirasi lebih pendek dari fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi(wheezing).
B. Etiologi
Faktor penyebab asma menurut Wijaya & Putri (2013)adalah sebagai berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlahalergen yang sedikit
untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus respiratory synchyhal
virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asaprokok, bau asam dari
cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit asma.
C. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma bronchial,
yaitu:
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat
pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat disebut asma
ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi saat kanak-kanak, kadar
IgE serum meningkat, mekanisme terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik.
Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau asma idiosinkratik yaitu asma
yang terjadi saat dewasa, kadar IgEnormal dan bersifat Non-imun.
D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea dan
mengi. Selain gejala di atas ada beberaa gejala yang menyertai diantaranya sebagai
berikut (Mubarak 2016:198):
a. Takipnea dan Orthopnea
b. Gelisah
c. Dia Foresis
d. Nyeri adomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
e. Kelelahan (Faigue)
f. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara.
g. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai
pernafasan lambat.
h. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
i. Sionss sekunder
j. Gerak-gerak retensi karbon dioksida, seperti berkeringat, takinardi dan pelebaran
tekanan nadi.
k. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan.
E. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan nafas dalah spalme otot polos
edama dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi muncul intra minimal, sel-sel
radang dan deris selular. Obstruksi, menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara
yang merendahkan volume ekspiresi paksa dan kecepatan aliran penutupan prematur
jalan udara , hiperinflasi paru. Bertambahnya kerja pernafasn, perubahan sifat elastik
dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi
menyebabkan perbedaan suatu bagian dngan bagian lain ini kibat perfusi bagian paru
tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas terutama
penurunan CO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi disaluran nafas antibod COE berikatan dengan alergi
degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan. Histomin
menyebabkan konstruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin juga
merangsang pembentukan mulkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler maka juga
akan terjadi kongesti dan pembanguan ruang intensium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah mengalami
degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut. Hasil
akhirnya adalah bronkapasme, pembentukan mukus edema dan obstruksi aliran udara
(Amin 2016:47).
Sumber:Amin.2016
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan:
1) Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi duri kristal
eosinofil.
2) Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus.
3) Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Terdapatnya neutrofil eosinofil.
b. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.
1) Gas analisa darah
Terdaat aliran darah yang veriabel, akan tetapi bila terdapat PaCO2 maupun
penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk.
2) Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi.
3) Pada pemriksaan faktor alergi terdapat I9E yang meninggi pada waktu
serangan dan menurun pada waktu penderita bebas dari seragan.
c. Foto Rontgen
Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma
gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang bertambah
dan pelebaran rongga interkostal serta diafragma yang menurun, (Amin 2016:49).
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu:
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknyaaerosol, bekerja
sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot,dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bilagolongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidakmemberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari.Pemberian steroid dalam jangka
yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolinmerupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizerditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
(budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 μg /dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri & Sumarno,
2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
1) Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat
mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu membersihkan
jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien dengan batuk
yang tidak efektif.
2) Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.
H. Komplikasi
Status asma bronchial merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak
berespon terhadap terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkangagal napas
dengan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Intubasiendotrakea, ventilasi mekanis,
dan terapi obat agresif dapat diperlukanuntuk mempertahankan jiwa. Selain gagal
nafas akut, komplikasi lainterkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi
pernafasan, atelektasis, pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene,
2016).
J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen aktivitas serta
kelemahan umum.
3. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar kapiler
K. Rencana Keperawtan
1. Airway suction
Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan
– Pastikan kebutuhan
Nafas Tidak keperawatan selama 1x24 jam
oral / tracheal
Efektif dibaharapkan bersihan jalan
suctioning
nafas klien dapat teratasi
– Auskultasi suara
dengan
nafas sebelum dan
Kriteria Hasil:
sesudah suctioning.
Respiratory status :
– Informasikan pada
Ventilation
klien dan keluarga
Respiratory status : Airway
tentang suctioning
patency
– Minta klien nafas
Aspiration Control
dalam sebelum
Mendemonstrasikan batuk
suction dilakukan.
efektif dan suara nafas
– Berikan O2 dengan
yang bersih, tidak ada
menggunakan nasal
sianosis dan dyspneu
untuk memfasilitasi
(mampu mengeluarkan
suksion nasotrakeal
sputum, mampu bernafas
– Gunakan alat yang
dengan mudah, tidak ada
steril sitiap
pursed lips)
melakukan tindakan
Menunjukkan jalan nafas
– Anjurkan pasien
yang paten (klien tidak
untuk istirahat dan
merasa tercekik, irama
napas dalam setelah
nafas, frekuensi
kateter dikeluarkan
pernafasan dalam rentang
dari nasotrakeal
normal, tidak ada suara
– Monitor status
nafas abnormal)
oksigen pasien
Mampu
– Ajarkan keluarga
mengidentifikasikan dan
bagaimana cara
mencegah factor yang
melakukan suksion
dapat menghambat jalan
– Hentikan suksion dan
nafas
berikan oksigen
apabila pasien
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi
O2, dll.
Airway Management
Analisi praktik klinik keperawatan dengan intervensi inovasi pemberian posisi semi
fowler dan pursed lip breathing terhadap penurunan respiratory rate (RR) dan peningkatan
pulse oxygen saturation ( SpO2) pada pasien asma di ruang IGD RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda
Abstrak
Latar Belakang: Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran nafas yang
menyebabkan gangguan aliran udara intermiten dan reversibel sehingga terjadi hiperraktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa
wheexzing (mengi), batuk, sesak nafas dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau
dini hari. Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikendalikan.
Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap, tidak hanya
dengan pemberian terapi farmakologinya tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologi
yaitu dengan cara mengontrol gejala asma. Salah satu metode yang dikembangkan untuk
memperbaiki cara bernafas pada penderita asma adalah posisi semi fowler dan teknik
pernafasan Pursed Lips Breathing.
Tujuan: Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk melakukan analisa kasus kelolaan
dengan intervensi inovasi posisi semi fowler dan pursed lips breathing terhadap penurunan
respiratory rate (RR) dan peningkatan pulse oxygen saturation (SpO2) pada pasien asma di
Ruang IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Hasil: Hasil yang didapat pada analisa dari ketiga pasien adalah adanya penurunan
respiratory rate (RR) dan peningkatan pulse oxygen saturation (SpO2). Penerapan intervensi
inovasi perlu dilakukan di ruang IGD agar pasien dapat mengontrol pernafasan saat serangan
asma terjadi.
Kata Kunci: Semi Fowler, Pursed Lips Breathing, Respiratory rate, Pulse Oxygen
Saturation, Asma.
Analisa PICO
Critical Thinking :
Asma adalah penyakit jalan napas ostruktif
intermiten, riversible, dimana trakea dan
bronkhi berespon dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu. Asma
mengakibatkan penurunan jumlah udara yang
dapat diinduksi oleh kontraksi otot olos,
penebalan dinding jalan napas, serta
terdapatnya sekresi berlebih dalam jalan napas
yang merupakan hasil dari respon erlebih pada
alergen.
2 Intervention Ya 1 Diberikan posisi semi fowler pada
penderita asma
2 Diberikan LPB (Lips Pursed Breathing)
Critical Thinking :
Bentuk pengobatan nonfarmakologi adalah
pengobatan kompementer yang meliputi
breathing tecnique (teknik pernafasan),
acupunture, exercise therapy, psikological
terapies, manual terapies. Posisi yang paling
efektif bagi klien dengan penyakit
kardiopolmonari adalah posisi semi fowler
dengan derajat kemiringan 45o, yaitu dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan
dari abdomen pada diafragma.
Modalitas fisiotherapi yang dapat digunkan
dalam penangan kasus asma salah satunya
yaitu dengan teknik LPB (Lips Pursed
Breathing). PLB merupakan teknik yang dapat
digunakan untuk membantu bernafas lebih
efektif, yang memungkinkan untuk
mendapatkan O2 yang dibutuhkan. PLB
melatih untuk mengeluarkan nafas lebih
lambat, sehingga bernafas lebih mudah, pada
tingkat yang lebih nyaman, apakah sedang
beristihat atau sedang bergerak.
PLB merupakan suatu teknik pernafasan,
dimana proses ekspirasi dilakukan dengan
menahan udara yang dikeluarkan melalui
pengerutan bibir dengan tujuan untuk
melambatkan proses ekspirasi. Membuat bibir
mengerucut seolah – olah meniup lilin
menimbulkan perlawan melalui saluran udara
yang memungkinkan pengosongan paru – paru
secara sempurna kemudian menggantikannya
dengan udara baru dan segar. PLB
memungkinkan terjadinya pertukaran udara
secara menyeluruh di paru paru dan
memudahkan untuk bernafas, memberikan
paru – paru tekanan kecil kembali, dan
menjaga saluran udara terbuka untuk waktu
yang cukup lama sehingga dapat
memperlancar proses oksigenasi di dalam
tubuh. Oksigenasi yang lancar dapat
menurunkan kejadian hiperventilasi dan
hipoksia pada penderita asma.
LPB juga dapat dapat meningkatkan volume
tidal dan mengurangi gejala Air Trapping atau
udara yang terjebak pada alveoli, mengurangi
hiperinflasi, sehingga meningkatkan ventilasi
dan perfusi, serta menurunkan tingkat
kandungan PaCO2 dalam darah. Sejalan
dengan penurunan PaCo2 hal ini menyebabkan
peningkatan oksigen yang diikat oleh
Hemoglobin dan peningkatan kadar PaO2.
3 Comparatio Tidak
n
4 Outcome Ya Terjadi penurunan Respiratory Rate (RR) dan
peningkatan Pulse Oksigen Saturation (SaO2).
Hasilnya menujukkan adanya pengaruh posisi
semifowler dan teknik pernafasan Pulsed Lips
Breathing terhadap penurunan Respiratory
Rate (RR) dan peningkatan Pulse Oksigen
Saturation (SaO2) pada pasien asma.
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian menujukkan adanya pengaruh posisi semifowler dan teknik
pernafasan Pulsed Lips Breathing terhadap penurunan Respiratory Rate (RR) dan
peningkatan Pulse Oksigen Saturation (SaO2) pada pasien asma. Kedua intervensi tersebut
dapat dimasukan dalam rencana tindakan pada diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas
tidak efektif b/d spasme jalan nafas, pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi dan gangguan
pertukaran gas b/d ketidaksimbangan ventilasi-perfusi. Posisi semi fowler (dengan
kemiringan 45º) dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu mengembangan paru
dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma. PLB merupakan suatu bentuk teknik
pernafasan, dimana proses ekspirasi dilakukan dengan menahan udara yang dikeluarkan
melalui pengerutan bibir dengan tujuan untuk melampabtakan proses ekspirasi. Membuat
bibir mengerut seolah-olah meniup lilin, menimbulkan perlawanan melalui saluran udara
yang memungkinkan pengosongan paru-paru secara sempurna kemudian menggantikannya
dengan udara baru dan segar. PLB memungkinkan terjadinya pertukaran udara secara
menyeluruh di pari-paru dan memudahkan untuk bernafas, memberikan paru-paru tekanan
kecil kembali, dan menjaga saluran udara terbuka untuk waktu yang cukup lama sehingga
dapat memperlancar proses oksigenasi di dalam tubuh. Oksigenasi yang lancar dapat
menurunkan kejadian hiperventilasi dan hipoksia pada penderita asma.
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, A. S., & Putri, Y. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : keperawatan dewasa
teori dan contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika. Brunner, Suddarth. (2014).
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Gosselink. (2013). Controlled Breathing and Dypsnea in Patient With Chronic Obstruktive
Pulmonary Disease (COPD). Journal of Rehabilitation Reseacrh and
Developtment Vol. 40, Diakses tanggal 3 Juni 2018.
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Asuhan Keperawatan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.