Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah keperawatan anak
Disusun :
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala, shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullaah Shallallahu ‘alaihi wasallam, atas
berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Klien Anak dengan Sindroma Nefrotik”. Dalam penyusunan
makalah ini kami banyak mengalami kesulitan dan hambatan akan tetapi semuanya bisa
dilalui berkat bantuan dari berbagaipihak. Bersama ini perkenankan kami mengucapkan
terima kasih yang sebesarbesarnya.Karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu masukan, saran, serta kritik sangat diharapkan guna kesempurnaan karya tulis
ilmiah ini
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan
pada anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
kerusakan glomerulus yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan 1. edema (Suradi & Yuliani, 2010).
Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami kekambuhan dapat
berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia anak. Insiden yang
ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas dan prognosis anak
bervariasi berdasarkan penycbab, keparahan, tingkat kerusakan ginjal, usia anak serta
respon anak terhadap pengobatan, Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki
darn pada anak perempuan (Betz & Sowden, 2009).
Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat
dan Inggris terdapat 2-7 kasus baru per 100.000 anak dalam satu tahun, dengan
prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang
insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak
berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1
(Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurisya, dkk (2014)
di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Bandung, di dominasi oleh laki-laki dengan rasio laki-laki berbanding
perempuan 1,4:1. Hasil ini sesuai pula dengan yang dikemukakan oleh Niaudet serta
Dolan dan Gill bahwa penderita SN anak laki-laki lebih banyak dari pada anak
perempuan.
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom
nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder, Pada umumnya sebagian besar
(+80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal
dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps dan sekitar 10% tidak
memberi respon lagi dengan pengobatan steroid (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif
Y. Prabowo, 2014).
Jika seorang anak memberikan respon baik terhadap pengobatan dan diperbolehkan
untuk rawat jalan, maka perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan pada
orangtua mengenai tanda dan gejala kekambuhan sindroma nefrotik seperti edema,
oligurie bahkan anurie serta urine yang berwarna pekat. Jika tanda dan gejala tersebut
telah muncul pada anak, anjurkan kepada orangtua atau keluarga untuk segera
membawa anak ke pelayanan keschatan terdekat.
Namun, jika anak tidak berespon baik terhadap pngobatannya dampak yang
akan tejadi adalah Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Pardede dan Chunnaedy, (2009) di RS Dr Cipto Mangunkusumo, penyebab PGK
didominasi oleh sindroma nefrotik (55.5%) Dampak lain yang sering terjadi pada
anak dengan Sindroma ndo Nefrotik adalah infeksi seperti hipertensi, serta selulitis
dan peritonitis akibat penurunan daya tahan tubuh (Betz & Sowden, 2009).
Dengan diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan terjadi
peningkatan keschatan anak yang berpengaruh kepada berkurangnya jumlah hari
rawatan di rumah sakit dan meminimalkan biaya yang akan dikeluarkan serta
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut dari Sindroma Nefrotik seperti Penyakit
Ginjal Kronik dan Infeksi akibat penurunan daya tahan tubuh anak. Hasil pengamatan
peneliti, perawat ruangan cenderung melanjutkan pendokumentasian dari shift
sebelumnya tanpa melakukan pengkajian terlebih dahulu.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk menerapkan
asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut IRNA
Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Klien Anakdengan Sindrom
Nefrotik?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang penyakit Sindrom Nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik
b. Menegakkan Diagnosis Keperawatan pada Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik
c. Menyusun Perencanaan Keperawatan pada Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik.
d. Melaksanakan Intervensi Keperawatan pada Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik
e. Mengevaluasi Klien Anak dengan Sindrom Nefrotik
D. Manfaat
1. Menambah pengalaman,pengetahuan, dan membuka wawasan berpikir penulis.
Serta dapat mengaplikasikan hasil asuhan keperawatan pada anak dengan Sindrom
Nefrotik
2. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada rumahsakit selaku pemberi
pelayanan kesehatan mengenai penyakit Sindrom Nefrotik pada anak.
3. Menjadi bahan pembelajaran dan referensi bagiperkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya disiplin ilmu keperawatanmengenai asuhan keperawatan pada klien anak
dengan Sindrom Nefrotik.
BAB II
PEMBAHASAN
Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memiliki cabang yang besar yaitu arteri renalis
anterior dan juga memiliki cabang yang kecil yaitu arteri renalis posterior. Cabang
anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan ventral sedangkan cabang
posterior memnberikan darah untuk ginjal. posterior dan dorsal.
Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis vaitu Brudels Line yang
Terdapat disepanjang margo lateral darn ginjal. Pada garis ini tidak terdapat
pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini akan menvebar hingga kebagian
anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula ginjal yang Tarletak diantara
piramid dan disebut dengan arteri interlobularis yang bajalan tegak kedalam korteks
dan berakhir sebagai vasa aferen glomeralus untuk 1-2 glomeulus. ploksus kaliper
sepanjang sepanjang tubulus dan melingkar didalam korteks serta sebagai pembuluh
darah yang menenbus kapsul Bowman.
3. Etiologi
Terapeutik
Kolaborasi
Intervensi:
Observasi:
Terapeutik:
Edukasi :
Kolaborasi:
Intervensi :
Observasi
a) Identifikasi status nutrisi.
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli jizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan