DOSEN PENGAJAR :
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN
SYEDZA SAINTIKA PADANG
2019/2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi syukur kita haturkan Kepada Allah SWT Sebab Karena limpahan rahmat
serta anugerah dari –Nya.Kami mampu untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW
yang telah menyampaikan petunjuk allah SWT untuk kita semua, yang merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Sekaligus pula kami menyampaikan rasa
terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk ibu NS. EMIRA AFRIYENI,M.Kep selaku dosen
mata kuliah yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami guna menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah
ini mampu berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
terkait ASKEP KELURGA USIA TUA.
Selain itu kami juga sadar bahwa pada makalah kami ini dapat ditemukan banyak sekali
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan.Oleh sebab itu, kami benar-benar menanti kritik dan
saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali
lagi kami menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang
konstruktif.Diakhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh setiap
pihak yang membaca.Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah
kami terdapat perkataan yang tidak berkenan dihati.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan
normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras
dan kering.Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan
dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah balik (vena), sehingga saluran cerna
seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan buang air besar.
Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan
peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab
lain yakni penggunaan obat-obatan seperti aspirin, antihistamin, diuretik, obat penenang dan
lain-lain. Kebanyakan terjadi jika makan makananan yang kurang berserat, kurang minum, dan
kurang olahraga.Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Kasus konstipasi
umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4% sampai 30% pada kelompok usia 60 tahun ke
atas. Ternyata wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1
hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke
atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi
sekitar 34% wanita dan pria 26%. Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 60 tahun
merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar .Di Australia sekitar 20%
populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita
dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta
penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia
65 tahun ke atas.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik
dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan
umum lainnya.Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor
neurogenik saraf sentral atau saraf perifer.Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti
1
obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan
dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.
Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit.Kuncinya adalah mengonsumsi
serat yang cukup.Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur.Jika penderita
konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, caranya haluskan
sayur atau buah tersebut dengan diblender.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
konstipasi, serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi.
2. Tujuan Khusus:
1) Untuk mengetahui dan memahami pengertian konstipasi
2) Untuk mengetahui dan memahami pembagian konstipasi
3) Untuk mengetahui dan memahami etiologi konstipasi
4) Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi konstipasi
5) Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis konstipasi
6) Untuk mengetahui dan mampu menerapkan pemeriksaan, penatalaksanaan serta
pencegahan untuk pasien dengan konstipasi
7) Untuk memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
konstipasi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
B. Tipe Konstipasi
Berdasarkan International Workshop on Constipation, adalah sebagai berikut:
1. Konstipasi Fungsional
Kriteria:
3
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan:
a. Mengedan keras 25% dari BAB
b. Feses yang keras 25% dari BAB
c. Rasa tidak tuntas 25% dari BAB
d. BAB kurang dari 2 kali per minggu
2. Penundaan pada muara rektum
Kriteria:
a. Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
b. Waktu untuk BAB lebih lama
c. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan
penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal.Yang terakhir
ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.
C. Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai
berikut:
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi
dapat menyebabkan konstipasi.
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya daging,
produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang berat)
sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat didalam saluran
cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan
konstipasi.
4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. Selain
itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan waktu
untuk diisi kembali oleh masa feses.
4
5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan
dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi.
Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada
sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan
antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan
penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI (gastrointestinal), seperti
obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitus.
8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera pada
medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.
9. Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau hypokalemia
dapat menyebabkan konstipasi.
10. Ada juga penyebab yang lain dari sumber lain, yaitu:
11. Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi
dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem
syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi
hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah
kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya
antara diare dan konstipasi.
12. Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua
turut berperan menyebabkan konstipasi.
D. Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja
otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks,
kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis
dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses
BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui
5
empat tahap kerja, antara lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter
internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan
intra-abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.Defekasi
dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk
dikeluarkan.Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter
anus interna.Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari
sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus.Otak
menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk
relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding
perut.kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.
Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor
yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut,
motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak
mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang
menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada
mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak
mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari
kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan,
normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut
yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada
mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14
hari.Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling
lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid.Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur
aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons
motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus
mienterikus.Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat
menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang
meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan
6
dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon,
motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos
berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan konstipasi mempunyai
kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama.Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga
menimbulkan kelemahan lebih lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada
mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis pada rektum,
sebagai berikut:
1. Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum,
dan peningkatan ambang kapasitas.Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk
menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna.Pada colok dubur pasien
dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena
dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan
karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai
pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum
2. Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat
BAB.Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran
anus saat mengejan.
3. Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil.Sering ditemukan pada
kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi
merupakan hal yang dominan.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola
makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang berbeda-beda, tetapi biasanya
7
tanda dan gejala yang umum ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa
penderitanya adalah sebagai berikut:
1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja
sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti
sedang hamil).
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan
jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil
bila sudah parah).
3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus
mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan
tinja.
4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat bergesekan
dengan tinja yang panas dan keras.
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (jika
kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar
(biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).
8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan
di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
1. Konsistensi feses yang keras,
2. Mengejan dengan keras saat BAB,
3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
4. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
F. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang
jelas.Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk
menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.
8
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput
lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.
Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan
permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui
massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk
dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya
massa tinja.
Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar
serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya
wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga
kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air besar.
Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau
adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko konstipasi
seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur.
Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak,
wasir, dan tumor.Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi
adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang menyumbat bahkan melubangi usus.Jika ada
penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker
usus besar perlu dilakukan kolonoskopi.Bagi sebagian orang konstipasi hanya sekadar
mengganggu.Tapi, bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius.Tinja dapat
mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%).Hal
ini menyebabkan kesakitan dan meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi
menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis kadang-kadang terjadi demam sampai
39,5oC , delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang, bunyi usus melemah,
penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan.
Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung kemih
menyebabkan retensi urine bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur,
sehingga keluar tinja tak terkontrol.Sering mengejan berlebihan menyebabkan turunnya poros
usus.
9
G. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang
upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik.Sedangkan bila mungkin, pengobatan
harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi.Penggunaan obat pencahar jangka panjang
terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi
menjadi:
1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar:
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada
penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya.Penderita dianjurkan mengadakan
waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus
besarnya.dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat
memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat
menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan
tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
b. Diet:
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat
mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal
lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan
berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa
serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada
kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga:
Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan
kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien,
akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut,
terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya
dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
10
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose,
Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak
kastor, golongan dochusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini
yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai
untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas
kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara
tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total
dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit
yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang
diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus,
tidak dilakukan tindakan pembedahan.
H. Pencegahan
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:
1. Jangan jajan di sembarang tempat.
2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan
lainnya setiap hari.
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk
olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk olahraga yang lebih berat.
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar.
6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran.
7. Tidur minimal 4 jam sehari.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KONSTIPASI
12
5. Evaluasi
I. PENGKAJIAN
1) Nama : Tn O
2) Tanggal lahir :5 November 1945
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Tanggal MRS : 30 November 2010
5) Alamat : Surabaya
6) Diagnosa Medis : Konstipasi
7) Sumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi
8) Keluhan utama : Sulit BAB dan jumlah nya sedikit
9) Hasil pemeriksaan fisik umum :
a. keadaan umum : lemah
b. TTV : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt
Pemeriksaan fisik abdomen
a. Inspeksi : pembesaran abdomen
b. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
13
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : bising usus tidak terdengar
III. GENOGRAM
Keterangan :
= Laki - Laki
= Perempuan
14
V. SUKU BANGSA
Keluarga klien berasal dari suku melayu dan sukuIndonesia, kebudayaan yang dianut
tidak bertentangan degan masalah kesehatan sedangkan bahasa sehari-hari yang
digunakan adalah bahasa minang.
VI. AGAMA
Seluruh anggota Tn O adalah beragama islam dan taat beribadah, sering mengikuti
pengajian yang ada di RT serta berdoa
15
Tugas perkembangan sebagai berikut :
Tugas perkembangan yang dilalui keluarga sudah terpenuhi dan keluarga dapat
mempertahankan komunikasi yang baik
2. Tahap Perkembangan Saat Ini
Tugas perkebangan keluarga sudah terpenuhi, walaupun masih ada masalah yang
timbul kadang kurang dirasakan oleh keluarga.
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
X. PENGKAJIAN LINGKUNGAN
1. Karakter Rumah
1) Luas : 8 X 20 M2
2) Jenis : Permanen
3) Sirkulasi udara : cukup baik
4) Pemanfaatan ruangan rumah : perabot tertata rapi
5) Kebersihan ruangan : bersih
6) Lantai : keramik
7) Sumber air minum : PDAM
8) Pembuangan limbah : melalui selokan
Halaman dimanfaatkan dengan tanaman hias dan keadaan pekarangan bersih
Pembuangan sampah dibakar
16
XI. DENAH RUMAH
Hubungan antar tetangga Tn. O baik, saling membantu, bila ada tetangga yang
membutuhkan bantuan TN.O saling membantu
17
Anggota keluarga berkomunikasi langsung dengan bahasa minang, dan mendapat
informasi kesehatan dari petugas kesehatan dan informasi lainnya didapat dari
televisi dan radio.
2. Struktur Kesehatan Keluarga
Tn.O, hanya Ny S mengalami nyeri pada lutut dan anggota kelurga lainnya dalam
keadaan sehat.
3. Struktur Peran
1) Formal
Tn.O sebagai KK, Ny.P sebagai istri, dan Tn.R sebagai anak, Ny.T sebagai
menantu dan An. A sebagai cucu.
2) informal
Tn A sebagai pencari nafkah dengan menerima pensiunan dengan dibantu Ny S
dengan membuka toko pracangan di rumah.
18
sakit, keluarga merawat dan memeriksakanny ke Rumah Sakit atau petugas
kesehatan.
b) Kemampuan mengenal masalah kesehatan
c) Tn. O sering menguluh tidak puas dengan BAB nya karena sulit BAB dan
jumlahnya sedikit.
d) Dan Keluarga mengatakan Tn. O dan Ny. P sering mengeluh nyeri didaerah
lutul, tidak bisa jonggkok sehingga sering kali bapak dan ibuk hanya duduk-
duduk.
e) Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
f) Bila keluarga sakit langsung dibawa ke Puskesmas atau petugas kesehatan
ke rumah
g) Merawat anggota keluarga yang sakit
Dalam merawat keluarga, masih memberikan makanan yang sama dengan
anggota keluarga yang lainnya, pola tidur juga masih belum sesuai dan
waktunya kurang lama, namun selalu melakukan kontrol secara teratur ke
pelayanan kesehatan.
19
a) Stressor jangka pendek
-
b) Stressor jangka panjang
-
2. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Stressor
Keluarga selalu memeriksakan anggota keluarga yang sakit ke Puskesmas atau
petugas kesehatan
3. Strategi Kopping yang Digunakan
Anggota keluarga selalu bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah yang ada
4. Strategi Adaptasi Disfungsional
Tn.O dan Ny. P melakukan istirahat jika nyeri didaerah lutut datang
20
Ekstrimitas : tidak ada odema pada ekstrimitas baik ekstrimitas
bagian atas maupun ekstrimitas bagian bawah.
2. Ny. P
Keadaan umum: cukup, TD: 120/80 mmHg, N: 88 x/mnt, RR: 20 X/mnt,
BB:58 kg dan TB: 154 cm.
Kepala : Rambut bersih, warna hitam beruban, rontok, wajah pucat
Mata :Conjungtiva merah muda, sklera putih, terdapat gambaran tipis
pembululuh darah
Hidung: Pernafasan spontan
Mulut : bibir lembab, tidak ada stomatitis, terdapat caries bibir,
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, limfe dan bendungan vena
jugularis
Dada : tidak ada tarikan intercostae, vokal fremitus dada kanan dan kiri
sama. Suara paru sonor pada semua lapang paru, suara jantung pekak,
suara nafas vesikuler, S1 S2 tunggal.
Perut : bulat datar, bising usus 12 x/ menit, hepar dan lien tak teraba.,
suara perut timpani.
Ekstrimitas : tidak ada odema pada ekstrimitas baik ekstrimitas bagian
atas maupun ekstrimitas bagian bawah.
21
Analisa Data:
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif :
1. Tn. O Mengatakan Pola BAB tidak teratur Konstipasi
sudah Seminggu
tidak BAB, Eliminasi feses tidak
2. kebiasaan BAB lancar
tiga kali sehari.
3. Tn. O mengatakan Konstipasi
jumlahnya sedikit.
Data objektif :
Inspeksi : pembesaran
abdomen.
Palpasi : perut terasa
keras, ada impaksi feses.
Perkusi : redup.
Auskultasi : bising usus
tidak terdengar
2. Data subjektif: konsistensi tinja yang Nyeri Akut
Keluhan nyeri dari pasien keras
Nyeri abdomen
XXI. Diangnosa
a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
b. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.
22
XXII. Intervensi Dan Rasional
a. Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
1) Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.
2) Konsistensi feses lembut
3) Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Tujuan Dan Kriteria Hasil
1 Nic : Noc :
Manajemen konstipasi Bowl Elimination
23
b. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada
abdomen
Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2) Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
3) Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
4) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
5) Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik
secara tepat
Intervensi Tujuan Dan Kriteria Hasil
Nic : Noc :
Manajemen Nyeri : Tingkat nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif - ekspresi wajah nyeri dipertahankan
yang meliputi lokasi, karakteristik, onsep pada (3) ditingkatkan ke (4)
atau durasi, frekuensi, kualitas, intensitas - ketegangan otot dipertahankan
atau beratnya nyeri. pada (3) ditingkatkan ke ( 4)
- Gunakan strategi komunikasi terapeutik a.
untuk mengetahui pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan pasien terhadap
nyeri
- Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
terhadap kualitas hidup pasien ( misalnya,
tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan,
hubungan, performa kerja dan tanggung
jawab peran )
- Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
menangani nyerinya dengan tepat.
- Periksa tingkat ketidaknyamanan bersama
24
pasien, catat perubahan dalam catatn
medis pasien, informasikan kesehatan lain
yang merawat pasien.
- Beri tahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau jika keluhan pasien saat ini
berubah signifikan dari penagalaman nyeri
sebelumnya.
- Monitor kepuasaan pasien terhadap
manajemen nyeri dalam interval yang
spesifik.
25
2019 2. Mengkaji dan distensi dinding abdomen
mencatat pergerakan (+).
usus P :intervensi dilanjutkan.
26
4. Menganjurkan pasien A :pasien masih belum
makan makanan tinggi BAB, masalah belum
serat dan hindari teratasi
makanan yang banyak P : intervensi dilanjutkan.
mengandung gas dengan
konsultas bagian gizi.
Serta makan makanan
yang tinggi kandungan
protein dan karbohidrat.
27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan
normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras
dan kering.Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena
jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan
kendaraan umum lainnya.Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat,
faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer.Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon
seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum,
anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.Mencegah konstipasi secara
umum ternyata tidaklah sulit.Kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup.Serat yang paling
mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur.
B. Saran
Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya adalah dengan
mengonsumsi makanan yang berserat.
28
DAFTAR PUSTAKA
29