Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

X USIA 67 TAHUN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS TB PARU + EFUSI PLEURA DI RUANG PARU
RUMKITAL Dr. RAMELAN
SURABAYA

Oleh:

Kelompok 6

PROGRAM STUDI S1 NON REG KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. X USIA 67 TAHUN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS TB PARU + EFUSI PLEURA DI RUANG PARU
RUMKITAL Dr. RAMELAN
SURABAYA

Nama Kelompok:

Ratna Dewi Wulansari (1711026)


Rismawati (1711027)
Septa Rezita K. (1711028)
Siti Fatmawati (1711029)
Siti Hari S. (1711030)

PROGRAM STUDI S1 NON REG KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan
hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan seminar kelompok
Keperawatan Medikal Bedah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukannya.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran karya tulis bukan


hanya karena kemampuan penulis tetapi banyak ditentukan oleh bantuan dari
berbagai pihak, yang telah dengan ikhlas membantu penulis demi terselesaikannya
penulisan, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Christina Yuliastuti,
S.Kep.,Ns.,M.Kep yang telah membantu memberikan masukan untuk tugas seminar
kelompok Keperawatan Medikal Bedah ini.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa makalah seminar Keperawatan


Medikal Bedah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dar kesempurnaan.
Maka dari itu saran dan kritik yang konstruktif senantiasa penulis harapkan. Akhirnya
penulis berharap, semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa
saja yang membaca terutama bagi Civitas Stikes Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 12 Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep Dasar Penyakit Tuberkulosis ...................................................................4
2.1.1Definisi ..............................................................................................................4
2.1.2Etiologi ..............................................................................................................4
2.1.3Manifestasi Klinis ............................................................................................5
2.14Patofisiologi .......................................................................................................5
2.1.5Komplikasi ........................................................................................................6
2.1.6Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................6
2.1.7Penatalaksanaan ................................................................................................7
2.2Konsep Dasar Penyakit Efusi Pleura..................................................................... 8
2.2.1Definisi .............................................................................................................8
2.2.2Etiologi ..............................................................................................................9
2.2.3Manifestasi Klinis .............................................................................................9
2.2.4Patofisiologi ......................................................................................................10
2.2.5Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................10
2.3Konsep Asuhan Keperawatan pada Tuberkulosis + Efusi Pleura.........................11
2.3.1Pengkajian..........................................................................................................11
2.3.2Diagnosa Keperawatan .....................................................................................13
2.3.3Intervensi Keperawatan .....................................................................................13

iii
2.4WOC ....................................................................................................................19
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian ...........................................................................................................20
3.2Analisa Data ........................................................................................................26
3.3Rencana Keperawatan...........................................................................................27
3.4Tindakan Keperawatan..........................................................................................29
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1Pengkajian ...........................................................................................................34
4.2Diagnosa Keperawatan .........................................................................................35
4.3Perencanaan .........................................................................................................36
4.4Pelaksanaan ..........................................................................................................37
4.5Evaluasi.................................................................................................................38
BAB 5 PENUTUP
5.1.Kesimpulan .........................................................................................................39
5.2Saran .....................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................41

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru paru dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Ardiansyah, 2012).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini dapat menyerang semua bagian tubuh manusia, dan yang
paling sering terkena adalah organ paru (90%) (Wahid, 2013). Efusi pleural adalah
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral
dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Nurarif, 2013).
Menurut WHO tahun 2011, di dunia ada 8,8 juta kasus baru TB dan 1,45 juta
kematian akibat TB. Pada tahun 2011 di Indonesia terdapat 450.000 kasus baru/tahun
dan 64.000 kasus kematian/tahun akibat TB. Di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010
tercatat 23.410 penderita TBC paru positif dan pada tahun 2011 tercatat 26.007
penderita TBC paru (DepKes RI,2011).Tuberkulosis juga telah menyebabkan
kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena
kehamilan, persalinan dan nifas. Di Indonesia pada tahun yang sama, hasil survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberculosis
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit
infeksi saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru
tuberculosis dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap
100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberculosis dengan BTA
positif (Wahid, 2013).
Infeksi TBC diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium
tubercolusis, setelah bakteri masuk ketubuh melalui saluran pernafasan, bakteri dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui peredaran darah, system saluran
limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung kebagian tubuh lainya. Bakteri
menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembangbiak dan terlihat
tertumpuk, sehingga system kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan
reaksi inflamasi. Reaksi jaringan ini mengakibat bantera kumulasinya eksudat dalam
alveoli dan penumpukan sputum di jalan nafas sehingga terjadi ketidakefektifan
bersihan jalan nafas. Gejala batuk yang terus menerus dapat mengakibatkan nafsu
makan menurun sehingga kebutuhan nutrisi menjadi kurang. Banyaknya kasus TBC
dikarenakan ketidakpatuhan penderita menjalani pengobatan dan kurang pengethuan

1
penderita dan keluarga tentang penyakit serta cara penularannya. Dampak yang
terjadi bila infeksi menyebar adalah komplikasi hingga kematian contoh: pleuritis,
efusi pleura, empisema, laringitis TB usus, obstruksi jalan nafas, karsinoma paru.
Dampak bagi keluarga dengan anggota keluarga yang menderita TBC adalah
keluarga harus memberikan makanan yang cukup bergizi pada anggota keluarganya,
bagi keluarga yang ekonominya rendah hal ini akan menjadi beban. Selain itu
keluarga juga harus menyediakan rumah sehat yang membutuhkan biaya modifikasi
yang tidak sedikit. (Akhmad, 2012)
Penanganan terhadap masalah tersebut adalah dengan cara promotif yaitu
penyuluhan, preventif dengan cara pemberian imunisasi BCG dan menghindari
kontak langsung dengan penderita, serta kuratif yaitu pengobatan pada penderita TBC
positif secara tuntas. Peran keluarga sangat penting dalam keberhasilan pengobatan
sebagai pengawas dalam minum obat (PMO), menyediakan tempat dahak, dan
memodifikasi rumah terutama tempat tidur agar tidak ada yang lembab. Peran
perawat adalah melakukan penyuluhan, memberikan penkes dan member asuhan
keprawatan langsung kepada keluarga, sebagai penghubung keluarga dengan tenaga
kesehatan lain, dan sebagai pendidik agar keluarga mendapat pengetahuan tentang
TBC (Irga, 2011).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis akan membahas tentang asuhan
keperawatan pasien dengan Tuberculosis + Efusi Pleura, untuk itu penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut Bagaimana asuhan keperawatan pada
Tn. X dengan diagnosa medis Tuberculosis + Efusi Pleura di ruang paru Paviliun
IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis akan membahas tentang asuhan
keperawatan pasien dengan Tuberculosis + Efusi Pleura, untuk itu penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut Bagaimana asuhan keperawatan pada
Tn. X dengan diagnosa medis Tuberculosis + Efusi Pleura di ruang paru Paviliun
IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya?
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengkaji pada Tn. X dengan diagnosa medis Tuberculosis + Efusi Pleura Di
Ruang Paru Paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. X dengan diagnosa medis
Tuberculosis + Efusi Pleura Di Ruang Paru Paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya.

2
3. Merencanakan asuhan keperawatan pada masing masing diagnosa
keperawatan Tn. X dengan diagnosa medis Tuberculosis + Efusi Pleura Di
Ruang Paru Paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
4. Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. X dengan diagnosa medis
Tuberculosis + Efusi Pleura Di Ruang Paru Paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya.
5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada Tn. X dengan diagnosa medis
Tuberculosis + Efusi Pleura di Ruang Paru Paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya.
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn. X dengan diagnosa medis
Tuberculosis + Efusi Pleura Di Ruang Paru Paviliun IV Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Penyakit Tuberkulosis


2.1.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008). Tuberkolusis
paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium
tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari
ghon.
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahan dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Aziza & reny, 2008).
2.1.2. Etiologi
Ardiansyah (2012), menjelaskan bahwa penyebab tuberculosis adalah basil
Myobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan
panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Kuman ini mempunyai struktur yang terdiri
atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam, serta dari
berbagai gangguan kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada di udara yang kering
dan keadaan dingin karena sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan
menjadi lebih aktif. Sejauh ini, kuman ini juga bersifat aerob (membutuhkan oksigen
untuk hidup).
Tuberculosis paru merupakan sejenis infeksi pada saluran nafas yang vital.
Basil Myobacterium masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran nafas (droplet
infection) sampai alveoli dan terjadilah infeksi primer (Ghon). Kemudian di kelenjar
getah bening terjadilah primer kompleks yang disebut tuberculosis primer. Segera
setelah infeksi primer memasuki paru-paru terjadi respons inflamasi dan tertinggal
suatu lesi kalsifikasi. Hal ini dapat terlihat pada sinar X dada. Stadium penyakit ini

4
dapat asimtomatik (tanpa tanda dan gejala), atau mungkin terdapat gejala ringan
yang meliputi penyakit demam ringan, eritema nodosum, dan efusi pleura paru kecil
(Ward et. al 2002 dalam buku Caia Francis, 2011). Penyebaran melalui darah dapat
menyebabkan tuberculosismilier (penyebaran infeksi luas yang dapat melibatkan
banyak jaringan) dan komplikasi yang mematikan pada meningitis tuberculosis.
Sedangkan post primer tuberculosis adalah pemajanan ulang terhadap infeksi
(menginhalasi lagi Myobacterium tuberculosis) reaktivasi penyakit, atau progresi
langsung penyakit dari stadium primer. Reaktivasi terjadi akibat penurunan imunitas
di dalam inang; sebagai konsekuensinya ini sering terjadi pada usia tua, pada individu
dengan gangguan imun pada mereka dengan komordibitas lainnya. Paru merupakan
lokasi yang paling umum penyakit post-primer, terutama apeks (Caia Francis, 2011).
2.1.3. Manifestasi Klinis
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI) (2006),
gejala utama pasien tuberculosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
ataulebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan.
2.1.4. Patofisiologi
Port de entri kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis
terjadi melalui udara (air bone), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel
yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi terdiri dari satu sampai tiga
gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus
biasanya di bagian bawah lobus atau paru paru, atau di bagian atas lobus bawah.
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh
organisme tersebut. Sesudah hari hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.

5
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia
akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa
yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh
fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Wahid, 2013).
2.1.5. Komplikasi
1) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan syok hipovolemik / tersumbatnya jalan nfas
2) Kolaps dari lobus akibat retroksi bronkial
3) Bronkiektosis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan/reaktif) pada paru
4) Pneumothorax (adanya udara didalam rongga pleura)
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang ginjal dll
6) Insufisiensi kardio Pulmoner (Cardio Plumonary Hsuficiency)
7) Mal nutrisi
8) Hepatitis, ketulian dan gangguan gastrointestional ( sebagai efek samping
obat-obatan)
1.1 Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Thorax :
a. bayangan berawarna / bercak
b. terdapat cavitas tunggal/
c. terdapat klasifikasi
d. bayangan abnormal yang menetap pada foto thorax setelah foto ulang
beberapa minggu ke depan
2) Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap : ditemukan peningkatan leukosit dan laju endap darah
(LED)
b. Sputum BTA : untuk menemukan kuman tuberkulosis dilakukan 3 kali
berturut-turut dan dibiakkan/kultur BTA selama 4-8 minggu.
3) Test tuberculin (Mantoux test)
Biasanya digunakan untuk anak-anak. Indurasi berupa kemerahan, negatif (0-
5 mm), meragukan (6-9 mm), positif (> 10 mm)
2.1.6 Penatalaksanaan

6
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk menyembuhkan
atau mengobati penderita juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau
resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan
TBC diberikan dalam 2 tahap:
1. Tahap intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama
rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian
besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat.
2. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan
obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama
yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin atau INH. Jenis dan dosis OAT:
a. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3
kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
b. Rifampisin (R)

7
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persisten) yang
tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
c. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk
berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg BB (Wahid, 2013).
2.2 Konsep Dasar Penyakit Efusi Pleura
2.2.1 Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat.
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5-15 ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya
friksi (Nurarif, 2013).
2.2.2 Etiologi
1. Hambatan reabsorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.

8
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus) bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler dan infeksi, ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar:
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura (Padila, 2012)
2.2.3 Manifestasi Klinis
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak napas.
2. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis), banyak
keringat, batuk dan banyak riak.
3. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang sinifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronchi.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura (Nurarif, 2013)
2.2.4 Patofisiologi

9
Di dalam rongga pleura terdapat 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan
koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru
dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh
limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan
tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas
transudat dan eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena
bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik karena
tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh
keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan
protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.
Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat
jenisnya rendah.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan diagnostik (rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinum.
2) Ultrasonografi
3) Torakosentesis atau pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris
anterior dan posterior, pada sela iga ke 8. Didapati cairan yang mungkin
serosa (serotorak), berdarah (hemotorak), pus (pirotorak) atau kilus
(kilotorak). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan)
atau eksudat (hasil radang).
4) Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaangram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi

10
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel sel malignan.
5) Biopsi pleura mungkin juga dilakukan (Nurarif, 2013).
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Tuberkulosis + Efusi Pleura
2.3.1 Pengkajian
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan oleh penderita TB paru adalah
sesak dan banyaknya sputum yang purulen. (Ardiyansyah,2012)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada penderita TB biasanya memiliki riwayat batuk lebih dari 3 minggu
disertai batuk darah atau tanpa darah, penyakit pneumonia, riwayat vaksinasi tidak
teratur.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluarga ada yang menderita tuberkulosis paru, sebagai faktor
predisposisi penularan di dalam rumah (Ardiansyah. 2012).
5. Pemeriksaan Fisik
1) B1 Sistem Pernafasan (Breathing)
Adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran ICS pada sisi yang
sakit, sesak napas, peningkatan frekuensi napas, tampak penggunaan otot bantu
pernapasan, terdapat batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi

11
secret yang purulen, vocal fremitus melemah. Pada pasien TB paru disertai
komplikasi dengan efusi pleura didapatkan bunyi redup hingga pekak pada sisi
yang terdapat akumulasi cairan di rongga pleura, terdapat bunyi napas tambahan
ronchi.
2) B2 Sistem Kardivaskuler (Blood)
Biasanya ditemukan kelemahan fisik, sianosis akibat mengalami syok,
denyut nadi perifer melemah, batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura condong kearah paru yang sehat, tekanan darah biasanya
normal atau mengalami peningkatan, bunyi jantung tambahan tidak ditemukan
3) B3 Sistem Persarafan (Brain)
Umumnya pada pasien Tuberculosis+ efusi pleura jarang ditemukan
adanya gangguan pada sistem persarafan dan kesadaran pasien masih compos
mentis dan GCS menunjukkan angka 456.
4) B4 Sistem Perkemihan (Bladder)
Pasien dengan TB + efusi pleura umumnya tidak mengalami gangguan
pada sistem perkemihan
5) B5 Sistem Pencernaan (Bowel)
Pasien mungkin akan ditemukan kehilangan nafsu makan, tak dapat
mencerna makanan sehingga terjadi penurunan berat badan. Dan mungkin juga
ditemukan perubahan karakteristik feses dan urine.
6) B6 Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (Bone)
Pada pasien dengan Tuberculosis + efusi pleura umumnya tidak
mengalami gangguan pada sistem endokrinnya.
7) Seksual Reproduksi
Pada pasien dengan Tuberculosis + efusi pleura umumnya tidak
mengalami gangguan pada sistem reprodksinya.
8) Kemampuan Perawatan diri
Menurut Marilyn. E. Doenges (2000) pola aktivitas pada pasien
Tuberculosis Paru mengalami penurunan karena sesak nafas, mudah lelah,
tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
9) Pola Istirahat Tidur

12
Menurut Ardiansyah (2012) pada pasien Tuberculosis Paru+ efusi pleura
mungkin akan ditemukan sulit tidur, frekuensi tidur berkurang dari biasanya,
sering berkeringat pada malam hari.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola pernafasan tidak efektif yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
ditandai dengan sesak nafas
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleura
ditandai dengan klien mengeluh nyeri, wajah tampak menahan nyeri,
menangis dan merintih
3. Gangggun pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder
terhadap efusi pleura ditandai dengan kesulitan untuk jatuh tertidur
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan truma jaringan sekunder
terhadap pemasangan wsd
2.3.3 Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam ronga pleura
ditandai dengan sesak nafas.

Tujuan :
Pasien memperlihatkan pola pernafasan yang efektif dalam waktu 2 hari
setelah pemasangan WSD.
Kriteria evaluasi hasil
1) Pasien memperlihatkan/ mempertahankan pola pernafasan yang efektif
dan mengalami perbaiakn pertukaran gas pada paru, meliputi :
1. Frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal
2. Penurunan nyeri dada/dispneu
3. Pada pemeriksaan sinar-x, cairan rongg pleura kembali
normal, baik jumlah maupun konsistensinya

13
2) Klien menyatakan factor penyebab, jika diketahui dan
menyatakan cara adaptif mengatasi factor tersebut
3) Mengutarakan pentingnya latihan paru setiap hari

No Rencana Tindakan Rasional


1. Posisikan fowler. Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan
pernapasan
2. Dorong atau bantu pasien dalam Dapat meningkatkan banyaknya
melakukan nafas dalam. sputum dimana gangguan ventilasi
dan ditambah ketidaknyamanan
upaya bernafas.
3. Pantau kepatenan pemasangan dan Mempermudah drainase dan
keefektifan proses drainase dengan WSD mempertahankan tekanan negatif dan
(Water Seal Drainage), meliputi : mempunyai potensi penarikan
1. Observasi klem penghubung klien
jaringan atau pleura ke dalam lubang
dengan system, jika klemnya tidak
drainase selang dada
terpasang dengan semestinya, maka pasang
kembali (perbaiki posisinya}
2. Observasi kebocoran pada
system
WSD,
Pantau posisi selang agar tetap
menggantung dalam garis lurus dari atas
tempat tidur ke bilik drainase
3. Pantau selang dada, bila pengkajian
keperawatan menandakan obstruksi pada
drainase sekunder terhadap bekuan atau
debris pada selan, maka lakukan
pemencetan atau urut selang dada tersebut
4. Pastikan posisi botol WSD terletak di
bawah tempat tidur klien (posisi lebih
rendah dari paru klien)
4. Pertahankan tirah baring untuk mengambil Memberikan rasa nyaman pada klien
posisii yang nyaman

14
5. Jelaskan alasan, demonstrasikan, dan Batuk saat ekspirasi mencegah
instruksikan klien untuk batuk saat peningkatan tekanan.pleura,
ekspirasi sehingga drainase dapat berjalan
dengan lancer
6. Berikan obat-obatan sesuai pesanan dan Mencegah terjadinya salah memberi
pastikan bahwa klien meminumnya obat dan mempercepat proses
penyembuhan

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder


terhadap gangguan pernafasan ditandai dengan kesulitan untuk jatuh tertidu

Tujuan :
Memperbaiaki pola tidur klien hingga kembali teratur tanpa terganggu oleh
kondisi terapinya
Kriteria hasil evaluasi :
1. Klien mengetahui dan mengerti factor-faktor yang menghambat untuk tertidur
2. Klien mengetahui dan menerapkan teknik-teknik untuk mempermudah tidur
3. Klien segera tertidur dalam waktu kuran dari 30 menit

No Rencana tindakan Rasional


1 - Kurangi atau hilangkan distraksi Kebisingan dan stimulus dapat
lingkungan seperti kebisingan dan mengganggu istirahat atau tidur klien
stimulus yaitu : tutp pintu ruangan, gorden
atau tirai, lepaskan hubungan telepon,
kurangi stimulus (seperti pembicaraan
staf), hindari prosedur yang tidak penting
selama klien tertidur, batasi pengunjung
- Tutup kebisingan lingkungan dengan
kebisingan putih misalnya kipas angin,
musik lembut, rekaman hujan

2 Beri posisi fowler pada klien Posisi fowler mempermudah drainase


pleura
3 Relaksasi atau latihan nafas sebelum tidur Relaksasi mempermudah untuk tidur

15
4 Batasi jumlah dan lamanya tidur siang jika Tidur siang yang lebih dari 90 menit
berlebihan (lebih dari 90 menit) dapat menurunkan stimulus untuk tidur
yang lama pada malam hari
5 Tingkatkan aktivitas sehari-hari jika Aktivitas berupa latihan dapat
memungkinkan : buat bersama klien menurunkan stress dan memudahkan
jadwal program aktivitas sehari-hari tertidur
- Ajarkan pentingnya latihan regular
seperti berpindah
6 Berikan sedative atau hipnotik dalam dosis Sedative atau hipnotik dapat membuat
seminimal mungkin jika diperlukan klien mudah tertidur
(konsul dengan dokter)

3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleura


ditandai dengan klien mengeluh nyeri, wajah tampak menahan nyeri,
menangis dan merintih
Tujuan :
Nyeri teratasi seiring dengan berkurangnya akumulasi cairan pleura
Kriteria evaluasi hasil :
1. Klien mengetahui penyebab nyeri
2.klien menyatakan nyeri yang dirasakannya berkurang atau hilang

No Rencana Tindakan Rasional


1 Bantu klien untuk menetukan penyebab Tindakan yang dapat dilakukan jika
nyeri dan tentukan tingkatannya, diukur penyebab dan tingkatan nyeri telah
dengan skala nyeri dan rentang 0-10 diketahui
2 Berikan analgesic pada penurunan rasa Analgesik dapat menurunkan atau
nyeri yang optimal : menghilangkan sensasi nyeri dan harus
- Lihat advice dokter dilakukan secara kolaboratif
- Jelaskan rute yang digunakan per-oral,
inhalasi, IM, atau IV
- Konsultasikan dengan apoteker mengenai
kemungkinan reaksi tambahan akibat
interaksi denga nobat lain

16
3 Kurangi ayau turunkan efek samping umum Narkotik dapat menyebabkan adiksi dan
dari narkotik, jika digunakan jelaskan efek samping lain yang membahayakan
bahwa narkotik bisa menyebabkan
konstipasi, sedasi, adiksi, mual- muntah,
dan mulut kering
4 Kolaborasi dengan klien untuk melakukan Kolaborasi dapat mempermudah
tindakan pengurangan nyeri noninvasive : pelaksanaan tindakan dan tehnik
Ajarkan dan instruksikan penggunaan relaksasi mampu mengurangi sensasi
tehnik relaksasi (nafas berirama, lambat, nyeri
dan dalam), distraksi dan masase
5 Beri informasi akurat untuk menurunkan Informasi dan dukungan keyakinan
rasa nyeri mengenai penyebab nyeri dari dapat menenangkan klien sehingga
kemungkinan kapan nyeri akan hilang serta sensai nyeri tidak terlalu dirasakan
yakinkan klien bahwa ia mampu mengatasi
rasa nyeri
3. Klien tidak lagi menunjukkan wajah menahan nyeri, menangis, dan merintih

4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan truma jaringan sekunder


terhadap pemasangan WSD
Tujuan: Mengurangi faktor infeksi yang berhubungan dengan truma jaringan
sekunder terhadap pemasangan WSD
Kriteria Hasil: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan risiko
infeksi.

No Tindakan/Intervensi Rasional
1. Cek TTV terutama suhu Demam dapat terjadi karena infeksi.
2. Kaji pentingya latihan napas, batuk efektif, Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi
perubahan posisi, dan masukan cairan dan pengeluaran sekret untuk
adekuat. menurunkan resiko terjadinya infeksi
paru.
3. Observasi warna. Sekret berbau, kuning atau kehijauan
menunjukkan adanya infeksi paru.
4. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan Menurunkan konsumsi/kebutuhan
istirahat. keseimbangan oksigen dan

17
memperbaiki pertahanan pasien
terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
5. Diskusi kebutuhan masukan nutrisi Malnutrisi dapat mempengaruhi
adekuat. kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi.
Kolaborasi
1. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk Dilakukan untuk mengidentifikasi
atau pengisapan untuk pewarnaan kuman organisme penyebab dan kerentanan
Gram, kultur/sensitivitas. terhadap berbagai antimikrobial.
2. Berikan antimikrobial sesuai indikasi Dapat diberikan untuk organisme
khusus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sensitivitas, atau diberikan
secara profilaktik karana resiko tinggi.

18
2.4. WOC
Non infeksi: Ca paru, Ca pleura (primer dan
Infeksi (TB)
sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, gagal
tuberculosis, pneumonitis, abses paru
jantung, pericarditis, gagal hati, gagal ginjal

Reaksi Ag Ab
Penumpukan sel sel tumor Massa tumor

Merangsang mediator inflamasi


Tersumbatnya
pembuluh darah vena
Bradikinin, prostaglandin,
dan getah bening
histamine, serotonin

Vaso aktif Rongga pleura gagal


memindahkan cairan
Gangguan keseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik Akumulasi cairan di
rongga pleura
Peningkatan permeabilitas
membran

Perpindahan cairan EFUSI PLEURA


Indikasi tindakan

Peningkatan Menekan pleura


cairan pleura Pemasangan
Torakosintesis
WSD
Rangsangan Ekspansi paru
serabut saraf inadekuat Nafas pendek
dengan usaha Terputusnya
sensoris parietalis
kuat kontinuitas jaringan
Sesak nafas
(dispnea)
MK: Nyeri Kelelahan MK: Nyeri
Nafsu makan meningkat
Perlukaan
Kesulitan tidur
MK: MK: Perubahan
Ketidakefektifan nutrisi kurang dari Port de entre kuman
pola nafas kebutuhan tubuh MK: Gangguan
pola tidur
MK: Resiko tinggi
terhadap infeksi
19
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas
Pasien adalah seorang perempuan bernama Ny. X berumur 67 tahun,
beragama islam, status pasien menikah dan dikaruniani 3 orang anak. Pasien tinggal
di Surabaya, pendidikan terakhir pasien adalah SD dan pekerjaan pasien saat ini
adalah ibu rumah tangga. Penanggung biaya pasien adalah dari BPJS Kesehatan.
3.1.2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak nafas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 9 Oktober 2017 pukul 09.00 WIB Ny. X dirawat diruang
paru dengan keluhan sesak napas, keluhan disertai keringat banyak pada
malam hari dan dahak tidak dapat dikeluarkan dan suaranya grok.. grok.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tgl 12 Oktober 2017 pukul 08.55
WIB pasein didapatkan K/U lemah, dispnea, pernafasan cuping hidung,
penggunaan otot bantu nafas suprasternal dan terdapat retraksi intercostal,
ronchi +/+, wheezing tidak ada, tidak ada sianosis,terpasang WSD pada
Thorax sinistra. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan pernafasan regular
dan cepat dengan frekuensi napas 32x/mnt, TD 130/80 mmHg, frekuensi nadi
100x/mnt, suhu 36oC.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah sakit seperti sekarang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dari keluarrga tidak ada penyakit yang sama.
5. Genogram

67t
h

Keterangan
: Laki- laki : Hubungan darah

20
: Perempuan : Klien

: Tinggal satu rumah


: Meninggal

3.1.3. Pengkajian Persistem


Keadaan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis, observasi tanda tanda
vital tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 100x/menit, RR 32x/menit, suhu 36C,
GCS 456, tinggi badan 160 cm, berat badan sebelum masuk rumah sakit 53 kg,
berat badan setelah masuk rumah sakit 53 kg
1. B1 Sistem Pernapasan (Breathing)
Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan bentuk dada normochest, pergerakan
dada simetris, terdapat otot bantu nafas tambahan suprasternal , irama nafas
pasien reguler, pasien sesak nafas, pasien batuk berdahak dan dahak tidak
dapat dikeluarkan, terdapat pernapasan cuping hidung, tidak ada sianosis,
terdapat retraksi intercostal, wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan auskultasi
ada suara nafas tambahan ronchi +/+, RR: 32x/menit.
2. B2 Sistem Kardiovaskuler (Blood)
Pada pemeriksaan inspeksi tidak terdapat oedema, tidak terdapat perdarahan.
Pada pemeriksaan palpasi, ictus cordis teraba pada ICS 4-5 mid clavicula
sinistra, tidak terdapat nyeri dada, irama jantung reguler, CRT < 2 detik, akral
teraba hangat, kering, merah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 100x/menit. Pada pemeriksaan perkusi
terdapat suara pekak. Pada pemeriksaan auskultasi terdapat bunyi jantung S1
S2 tunggal, tidak ada bunyi jantung tambahan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. B3 Sistem Persyarafan (Brain)
Pada pemeriksaan inspeksi keadaan umum pasien baik, kesadaran compos
mentis, GCS 456, bentuk kepala bulat simetris dan tidak ada kelainan, tidak
ada paralisis, bentuk hidung simetris, septum terletak di tengan, tidak ada
polip, bentuk mata simetris dan tidak ada kelainan, reaksi pupil isokor, reflek
cahaya +/+ , konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, lapang pandang pasien
baik, bentuk telinga simetris, tidak ada kelainan pada telinga, kebersihan
telinga bersih, tidak ada alat bantu pendengaran, kebersihan lidah bersih,
tidak ada kesulitan menelan, cara berbicara pasien jelas dan lancar. Pada
pemeriksaan palpasi kaku kuduk (-), brudziynki (-), babinzky (-), kerniks (-).
Pada pemeriksaan perkusi triceps (+/+), bisep (+/+), patella (+/+), dan
achilles (+/+).
a. Nervus I (Olfaktorius)
21
Sifatnya sensorik mensarafi hidung membawa rangsangan aroma (bau-
bauan) dari aroma rongga hidung ke otak. Pasien mampu mencium bau
minyak kayu putih.
b. Nervus II (Optikus)
Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan
ke otak. Pasien mampu membaca koran dengan jarak 30 cm.
c. Nervus III (Okulomotorius)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata)
atau sebagai pembuka bola mata. Pasien mampu menggerakkan bola mata
ke kanan dan kiri.
d. Nervus IV (Trochlear)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital, sebagai pemutar bola mata.
Pasien mampu menggerakkan bola mata ke atas dan bawah.
e. Nervus V (Trigeminus)
Sifatnya majemuk (sensorik-motorik) bertanggung jawab untuk
pengunyah.
Sensorik : Pasien mampu merasakan sentuhan tangan
Motorik : Pasien mampu menggertakkan gigi
f. Nervus VI (Abdusen)
Sifatnya motorik, sebagai pemutar bola mata ke arah luar. Pasien mampu
melihat ke segala arah.
g. Nervus VII (Fasial)
Sifatnya majemuk (sensorik-motorik), sebagai mimik wajah dan
menghantarkan rasa pengecap, asam, asin dan manis.
Sensorik : Pasien mampu merasakan rasa buah semangka.
Motorik : Pasien mampu tersenyum dan mengerutkan dahi.
h. Nervus VIII (Vestibulokokhlearis)
Sifatnya sensorik, saraf kranial ini mempunyai dua bagian sensoris yaitu
audiotori dan vestibular yang berperan sebagai penerjemah. Pasien
mampu mendengar dengan baik.
i. Nervus IX (Glosofharyngeal)
Berperan dalam menelan dan respon sensori terhadap rasa pahit di lidah.
Pasien mampu menelan.

j. Nervus X (Vagus)
Sifatnya majemuk (sensorik-motorik) mensarafi faring, laring dan
palatum. Pasien mampu menelan.
k. Nervus XI (Asesoris)

22
Sifatnya motorik, saraf ini bekerja sama dengan vagus untuk memberi
informasi ke otot laring dan faring. Otot bantu pernafasan
sternokleidomastoideus tidak teraba dan terlihat, terdapat otot bantu nafas
suprasternal.
l. Nervus XII (Hipoglosal)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot lidah. Pasien mampu menjulurkan
lidah.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
4. B4 Sistem Perkemihan dan Genetalia (bladder)
Pada pemeriksaan inspeksi pasien tidak terpasang urine cateter, frekuensi
urine sebelum masuk rumah sakit 10x/hari, dengan jumlah urine 1500 cc
dalam 24 jam, warna kuning. Sesudah masuk rumah sakit 9x/hari, dengan
jumlah urine 1300 cc dalam 24 jam, warna kuning. Pemeriksaan palpasi
tidak ada distensi pada area kandung kemih.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. B5 Bowel
Nafsu makan baik, frekuensi makan 3x sehari dan porsi sedang. Pasien tidak
ada nyeri telan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
6. B6 Sistem Muskuluskeletal dan Integumen (Bone)
Pada pemeriksaan inspeksi rambut dan kulit kepala tampak bersih, warna
kulit sawo matang, turgor kulit elastis. Tidak ada kelainan tulang dan tidak
ada kelainan jaringan atau trauma, ROM bebas.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
7. Endokrin
a. Thyroid : Tidak teraba pembesaran kelenjar thyroid
b. Hiperglikemia : GDA 120 mg/dl
c. Hipoglikemia : Tidak ada hipoglikemia
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Kemampuan Perawatan Diri

23
Kemampuan perawatan diri
SMRS MRS Skor :
Mandi 1 1 1 : Mandiri
Berpakaian/dandan 1 1 2 : Alat bantu
Toileting/eliminasi 1 1 3 :Dibantu orang
Mobilitas di tempat tidur 1 1 lain dan alat
Berpindah 1 1 4:Tergantung/tidak
Berjalan 1 1 mampu
Naik tangga 1
Berbelanja 1
Memasak 1
Pemeliharaan rumah 1
Alat bantu berupa :
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

9. Personal Hygiene
SMRS : Pasien tidur siang pukul 13.00 14.00, tidur malam pukul
22.00 05.00 jumlah 8 jam/hari. MRS : Pasien tidur siang pukul 13.00
15.00, tidur malam pukul 21.00 05.00 jumlah 10 jam/hari, pasien tidak
memiliki kebiasaan sebelum tidur.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
10. Pola Istirahat Tidur
SMRS : Pasien tidur siang pukul 13.00 14.00, tidur malam pukul
22.00 05.00 jumlah 8 jam/hari. MRS : Pasien tidur siang pukul 13.00
15.00, tidur malam pukul 21.00 05.00 jumlah 10 jam/hari, pasien tidak
memiliki kebiasaan sebelum tidur.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
11. Pola Kognitif Perseptual Psiko Sosio Spiritual
a. Persepsi terhadap sehat sakit Menurut pasien sehat adalah kemampuan
melakukan aktivitas dengan lancar, sedangkan sakit adalah keadaan tubuh
lemas dan tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa.
b. Konsep diri
1) Gambaran diri : Pasien mengatakan keadaannya sekarang tidak sehat
dan membutuhkan perawatan.

24
2) Identitas diri : Pasien mengatakan berjenis kelamin perempuan
berumur 61 tahun.
3) Peran diri : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga memiliki 3 orang
anak.
4) Ideal diri : Pasien yakin sekali bisa sembuh dari penyakitnya dan bisa
kembali mengurus suami dan anaknya.
5) Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu dengan penyakit yang
dialaminya.
Kemampuan berbicara lancar, bahasa yang digunakan bahasa Jawa
dan Indonesia. Pasien mampu beradaptasi terhadap masalah dengan baik,
pasien tidak ansietas. Selama di rumah sakit kegiatan pasien hanya tidur,
berbicara dengan suami dan anak, selama di rumah sakit pasien tidak pernah

Obat Dosis Rute Indikasi obat


Aminophilin 4x200 mg IV Obat yang digunakan untuk mengobati
beberapa penyakit pernapasan, seperti
asma, bronkitis, emfisema, dan
penyakit paru-paru kronis. Selain itu,
obat ini juga dapat meredakan gejala-
gejala penyakit, seperti sesak napas,
mengi, dan batuk-batuk.
- R Untuk membunuh bakteri
imstar 1 x 3 tab po mycobacterium tuberculosis
- I
NH
- Pi
razinamid
- Et
ambutol
berolah raga, dan kegiatan ibadah pasien selalu berdoa dan berdzikir meminta
kesembuhan pada Allah.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.
3.1.4. Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan BTA (+)
3.1.5. Terapi obat

25
3.2. Analisis data
Penyebab
No Data ( Symptom) Masalah
(etiologi)
1 Ds : Ny. X mengatakan mengeluh Sekresi yang Bersihan Jalan
sesak dan tidak bias tertahan Napas tidak efektif
mengeluarkan dahak
DO :
- K/u px lemah
- Px tampak batuk dan
terdengar Grok Grok

- Ronchi +/+
- RR 32x/mnt
- Pernapasan regular &
cepat
- Hasil pemeriksaan BTA
(+)
2 DS : Ny. X mengatakan sesak Hambatan upaya Pola napas tidak
napas napas efektif
DO :
- K/u lemah
- Ada pernapsan cuping
hidung
- Ada otot bantu napas
suprasternal
- Terdapat retraksi
intercostal
- RR 32x/mnt
- Dispnea

26
3.3. Recana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan bersihan Tujuan: 1. Obervasi status pernafasan pasien 1. Untuk mengetahui status pernafasan
jalan nafas b.d obstruksi Setelah diberikan asuhan setiap pergantian jam jaga, yang dan mendeteksi tanda awal bahaya
jalan nafas (sekresi yang keperawatan selama 1x24 meliputi:
tertahan) jam diharapkan jalan nafas a. RR
pasien kembali efektif b. Suara nafas
Kriteria Hasil: c. Pola nafas 2. Untuk mengetahui keefektifan terapi
1. RR dalam batas normal d. SPO2 yang diberikan
(16-20x/menit) 2. Pantau dan dokumentasikan 3. Untuk membantu bernafas dan
2. Pasien dapat melakukan karakteristik sputum ekspansi dada serta ventilasi lapang
teknik batuk efektif dan 3. Berikan pasien posisi semi fowler paru
pengeluaran secret secara (15-450)
mandiri 4. Untuk mengencerkan secret
3. Jalan nafas pasien tetap 4. Anjurkan pasien untuk minum air sehingga mudah untuk dikeluarkan
paten hangat 5. Langkah-langkah ini melibatkan
4. Pasien dapat mengerti dan pasien dan keluarga dalam
menjelaskan kembali
5. Ajarkan kepada pasien dan keluarga perawatan pasien
pemantauan sputum yang tentang:
diprogramkan a. Teknik batuk efektif
b. Pemantauan sputum tiap hari 6. Untuk membantu pasien
dan melaporkan mendapatkan oksigen tambahan
perkembangannya
c. Cara nafas dalam
6. Berikan terapi oksigen
2 Pola napas tidak efektif Tujuan: 1. Kaji kualitas dan kedalaman 1. Mengetahui penurunan bunyi napas
b.d hambatan upaya napas Setelah diberikan asuhan pernapasan, penggunaan otot karena adanya sekret.
keperawatan selama 1x24 aksesori pernapasan : catat setiap
jam diharapkan pola nafas peruhan
kembali efektif 2. Kaji kualitas sputum : warna, bau, 2. Mengetahui perubahan yang terjadi
Kriteria Hasil: konsistensi untuk memudahkan perawatan dan

27
Klien mempertahankan pengobatan selanjutnya.
pola pernafasan yang 3. Auskultasi suara napas setiap 4 3. Mengetahui sendini mungkin
efektif jam perubahan pada bunyi napas.
Frekwensi irama dan 4. Baringan klien untuk 4. Membantu mengembangkan paru
kedalaman pernafasan mengoptimalkan pernapasan : secara maksimal.
normal (RR 16 20 posisi semi fowler tinggi.
kali/menit) 5. Bantu dan ajarkan pasien untuk 5. Menekan daerah yang nyeri ketika
Dipsnea berkurang batuk dan nafas dalam yang efektif. batuk atau nafas dalam. Penekanan
Tidak ada penggunaan otot-otot dada serta abdomen
otot bantu nafas membuat batuk lebih efektif.
6. Kolaborasi dengan tim medis lain 6. Pemberian oksigen dapat
untuk pemberian O2 dan obat menurunkan beban pernafasan dan
Aminophilin 4x 100mg serta foto mencegah terjadinya sianosis akibat
thorax. hipoxia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.

28
3.4. Tindakan Keperawatan

No Waktu Tindakan keperawatan TTD waktu tgl&jam Evaluasi TTD


Dx Tgl & jam

1,2 12 -10- 2017 Membina hubungan saling percaya pada K 12- 10 -2017 DX 1 Bersihan jalan napas tidak K
08.55 keluarga 14.00 efketif b.d Sekresi yang tertahan
Memperkenalkan diri dan tujuan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan S : Ny.X mengatakan sesak napas,
K batuk dan tidak bisa mengeluarkan
Menanyakan keluhan pasien dahaknya dan mengeluhkan keluar
1,2 09.05 Hasil : Ny.X mengatakan sesak napas, keringat saat malam hari,
batuk dan tidak bisa mengeluarkan
dahaknya dan mengeluhkan keluar keringat O:
-
saat malam hari, k/u pasien lemah K K/u lemah
-
Nadi : 100x/menit
-
Mengobservasi TTV, Suara nafas, Pola RR : 32x/menit.
-
nafas Suhu : 36C
-
1,2 09.12 Nadi : 100x/menit Terdapat ronchi (+)
-
RR : 32x/menit. Terdengar grok.. grok
-
Suhu : 36C K Suara napas ronchi (+)
-
SPO2 : 85% Ny. X mampu mengeluarkan
Terdapat ronchi (+) & terdengar suara dahak
-
grok.. grok Hasil Pemeriksaan BTA (+)
Pola napas regular dan cepat K A: masalah belum teratasi K
P: intervensi no 1 & 2 dilanjutkan
Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori pernapasan K Dx 2 Pola napas tidak efektif b.d
1 09.40 - Hasil : terdapat otot bantu napas hambatan upaya napas
suprasternal,terdapat pernapasan cuping K S : Ny. X mengatakan sesak napas
hidung
O:

29
Mengauskultasi suara napas tambahan K -
RR : 32x/menit.
-
setiap 4 jam Ny. X tampak posisi semi
Hasil : suara napas ronchi (+) fowler
-
K Terdapat otot bantu napas
2 10.00 Memberikan terapi obat aminophilin suprasternal,
-
200mg/iv terdapat pernapasan cuping
RHZE 3 tab hidung
-
terpasang simple mask 5 lpm
-
Memberikan terapi oksigen K Pola napas regular dan
2 10.05 Hasil : Ny. X menggunakan terapi O2 K cepat , dispnea
simple mask 5 lpm A : Masalah belum teratasi
K P : Lanjutkan intervensi
2 11.20 Memberikan pasien posisi semi fowler no.1 & 2
(15-450)
hasil : px dalam keadaan semifowler 150
Menganjurkan pasien untuk minum air
1 11.21 hangat
K
Membantu dan mengajarkan pasien untuk
batuk dan nafas dalam yang efektif.
Hasil : Px mampu mengeluarkan dahak
1 11.26 K
Pantau dan dokumentasikan sputum
Hasil : pemeriksaan BTA (+)
1 12.40 K
Menganjurkan pasien minum air hangat
Hasil : Ny. X minum air hangat

Mengobservasi TTV, Suara nafas, Pola


nafas K
1 13.30 Nadi : 100x/menit
RR : 30x/menit.

30
Suhu : 36C K
1 13.45 Terdapat ronchi (+)
Pola napas regular dan cepat
K
Memberikan obat Aminophlin 200mg/iv K
1,2 14.00
Menanyakan keluhan pasien
Hasil : Ny.X mengatakan masih sesak
napas, batuk dan sudah mengeluarkan K
dahaknya dan mengeluhkan keluar keringat
saat malam hari, k/u pasien lemah

K
Membaringan klien untuk mengoptimalkan
2 14.10 pernapasan : posisi semi fowler tinggi. K 12 Okt 2017 DX 1 Bersihan jalan napas tidak
21.00 WIB efketif b.d Sekresi yang tertahan
Mengauskultasi suara napas setiap 4 jam
1,2 15.00 Hasil : suara napas ronchi (+) S : Ny.X mengatakan masih sesak
napas, batuk dan tidak bisa
Memberikan pasien posisi semi fowler mengeluarkan dahaknya dan
(15-450) mengeluhkan keluar keringat saat K
hasil : px dalam keadaan semifowler 150 K malam hari,
Mengobservasi TTV, Suara nafas, Pola
nafas O:
-
2 16.00 Nadi : 100x/menit K/u lemah
-
RR : 28x/menit. Px dalam keadaan posisi
Suhu : 36,2C semi fowler
-
Terdapat ronchi (+) Nadi : 100x/menit
-
1,2 19.00 Pola napas regular dan cepat RR : 28x/menit.
-
Suhu : 36,2C
-
Mengkaji kualitas dan kedalaman Terdapat ronchi (+)
pernapasan, penggunaan otot aksesori A: masalah belum teratasi K

31
pernapasan : catat setiap perubahan P: intervensi no 1 & 2 dilanjutkan
2 19.30 Hasil : masih terdapat otot bantu napas
suprasternal dan retraksi intercostal Dx 2 Pola napas tidak efektif b.d
hambatan upaya napas
Memberikan terapi oksigen S : Ny. X mengatakan sesak napas
Hasil : Ny. X menggunakan terapi O2
simple mask 5 lpm O:
-
RR : 28x/menit.
-
Memberikan obat aminophilin 100mg/iv Ny. X tampak posisi semi
2 19.38 fowler
-
Menanyakan keluhan pasien Terdapat otot bantu napas
Hasil : Ny.X mengatakan masih sesak suprasternal,
-
berkurang, batuk dan sudah mengeluarkan terdapat pernapasan cuping
2 19.42 dahaknya dan mengeluhkan keluar keringat hidung
-
malam hari, k/u pasien lemah Pola napas regular dan
cepat , dispnea
-
2 20.00 Mengobservasi TTV, Suara nafas, Pola px dalam keadaan
nafas semifowler 150
-
Nadi : 100x/menit terdapat retraksi intercostal
1,2 21.00 RR : 28x/menit.
Suhu : 37,8C A : Masalah teratasi sebagian
TD : 130/70mmHg P : Lanjutkan intervensi K
Terdapat ronchi (+) no.1 & 2
Pola napas regular dan cepat
DX 1 Bersihan jalan napas tidak
Paracetamol 500mg/oral 13 Okt 2017 efketif b.d Sekresi yang tertahan
07.00 WIB K
2 22.21 Mengobservasi TTV, Suara nafas, Pola S : Ny.X mengatakan sesak napas
nafas berkurang, batuk dan tidak bisa
06.00 Nadi : 100x/menit mengeluarkan dahaknya dan
RR : 28x/menit. mengeluhkan keluar keringat.
Suhu : 36,4C

32
TD : 120/80 mmHg O:
-
Terdapat ronchi (+) K/u lemah
-
Pola napas regular dan cepat Px dalam keadaan posisi
semi fowler
-
Memberikan terapi oksigen Nadi : 100x/menit
-
Hasil : Ny. X menggunakan terapi O2 nasal RR : 28x/menit.
-
1,2 06.10 kanul 4 lpm Suhu : 36,4C
-
Terdapat ronchi (+)
Rawat luka WSD A: masalah belum teratasi
2 P: intervensi no 1 & 2 dilanjutkan
06.13
Dx 2 Pola napas tidak efektif b.d
hambatan upaya napas
S : Ny. X mengatakan sesak napas

O:
-
RR : 28x/menit.
-
Ny. X tampak posisi semi
fowler
-
Terdapat otot bantu napas
suprasternal
-
terdapat pernapasan cuping
hidung
-
\ Pola napas regular dan
cepat ,
-
Dispnea berkurang
-
px dalam keadaan
semifowler 150
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
no.1 & 2

33
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
1. Keluhan Utama
Pada tinjauan kasus keluhan utama yang ditemukan Ny. X adalah sesak nafas
dan dahak tidak dapat dikeluarkan. Pernyataan tersebut didukung oleh
Ardiyansyah (2012) yang menyatakan bahwa keluhan utama yang biasanya
dirasakan oleh penderita TB paru adalah sesak dan banyaknya sputum yang
purulen
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya dispnea, pernafasan
cuping hidung, penggunaan otot bantu nafas suprasternal dan terdapat
retraksi intercostal, ronchi, tidak ada sianosis,terpasang WSD pada Thorax
sinistra. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan pernafasan regular dan
cepat dengan frekuensi napas 32x/mnt.
Sehingga sesuai teori yang menyebutkan bahwa pasien dengan TB
paru disertai efusi pleura biasanya terdapat adanya ketidaksimetrisan
rongga dada, pelebaran ICS pada sisi yang sakit, sesak napas, peningkatan
frekuensi napas, tampak penggunaan otot bantu pernapasan, vocal
fremitus melemah. Pada pasien TB paru disertai komplikasi dengan efusi
pleura didapatkan bunyi redup hingga pekak pada sisi yang terdapat
akumulasi cairan di rongga pleura, terdapat bunyi napas tambahan ronchi.
b. Sistem Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan inspeksi kardiovaskular pasien tidak terdapat
oedema, tidak terdapat perdarahan. Pada pemeriksaan palpasi, ictus cordis
teraba pada ICS 4-5 mid clavicula sinistra, tidak terdapat nyeri dada, irama
jantung reguler, CRT < 2 detik, akral teraba hangat, kering, merah, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi
100x/menit. Pada pemeriksaan perkusi terdapat suara pekak. Pada

34
pemeriksaan auskultasi terdapat bunyi jantung S1 S2 tunggal, tidak ada
bunyi jantung tambahan.
Sedangkan pada teori biasanya ditemukan kelemahan fisik,
sianosis akibat mengalami syok, denyut nadi perifer melemah, batas
jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura condong
kearah paru yang sehat, tekanan darah biasanya normal atau mengalami
peningkatan, bunyi jantung tambahan tidak ditemukan.
c. Sistem pencernaan
Pada kasus pasien memiliki nafsu makan baik, frekuensi makan 3x
sehari dan porsi sedang. Pasien tidak ada nyeri telan. Sehingga berbanding
terbalik dengan teori yang mengtakan bahwa Pasien mungkin akan
ditemukan kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna makanan
sehingga terjadi penurunan berat badan.
4.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada pada tinjauan pustaka ada 4 yaitu:
1. Pola pernafasan tidak efektif yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura ditandai
dengan sesak nafas
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleura ditandai
dengan klien mengeluh nyeri, wajah tampak menahan nyeri, menangis dan
merintih
3. Gangggun pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap
efusi pleura ditandai dengan kesulitan untuk jatuh tertidur
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan truma jaringan sekunder
terhadap pemasangan wsd
Terdapat dua diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus yaitu :
1. Bersihan Jalan Napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan. Dengan data
subjektif pasien mengatakan mengeluh sesak dan tidak bisa mengeluarkan
dahak. Data objektif didapatkan K/u lemah, pasien tampak batuk dan
terdengar sura grokgrok, adanya ronchi, RR 32x/menit. Diagnosa ini

35
dijadikan prioritas karena merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh
pasien (Nanda Internasional, 2015).
2. Pola napas tidak efektif b.d Hambatan upaya napas. Dengan data subjek
pasien mengatakan sesak nafak. Data objektif ada pernapsan cuping hidung,
ada otot bantu napas suprasternal, terdapat retraksi intercostal, RR 32x/mnt
Tidak semua diagnosa keperawatan pada tinjauan pustaka muncul pada tinjauan
kasus. Pada tinjauan kasus diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data
subjektif dan data objektif yang didapatkan saat melakukan pengkajian pada kondisi
pasien secara langsung.
4.3. Perencanaan
Pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan) dilakukan 6 rencana keperawatan,
yaitu
1. Obervasi status pernafasan pasien setiap pergantian jam jaga, yang meliputi:
RR, Suara nafas, Pola nafas, SPO2. Recana ini dilakukan untuk mengetahui
status pernafasan dan mendeteksi tanda awal bahaya
2. Pantau dan dokumentasikan karakteristik sputum. Rencana ini dilakukan
Untuk mengetahui keefektifan terapi yang diberikan.
3. Berikan pasien posisi semi fowler (15-450). Recana ini dilakukan untuk
membantu bernafas dan ekspansi dada serta ventilasi lapang paru
4. Anjurkan pasien untuk minum air hangat. Recana ini dilakukan Untuk
mengencerkan secret sehingga mudah untuk dikeluarkan
5. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang: Teknik batuk efektif,
Pemantauan sputum tiap hari dan melaporkan perkembangannya, Cara nafas
dalam.
6. Berikan terapi oksigen.

36
Pada diagnosa Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas. dilakukan 6
rencana keperawatan, yaitu
1. Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori
pernapasan : catat setiap peruhan. Recana ini dilakukan untuk mengetahui
penurunan bunyi napas karena adanya sekret.
2. Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi. Recana ini dilakukan untuk
mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan perawatan dan
pengobatan selanjutnya
3. Auskultasi suara napas setiap 4 jam. Recana ini dilakukan untuk mengetahui
sendini mungkin perubahan pada bunyi napas.
4. Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi.
Recana ini dilakukan untuk membantu mengembangkan paru secara
maksimal.
5. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif. Recana
ini dilakukan untuk menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
6. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O 2 dan obat-obatan serta
foto thorax.
4.4. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan adalah perwujudan atau realisasi dari perencanaan
yang telah disusun. Tindakanan keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan
terintegrasi untuk pelaksanaan diagnosa kasus pada kasus tidak semua pada
tinjauan pustaka, hal itu karena disesuaikan dengan keadaan pasien yang
sebenarnya. Dalam pelaksanaan ini ada factor penunjang maupun factor
penghambat yang penulis alami. Hal-hal yang menunjang dalam asuhan
keperawatan yaitu antara lain: adanya kerjasama yang baik dari perawat maupun
dokter ruangan dan tim kesehatan lainnya, tersedia sarana dan prasarana di
ruangan yang menunjang dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan
penerimaan adanya penulis.
Tindakan keperawatan yang diberikan pada Ny. X terkait dengan
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas (sekresi yang tertahan) adalah mengobervasi status pernafasan pasien,

37
memrikan pasien posisi semi fowler (15-450), menganjurkan pasien untuk minum
air hangat, mengajarkan pasien untuk batuk efektif, dan memberikan O2 masker 5
lpm
Tindakan keperawatan kedua yang diberikan pada Ny. X terkait dengan
diagnosa pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas adalah mengkaji
kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan,
mengauskultasi suara napas setiap 4 jam, membantu pasien posisi semi fowler,
bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
4.5. Evaluasi
1. Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas (sekresi yang tertahan). Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan jalan nafas pasien dapat kembali efektif dengan
kriteria hasil RR normal (16-20x/mnt), pasien dapat melakukan batuk efektif
dan mengeluarkan secret secara mandiri, Dalam kurun waktu 1x24 jam dari
evaluasi masalah bersihan jalan nafas belum teratasi. Hal ini dibuktikan
dengan masih adanya suara nafas tambahan pada pasien, yaitu ronchi, dan RR
pasien masih 28x/menit.
2. Diagnosa pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
jalan nafas pasien paten dengan kriteria hasil pola nafas yang efektif,
Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 20 kali/menit),
Dipsnea berkurang, Tidak ada penggunaan otot bantu nafas. , Dalam kurun
waktu 1x24 jam dari evaluasi masalah bersihan jalan nafas belum teratasi. Hal
ini dibuktikan dengan masih adanya RR 28x/mnt, adanya otot bantu nafas,
masih terdapat penafasan cuping hidung

38
BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari hasil yang telah diuraikan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan TB
Paru + Efusi Pleura, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada saat pengkajian pada tanggal 12 Oktober 2017 pasien mengalami
keluhan sesak napas, batuk dan dahaknya tidak bisa keluar. Pasien dirawat di
rumah sakit RSAL Surabaya sejak tgl 9 Oktober 2017. Dan saat pengkajian
pasien mengeluh sesak napas, batuk tidak bisa mengeluarkan dahak, keluar
keringat pada malam hari. Namun pada saat dilakukan pemeriksaan TTV hasil
suhu tubuh nya normal 36oC, nadi 100x/mnt, RR 32x/mnt, TD 130/80mmHg,
terdapat retraksi intercostal, pernapasan regular dn cepat serta terdapat otot
bantu napas suprasternal, pada saat auskultasi terdengar ronchi (+), terpasang
WSD di bagian thorax sinistra, dan hasil BTA (+).
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah bersihan jalan napas tidak efektif
b.d sekresi yang tertahan dan pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya
napas.
3. Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan bersihan jalan napas
tidak efektif adalah dengan memantau dan mendokumentasi kan karakteristik
sputum yaitu setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24
diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif ditandai dengan kriteria hasil
RR dalam batas normal (16-20x/menit), pasien dapat melakukan teknik batuk
efektif dan pengeluaran secret secara mandiri, jalan nafas pasien tetap paten,
pasien dapat mengerti dan menjelaskan kembali pemantauan sputum yang
diprogramkan. Dan pada maalah keperawatan yang kedua Pola napas tidak
efektif b.d hambatan upaya napas dengan tujuan setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola nafas kembali efektif ditandai
dengan kriteria hasil klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif ,
frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 20 kali/menit),
dipsnea berkurang, tidak ada penggunaan otot bantu nafas.

39
4. Beberapa tindakan mandiri keperawatan pada pasien dengan TB Paru + efus
pleura menganjurkan kepada keluarga untuk membantu pasien batuk efektif
serta memotivasi minum air hangat agar memudahkan mengeluarkan dahak.
Dan memposisikan pasien posisi semi fowler 150- 45O. Untuk menyelesaikan
masalah tersebut penulis melibatkan pasien dan keluarga pasien secara aktif
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang memerlukan kerja sama antara
perawat klien dan kelurga.
5. Pada akhir evaluasi pada Ny. X belum teratasi dan Ny. X masih memerlukan
tambahan waktu beberapa hari tinggal di RS untuk dirawat observasi lebih
lanjut untuk mengatasi masalah yang terdapat pada Ny.X.
5.2. Saran
Sesuai dengan kesimpulan, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai
berikut :
1. Bagi keluarga pasien dengan diagnosa medis Tb paru + efusi pleura
mengalami bersihan jalan napas tidak efektif sehingga pasien diharapkan
untuk mengobservasi TTV ,memberikan minum air hangat, membantu dan
mengajarkan batuk efektif setelah diajarkan perawat untuk membantu
memudahkan pasien mengeluarkan dahak.
2. Bagi perawat kembangkan dan tingkatkan pemahaman tentang konsep
manusia secara komperehensif sehingga mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan baik .
3. Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan perlu ditingkatkan
baik secara formal dan informal khususnya pengetahuan dalam bidang
pengetahuan.
4. Bagi rumah sakit, diharapkan rumah sakit sering untuk mengadakan
penyuluhan tentang TB paru + efusi pleura sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan tatalaksanaan TB paru + efusi pleura yang benar bagi perawat
dan pasien atau keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press

40
Wahid, Abdul & Suprapto, Imam. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan
Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Nurarif, Amin & Kusuma, Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Edisi revisi. Yogyakarta:
MediAction Publishing
Hidayat, Aziz Alimul. 2013. Kebutuhan Dasar Manusia Buku Saku Praktikum.
Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, Moorhouse, Mary Frances, Geissler, Alice. C, (2000).
Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Somantri I. (2008). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=en&as_sdt=0%2C5&q=pengertian+tuberkulosis&oq=. Diakses tanggal 9
Oktober 2017
http://www.academia.edu/28046185/makalah_anatomi_fisiologi_sistem_pernafasan.
Diakses tanggal 9 oktober 2017

41

Anda mungkin juga menyukai