Anda di halaman 1dari 21

OTITIS MEDIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Pengampu Dika Lukitaningtyas, M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 9 (2B)
1. Oxana Sabdya P (015.232.1741)
2. Khifthia Zulian A (015.232.1753)

YAYASAN PEDIDIKAN KESEHATAN KETONGGO


AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI
Jl. Dr. Wahidin Telp. (0351) 74569,744895 Ngawi
Tahun Ajaran 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah yang di
limpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan ini yang
berjudul  “OTITIS MEDIA”. Laporan ini disusun dan ditujukan untuk untuk memenuhi
tugas Keperawatan Medikal Bedah Akademi Keparawatan Pemerintah Kabupaten
Ngawi, tahun pelajaran 2022
            Laporan ini penulis susun dengan menggunakan banyak literatur yang penulis
gunakan untuk menjadi dasar terwujudnya laporan ini. Di dalam pembuatan laporan,
penulis mendapatkan banyak petunjuk, bantuan, dukungan bimbingan serta pengarahan
dari berbagai pihak.
            Tidak lupa pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyusuna laporan ini, yaitu

1. Dika Lukitaningtyas, M.Kep sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Medikal


Bedah yang telah membantu kami mewujudkannya tugas makalah dengan baik.
2. Kedua orang tua kami yang telah membantu dan mendukung dalam
menyelesaikan tugas makalah ini.
3. Teman-teman semua yang telah memberikan dorongan serta masukan demi
terselesainya makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tugas-tugas makalah ini.
Oleh karena itu kami ingin pembaca untuk memberikan kritik dan saran pada tugas
makalalı ini agar nantinya bisa menjadi tugas yang baik dan bermanfaat bagi para
pembaca.

Ngawi, 28 September 2022

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran
dan keseimbangan. Anatominya juga sangat rumit. Indera pendengaran berperan penting
pada partisipasi seseorangdalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Otitis media adalah infeksi pada telinga bagian tengah, tepatnya pada rongga di
belakang gendang telinga. Infeksi telinga bagian tengah ini, sering kali timbul akibat
batuk pilek, flu, atau alergi sebelumnya.Semua orang bisa mengalami otitis media, tetapi
kondisi ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Berdasarkan penelitian, kebanyakan kasus
otitis media menyerang anak-anak yang berusia di bawah 3 tahun. Otitis media
merupakan penyakit infeksi telinga pada bayi yang paling sering terjadi.

Otitis media berawal dari terjadinya kongesti/edema pada mukosa nasal,


nasofaring, dan tuba eustachius yang disebabkan oleh berbagai etiologi seperti infeksi
saluran napas atas (ISPA), reaksi alergi, atau paparan terhadap asap rokok.Radang telinga
tengah biasanya hilang tanpa obat apapun. Meski begitu, pengidapnya harus mencari
perawatan medis jika rasa sakit tak kunjung membaik kalau-kalau malah mengalami
demam. Terdapat beberapa tipe dari otitis media, yaitu:
 Otitis media akut (OMA).
 Otitis media efusi (OME).
 Radang telinga tengah atau Otitis media supuratif kronik (OMSK).
 Otitis media adhesif.

Adapun bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus,


Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas
aeruginosa. Meskipun sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat
membaik dengan perhatian khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan antibiotic
tertentu, kecuali terdapat adanya indikasi lain. (Byland, dkk, 2007).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian penyakit Otitis Media ?
2. Apa etiologi dan faktor resiko penyakit Otitis Media ?
3. Bagaimana penyakit klasifikasi Otitiis Media ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit Otitis Media ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit Otitis Media ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Otitis Media ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Otitis Media
2 Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dan faktor resiko Otitis Media
3 Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi Otitis Media
4 Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi Otitis Media
5 Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang Otitis Media
6 Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan Otitis Media

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai
penyakit otitis media
b. Mahasiswa dapat berpartisipasi dalam upaya pencegahan penyakit
otitis media
2. Bagi Masyarakat
a. Masyarakat diharapkan dapat menambah informasi mengenai penyakit otitis
media. Sehingga masyarakat dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan penyakit
otitis media.
b. Masyarakat diharapkan bisa menjadi sumber informasi bagi masyarakat yang lain
mengenai penyakit otitis media.
c. Masyarakat dapat mengetahui penyebab, pencegahan dan pengobatan penyakit
otitis media.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Otitis Media


Otitis Media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (Otitis
Eksterna), saluran telinga tengah (Otitis Media), dan telinga bagian dalam (Otitis
Interna). (Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau
anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M.
Schwartz., 2004).
Otitis Media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).
Otitis media atau radang telinga tengah, merupakan kondisi yang terjadi ketika virus
atau bakteri menyebabkan area di belakang gendang telinga meradang. Semua orang bisa
mengalami otitis media. otitis media paling sering terjadi pada anak-anak. Menurut
sebuah studi yang dipublikasikan pada National Library of Medicine, radang telinga
tengah terjadi pada 80 persen anak-anak pada saat mereka mencapai usia 3 tahun.

Ada beberapa tipe otitis media :


1. Otitis media akut (OMA)
Otitis media akut merupakan peradangan yang terjadi pada telinga bagian tengah.
Kondisi ini terjadi tiba-tiba dan biasanya kurang dari tiga minggu. Telinga bagian
tengah merupakan organ yang memiliki penghalang dan biasanya terbebas dari
kuman, karena terdapat bulu-bulu halus yang melindunginya. Dengan kata lain,
otitis media akut terjadi ketika sistem perlindungan tersebut tidak berfungsi
dengan baik.
Kebanyakan kasus komplikasi pada otitis media akut terjadi pada anak-anak, di
mana sistem kekebalan tubuh mereka masih berkembang dan belum terbentuk
sempurna.
2. Otitis media efusi (OME)
Otitis media efusi terjadi karena adanya gangguan fungsi tuba eustaschius
(saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan daerah hidung dan
tenggorokan) sehingga cairan pada telinga tengah tidak dapat mengalir dengan
baik. Keadaan tersebut menyebabkan cairan menetap lebih lama dan
menyebabkan terjadinya penurunan pendengaran.

3. Otitis media supuratif kronik (OMSK)


Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah peradangan telinga tengah atau
rongga mastoid yang persisten (terjadi terus-menerus). Kondisi ini menyebabkan
keluarnya cairan berulang atau terus menerus melalui perforasi membran timpani
(gendang telinga pecah). Kadang-kadang, penyakit ini dapat terus berlanjut dan
menyebabkan kolesteatoma (pertumbuhan kulit secara tidak terkendali di telinga
tengah atau belakang gendang telinga).
4. Otitis media adhesif
Otitis media adhesif adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
akibat proses peradangan yang berlangsung lama sebelumnya. Keadaan ini dapat
merupakan komplikasi dari otitis media supuratif atau non supuratif yang
menyebabkan rusaknya mukosa telinga tengah.

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Otitis Media


1. Bakteri
Contoh bakteri penyebab Otitis Media adalah Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus
anhemolyticus, Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan
Pseudomoas aeruginosa.
2. Virus
Beberapa virus juga dapat menyebabkan Otitis Media Akut. Contoh:
Virus Influenza.

Otitis media disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus : Streptococcus,
Stapilococcus, Diplococcus pneumonie, Hemopilus influens, Gram Positif : S. Pyogenes,
S. Albus, Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli, Kuman anaerob : Alergi,
diabetes melitus, TBC paru.
Proses terjadinya atau patofisiologi otitis media pada umumnya otitis media dari
nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif
jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium
awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius
bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada
submukosa. Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat
rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor
ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.
RSV dan virus yang menyebabkan common cold juga dapat menyebabkan otitis
media karena mereka merusak sel-sel epitel sistem pernapasan bagian atas. Di samping
itu, ada pemicu lainnya, seperti, disfungsi tuba Eustachius. Kondisi ini menyebabkan
pembersih bakteri yang tak memadai dari telah telinga dan inilah yang nantinya bisa
menyebabkan otitis media.
Radang telinga tengah juga rentan terjadi pada anak kecil.  Hal ini dikarenakan
oleh tuba Eustachius pada telinga anak-anak yang lebih horizontal, pendek, dan lebar
ketimbang orang dewasa. Bukan hanya itu, sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus
dan bakteri juga terbilang lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa.
Untuk anak-anak, mereka yang mengidap bibir dan langit-langit sumbing atau sindrom
down, cenderung mengidap infeksi telinga. Mereka yang memiliki masalah pada tuba
eustachius juga rentan terserang penyakit ini. Di samping itu, anak-anak juga rentan
terhadap infeksi telinga di masa kecil, bila mereka mengidap otitis media tipe akut
sebelum usia enam bulan.

Faktor risiko Otitis Media 


Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya radang telinga
tengah. Misalnya:
 Anak-anak di usia 6 bulan sampai 2 tahun rentan terhadap infeksi telinga karena
ukuran dan bentuk tuba eustachius dan sistem imun yang masih berkembang.
 Anak-anak yang ditempatkan di penitipan anak. Sebab, anak-anak tersebut akan
lebih rentan terserang pilek dan infeksi telinga daripada anak-anak yang tinggal di
rumah.
 Pemberian makan bayi. Si Kecil yang minum dari botol, terutama saat berbaring,
cenderung rentan terhadap infeksi telinga daripada bayi yang disusui oleh ibunya
(dengan payudara).
 Kebiasaan merokok atau terpapar asap rokok (perokok pasif).
 Bekerja di tempat dengan kadar polusi yang tinggi.

2.3 Klasifikasi Otitis Media


1. Otitis media akut (OMA)
Ciri-ciri yang timbul dari penyakit ini bervariasi, tergantung pada stadium dan
usia pasien. Pada bayi, gejala khas otitis media akut ditandai dengan panas tinggi,
gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang, dan sering memegang telinga yang
sakit.
Sementara itu, pada usia anak-anak, umumnya akan merasakan demam dan
rasa nyeri pada telinga. Biasanya, penderita juga telah memiliki riwayat infeksi
saluran pernapasan.
Khusus pada bayi dan anak-anak, otitis media akut juga dapat
menyebabkan gangguan makan. Hal ini disebabkan oleh mual dan muntal serta
demam yang tinggi. Pada usia remaja dan dewasa, biasanya rasa nyeri pada
telinga diikuti dengan gangguan pendengaran.
Secara umum, keluhan yang dirasakan penderita tergantung pada stadium
otitis media akut yang sedang dialami:
 Stadium oklusi : Kondisi ditandai dengan telinga yang terasa nyeri dan
penuh, sehingga pendengaran dapat berkurang.
 Stadium hiperemis : Gejala-gejalanya adalah demam dan nyeri pada telinga.
Pada bayi dan anak-anak, biasanya gelisah, muntah, dan nafsu makan hilang.
 Stadium supurasi : Tanda-tandanya sama seperti stadium hiperemis.
 Stadium perforasi : Pada stadium ini, cairan mulai keluar dari telinga. Cairan
ini harus diperhatikan, apakah jernih atau keruh, mengandung darah atau
tidak, dan berbau atau tidak.
 Stadium resolusi : Setelah cairan telinga keluar, maka keluhan pasien akan
berkurang. Mulai dari suhu tubuh yang berangsur normal, nyeri mereda, dan
bayi atau anak lebih tenang. Jika cairan terus keluar, pendengaran pun akan
tetap terganggu.

2. Otitis media efusi (OME)


Gejala-gejala yang dapat terjadi antara lain:
 Gangguan pendengaran
 Anak tampak sering menarik atau memegang telinga dan terlihat tidak
nyaman
 Gangguan keseimbangan
 Hambatan bicara
Keadaan ini dapat membaik dengan sendirinya dalam waktu 4-6 minggu.
Antibiotik tidak diperlukan jika tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi
akut pada telinga. Apabila keadaan tidak membaik dalam waktu 2-3 bulan dan
mengganggu perkembangan bicara serta performa si buah hati di sekolah,
maka perlu dilakukan tindakan pemasangan pipa ventilasi pada gendang
telinga untuk mengalirkan cairan keluar. Tindakan pemasangan pipa ventilasi
pada anak – anak umumnya dilakukan dalam pembiusan. Setelah pemasangan
pipa dilakukan dan cairan di telinga tengah dikeluarkan maka pendengaran
akan segera membaik. Pipa ventilasi akan terlepas dengan sendirinya dalam
waktu kurang lebih 6-12 bulan dan gendang telinga akan menutup kembali.

3. Ototis media supuratif kronik (OMSK)


 cairan bernanah keluar melalui membran timpani berlubang selama lebih dari
6 minggu,
 gangguan pendengaran konduktif, dan
 peradangan pada rongga mastoid.
 Selain itu, OMSK mungkin ditandai gejala berupa penebalan granular telinga
tengah mukosa dan polip mukosa.
American Family Physician menyebutkan bahwa penyakit ini tidak menunjukkan
gejala perforasi kronis pada gendang telinga yang kering. OMSK juga tidak
memiliki tanda-tanda infeksi aktif.

4. Otitis media adhesif


Gejala klinis berupa pendengaran berkurang dengan adanya riwayat infeksi
telinga sebelumnya, terutama di waktu kecil. Pada pemeriksaan otoskopik
gambaran membran timpani dapat bervariasi mulai dari sikatriks minimal, suram
sampai sikatriks berat disertai bagian-bagian yang atrofi atau platimpanosklerosis.

 Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan
dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ),
dapat mengalami perforasi. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
Keluhan nyeri telinga (otalgia), Sakit telinga yang berat dan menetap, Terjadi
gangguan pendengaran yang bersifat sementara, Pada anak-anak bisa mengalami
muntah, diare dan demam sampai 40,5oC, Gendang telinga mengalami peradangan
dan menonjol, Demam, Anoreksia. Sedangka Otitis Media Kronik muncul gejala
dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri
kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan
dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan
nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau
keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran. Penegakkan diagnosa otitis dapat dilakukan dengan anamnese yaitu otore
terus- menerus/kumat-kumatan lebih dari 6-8 minggu, pendengaran menurun (tuli).
Untuk meyakinkan maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu fato radiologi
mastoid, audiogram untuk melihat ketulian. otitis media perlu dilakukan pengobatan
dan perawatan yang serius karena untuk menghindari komplikasi,

 komplikasi otitis media adalah : Meningitis, Abses ekstradural, Abses otak. Untuk
menghindari komplikasi dan dampak yang lebih serius maka diperlukan pengobatan.
 Pengobatan otitis antara lain :
1. Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X
150 – 300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari,
2. Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya,
3. Perawatan pada otitis dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Kloranphenikol
1-
4. Pada stadium kering di lakukan miringoplastik.

2.4 Patofisiologis Otitis Media


Patofisiologi otitis media terjadi karena adanya disfungsi tuba eustachius (TE).
Fungsi normal TE adalah membersihkan cairan telinga tengah dengan pergerakan
mukosilier menuju nasofaring, ventilasi, dan proteksi dari refluks nasofaring. Otitis
media awalnya terjadi karena kongesti dan edema pada mukosa nasal, nasofaring, dan
tuba eustachius sebagai akibat dari proses inflamasi disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas atau reaksi alergi. Obstruksi isthmus tuba eustachius, yang merupakan
bagian tersempit TE, dapat mengganggu pembersihan dan ventilasi telinga tengah.
Gangguan pembersihan telinga tengah menyebabkan cairan di dalam telinga
tengah statis. Selain itu, gangguan ventilasi juga menyebabkan peningkatan tekanan
negatif pada telinga tengah sehingga sekresi telinga tengah terakumulasi dan menjadi
media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri atau virus dari infeksi sekunder
saluran pernafasan atas. Akumulasi sekresi di telinga tengah menyebabkan otitis
media efusi. Kolonisasi dan pertumbuhan mikroba pada telinga tengah mengeluarkan
cairan supuratif yang disertai tanda inflamasi. Pada pemeriksaan otoskop dapat
terlihat membran timpani yang menonjol dan merah, serta adanya cairan pada ruang
telinga tengah yang menandakan gejala dari otitis media akut (OMA). Otitis media
efusi dapat muncul secara spontan sebagai respon dari disfungsi tuba eustachius atau
respon inflamasi setelah otitis media akut. Efusi dapat bertahan beberapa minggu
hingga bulan setelah OMA sembuh.

Patogenesis Terbaru pada Otitis Media


Patogenesis terbaru pada otitis media dikatakan bahwa selaput biofilm pada mukosa
telinga tengah ditemukan pada anak dengan episode rekuren pada otitis media akut
dan otitis media kronik, sedangkan tidak ditemukan pada kelompok kontrol yang
sehat. Biofilm merupakan permukaan komunitas bakteri yang dilapisi oleh substansi
matriks polimer, lapisan biofilm menyebabkan resistensi terhadap antibiotik. Pada
otitis media akut rekuren, biofilm bakteri yang ditemukan di telinga tengah sama
dengan biofilm bakteri di nasofaring. Di dalam nasofaring, adenoid merupakan
wadah biofilm bakteri patogen. Oleh karena itu, limitasi durasi antibiotik untuk
terapi OMA pada pediatri harus dipikirkan dengan hati-hati untuk mencegah
resistensi.
2.5 Pemeriksaan Penunjang Otitis Media
Dalam menegakkan diagnosis Otitis media terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan:
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda:
menggembungnya membran timpani(bulging), terbatas atau tidak
adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan dibelakang
membran timpani, dan adanya cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan
tanda: kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas
Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
 Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop
terutama untuk melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan
hasil adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta
cairan di liang telinga
 Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran
timpani pasien terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani
normal akan bergerak apabila diberitekanan. Membrane timpani yang
tidak bergerak dapat disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga
tengah, perforasi atau timpanosklerosis. Pemeriksaan ini meningkatkan
sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat
ditegakkan dengan otoskop biasa
 Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif
mobilitas membran timpani dan rantai tulang pendengaran.
Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan di
telinga tengah.Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga
tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan
mengukur peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri punya
sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga
tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan
hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa
detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian
tengah.
 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga
tengah, bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai
antibiotika, atau pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan
pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal untuk
mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan untuk
menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.
 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran
udara telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid
(hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian
dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar
disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri
dengan telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala
(di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau
dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut
Weber tidak ada lateralisasi
 Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang
yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera
dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar
disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih
dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien
dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan
Schwabach sama dengan pemeriksa.
Pathway
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus
An.. N (12 tahun) datang ke RS diantar ibunya. An.N mengeluh nyeri
telinga dan ketajaman pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai
dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu. Setelah
dilakukan pengkajian, didapatkan hasil sebagai berikut: Dalam satu tahun
terakhir, klien sudah 2x mengalami ISPA. Akhir-akhir ini klien sering mengalami
batuk, pilek, demam. Hasil TTV TD: 110/80mmHg, HR: 100x/m, RR: 20x/m, S:
39 derajat celcius. Klien mengatakan sering mengorek kuping dengan bagian
bawah/ujung peniti bahkan pernah sampai berdarah. Hasil pemeriksaan otoskopis
diperoleh membrane timpani tampak merah, menggelembung, dan mengalami
perforasi. Klien diberikan terapi antibiotic sprectum luas dan obat tetes telinga.
Klien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini. Diagnose medis klien otitis
media.

3.2 Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif


1. Klien mengeluh Ketajaman 1. Hasil TTV:
pendengarannya menurun pada TD : 110/80 mmHg
telinga sebelah kiri disertai HR : 100 x/menit
dengan keluarnya kotoran RR : 20 x/menit
telinga yang berbau sejak 2 T : 39°C
minggu yang lalu 2. Hasil pemeriksaan otoskopis
2. Dalam satu tahun terakhir, klien diperoleh membran timpani
sudah 2x mengalami ISPA. tampak merah, sering
3. Klien mengatakan sering menggelembung dan mengalami
mengorek-ngorek kuping perforasi
dengan bagian bawah/ujung 3. Klien diberikan terapi antibiotic
peniti sampai dngan berdarah spectrum luas, dan obat tetes
4. Klien mengeluh akhir-akhir ini telinga
klien sering mengalami batuk, 4. Klien bertanya bagaimana bisa
pilek, dan demam terkena penyakit ini
5. Diagnosa medis klien otitis
Data Tambahan : media
5. Klien mengatakan nyeri seperti
diusuk-tusuk dibagian Data Tambahan :
telinganya 6. Klien terlihat meringis kesakitan
6. Klien mengatakan nyeri
berlangsung lama

Data Fokus Masalah Etiologi


Data Subjektif : Nyeri Akut Agens cidera fisik
1. Klien mengatakan
nyeri seperti diusuk-
tusuk dibagian
telinganya
2. Klien mengatakan
nyeri berlangsung
lama
Data Objektif :
1. Klien terlihat
meringis kesakitan
2. Hasil pemeriksaan
otoskopis diperoleh
membran timpani
tampak merah,
sering
menggelembung dan
mengalami perforasi

Data Subjektif : Risiko Infeksi Kurang


1. Klien mengeluh pengetahuan
Ketajaman terhadap pajanan
pendengarannya patogen
menurun pada
telinga sebelah kiri
disertai dengan
keluarnya kotoran
telinga yang berbau
sejak 2 minggu yang
lalu
2. Klien mengatakan
sering mengorek-
ngorek kuping
dengan bagian
bawah/ujung peniti
sampai dngan
berdarah
3. Klien mengeluh
akhir-akhir ini klien
sering mengalami
batuk, pilek, dan
demam

Data Objektif :
1. T : 39°C
2. Hasil pemeriksaan
otoskopis diperoleh
membran timpani
tampak merah,
sering
menggelembung dan
mengalami perforasi
3. Klien diberikan
terapi antibiotic
spectrum luas, dan
obat tetes telinga
4. Diagnosa medis
klien otitis media

Data Subjektif : Defisiensi Pengetahuan Kurang sumber


1. Klien mengeluh pengetahuan
Ketajaman
pendengarannya
menurunpada
telinga sebelah kiri
disertai dengan
keluarnya kotoran
telinga yang berbau
sejak 2 minggu yang
lalu
2. Klien mengatakan
sering mengorek-
ngorek kuping
dengan bagian
bawah/ujung peniti
sampai berdarah
3. Klien mengeluh
akhir-akhir ini klien
sering mengalami
batuk, pilek, dan
demam
Data Objektif :
1. Klien bertanya
bagaimana bisa
terkena penyakit ini

3.3 Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agens cidera fisik
2. Risiko infeksi d.d kurang pengetahuan terhadap pajanan pathogen
3. Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan

3.4 Intervensi

Hari/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi
Tgl Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan MANDIRI
agens cidera fisik tindakan keperawatan Manajemen Nyeri :
selama 1x24 jam, 1. Gali bersama pasien
masalah nyeri dapat faktor-faktor yang
teratasi. dapat menurunkan
Kriteria hasil : atau memperberat
1. Klien tidak nyeri
meringis 2. Kendalikan faktor
kesakitan lingkungan yang
2. Klien tidak dapat
mengeluh nyeri mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
3. Dukung istirahat
yang adekuat untuk
menurunkan nyeri
KOLABORASI:
Kolaborasi dengan dokter
untuk memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri
(obat analgesik)

2. Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan MANDIRI


kurang tindakan keperawatan Perawatan Telinga
pengetahuan selama 3x24 jam, 1. Monitor fungsi
terhadap pajanan masalah resiko infeksi auditori
pathogen dapat teratasi. 2. Monitor struktur
Kriteria hasil : anatomi telinga
1. Tidak ada kotoran untuk tanda dan
telinga berlebih gejala infeksi
pada telinga 3. Lakukan tes
2. Tidak terdapat pendengaran dengan
batuk, pilek, dan tepat
demam 4. Bersihkan telinga
3. Membran timpani luar menggunakan
tidak merah, washlap
menggelembung 5. Monitor tumpahan
dan tidak kotoran telinga yang
mengalami berlebihan
perforasi 6. Pertimbangkan
4. Hasil TTV : irigasi telinga untuk
T : 39°C mengangkat kotoran
telinga berlebih
7. Instruksikan klien
untuk tidak
menggunakan
objek-objek asing,
misalnya ujung
cotton bud, jepitan
rambut, dan benda
lainnya) untuk
pengorekan kotoran
telinga
KOLABORASI
2 Pemberian obat tetes
telinga, jika diperlukan

3. Defisiensi Setelah dilakukan MANDIRI


pengetahuan b.d tindakan keperawatan 1. Perawat
kurang sumber selama 1x24 jam, menjelaskan
pengetahuan masalah defisiensi cara perawatan
pengetahuan dapat telinga yang
teratasi. benar
Kriteria hasil : 2. Anjurkan klien
1. Klien untuk tidak
mengetahui menggunakan
mengapa bisa benda asing atau
Ketajaman tajam ke telinga
pendengarann 3. Jelaskan kepada
ya menurun pasien dan
2. Klien keluarga
memahami bagaimana
cara penyakit otitis
perawatan media dapat
telinga yang terjadi.
benar
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Otitis media merupakan peradangan pada telinga tengah Otitis media terbagi menjadi
4 yaitu otitis media akut, otitis media efusi, otitis media supuratif, otitis media
adhesif. Proses terjadinya atau patofisiologi otitis media pada umumnya dari infeksi
nasofaring yang kemudian menyebar telinga tengah. diagnosa otitis dapat ditegakkan
melalui anamnese yaitu otore terus-menerus/kumat- kumatan lebih dari 6-8 minggu,
pendengaran menurun (tuli). Untuk meyakinkan maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu fato radiologi mastoid. Untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
serius maka diperlukan pengobatan dengan memberikan antibiotik tetes dan
pembersihan pada sekret dengan memberikan tetes telinga. Diagnosa keperawatan
utama yang muncul pada pasien ini adalah Nyeri berhungan dengan proses inflamasi
pada jaringan telinga tengah.
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas penulis dapat sedikit memberi saran kepada beberapa pihak
agar kualitas pelayanan kesehatan Indonesia semakin meningkat, diantaranya sebagai
berikut:
 Keluarga klien
Keluarga klien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari anggota keluarga dengan masalah Otitis Media serta mampu menjaga
kebersihan lingkungan sehingga anggota keluarga lain terhindar dari penyakit Otitis
Media.
 Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan Asuhan
Keperawatan pasien dengan Otitis Media.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz H, 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika
Bylander, A., dkk. 2007. Journal of Children Microbiology
Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Revai, R, et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating
Upper Respiratory Tract Infection. Journal of The American Academy
Pediatrics
Rahajoe, N. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI

Anda mungkin juga menyukai