Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan dalam ilmu pengetahuan dan pengobatan telah memberikan
pengetahuan dan teknologi untuk berhasil mengubah perjalanan banyak penyakit.
Meskipun pengobatan alopatik (pengobatan tradisional Eropa) telah berhasil, tetapi masih
banyak kondisi seperti arthritis, nyeri punggung kronis, masalah gastrointestinal, alergi,
sakit kepala, dan insomnia yang sulit diobati, dan banyak klien menggali metode
alternatif untuk mengurangi gejala sakit kepala. Peneliti memperkirakan bahwa lebih dari
75% klien mencari perawatan dari praktisi pelayanan primer untuk mengatasi stres, nyeri
dan kondisi kesehatan dimana tidak diketahui penyebab dan obatnya (Rakel dan Faas,
2006).
Menurut data di Amerika Serikat pada tahun awal 1990-an, sepertiga dari 1.530 orang
yang disurvei, menggunakan terapi tersebut. Dalam penelitian lebih lanjut dari tahun
1990 sampai 1997, ternyata respondennya bertambah dari 34% menjadi 42%. Dari survei
tersebut ditemukan sebagian besar mereka yang menggunakan terapi ini adalah orang-
orang dengan taraf pendidikan yang tinggi dan penghasilan yang cukup serta usia
berkisar antara 25-49 tahun . Hal yang menarik dari penelitian ini bahwa pasien-pasien
yang mencari terapi pelengkap dan alternatif adalah mereka yang menderita nyeri
pinggang belakang (35,9% tahun 1990; 47,6% tahun 1997, arthritis (17,5%; 26,7%) dan
nyeri muskuloskeletal (22,3%; 23,6%) Hal ini sebanding dengan penelitian yang
dilakukan di beberapa negara lain seperti Australia, Canada,Inggris dan Belanda (Perry,
Potter, 2009).
Adanya fenomena tersebut menunjukkan bahwa pengobatan secara medis tidak
cukup untuk memberikan efek kesehatan yang baik kepada pasien. Dengan demikian
mereka mencari pengobatan pelengkap (komplementer) selama mendapatkan terapi
pengobatan secara medis. Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan
komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan
komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang

1
dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan
secara turun – temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia
bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.
Terapi komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan
sebagai pendukung kepada Pengobatan Medis Konvensional atau sebagai Pengobatan.
Pilihan lain diluar Pengobatan Medis yang Konvensional. Berdasarkan data yang
bersumber dari Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2005, terdapat 75 – 80% dari seluruh
penduduk dunia pernah menjalani pengobatan non-konvensional. Di Indonesia sendiri,
kepopuleran pengobatan non-konvensional, termasuk pengobatan komplementer ini, bisa
diperkirakan dari mulai menjamurnya iklan – iklan terapi non – konvensional di berbagai
media
Dalam makalah ini akan dibahas salah satu terapi komplementer yakni dengan
menggunakan suplemen diet (vitamin dan mineral) sebagai salah satu pelengkap terapi
medis yang diberikan kepada pasien.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian terapi komplementer?
2. Bagaimana penggunaan sumplemen diet dalam terapi komplementer?
3. Bagaimana peran perawat dalam terapi komplementer?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui terapi komplementer
2. Memahami penggunaan sumplemen diet dalam terapi komplementer
3. Mengetahui peran perawat dalam terapi komplementer
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui dan memahami tentang terapi komplementer
2. Dapat Memahami penggunaan sumplemen diet dalam terapi komplementer
3. Mengetahui peran perawat dalam terapi komplementer

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Terapi Komplementer


1. Pengertian Terapi Komplementer
Menurut WHO (World Health Organization), pengobatan komplementer adalah
pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Jadi
untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi
merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah
pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun –
temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu Indonesia bisa
dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.

Terapi komplementer adalah cara Penanggulangan Penyakit yang dilakukan


sebagai pendukung kepada Pengobatan Medis Konvensional atau sebagai Pengobatan
Pilihan lain diluar Pengobatan Medis yang Konvensional.
Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2005,
terdapat 75 – 80% dari seluruh penduduk dunia pernah menjalani pengobatan non-
konvensional. Di Indonesia sendiri, kepopuleran pengobatan non-konvensional, termasuk
pengobatan komplementer ini, bisa diperkirakan dari mulai menjamurnya iklan – iklan
terapi non – konvensional di berbagai media
2. Jenis – Jenis Terapi Komplementer
a. Praktek-praktek penyembukan tradisional seperti ayurweda dan akupuntur.
b. Terapi fisik seperti chiropractic, pijat, dan yoga.
c. Hypnotherapy dan Hypnosirkumsisi

3
d. Homeopati atau jamu-jamuan.
e. Pemanfaatan energi seperti terapi polaritas, reiki, biocosmic, bio aura, dsb.
f. Teknik-teknik relaksasi, termasuk meditasi dan visualisasi.
g. Suplemen diet, seperti vitamin dan mineral, dan banyak lagi
3. Fokus Terapi Komplementer
a. Pasien dengan penyakit jantung.
b. Pasien dengan autis dan hiperaktif
c. Pasien kanker
d. Pasien umum lainnya

2.1.1 Terapi dengan Menggunakan Suplemen Diet (Vitamin, Mineral, Makanan)


Peneliti memperkirakan sekitar 25.000 jenis tumbuhan digunakan secara medis
di seluruh dunia. Ini merupakan bentuk pengobatan lama yang diketahui untuk manusia,
dan bukti arkeologi mengatakan bahwa Belanda menggunakan obat herbal sebagai
suplemen kesehatan sejak 60.000 tahun yang lalu (Fontaine, 2005).
The Federal Food, Drug, and Cosmetic Art mengharuskan semua obat
dibuktikan keamanan dan efektifitasnya sebelum dijual ke masyarakat. Karena
pengobatan herbal tidak menjalani penelitian dengan teliti yang sama secara farmasi,
mayoritas tidak menerima persetujuan untuk menggunakannya sebagai obat dan tidak
diatur oleh The Food and Drug Admistration (FDA). Substansi herbal pengobatan China
berasal dari tanaman, hewan, atau mineral. Sedangkan pengobatan Barat menggunakan
suplemen yang dipersiapkan secara primer dari materi tanaman yang memiliki
kandungan vitamin dan mineral tertentu. Sejumlah suplemen aman dan efektif untuk
berbagai kondisi, sebagai contoh : susu dari tanaman liar efektif untuk mengobati
sejumlah gangguan hati dan kendung kemih (Perry, Potter, 2009).
Terapi secara Biologis-Menggunakan Substansi dari Alam, seperti Herbal,
Makanan, dan Vitamin
1. Zona : program diet yang memerlukan makanan berprotein, karbohidrat, dan lemak
dalam perbandingan 30:40:30% kalori dari protein, 40% dari karbohidrat, dan 30%
dari lemak. Digunakan untuk menyeimbangkan insulin dan hormon lain untuki
kesehatan yang optimal.

4
2. Diet Makribiotik : diutamakan diet vegetarian (tidak ada produk hewan kecuali
ikan). Awalnya digunakan dalam manajemen berbagai kanker. Penekanan pada
semua biji-bijian padi, sayur-sayuran, dan makanan yang tidak diawetkan.
3. Pengobatan ortomelekular (megavitamin) : meningkatkan masukan nutrisi seperti
vitamin C dan beta karoten. Diet mengobati kanker, skizofrenia, penyakit autis, dan
penyakit kronis tertentu seperti hiperkolesterolemia dan penyakit arteri koroner.
4. European phytomedicines : produk yang dikembangkan di bawah kontrol kualitas
yang ketat pada pabrik farmasi yang berpengalaman, dibungkus secara profesional
dalam tablet atau kapsul. Contoh obat-obatan herbal yang telah diteliti dengan baik
adalah gingko biloba, susu dari tanaman liar, dan bilberry.
5. Obat-obatan tradisional herbal China : lebih dari 50.000 jenis tabaman obat, banyak
yang telah diteliti secara luas. Herbal dipertimbangkan sebagai tulang belakang
pengobatan.
6. Herbal Ayuveda : sistem herbal tradisional Hindu yang telah digunakan lebih dari
2000 tahun.

2.1.2 CHROMO THERAPY


Chromotherapy adalah metode treatment yang menggunakan spectrum cahaya
tampak (visible light spectrum) dari radiasi elektromegnetic untuk menyembuhkan
penyakit (Azeemi & Raza, 2005). Terapi warna memiliki banyak kegunaan salah
satunya adalah di bidang kesehatan. Terapi warna didasarkan pada efek dari cahaya
berwarna dengan frekuensi berbeda pada jalur neurohormonal manusia, tepatnya pada
jalur melatonin dan serotonin otak.
Warna memiliki energi tertentu di dalamnya, semacam kemampuan untuk
menentukan perasaan kita.
Berdasarkan hal tersebut, terapi warna (chromotherapy) telah lazim dilakukan
masyarakat sejak zaman dahulu untuk memperbaiki suasana hati.
Warna pakaian atau bahkan dinding rumah bisa mengatakan banyak tentang
kepribadian seseorang.

5
Apa itu Chromotherapy?

Lihatlah pelangi dan pikirkan bagaimana perasaan Anda tentang masing-masing


warna.
Setiap warna kemungkinan akan membangkitkan emosi yang berbeda dalam diri Anda.
Warna mempengaruhi bagaimana kita merasa dan juga terkait dengan banyak emosi.
Terapi warna mendasarkan dirinya pada keyakinan bahwa warna juga memiliki sifat
penyembuhan.
Penggunaan warna sebagai terapi telah mulai dilakukan sejak jaman Mesir kuno. Mereka
menggunakan warna yang berbeda untuk memperoleh efek yang diinginkan.
Di era modern, awal tahun 1900-an merupakan masa popularitas uji warna Max
Luescher.
Namun, terapi warna masih termasuk kategori pseudosains dengan hasil yang masih
diragukan.
Hanya saja, terdapat banyak orang masih menjalaninya dan menggunakan prinsip-prinsip
terapi warna untuk membawa perubahan positif dalam hidup mereka.

1. Merah

Warna ini dikenal mewakili kekuatan dan kreativitas. Merah melambangkan


kekuatan dan juga membawa kehangatan pada sekitar. Merah dikenal mampu
merangsang otak dan meningkatkan percaya diri seseorang. Keseimbangan yang tepat
atas warna merah berguna untuk membuat kita merasa ceria pada hari yang suram

2. Hijau

Hijau diketahui memiliki efek menenangkan dan membantu membawa perasaan


rileks serta rasa harmoni. Warna ini sering digunakan pada interior karena efek
menenangkan yang dimilikinya.Orang yang suka memakai warna hijau menunjukkan
sifat petualang dalam dirinya.

6
3. Orange

Warna ini terkait dengan perasaan bahagia dan percaya diri serta memiliki efek
energi nyata pada seseorang. Namun, orange harus digunakan secara moderat karena
seperti warna merah, cenderung membuat seseorang merasa terlalu gelisah jika terlalu
berlebihan.
4. Kuning

Kecerahan dari warna kuning mampu membawa kejernihan berpikir. Warna ini
juga dianggap memberi energi serta merangsang nafsu makan.

Jika Anda cenderung memiliki banyak warna kuning dalam lemari pakaian, hal
ini menjadi indikator keterampilan komunikasi yang sangat baik.

Namun, jangan gunakan warna kuning pada dinding karena bisa memicu perasaan
stres.
5. Biru

Biru melambangkan pengetahuan dan dikenal memiliki efek menenangkan.


Ketika digunakan secara moderat, biru mampu menenangkan dan juga meningkatkan
komunikasi antara orang-orang.

6. Indigo

Warna ini dikaitkan dengan energi imajinatif serta membantu sisi spiritual.
Indigo lazim digunakan untuk menenangkan seseorang serta sebagai cara untuk
menginduksi tidur.

7. Violet (Ungu)

Warna ini dikenal membantu membangun kekuatan batin serta merupakan


simbolisme dari kreativitas dalam diri seseorang.

Violet masuk dalam kategori warna dingin sehingga mampu mengurangi orang
yang mengalami stres di tempat kerja.

7
2.2 Peran Perawat Dalam Terapi Komplementer
Ketertarikan pada terapi medis alternatif dan komplementer meningkat secara
signifikan pada 20 tahun terakhir. Pendekatan kedokteran terintegrasi konsisten dengan
pendekatan holistik yang dipelajari perawat untuk dipraktikkan. Perawat memiliki potensi
untuk menjadi partisipan utama dalam jenis filosofi pelayanan kesehatan ini. Banyak
perawat sudah mempraktikkan manfaat sentuhan. Pahami terapi medis alternatif atau
komplementer untuk membuat rekomendasi yang tepat kepada penyelenggaraan
pelayanan primer alopatik tentang terapi mana yang bermanfaat bagi klien. Selain itu,
berikan nasihat kepada klien tentang kapan waktu yang tepat untuk mencari terapi
konvensional atau terapi medis alternatif dan komplementer.
Perawat bekerja sangat dekat dengan klien mereka dan berada dalam posisi
mengenali titik pandang budaya spiritual klien. Perawat biasanya dapat menentukan
terapi medis alternatif atau komplementer mana yang lebih sesuai dengan kepercayaan
dan menawarkan rekomendasi yang sesuai. Dengan kata lain perawat dapat melakukan
intervensi mandiri kepada pasien dalam fungsinya secara holistik dengan memberikan
advocate dalam hal keamanan, kenyamanan dan secara ekonomi kepada pasien (Potter,
Perry, 2009).

8
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Terapi komplementer (complementary therapies) adalah semua terapi yang
digunakan sebagai tambahan untuk terapi konvensional yang direkomendasikan oleh
penyelenggaraan pelayanan kesehatan individu (Perry, Potter, 2009). Penggunaan
suplemen diet dalam pelaksanaan terapi komplementer cukup penting sebagai pelengkap
kebutuhan vitamin dan mineral pasien selama dalam proses terapi medis/konvensional.
Dalam penggunaan terap komplementer, perawat memiliki peran penting dan dapat
melakukan intervensi mandiri kepada pasien dalam fungsinya secara holistik dengan
memberikan advocate dalam hal keamanan, kenyamanan dan secara ekonomi kepada
pasien.

3.2 Saran
Penggunaan terapi komplementer sebagai pelengkap terapi konvensional secara
tidak langsung perawat dituntut untuk memiliki kemampuan dalam terapi ini, baik
sebagai pemberi intervensi maupun hanya rekomendasi. Sehingga peningkatan
pengetahuan sangat penting untuk dilakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
dapat bersifat membangun bagi pembaca pada umumnya. Dan penulis juga menyadari
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Fontaine K. 2005. Healing Practices : Alternative therapies For nursing. Edisi 2. Prentice Hall.
Perry, Potter. 2009. Fundamentals of Nursing Buku 2 Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.
Rakel DP, Faass N. 2006. Complementary medicinen in clinical practice, Sudbury, Mass, 2006,
Jones & Battlett.
http://fuziahsulaiman.blogspot.com/2016/02/terapi-warna-chromoteraphy.html

10

Anda mungkin juga menyukai