DISUSUN OLEH :
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media akut (OMA) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh adanya inflamasi yang terdapat pada sebagian atau seluruh mukosa
telinga bagian tengah, tuba eustachii dan sel-sel mastoid yang terletak di
belakang membran timpani. Peradangan yang terjadi bersifat akut pada
anak-anak akan mengeluhkan sakit telinga, telinga berdengung, keluar
cairan keruh dari telinga dan dapat disertai demam. Penderita OMA pada
anak sangat berhubungan dengan kejadian penyakit infeksi saluran
pernapasan atas akut (ISPA). Penyakit ISPA di Indonesia masih sangat
tinggi, terutama pada anak-anak. Kejadian ISPA pada anak dan dapat
menyebabkan peningkatan kejadian OMA pada anak (Priyono et al.,
2011). Otitis media akut stadium perforasi memiliki komplikasi yang
tersering yaitu mastoiditis. Kejadian mastoiditis yang kronis akan menjadi
masalah bagi anak yaitu adanya penurunan pendengaran, pada anak yang
mengalami penurunan pendengaran menyebabkan penurunan konsentrasi
dalam proses belajar di sekolah (Mattos et al., 2014). Kementrian
kesehatan Indonesia memiliki target kesehatan nasional di tahun 2030
akan menjamin semua penduduk di seluruh wilayah Indonesia akan
terbebas dari kejadian tuli (PGPKT, 2017).
Otitis media kronik merupakan masalah kesehatan global yang
berdampak pada kualitas hidup seseorang. Otitis media kronik sebagai
kelanjutan dari otitis media akut yang sering terjadi pada anak – anak,
sebagian disebabkan oleh perforasi membran timpani. Keadaan seperti ini
mengakibatkan nyeri telinga, otorrhea yang berhubungan dengan perforasi
membran timpani (Anggraini, 2013). Otitis media kronik dapat
menyebabkan morbiditas yang sangat erat hubungannya dengan gangguan
pendengaran. Terdapat berbagai macam faktor predisposisi kronisitas otitis
media salah satunya adalah riwayat rinitis alergi sebelumnya (Diana and
Haryuna, 2017).
peningkatan resiko kejadian OMA pada anak yang tinggal serumah
dengan perokok sebesar OR 1,62 serta indeks kepercayaan 95% (CI 1,33-
1,97), untuk peningkatan resiko kejadian OMA pada anak yang ibunya
merokok setelah melahirkan sebesar OR 1,37 (CI 1,25-1,50), peningkatan
resiko OMA pada anak yang ibunya merokok sebelum hamil sebesar OR
1,11 (CI 0,93-1,31) dan akan adanya peningkatan resiko OMA pada anak
yang ayahnya merokok sebesar OR 1,24 (CI 0,98-1,57) (Jones, 2012).
Penelitian yang dilakukan di Amerika dengan jumlah 412 anak yang
mederita OMA didapatkan bahwa ada 155 (37,6%) anak yang tinggal
dengan orang tua perokok aktif. Hasil penelitian yang didapatkan adanya
peningkatan resiko kejadian OMA pada anak yang tinggal dengan orang
tua perokok sebesar OR 2,19 dengan tingkat kepercayaan 95% (CI 1,17-
4,07) (Csákányi et al., 2012).
Menurut penelitian Budiman et al (2014) terdapat hubungan
bermakna rinitis alergi terhadap otitis media supuratif kronik (p=0,032)
dan otitis media efusi (p=0,03). Pada hasil tes fungsi tuba didapatkan
gangguan fungsi tuba sebesar 89.2% (Budiman et al., 2014). Dalam studi
lain bahwa pasien rinitis alergi memiliki risiko 13 kali lebih besar untuk
menderita otitis media supuratif kronik (OMSK) dibanding dengan pasien
tanpa rinitis alergi, dimana probabilitas pasien rinits alergi untuk
menderita OMSK sebesar 92,9% (Rambe et al., 2017). Sedangkan
menurut studi (Heo, Kim and Lee, 2018) menunjukan bahwa tidak ada
hubungan antara rinitis alergi dengan kejadian otitis media kronik
Berdasarkan data di atas maka dari iti penulis tertarik untuk
membuat makalah berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
otitis media akut dan kronis”.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan pasien
dengan otitis media, serta mampu memberikan asuhan keperawatan
pada penderita otitis media.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk Mengetahui Definisi Dari Otitis Media Akut Dan Kronik
2. Untuk Mengetahui Anatomi Telinga
3. Untuk Mengetahui Etiologi Dari Otitis Media Akut Dan Kronik
4. Untuk Mengetahui Pathway Dari Otitis Media Akut Dan Kronik
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi Otitis Media Akut Dan Kronik
6. Untuk Mengetahui Manifestasi Otitis Media Akut Dan Kronik
7. Untuk Mengetahui Komplikasi Otitis Media Akut Dan Kronik
8. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Otitis Media
9. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Dari Otitis Media
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Otitis Media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis
media berdasarkan gejalanya dibagi menjadi dua antara lain otitis media
supuratif dan non supuratif, dari masing-masing golongan mempunyai
bentuk akut dan kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik,
seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media
yang lain ialah otitis media adhesiva (Soepardi & Iskandar, 2001: 50).
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani
dapat menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih
dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK,
antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat,
virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi
kurang), dan higiene yang buruk (Djaafar ZA, 2007) Otitis media adalah
peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustakhius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid (Djaafar ZA, 2007). Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang
kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang
telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari
telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin serous, mukous, atau purulent (WHO, 2004).
Otitis Media Akut merupakan peradangan tengah yang terjadi
secara cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai
dengan gejala lokal dan sistemik (Munilson dkk). Menurut Muscari (2005:
219) otitis media akut (OMA) merupakan inflamasi telinga bagian tengah
dan salah satu penyakit dengan prevalensi paling tinggi pada masa anak-
anak, dengan puncak insidensi terjadi pada usia antara 6 bulan sampai 2
tahun. Hampir 70% anak akan mengalami otitis media akut (OMA) paling
sedikit satu periode otitis media
2.2 Anatomi dan fisiologi
2.2.1 anatomi system pendengaran
2.5 Pathway
Gambar 1. Diagram Patofisiologi OMSK.
2.6 Patofisiologi
2.5.1 Patofisiologi OMA
Penyebab terjadi OMA salah satunya penggunaan dot saat minum
susu dengan posisi kepala horizontal dengan badan yang dimana terdapat 3
bakteri patogen yang paling sering pada otitis media akut (streptococcus
pneumoniae, haemophilus influenzae, moraxella catarrahalis) yang
berkolonisasi pada nasofaring mulai dari saat masa bayi dan dianggap
sebagai flora normal pada tubuh manusia. Bakteri patogen ini tidak
menimbulkan gejala atau keluhan sampai terjadi perubahan pada
lingkungan pada nasofaring. Virus pada infeksi saluran pernafasan atas
(upper tract infection) memiliki peran penting pada patogenesis dari otitis
media akut ini dimana virus ini menyebabkan inflamasi pada nasofaring,
yang menyebabkan perubahan pada sifat kepatuhan bakteri dan kolonisasi,
dan gangguan fungsi dari tuba Eusthacius. Tuba Eusthacius adalah
pelindung alami yang mencegah kolonisasi dari nasofaring ke telinga
tengah. Anakanak biasanya rentan terhadap otitis media akut karena
imunitas sistemik yang tidak matang dan imunitas anatomi yang tidak
matang (Maron dkk., 2012).
2.5.2 Patofisiologi OMSK
Otitis media supuratif kronik sebagian besar merupakan sequele
atau komplikasi otitis media akut (OMA) yang mengalami perforasi.
infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok
dapat menyebabkan gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea
terus-menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani
menyebabkan proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah
iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik yang berupa bercak kuning,
yang bila disertai tekanan akibat penumpukan discaj dalam rongga timpani
dapat mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. Perforasi
yang menetap akan menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan
dengan dunia luar, sehingga kuman dari kanalis auditorius eksternus dan
dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani,
menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-
menerus. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium
daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaran
patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat kambuhan atau menetap,
efek dari kerusakan jaringan,serta pembentukan jaringan parut.
Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi
mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau
mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung
lama menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan
granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran
timpani, sehingga menghalangi drainase,menyebabkan penyakit menjadi
persisten
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala otitis media akut dapat bervariasi antara lain :
1) nyeri telinga (otalgia)
2) keluarnya cairan dari telinga
3) demam
4) kehilangan pendengaran
5) tinitus
6) membran timpani tampak merah dan menggelembung (Smeltzer &
Bare, 2001: 2051).
Gejala otitis media kronik dapat bervariasi antara lain :
1) Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK
tipe jinak, cairan yang keluar mukopurulen yang tidak berbau busuk
yang sering kali sebagai reaksi inflamasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas
atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau
berenang
2) Gangguan pendengaran Gangguan pendengaran tergantung dari
derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli
konduktif namun ada juga bersifat tuli campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
karena daerah yang sakit ataupun kolesteatoma dapat menghambat
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis
3) Otalgia ( nyeri telinga) Pada OMSK, keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase sekret. Nyeri dapat menandakan adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak
4) Vertigo
5) Kurang Pendengaran
2.8 Komplikasi
Komplikasi otitis media adalah sebagai berikut:
BAB III
PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C. 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. Halaman: 56-70.
Saladin, Kenneth S. 2014. Anatomy and Physiology: The unity of Form and
Function. 7th Edition. McGraw Hill, New York. Halaman 134-150.
Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC,
595-677.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Acute Otitis
Media. Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-surgical Nursing (1st ed., p.
1813). Lippincott Williams & Wilkins.
World Health Organization. (2014, February). Deaf and Hearing Loss. Retrieved
October 6, 2014, from World Health Organization:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs300/en/