Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

(ASMA)

A. PENGERTIAN
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil
yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi
(peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma
sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua
penyandang asma mempunyai alergi dan tidak semua orang yang mempunyai alergi
menyandang asma (Bull & Price, 2007).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas.
Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran
napas membengkak,adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian
saluran napas, hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat, dan otot-otot
saluran napas mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi
yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba
menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya
sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama
pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi merespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer&Bare, 2002).
Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme akut
otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus (Huddak & Gallo, 1997).
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif yang
disebabkan oleh berbagai stimulan ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus.

B. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma bronchial.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer
& Bare, 2002)
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang
dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yangmenjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan
gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis
intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul
seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.
Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada,
atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi
adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan,
gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas
(respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma
yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-
gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya
penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke
tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut),
dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Factor Predisposisi
1) Genetik
Bakat alergi merupakan hal yang diturunkan dari faktor genetik, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya dengan jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Adanya bakat alergi ini
menyebabkan penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersentivisitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri dan polusi.
 Ingestan yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.
 Kontaktan yang masuk melalui kontak dengan kulit,seperti : perhiasan, logam dan jam
tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan asma berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim
bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stres
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/aktivitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani
atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
6) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan
polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
C. EPIDEMIOLOGI
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada umur 1
tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum
umur 4-5 tahun.Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat serangan
ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani.
Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang
terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya tidak mampu dan
mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari.
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia prevalensi
asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun
1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di
Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut
7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%.
Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan pada siswa SLTP di beberapa tempat di
Indonesia, antara lain: di Palembang, dimana prevalensi asma sebesar 7,4%; di Jakarta
prevalensi asma sebesar 5,7% dan di Bandung prevalensi asma sebesar 6,7%. Belum dapat
disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi berdasarkan bertambahnya usia karena
sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa SLTP, namun tampak terjadinya penurunan
(outgrow) prevalensi asma sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia
sepuluh tahun. Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa lebih rendah
jika dibandingkan dengan prevalensi asma pada anak.
D. PATOFISIOLOGI
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma ekstriksi
dan asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan klasifikasi tersebut akan
dijabarkan masing-masing dari patofisiologinya.
1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang
mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal.
Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita
yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi
terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi
ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain
daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang
terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan
memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus.
Salah satu contoh yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast
juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti
asma Salbutamol(beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya eosinofil
dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di dalam sputum
tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil
terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan
perlindungan terhadap serangan asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan
meninggi dalam darah tepi (Herdinsibuae dkk, 2005).
2. Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-mula
akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus yang
akan merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi
lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga
langsung menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus,
sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain itu lendir yang sangat lengket akan
disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran napas
yang hampir total, sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan
akhirnya kematian. Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran
pernapasan oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus
influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan,
dengan demikian merokok juga sangat merugikan (Herdinsibuae dkk, 2005).

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing)
telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat
merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi
untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan
khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita
terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi
dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah
sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes
fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan
sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat
dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma
yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena
pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
2. Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian brokodilator aerosol golongan
adrenergi. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma.
3. Tes provokasi bronkus
4. Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih setelah
tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila
menimbulkan penurunan PEVR 10% atau lebih.
5. Pemeriksaan kulit
6. Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
7. Pemeriksaan laboraturium
a. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan
asidosis respiratorik
b. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga
terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk
adanya bakteri, cara tersebut kemudian kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap
beberapa antibiotik.
c. Sel oesinofil
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
8. Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal, tetapi
prosedur ini harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologi di paru atau
komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum dan atelektasis.
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-obatan
asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum terlalu
lama ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di
kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa
menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru.
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah
ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang
terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum
memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase
keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan
risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah
karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter
masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega
sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah
peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
b. Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut
juga inhaler atau puffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-
obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan
dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar suatu jumlah obat yang
konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala
tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan
dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang
menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya
adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau
kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-
paru pemakainya.
c. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma
sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
d. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
e. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan
dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak/dispnea, batuk, dan mengi/wheesing/napas berbunyi
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah (rhinitis, urtikaria, dan
eksim)
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya pasien mempunyai riwayat alergi seperti debu serta cuaca dingin.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita asma
d. Riwayat psikososial
 Kondisi rumah:
 Tinggal di daerah dengan tingkat polusi tinggi
 Terpapar dengan asap rokok
 Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah terlalu banyak
 Binatang peliharaan: kucing
4. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, batuk produktif, tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot aksesori
pernapasan, Peningkatan PCO2 dan penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada
auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.
b. Sistem kardiovaskuler
Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c. Sistem Persyarafan / neurologi
Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran
d. Sistem perkemihan
Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang akibat sesak nafas.
e. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak toleransi terhadap makan dan minum, mukosa
mulut kering.
f. Sistem integument
Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkuspasme).
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1 Tidak efektifnya Pencapaian bersihan Mandiri 1.
bersihan jalan jalan napas dengan 1. 1. Auskultasi 1. Beberapa derajat
nafas kriteria hasil sebagai bunyi nafas, catat spasme bronkus
berhubungan berikut: adanya bunyi terjadi dengan
dengan 1. nafas, ex: mengi obstruksi jalan nafas
gangguan suplai 1.Mempertahankan2. dan dapat/tidak
oksigen jalan napas paten dimanifestasikan
(bronkospasme), dengan bunyi napas adanya nafas
penumpukan bersih atau jelas. advertisius.
sekret, sekret2. Menunjukan
kental perilaku untuk2. kaji/pantau 2. Tachipnea
memperbaiki frekuensi biasanya ada pada
bersihan jalan nafas pernafasan, catat beberapa derajat dan
misalnya batuk rasio dapat ditemukan
efektif dan inspirasi/ekspirasi pada penerimaan
mengeluarkan . atau selama
sekret. stress/adanya proses
infeksi akut.

3. Catat adanya 3. Disfungsi


derajat dispnea, pernafasan adalah
ansietas, distress variable yang
pernafasan, tergantung pada
penggunaan obat tahap proses akut
bantu. yang menimbulkan
perawatan di rumah
sakit.
4. Tempatkan 4. Peninggian
posisi yang kepala tempat tidur
nyaman pada memudahkan fungsi
pasien, contoh: pernafasan dengan
meninggikan menggunakan
kepala tempat gravitasi.
tidur, duduk pada
sandara tempat
tidur.

5. Pertahankan 5. Pencetus tipe


polusi lingkungan alergi pernafasan
minimum, contoh: dapat mentriger
debu, asap dll. episode akut.

6. Tingkatkan 6. Hidrasi
masukan cairan membantu
sampai dengan menurunkan
3000 ml/ hari kekentalan sekret,
sesuai toleransi penggunaan cairan
jantung hangat dapat
memberikan air menurunkan
hangat. kekentalan sekret,
penggunaan cairan
hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.

Kolaborasi
7. Berikan obat 7. Merelaksasikan
sesuai indikasi otot halus dan
bronkodilator. menurunkan spasme
jalan nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.
2 Pola nafas tidakPerbaikan pola Mandiri
efektif nafas dengan 1. Ajarkan pasien 1. Membantu pasien
berhubungan kriteria hasil sebagai pernapasan dalam. memperpanjang
dengan berikut: waktu ekspirasi
gangguan suplai sehingga pasien
oksigen 1. Mempertahankan akan bernapas lebih
(bronkospasme) ventilasi adekuat efektif dan efisien.
dengan menunjukan
RR:16-20 x/menit 2. Tinggikan 2. Duduk tinggi
dan irama napas kepala dan bantu memungkinkan
teratur. mengubah posisi. ekspansi paru dan
Berikan posisi memudahkan
2. Tidak mengalami semi fowler. pernapasan.
sianosis atau tanda
hipoksia lain. Kolaborasi
3. Berikan 3. Memaksimalkan
3. Pasien dapat oksigen bernapas dan
melakukan tambahan. menurunkan kerja
pernafasan dalam. napas.
3 Gangguan Perbaikan Mandiri
pertukaran gas pertukaran gas 1. Kaji/awasi 1. Sianosis mungkin
berhubungan dengan kriteria hasil secara rutin kulit perifer atau sentral
dengan sebagai berikut: dan membrane keabu-abuan dan
gangguan suplai 1. Perbaikan mukosa. sianosis sentral
oksigen ventilasi. mengindikasikan
(bronkuspasme) 2. Perbaikan beratnya
oksigen jaringan hipoksemia.
adekuat.
2. Palpasi 2. Penurunan
fremitus. getaran vibrasi
3. Awasi tanda- diduga adanya
tanda vital dan pengumplan
irama jantung. cairan/udara.

Kolaborasi
3. Berikan 3. Tachicardi,
oksigen tambahan disritmia, dan
sesuai dengan perubahan tekanan
indikasi hasil darah dapat
AGDA dan menunjukan efek
toleransi pasien. hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
Dapat memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.
4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri
terhadap infeksi infeksi dengan 1. Awasi suhu. 1. Demam dapat
berhubungan kriteria hasil sebagai terjadi karena
dengan tidak berikut: infeksi dan atau
adekuat dehidrasi.
imunitas
2. Diskusikan 2. Malnutrisi dapat
1. adekuat mempengaruhi
Mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi. kesehatan umum
intervensi untuk dan menurunkan
mencegah atau tahanan terhadap
menurunkan resiko infeksi.
infeksi. Kolaborasi
2. Perubahan pola
hidup untuk 3. Dapatkan 3. Untuk
meningkatkan specimen sputum mengidentifikasi
lingkungan yang dengan batuk atau organisme penyabab
nyaman. pengisapan untuk dan kerentanan
pewarnaan gram, terhadap berbagai
kultur/sensitifitas. anti microbial.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2011.LP Asma. (dalamhttp://askepreview.wordpress.com/2011/07/13/lp-asma/.


Diaksestanggal 17 September 2013 (16:30).
Brunner & Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Jilid 1. Jakarta : EGC
Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakara : EGC
Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC
Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi Revisi Jilid
1. Jakarta : ECG
Purnomo.2008. Faktor Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada
Anak (Studi Kasus Di Rs Kabupaten Kudus).
(dalamhttp://eprints.undip.ac.id/18656/1/P_U_R_N_O_M_O.pdf).Diakses tanggal 17
September 2013 ( 16:10)
Smeltzer, C . Suzanne,dkk.2002.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai