Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATANAN ANAK NEFROTIK

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah keperawatan anak

Dosen Pengampu : Dr. Dra, Heni panai S.kep NS M.pd

Disusun :

MOH AL-DZOEFRY ROHANI NIM : 751440119014

RIFKI AGULI NIM : 751440119021

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala, shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullaah Shallallahu ‘alaihi wasallam, atas
berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Sindroma Nefrotik”. Dalam penyusunan
makalah ini kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan akan tetapi semuanya bisa
dilalui berkat bantuan dari berbagaipihak. Bersama ini perkenankan kami mengucapkan
terima kasih yang sebesarbesarnya.Karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu masukan, saran, serta kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan karya tulis
ilmiah ini

Gorontalo , 17 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….2


DAFTAR ISI…………………………………..………………………...…………..3
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………4
1.1 Latar Belakang …………………………………………………….……….…....4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………..……….…...5
1.3 Tujuan ……………………………………………………………..………….....5
1.4 Manfaat …………………………………………………………..……….……..6
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………..……….……..7
A KONSEP DASAR KASUS SINDROMA NEFROTIK………………….....…....7
2.1 Pengertian……………………………………………………………….….……7
2.3 Peredaran Darah Ginjal Fisiologis ………………………………………..…….7
2.3 Etiologi ……………………………………………………………...…….……7
2.4 Patofisiologi ………………………………………………..……….……..……8
2.5 Pathway……………………………………………………..…….……..………9
2.6 Manifestasi klinis ……………………………………..…………….…..……..10
2.7 Penatalaksanaan …………………………………………………….…...…….11
B Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindroma Nefrotik ……...….………12
1. PENGKAJIAN ………………………………………………...……....……12
2. Diagnosa Keperawatan ……………………………………………………….16
3. Intervensi ………………………………………………………..……………16
4. Impelementasi keperawatan …………………………………..……….……...17
5. Evaluasi keperawatan ………………………………………...…………….…17
BAB III ……………………………………………………………………………..18
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………18
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan
pada anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
kerusakan glomerulus yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan 1. edema (Suradi & Yuliani, 2010).
Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami kekambuhan dapat
berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia anak. Insiden yang
ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas dan prognosis anak
bervariasi berdasarkan penycbab, keparahan, tingkat kerusakan ginjal, usia anak serta
respon anak terhadap pengobatan, Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki
darn pada anak perempuan (Betz & Sowden, 2009).
Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat
dan Inggris terdapat 2-7 kasus baru per 100.000 anak dalam satu tahun, dengan
prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang
insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak
berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1
(Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurisya, dkk (2014)
di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Bandung, di dominasi oleh laki-laki dengan rasio laki-laki berbanding
perempuan 1,4:1. Hasil ini sesuai pula dengan yang dikemukakan oleh Niaudet serta
Dolan dan Gill bahwa penderita SN anak laki-laki lebih banyak dari pada anak
perempuan.
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom
nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder, Pada umumnya sebagian besar
(+80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal
dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps dan sekitar 10% tidak
memberi respon lagi dengan pengobatan steroid (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif
Y. Prabowo, 2014).
Jika seorang anak memberikan respon baik terhadap pengobatan dan diperbolehkan
untuk rawat jalan, maka perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan pada
orangtua mengenai tanda dan gejala kekambuhan sindroma nefrotik seperti edema,
oligurie bahkan anurie serta urine yang berwarna pekat. Jika tanda dan gejala tersebut
telah muncul pada anak, anjurkan kepada orangtua atau keluarga untuk segera
membawa anak ke pelayanan keschatan terdekat.
Namun, jika anak tidak berespon baik terhadap pngobatannya dampak yang
akan tejadi adalah Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Pardede dan Chunnaedy, (2009) di RS Dr Cipto Mangunkusumo, penyebab PGK
didominasi oleh sindroma nefrotik (55.5%) Dampak lain yang sering terjadi pada
anak dengan Sindroma ndo Nefrotik adalah infeksi seperti hipertensi, serta selulitis
dan peritonitis akibat penurunan daya tahan tubuh (Betz & Sowden, 2009).
Dengan diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan terjadi
peningkatan keschatan anak yang berpengaruh kepada berkurangnya jumlah hari
rawatan di rumah sakit dan meminimalkan biaya yang akan dikeluarkan serta
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut dari Sindroma Nefrotik seperti Penyakit
Ginjal Kronik dan Infeksi akibat penurunan daya tahan tubuh anak. Hasil pengamatan
peneliti, perawat ruangan cenderung melanjutkan pendokumentasian dari shift
sebelumnya tanpa melakukan pengkajian terlebih dahulu.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk menerapkan
asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut IRNA
Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2017.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Klien Anakdengan Sindrom
Nefrotik?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang penyakit Sindrom Nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik
b. Menegakkan Diagnosis Keperawatan pada Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik
c. Menyusun Perencanaan Keperawatan pada Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik.
d. Melaksanakan Intervensi Keperawatan pada Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik
e. Mengevaluasi Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik

D. Manfaat
1. Menambah pengalaman,pengetahuan, dan membuka wawasan berpikir penulis.
Serta dapat mengaplikasikan hasil asuhan keperawatan pada anak dengan Sindrom
Nefrotik
2. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada rumahsakit selaku pemberi
pelayanan kesehatan mengenai penyakit Sindrom Nefrotik pada anak.
3. Menjadi bahan pembelajaran dan referensi bagiperkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya disiplin ilmu keperawatanmengenai asuhan keperawatan pada klien anak
dengan Sindrom Nefrotik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Kasus Sindroma Nefrotik


1. Pengertian

Pengertian Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh


kerusakan glomerulus. Peningkatan pemmeabilitas glomerulus terhadap pretein
plasma yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan edema (Betz & Sewden 2009).

Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,


hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria,
hipetensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).

2. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis

Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memiliki cabang yang besar yaitu arteri renalis
anterior dan juga memiliki cabang yang kecil yaitu arteri renalis posterior. Cabang
anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan ventral sedangkan cabang
posterior memnberikan darah untuk ginjal. posterior dan dorsal.

Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis vaitu Brudels Line yang
Terdapat disepanjang margo lateral darn ginjal. Pada garis ini tidak terdapat
pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini akan menvebar hingga kebagian
anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula ginjal yang Tarletak diantara
piramid dan disebut dengan arteri interlobularis yang bajalan tegak kedalam korteks
dan berakhir sebagai vasa aferen glomeralus untuk 1-2 glomeulus. ploksus kaliper
sepanjang sepanjang tubulus dan melingkar didalam korteks serta sebagai pembuluh
darah yang menenbus kapsul Bowman.

3. Etiologi

Ngastivah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab Sindroma


Nefrotik namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun Umumnya
etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:
a. Sindroma Nefrotik Bawaan
Sindroma Nefiotik Bawaan diturinkan sebagai resesif autosomal, klieu ini
biasanva tidak merespon terhadap pengobatan vang diberikan Adapun gejala yang
biasarya tejadi vaitu edema pada masa neonatus. Umumnya, pekembangan pada klien
terbilang bunik dan laien akan ineninggal pada bulan bulan pertama kehidupannya.
b. pada Sindroma Nefrotik Sekunder Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan
oleh turunan kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
1) Malaria kuartana atau parasit lainnya
2) Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan
3) Glomerulonefnitis akut atau kronis, trombosis vena renalis
4) Penyakit sel sabit, dll
c. Sindrom Nefrotik Ideopatik
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga disebut
Sindroma Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal
dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg, dkk membagi
Sindrom Nefrotik Ideopatik kedalam 4 golongan yaitu:
1) .Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus terlihat normal,
namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prunessan sel epitel empedu.
2) Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler glomerulus
3) Glomerulonefritis Proliferatif
4) Glomerulonefritis fokal segmental Pada Glomerulonefritis fokal segmental
yang paling mencolok yaitu sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.
4. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. akan dapat
mengakibatkan proteinuria Kelanjutan hipoalbuminemia, Dengan menurunnya jumlah
albumin, terjadilah penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler
akan berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume cairan
intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi
hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan berdampak pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi aliran darah ke renal,
ginjal akan melakukan kompensasi dengan antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi
aldosteron yang mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada
edema Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika
tidak segera diatasi pasien dengan Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi
seperti peritonitis dan selulitis .
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol dan
trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein
didalam hepar akibat kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya
hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria.
5. Pathway
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis Syaifuddin, (2012) mengatakan bahwa
perubahan fisiologis pada anak :
a. Sistem Peredaran Darah (Sirkulasi) dengan sindrom nefrotik adalah :
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerulus mengakibatkan protein
lolos dan keluar bersama urine yang menyebabkan protein dalam plasma
berkurang, tekanan osmotik koloid menurun dan tekanan hidrostatik meningkat,
akibatnya cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial. Respon tubuh anak
adalah edema, edema akan semakin parah dan hal ini terlihat dari postur tubuh
anak yang hingga mengalami edema anasarka. tivate Jumlah cairan intravaskuler
yang menurun dapat mengakibatkanego syok hipovolemik.
b. Sistem Pencernaan Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan abdomen yang mendesak lambung. Respon tubuh anak
adalah anoreksia dan mual muntah.
c. Sistem Pernapasan Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mendesak
rongga dada, sehingga ekspansi paru menurun. Respon tubuh anak adalah napas
cepat.
d. Sistem Perkemihan
e. Stimulus yang diberikan oleh hormon renin - angiotensin mengakibatkan
peningkatan sekresi hormon ADH. Sehingga, reabsorbsi Na' dan Air juga
mengalami peningkatan. Respon tubuh anak adalah penurunan haluaran urine atau
Oliguri bahkan anak bisa mengalami anurine, selain itu anak juga akan mengalami
edema yang akan memburuk menjadi edemate anasarka.
f. Penurunan fungsi filtrasi glomerulus mengakibatkan protein terfiltrasi dan ikut
keluar bersama urine, jika dilakukan pemeriksaan hematologi akan ditemukan
hasil hipoalbuminemia. Respon tubuh anak adalah daya tahan 2. tubuh yang
rendah.
7. Manifestasi Klinis
Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan proses
penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma nefrotik adalah:
a. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
b. Cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia dan
ekstremitas).
c. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas, nyeri
abdomen, anoreksia dan diare.
d. Keletihan dan intoleransi aktivitas. Nilai uji laboratorium abnormal seperti
proteinuria > 2gr/m hari, albumin serum <2gr/dl, kolesterol serum mencapai
450-1000mg/dl.
8. Penatalaksanaan
Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk sindrom
nefrotik meliputi Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk
meliputi
a. menginduksi remisi, Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi.
Jika pasicn mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan kortikosteroid dengan
dosis tinggi untuk beberapa hari.
b. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin melalui
makanan atau melalui intravena.
c. Pengurangan edema.
d. Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna mencegah
terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan trombus maupun
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Membatasi pemberian natrium.
f. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
g. Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan
edema maupun tindakan medis yang dilakukan kepada pasien.
h. Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain, mengingat pasien
dengan sindroma nefrotik rentan terkena infeksi akibat daya tahan tubuhnya yang
rendah.
i. Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi steroid.
Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak dengan Sindroma
neftotik Meliputi edema masih berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat
diberikan :
a. Diett tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila sedikit
garam (Buku Kuliah IKA Jilid II).
b. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan
menderita tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
c. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian terapi KCI.
d. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensi foto seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping
penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat hati-hati.
e. Berikan diuretik untuk mengatasi edema.
f. Berikan terapi kortikosteroid.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindroma Nefrotik


1. Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
a. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir, panjang
badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis kelamin, anak
ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
b. Keluhan Utama
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian
tubuh anak seperti pada wajah. mata, tungkai serta bagian genitalia.
Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya mudah demam
dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk menilai
adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat keluarga dengan
sindroma nefrotik seperti adakah saudara- saudaranya yang memiliki
riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak yang
terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas
sebelumnya, serta adanya penurunan volume haluaran urine.
3) Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cendenung mengalami keterlambatan pertumbuhan
karena keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh cairan
intrastisial dan memberikan persepsi kenyang pada anak.
4) Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan perfusi
darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada ketidakseimbangan
perfusi jaringan cerebral pada anak. Sehingga anak perlu mendapatkan
stimulasi tumbuh kembang dengan baik
c. Pemeriksaan Fisik
1) TTV
a) Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole
normal 80 sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg.
Anak dengan hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka akan
ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat
ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol anak
meningkat.
b) Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/
menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi
nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia
14-18 tahun 82x/menit. 3. Pernapasan: frekuensi napas anak usia
2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan
anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
2) Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam
tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua BB anak sebelum sakit
untuk meningkatkan peningkatan BB pada anak dengan sindroma
nefrotik. Edema pada anak juga dapat mengatasi dengan peningkatan
Berat Badan> 30%.
3) Kepala-leher .
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis
Vein Distention (JVD) terletak 2 cm di atas angulus sternalis pada
posisi 45 °. pada anak dengan hipovolemik akan ditemukan JVD datar
pada posisi supinasi, namun pada anak dengan hipervolemik akan
ditemukan JVD melebar sanpai ke angulus mandibularis pada posisi
anak 45 °.
4) Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema
pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur
atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan hipovolemik.
5) Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun
anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas
yang tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping hidung.
6) Mulut
Terkadang, terkadang dapat ditemukan sianosis pada anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir
kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik.
7) Kardiovaskuler
a) Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola
napas yang tidak teratur
b) Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut
jantung
c) Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d) Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta
penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah Bila
dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran
gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta
peningkatan interval PR.
8) Paru-Paru
a) Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
b) Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak
simetris bila anak mengalami dispnea
c) Perkusi, biasanya ditemukan sonor
d) Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan.
Namun, frekuensi napas lebih dari normal karena tekanan perut
kerongga dada.
9) Abdomen
a) Inspeksi biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat
bila anak asites
b) Palpasi. biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila
terjadi lingkar perut anak akan abnormalitas ukuran
c) Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
d) Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting
dullness.
10) Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare
tampak pucat dan keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang
akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.
11) Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema
anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu
dapat ditemukan CRT> 2 detik akibat dehidrasi.
12) Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum
dan pada anak perempuan akan mengalami edema pada labia mayora.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Urine
a) Urinalisis
Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urin lebih dari
2 gr / m / hari, Ditemukan bentuk hialin dan granular, Terkadang
pasien mengalami hematuri,
b) Uji Dipstick urine. hasil positif bila ditemukan protein dan darah,
c) Berat jenis urin akan meningkat karena adanya proteinuria
(norimalnya 50-1 400 mOsm).
d) Osmolaritas urine akan meningkat.
2) Uji Darah
a) Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr /
dl (normalnya 3,5-5,5 gr / dl).
b) Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000
mg / dl (normalnya <200 mg / dl).
c) Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi (normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada
Perempuan 39-47 °%).
d) Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000 / ul
(normalnya 150.000-400.000 / ul).
e) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan (normalnya K * 3,5-5,0 mEq / L, Na + 135-145 mEq / L,
Kalsium 4-5,5 mEq / L, Klorida 98-106 I mEq / L)
3) Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan
status glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap
penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit. (Betz
& Sowden, 2009)
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, diagnosa
keperawatan
yang mungkin muncul:
a) Nyeri Kronis berhubungan dengan agen biologis. ( D. 0078)
b) Diare berhubungan dengan edema mukosa usus. ( D. 0020)
c) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis. ( D. 0019)
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan di harapkan tingkat nyeri
menurun Kriteria asli :
1) Pola napas membaik.
2) Keluhan nyeri menurun
3) Kesulitan tidur menurun
Intervensi :
Observasi
a) Identifikasi skala nyeri
b) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik

a) Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.

b) Fasilitasi istrahat dan tidur.


Edukasi

a) Jelaskan strategi meredakan nyeri.

b) Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi

a) pemberian analgetik jika perlu.

b. Diare berhubungan dengan edema mukosa usus

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Eliminasi Fekal


Membaik Kriteria Hasil:

1) Kontrol pengeluaran feses meningkat

2) Mengenjan saat defeksi menurun

3) Nyeri abdomen menurun

4) Kram abdomen menurun

5) Konsistensi feses membaik

6) Frekuensi defeksi membaik

7) Peristaltic usus membaik

Intervensi:

Observasi:

a) Identifikasi riwayat mempersembahkan makanan

b) dentifikasi gejala invaginasi

c) Pantau warna, volume, frekwensi, dan konsistensi tinja.

d) Monitor tanda dan gejala hipovolemia

e) Monitor iritasi dan ulserasi kulit didaerah perineal

f) Monitor pengeluaran makanan


g) Monitor keamanan penyiapan makanan

Terapeutik:

a) Berikan asupan cairan oral

b) Pasang jalur intravena

c) Berikan cairan intravena

d) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit

e) Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu

Edukasi :

a) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap

b) Anjurkan makanan, pembentuk gas, pedas, dan mengandung laktosa

c) Anjurkan melanjutkan mempersembahkan ASI

Kolaborasi:

a) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas

b) Kolaborasi pemberian obat antispasmodic / spasmolitik

c) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses.

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi


terpenuhi. Kriteria hasil :

1) Porsi makan yang dihabiskan meningkat.

2) Berat badan meningkat.

3) Nafsu makan meningkat.

Intervensi :

Observasi
a) Identifikasi status nutrisi.

b) Monitor asupan makanan.

c) Monitor berat badan.

Terapeutik

a) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.

Edukasi

a) Anjurkan posisi duduk.

Kolaborasi

a) Kolaborasi dengan ahli jizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatuskesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diaknosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

Ada beberapa tujuan evaluasi :

a. Melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

b. Mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien


terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan sehingga perawat
dapat mengambil keputusan

c. Mengakhiri rencana tindakan (klien telah mencapai tujuan yang


ditetapkan).
d. Memodifikasi rencana tindakan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan).

e. Meneruskan rencana tindakan (klien memerlukan waktu yang lebih


lama untuk mencapai tujuan).
DAFTAR PUSTAKA
PPNI,2016 Standar Diagnosis keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta
PPNI, 2017. Standar intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta
Nirsalam,dkk.2005,asuhan Keperawatan bayi dan anak, Jakarta : salemmba medika
Rudolph M.Abraham,dkk,2006,buku ajar piatri rugolph,Edisi 20,volume 1,Jkarta: egc

Anda mungkin juga menyukai