Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HEPATITIS
DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

OLEH

SRI WAHYUNI
12.1101.157

CI. LAHAN CI. INSTITUSI

( ) ( )

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR


FAKULTAS KEPERAWATAN
MAKASSAR
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
HEPATITIS

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Hepatitis adalah inflamasi hati yang dapat terjadi karena invasi bakteri, cedera oleh agen
fisik atau kimia (non-viral), atau infeksi virus hepatitis A, B, C, D dan E (Doenges, Marilynn
E,1999).
Hepatitis adalah peradangan pada hati atau infeksi pada hati (Elizabeth J. Corwin, 2001).
Hepatitis ada yang akut dan ada juga yang kronik. Hepatitis akut adalah penyakit infeksi akut
dengan gejala utama yang berhubungan erat dengan adanya nekrosis pada jaringan hati
Hepatitis kronik adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi yang ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati yang
berlangsung terus-menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan.

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi
Hati terletak dibelakang tulang – tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan
atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati
terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan
membagi massa hati menjadi unit – unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus
(Smeltzer,Suzanne C, 2001). Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk
silindris dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati
manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus (Guyton, Arthur C, 1997). Sirkulasi darah ke
dalam dan ke luar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Darah yang mengalir
ke dalam hati berasal dari dua sumber. Kurang lebih 75 % suplai darah datang dari vena porta
yang mengalirkan darah yang kaya akan nutrien dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai
darah tersebut masuk ke dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen.
Cabang – cabang terminalis kedua pembuluh darah ini bersatu untuk membentuk capillary beds
bersama yang merupakan sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel – sel hati (hepatosit) akan
terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Sinusoid mengosongkan isinya ke dalam
venule yang berada pada bagian tengah masing – masing lobulus hepatik dan dinamakan vena
sentralis. Vena sentralis bersatu membentuk vena hepatika yang merupakan drainase vena dari
hati dan akan mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior di dekat diafragma.
Disamping hepatosit, sel – sel fagositik yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial juga
terdapat dalam hati. Dalam hati, sel – sel ini dinamakan sel Kupffer. Fungsi utama sel Kupffer
adalah memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.
Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara lobulus hati. Kanalikulus
menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke saluran empedu yang lebih besar
yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus
dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (common bile duct) yang
akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum
dikendalikan oleh sfingter Oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus
koledokus memasuki duodenum (Smeltzer, Susanne C, 2001).

b. Fungsi Hati
Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi (1) fungsi vaskular untuk menyimpan dan
menyaring darah, (2) fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem
metabolisme tubuh, dan (3) fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang
mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan (Guyton, Arthur C, 1997).
1) Fungsi sistem vaskular hepar
Kira-kira 1100 mililiter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hati setiap menit, dan
tambahan sekitar 350 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari arteri hepatika, dengan total rata-
rata 1450 ml/menit. Jumlah ini sekitar 29% dari sisa curah jantung., hampir satu pertiga dari
aliran total darah tubuh.
Volume darah normal hati 450 ml. bila tekanan tinggi didalam atrium kanan
menyebabkan tekanan balik dalam hati, hati meluas dan oleh karena itu 0,5 sampai 1 liter
cadangan darah kadang – kadang disimpan di dalam vena hepatika dan sinus hepatika, terutama
pada gagal jantung.
Sel Kupffer dapat membersihkan darah dengan sangat efisien sewaktu darah melewati
sinus. Mungkin tidak lebih dari 1 persen bakteri yang masuk ke darah porta dari usus berhasil
melewati hati ke dalam sirkulasi sistemik.
2) Fungsi metabolik hati
a) Metabolisme glukosa
Sesudah makan, glukosa diambil dari darah vena portal oleh hati dan diubah menjadi
glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi
glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan kadar
glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang
dinamakan glukoneogenesis. Untuk melaksanakan proses ini, hati menggunakan asam –
asam amino hasil pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
b) Konversi ammonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk amonia sebagai
hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh proses metabolik ini
menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum juga akan
dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini, hati mengubah
amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum, yaitu senyawa yang dapat
diekskresikan ke dalam urin.
c) Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein (kecuali gammaglobulin), termasuk
albumin, alfa dan beta globulin, fakto-faktor pembekuan darah, protein transport yang
spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk
mensintesis protrombin dan sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino
berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
d) Metabolisme lemak
Asam – asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi dan badan keton (asam
asetoasetat, asam beta hidroksibutirat serta aseton). Badan keton merupakan senyawa-
senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi
otot serta jaringan tubuh lainnya.
e) Penyimpanan vitamin dan zat besi
Vitamin A, B12, D dan beberapa vitamin B-kompleks disimpan dengan jumlah yang besar
dalam hati. Substansi tertentu, seperti besi dan tembaga juga disimpan dalam hati.
f) Metabolisme obat
Banyak obat, seperti barbiturat dan amfetamin, dimetabolisasi oleh hati. Metabolisme
umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada sebagian kasus, aktivasi
obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjungasi
(pengikatan) obat tersbut dengan sejumlah senyawa.
3) Ekskresi bilirubin dalam empedu
Bila sel darah merah sudah habis masa hidupnya, rata-rata 120 hari, dan menjadi terlalu
rapuh untuk bertahan lebih lama dalam sistem sirkulasi, membran selnya pecah dan hemoglobin
yang lepas difagositosis oleh jaringan makrofak di seluruh tubuh. Disini, hemoglobin pertama
kali dipecah menjadi globin dan heme, dan cincin heme dibuka untuk memberikan (1) besi bebas
yang ditranspor ke dalam darah oleh tranferrin, dan (2) rantai lurus dari empat inti pirol yaitu
substrat dari mana nantinya pigmen empedu akan dibentuk. Pigmen pertama yang dibentuk
adalah biliverdin, tetapi ini dengan cepat direduksi menjadi bilirubin bebas, yang secara bertahap
dilepaskan ke plasma. Bilirubin bebas dengan segera bergabung sangat kuat dengan albumin
plasma dan ditranspor dalam kombinasi ini melalui darah dan cairan interstitial.
Dalam beberapa jam, bilirubin bebas diabsorbsi melalui membran sel hati. Sewaktu memasuki
sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin plasma dan segera setelah itu kira-kira 80 persen
dikonjugasi dengan asam glukoronat untuk membentuk bilirubin glukoronida, kira-kira 10
persen dengan sulfat membentuk bilirubin sulfat, dan akhirnya 10 persen berkonjugasi dengan
berbagai zat lainnya. Dalam bentuk ini, bilirubin dikeluarkan melalui proses transpor aktif ke
dalam kanalikuli empedu dan kemudian masuk ke usus (Smeltzer Suzanne C, 2001)

3. Etiologi
a. Virus hepatitis :
1) Virus hepatitis A (HVA)
2) Virus hepatitis B (HBV)
3) Virus hepatitis C (HCV)
4) Virus hepatitis D (HDV)
5) Virus hepatitis E (HEV)
4. Klasifikasi
a. Hepatitis A
1) Ditularkan melalui praktir oral-anal, makanan terkontaminasi, dan kerang.
2) Periode inkubasi kira – kira 2 – 6 minggu, yang merupakan periode paling menular.
3) Profilaksis: globulin imun sebelum dan setelah pemajanan memberikan imunitas pasif
selama 2 – 3 bulan.
b. Hepatitis B
1) Ditularkan melalui darah dan produk darah melalui transfusi terkontaminasi dan kulit dan
membran mukosa yang rusak melalui jarum terkontaminasi, koitus seksual, tato, kontak
langsung dengan luka terbuka, atau melalui memegang alat dan bahan terkontaminasi.
2) Periode inkubasi kira – kira 6 minggu sampai 6 bulan.
3) Individu dipertimbangkan menular selama permukaan antigen tampak. Status karier atau
hepatitis virus kronis (HBV) ada bila permukaan antigen masih dapat terdeteksi setelah
enam bulan.
4) Profilaksis : vaksin HBV sebelum pemajanan memberikan imunitas aktif. Untuk
mempertahankan imunitas, vaksin harus diulang setelah satu bulan, enam bulan, dan tujuh
tahun. Pemberian imunoglobulin hepatitis B (HBIG) memberi imunitas pasif pada individu
tanpa vaksin yang terpajan virus.
c. Hepatitis C
1) Ditularkan melalui rute yang sama dengan HBV
2) Periode inkubasi kira – kira 2 minggu sampai 6 bulan.
3) Profilaksis : Globulin imun sebelum dan setelah pemajanan memberikan imunitas pasif
untuk 2 – 3 bulan.
4) Diyakini penyebab dari hepatitis pascatransfusi.
d. Hepatitis D
Varian lain dari bentuk hepatitis B virus, sering terlihat pada pengguna obat IV (Hollinger dalam
Engram, Barbara, 1998). Ini menyebabkan laju mortalitas tinggi.l virus hepatitis delta untuk tetap
ada, hepatitis virus B juga pasti ada. bentuk varian dari hepatitis virus ini ditularkan dalam cara
yang sama seperti hepatitis B dan mempunyai karakteristik serupa. Jadi profilaksis digunakan
untuk hepatitis B juga efektif untuk baik hepatitis C dan hepatitis delta.
e. Hepatitis E
Virus hepatitis E, yang merupakan jenis virus hepatitis terbaru yang teridentifikasi, dianggap
ditularkan melalui jalur fekal-oral. Masa inkubasi hepatitis E bervariasi dan diperkirakan berkisar
dari 15 hingga 65 hari. Awitan dan gejalanya serupa dengan yang terdapat pada tipe hepatitis
virus yang lain. (Brunner et al, 2001).

5. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi
toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional darah dari hepar disebut
lobule karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada
hepar. Pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel
hepar yang rusak dibuang dari tubuh oleh respon imune digantikan oleh sel-sel hepar baru yang
sehat. Oleh karenanya sebagian besar oleh pasien yang mengalami hepatitis sembuh dengan
fungsi hepar normal (Hudak dan Gallo, 1994, Keperawatan Kritis Volume II, EGC, Jakarta).

6. Manifestasi Klinik
Terdapat tiga stadium :
a. Stadium pre ikterik
Berlangsung selama 4 – 7 hari, pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah,
demam, nyeri otot, dan nyeri perut kanan atas, urine lebih coklat.
b. Stadium ikterik, yang berlangsung selama 3 – 6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada
sclera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan berkurang tetapi pasien masih lemah,
anoreksia dan muntah, tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda, hati membesar dan
nyeri tekan.
c. Stadium pasca ikterik (rekonvalensensi)
Ikterus mereda, warna urine dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih
cepat daripada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua. Karena penyebab yang biasa
berbeda.
7. Penularan
a. Hepatitis A mempunyai jalur penularan fekal-oral; sanitasi yang jelek. Kontak antar
manusia. Dibawa oleh air dan makanan.
b. Hepatitis B ditularkan melalui jalur parenteral; atau lewat kontak dengan karier atau
penderita infeksi akut; kontak seksual dan oral-oral, penularan perinatal dari ibu kepada
bayinya. Ancaman kesehatan kerja yang penting bagi petugas kesehatan.
c. Hepatitis C ditularkan melalui transfusi darah dari produk darah; terkena darah yang
terkontaminasi lewat peralatan atau parafenalia obat.
d. Hepatitis D. penularan sama seperti HBV, antigen permukaan HBV diperlukan untuk
replikasi; pola penularan serupa dengan pola penularan hepatitis B.
e. Hepatitis E ditularkan melalui jalur fekal-oral; kontak antar manusia dimungkinkan
meskipun resikonya rendah.

8. Pencegahan
Karena terbatasnya pengobatan hepatitis, maka penekanan lebih diarahkan pada pencegahan
diataranya sebagai berikut :
a. Kini tersedia globulin imun HBV tertinggi (HBIG) dan vaksin untuk pencegahan dan
pengobatan HBV, utamanya bagi petugas yang terlibat dalam kontak resiko tinggi misalnya
pada hemodialisis, transfusi tukar dan terapi parenteral perlu sangat hati-hati dalam
menangani peralatan parenteral tersebut.
b. Hindari kontak langsung dengan barang yang terkontaminasi virus hepatitis akut.
c. Pelihara personal hygiene dan lingkungan.
d. Gunakan alat-alat disposible untuk suntik.
Alat-alat yang terkontaminasi disterilkan

9. Penatalaksanaan
Tirah baring selama stadium akut dan diet yang akseptabel serta bergizi merupakan
bagian dari pengobatan dan asuhan keperawatan. Selama periode anoreksia, pasien harus makan
sedikit-sedikit tapi sering dan jika diperlukan, disertai dengan infus glukosa. Karena pasien
sering menolak makan, kreativitas dan bujukan yang persisten namun dilakukan dengan halus
mungkin diperlukan untuk merangsang selera makan pasien. Jumlah makanan dan cairan yang
optimal diperlukan untuk menghadapi penurunan berat badan dan kesembuhan yang lambat.
Namun demikian, banyak pasien telah pulih selera makannya bahkan sebelum fase ikterik
sehingga tidak perlu diingatkan untuk m.empertahankan diet yang baik.

10. Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit yang
memanjang hingga 4 sampai 8 bulan. Keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronis persisten.
Sekitar 5 % dari pasien hepatitis virus akan mengalami kekambuhan setelah serangan awal yang
dapat dihubungkan dengan alkohol atau aktivitas fisik yang berlebihan. Setelah hepatitis virus
akut sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif atau kronik aktif dimana terjadi
kerusakan hati seperti digerogoti (piece meal) dan perkembangan sirosis. Akhirnya satu
komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah perkembangan karsinoma
hepatoseluler.

11. Pemeriksaan Diagnostik


a. Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan batasan nilai untuk
membedakan hepatitis virus dari non virus.
b. AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1 – 2 minggu sebelum
ikterik kemudian tampak menurun.
c. Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim
hati) atau mengakibatkan perdarahan.
d. Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).
e. Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.
f. Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
g. Faeces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
h. Albumin serum : Menurun.
i. Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
j. Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.
k. HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A). catatan : Merupakan diagnostik sebelum
terjadi gejala klinik.
l. Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).
m. Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
n. Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.
o. Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
p. Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan:


Proses keperawatan adalah proses yang terdiri dari 5 tahap meliputi pengkajian keperawatan,
identifikasi/analisis masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Proses keperawatan menyediakan pendekatan pemecahan masalah yang logis dan teratur untuk
memberikan asuhan keperawatan sehingga kebutuhan pasien dipenuhi secara komprehensif dan
efektif (Doenges, Marilynn E, 1998).
1. Pengkajian.
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisir yang
meliputi tiga aktivitas dasar : mengumpulkan data, menyortir dan mengatur data yang
dikumpulkan, mendokumentasikan data yang dikumpulkan, mendokumentasikan data dalam
format yang dapat dibuka kembali. Dengan menggunakan beberapa teknik, anda berfokus pada
pendapatan profil pasien yang akan memungkinkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah
pasien dan diagnosa yang cocok, merencanakan masalah, mengimplementasikan intervensi dan
mengevaluasi hasil. Profil ini disebut data-data pasien.
Data dasar pasien memberikan suatu pengertian tentang status kesehatan pasien yang
menyeluruh. Data tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati.
Data dasar pengkajian pasien hepatitis :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise umum.
b. Sirkulasi
Tanda : Bradikardi (hiperbilirubinemia berat). Ikterik pada sklera, kulit dan membran mukosa.
c. Eliminasi
Gejala : Urine gelap, diare/konstipasi : faeces warna tanah liat,adanya/ berulangnya hemodialisa.
d. Makanan dan cairan
Gejala : Hilang nafsu makan (anoreksia, penurunan berat badan atau meningkat (oedema),
mual/muntah.
e. Neurosensori
Tanda : Peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriktis.
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, artralgia, mialgia, sakit kepala,
gatal (pruritus).
Tanda : Otot tegang, gelisah.
g. Pernafasan
Tanda : Tidak minat/enggan merokok (perokok).
h. Keamanan
Gejala : Adanya transfusi darah/produk darah.
Tanda : Demam
Urtikaria, lesi makula papular, eritema tak beraturan eksaserbasi jerawat.
Angioma jaring-jaring, eritema palmar, ginekomastia (kadang-kadang ada pada hepatitis
alkoholik).
i. Seksualitas
Gejala : Pola hidup/perilaku meningkatkan resiko terpanjang (contoh : homoseksual
aktif/biseksual pada wanita).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respons individu, keluarga, dan
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
yang merupakan tanggung jawab perawat (Doenges, Marilynn E, 1998).
Diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada penderita hepatitis (Doenges, Marilynn E, 1999)
adalah sebagai berikut :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolik : anoreksia, mual/muntah, gangguan absorbsi dan
metabolisme pencernaan makanan : penurunan peristaltik (refleks viseral), empedu tertahan.
b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebihan melalui muntah dan diare, perpindahan area ketiga (acites), gangguan proses
pembekuan.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (contoh
leukopenia, penekanan respon inflamasi) dan depresi imun, malnutrisi, kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan pada patogen.

3. Perencanaan
Perencanaan adalah proses yang terdiri dari dua bagian; pertama identifikasi tujuan dan hasil
yang diinginkan dari pasien untuk memperbaiki masalah kesehatan atau kebutuhan yang telah
dikaji, dan kedua, pemilihan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu pasien dalam
mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan berdasarkan diagnosa keperawatan yang lazim
pada hepatitis sebagai berikut :
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolik : anoreksia, mual/muntah, gangguan absorbsi dan metabolisme
pencernaan makanan : penurunan peristaltik (refleks viseral), empedu tertahan.
Tujuan: menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan
berat dan ang sesuai.
Kriteria :
– Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan
bebas tanda malnutrisi.
Intervensi :
1.) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makanan sedikit tapi sering dalam frekuensi
sering dan tawarkan makanan pagi paling besar.
Rasional :
Makanan banyak sulit mengatur bila pasien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk selama siang
hari, membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari.
2.) Berikan perawatan mulut sebelum makan.
Rasional :
Menghilangkan rasa tidak enak, meningkatkan nafsu makan.
3.) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
Rasional :
Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
4.) Dorongan pemasukan sari jeruk, minuman karbohidrat dan permen berat sepanjang hari.
Rasional :
Bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna, toleran bila makanan lain
tidak.
5.) Berikan obat sesuai indikasi : Vit. B Comp, tambahan diet lain sesuai indikasi.
Rasional :
Memperoleh kekurangan dan membantu proses penyembuhan.
6.) Konsul pada ahli diet. Dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien
dengan pemasukan lemak dan protein sesuai toleransi.
Rasional :
Berguna dalam membuat program diet memenuhi kebutuhan individu. Metabolisme lemak
bervariasi tergantung pada produksi pengeluaran empedu dan perlunya pembatasan masukan
lemak bila terjadi diare. Bila toleransi pemasukan normal atau lebih protein akan membantu
regenerasi hati. Pembatasan protein diindikasikan pada penyakit berat karena akumulasi produk
akhir protein dapat mencetuskan hepati ensefalopati.
7.) Berikan tambahan makanan/nutrisi dukungan total bila dibutuhkan.
Rasional :
Mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan kalori bila tanda kekurangan terjadi/gejala
memanjang.

b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebihan melalui muntah dan diare, perpindahan area ketiga (acites), gangguan proses
pembekuan.
Tujuan
– Mempertahankan hidrasi adekuat.
Kriteria :
– Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
Tindakan keperawatan
1.) Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan berat badan harian, catat kehilangan
melalui usus, contoh muntah dan diare.
Rasional :
Memberikan informasi tentang kebutuhan pengganti/efek terapi.
2.) Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional :
Indikator volume sirkulasi/perifer.
3.) Periksa acites atau pembentukan oedema, ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
Rasional :
Menerangkan kemungkingan perdarahan ke dalam jaringan.
4.) Biarkan pasien menggunakan lap katun/spon dan pembersih mulut untuk sikat gigi.
Rasional :
Menghindari trauma dan perdarahan gusi.
5.) Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/Ht, Na + albumin dan waktu pembekuan.
Rasional :
Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein yang dapat
menimbulkan pembentukan oedema.
6.) Berikan cairan IV, elektrolit.
Rasional :
Memberikan cairan dan penggantian elektrolit.
7.) Protein hidrolisat : vitamin K
Rasional :
Memperbaiki kekurangan albumin/protein dapat membantu mengembalikan cairan dari jaringan
ke sistem sirkulasi, mencegah masalah koagulasi. biasanya memuncak dalam 1 – 2 minggu
kemudian secara bertahap membaik lebih dari 2 – 4 minggu.
8.) Buat rujukan yang tepat untuk membantu, sesuai kebutuhan, contoh perencanaan pulang,
pelayanan masyarakat dan atau lembaga komunitas lain.
Rasional :
Dapat memudahkan pemecahan masalah dan membantu melibatkan individu untuk mengatasi
masalah.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (contoh
leukopenia, penekanan respon inflamasi) dan depresi imun, malnutrisi, kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan pada patogen.
Tujuan :
– Menyatakan pemahaman penyebab individu/faktor resiko.
Kriteria :
– Menunjukkan tekhnik; melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi
ulang/transmisi ke orang lain.
Intervensi :
1.) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik dan pernafasan sesuai kebijakan rumah sakit;
termasuk cuci tangan efektif.
Rasional :
Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain. Melalui cuci tangan yang efektif dalam
mencegah transmisi virus hepatitis.
2.) Awasi/batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional :
Pasien terpajan terhadap proses infeksi (khususnya respiratorium) potensial resiko komplikasi
sekunder).
3.) Jelaskan prosedur isolasi kepada klien dan keluarga.
Rasional :
Pamahaman alasan untuk perlindungan diri mereka sendiri dan orang lain dapat mengurangi
perasaan isolasi dan stigma.
4.) Berikan informasi tentang adalah pemberian vaksin hepatitis.
Rasional :
Efektif dalam mencegah hepatitis virus pada orang lain yang terpajan, tergantung tipe hepatitis
dan periode inkubasi.
5.) Berikan obat sesuai indikasi : Obat antivirus : vidaralun, Interferon, Antibiotik.
Rasional :
Obat antivirus berguna pada pengobatan hepatitis aktif kronis, interferon efektif pada pengobatan
penyakit hati sehubungan dengan HCV dan antibiotik pengobatan hepatitis bakterial, atau untuk
mencegah/membatasi infeksi sekunder.
f. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan zat kimia,
akumulasi garam empedu dalam jaringan.
Tujuan
– Menunjukkan jaringan kulit utuh, bebas ekskoriasi.
Kriteria :
– Melaporkan tidak ada/penurunan pruritus/lecet.
Tindakan keperawatan
1.) Gunakan air mandi dingin dan soda kue atau mandi kanji. Hindari sabun mandi alkali.
Rasional :
Mencegah kulit kering berlebihan. Memberikan penghilangan gatal.
2.) Anjurkan untuk menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk rasa gatal, pertahankan kuku
pendek.
Rasional :
Menurunkan resiko cedera kulit.
3.) Beri massage pada waktu tidur.
Rasional :
Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dengan menurunkan iritasi kulit.
4.) Hindari komentar tentang penampilan pasien.
Rasional :
Menimbulkan stres psikologik sehubungan dengan perubahan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica Ester,
Edisi 3, EGC ; Jakarta.

Doenges, Marilynn E, 1998, Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, alih
bahasa, I Made Kariasa ; editor, setiawan. Edisi 2, EGC; Jakarta.

Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ; editor, Irawati Setiawan, Edisi 9,
EGC; Jakarta.

Price, Sylvia Anderson, 1994, Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit, ; alih bahasa,
Peter Anugrah; editor, Caroline Wijaya, Edisi 4, EGC; Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih
bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, EGC; Jakarta.

Tjokronegoro, Arjatmo, 1998 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai
Penerbit FKUI; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai