Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS JURNAL

EFEKTIVITAS ACTIVE CYCLE OF BREATHING TERHADAP


PENURUNAN KELUHAN SESAK NAFAS PADA PENDERITA
TUBERKULOSIS PARU

OLEH

SITTI RAHMAYANI ABDUL SALAM

841718096

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis atau TBC adalah suatu penyakit menular yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies

Mycobacterium, antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M.

Leprae dsb. Tuberkulosis ini masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang menjadi tantangan global (Kemenkes RI, 2018)

Berdasarkan WHO Global Tuberculosis Report tahun 2018, secara global

kasus baru tuberkulosis sebesar 6,4 juta, setara dengan 64% dari insiden

tuberkulosis (10,0 juta). Tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian

tertinggi di dunia dan kematian tuberkulosis secara global diperkirakan 1,3

juta pasien. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai beban

tuberkulosis yang terbesar diantara 8 negara yaitu India (27%), China (9%),

Indonesia (8%), Philippina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh

(4%) dan Afrika Selatan (3%). Angka insiden tuberkulosis Indonesia pada

tahun 2017 sebesar 319 per 100.000 penduduk dan angka kematian penderita

tuberkulosis 40 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2019)

Individu yang terinfeksi tuberkulosis akan mengalami gejala-gejala yang

berhubungan dengan obstruksi saluran pernafasan. Penderita Tuberkulosis

akan mengalami sesak yang disebabkan oleh penumpukan mukus disaluran

pernafasan, penderita tuberkulosis juga akan mengalami batuk sebagai respon

tubuh untuk mengeluarkan mukus di jalan nafas (Santosa, Teguh, & Widjaja,

1
2014). Mukus merupakan produk dari infeksi atau proses patologi penyakit

yang harus dikeluarkan dari jalan nafas agar diperoleh hasil pengurangan

sesak nafas, pengurangan batuk dan perbaikan pola nafas (Desianti, Burhan,

& Ratnawati, 2017).

Metode Active Cycle Of Breathing Technique (ACBT) merupakan salah

satu tehnik terapi dada yang berfungsi membersihkan saluran pernafasan

(Lestari, 2015). ACBT bertujuan untuk membersihkan jalan nafas dari mukus

agar diperoleh hasil pengurangan sesak nafas, pengurangan batuk dan

perbaikan pola nafas. (Huriah & Ningtias, 2017)

Latihan pernafasan active cycle of breathing technique (ACBT) terdiri atas

3 urutan pernafasan yang pertama adalah breathing control, kemudian

thoracic expansion exercise dan forced expiration technique. pada breathing

control pernafasan dikontrol seperti pernafasan orang normal dengan inspirasi

3 detik dan ekpirasi 2 detik sehingga udara yang masuk dan keluar paru lebih

maksimum dilakukan 3-5 kali pengulangan. Dilanjutkan dengan thoracic

expansion exercise pada tahap ini dada di kembangkan dengan menahan nafas

selama 4 detik sebelum dihembuskan hal ini bertujuan untuk mengembangkan

rongga toraks, peningkatan volume paru dan mereekspansi jaringan paru

dilakukan 3-5 kali pengulangan. Forced expiration technique adalah

hembusan nafas kuat tanpa menutup glotis.(Sukratini, Sriyono & Sasmita,

2015). Terapi rehabilitasi paru-paru dengan active cycle of breathing

technique (ACBT) ini adalah cara yang sangat mudah dilakukan, tanpa

2
memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negatif seperti pemakaian

obat-obatan.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

analisis jurnal tentang “Efektivitas Active Cycle Of Breathing Terhadap

Penurunan Keluhan Sesak Nafas Pada Penderita Tuberkulosis Paru”

1.2 Tujuan

Menganalisis jurnal efektivitas active cycle of breathing terhadap penurunan

keluhan sesak nafas pada penderita tuberkulosis paru

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan perawat tentang terapi non-farmakologis

yang dapat dilakukan untuk menurunkan sesak napas pada penderita

tuberculosis

1.3.2 Manfaat Praktik

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam

pemberian asuhan keperawatan

3
BAB II

METODE DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Metode Pencarian

Analisis jurnal dilakukan dengan mengumpulkan artikel hasil publikasi

ilmiah dengan penelusuran menggunakan data based:

1. Google Scholar : https://scholar.google.co.id/

2. Research Gate : https://www.researchgate.net

Kata Kunci Hasil Pencarian


Active Cycle Of Breathing 27.900
Active Cycle Of Breathing Terhadap Penurunan
18
Keluhan Sesak Nafas
Active Cycle Of Breathing Penurunan Keluhan
8
Sesak Nafas Pada Tuberkulosis Paru
Jurnal yang dipilih : Active Cycle Of Breathing Menurunkan Keluhan Sesak
Nafas Penderita Tuberkulosis Paru

2.2 Konsep tentang Tinjauan Teoritis

2.2.1 Penyakit Tuberkulosis (TBC)

1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycrobacterium tuberculosis menyerang paru-paru dan hampir seluruh

organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan,

saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak

melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri

tersebut (Nurarif, A.H & Kusuma, H, 2015).

4
2. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycrobacterium tuberculosis. Basil ini

tidak berspora sehinggamudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari,

dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu Tipe

Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang

menderita mastitis tuberculosis usus. Basil Tipe Human bisa berada di

bercak ludah dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang

yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya (Nurarif, A.H &

Kusuma, H, 2015).

3. Manifestasi klinis

a. Demam 40-41oC, sera ada batuk/batuk darah

b. Sesak napas dan nyeri dada

c. Malaise, keringat malam

d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit (Nurarif, A.H &

Kusuma, H, 2015)

4. Diagnosis

a. Foto Toraks

Pemeriksaan radiologi (foto thorax) untuk menegakkan diagnosa TB

paru dilakukan bila pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Lesi TB

umumnya berada di apeks paru, tetapi dapat juga pada lobus bawah

bagian inferior atau di daerah hilus. Gambaran radiologik berupa

bercak-bercak seperti awan dan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi

5
telah diliputi jaringan ikat maka bayangan akan terlihat berupa bulatan

dengan batas yang tegas disebut tuberkuloma (Setiati, 2014)

b. Mikroskopi

Pemeriksaan sputum sangat penting untuk diagnosis TB yaitu

dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA). Disamping itu,

pemeriksaan ini juga mudah dan murah sehingga dapat dilakukan di

tingkat perifer (puskesmas). Pemeriksaan secara mikroskopi dilakukan

3 kali dengan menggunakan sputum sewaktu-pagi-sewaktu. Untuk

menemukan BTA, pembuatan apusan dilakukan dengan pewarnaan

tahan asam dengan metode Ziehl-Neelsen. Pembacaan hasil

pemeriksaan sediaan sputum untuk BTA dilakukan dengan skala

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease

(IUALTD), yakni (Setiati, 2014) :

 BTA (-) : BTA tidak ditemukan (0/100 LP)

 Meragukan : 1-9/100 LP

 + : 10-99/100 LP

 ++ : 1-10/LP

 +++ : >10/LP (periksa minimal 20 LP)

c. Kultur Media Padat

Secara tradisional, kulturMycobacterial dilakukan pada media padat,

biasanya menggunakan media Lowenstein-Jensen. Kultur memiliki

sensitivitas yang tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopi

6
dengan kemampuan mendeksi 102 basil per milliliter, meskipun

membutuhkan waktu 4-6 minggu (Patrick, 2016).

5. Pengobatan

Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2014,

pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip :

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi

b. Diberikan dalam dosis tepat

c. Ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh pengawas minum obat

(PMO) sampai selesai pengobatan

d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam

tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan

Pada tahap awal, pengobatan diberikan setiap hari selama 2 bulan agar

secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien

dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin

sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Sedangkan,

tahap lanjutan bertujuan untuk membunuh sisa kuman yang masih ada

dalam tubuh sehingga dapat sembuh dan mencegah terjadinya

kekambuhan (Kemenkes RI, 2014).

OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis

di Indonesia adalah :

7
 Kategori 1

Pasien TB paru dengan BTA positif dan merupakan kasus baru.

Pengobatan tahap awal terdiri atas Isoniazid (H), Rifampisin (R),

Pirazinamid (Z), Etambutol (E) masing-masing 2 tablet diberian setiap

hari selama 2 bulan. Tahap lanjutan diberikan 4(HR)3E3.

 Kategori 2

Diberikan pada pasien kambuh, gagal terapi atau diobati kembali

setelah putus berobat. Tahap awal diberikan 2 (HRZE) Streptomisin (S)

atau HRZE, dimana HRZE diberian setiap hari selama 3 bulan danS

diberikan hanya 2 bulan pertama. Bila sputum BTA masih positif maka

tahap awal dengan HRZE diteruskan lagi selama 1 bulan. Tahap

lanjutan diberikan 5(HR)3E3.

2.2.2 Active Cycle Breathing Technique (ACBT)

1. Pengertian Active Cycle Breathing Technique (ACBT)

Active Cycle Breathing Technique (ACBT) Active Cycle of Breathing

Technique merupakan latihan pola pernapasan yang sederhana untuk

membantu membersihkan dan mengeluarkan dahak/sputum yang ada pada

paru-paru (Central Manchester University, 2009).

Mekanisme secara umum pada ACBT yaitu dapat membersihkan

sekresi yang ada pada saluran napas, ACBT juga terbagi menjadi tiga

teknik dimana semua teknik tersebut mempunyai tujuan yang berbeda

yaitu breathing control membantu untuk mencegah bronkospasme dan

desaturasi oksigen, thoracic expansion exercise membantu untuk

8
melonggarkan jalan napas dan meningkatkan ventilasi pada paru-paru, dan

forced expiratory technique/huffing membantu untuk membersihkan

sekresi mukus pada saluran pernapasan (Lewis, Williams & Olds, 2012)

2. Tahapan dalam melakukan Active Cycle Breathing Technique (ACBT)

Active Cycle Breathing Technique (ACBT) digunakan untuk

membersihkan sekresi jalan napas, yang dilakukan dalam tiga tahapan.

Posisi : - Terapis berada di samping pasien

- Pasien duduk disamping bed

a. Kontrol Pernapasan

Kontrol pernapasan digunakan untuk merilekskan saluran

pernapasan dan meringankan sesak napas. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara:

 Letakkan satu tangan diatas perut dan biarkan bahu dalam posisi

rileks

 Bernapasalah dengan tenang dan lembut.

Lamanya waktu yang digunakan untuk melakukan kontrol pernapasan

ini bervariasi, tergantung sejauh mana pasien merasakan sesak

napasnya. Tiga atau 4 kali bernapas dirasa cukup pada keadaan sesak

napas yang ringan dan lebih dari itu jika disertai adanya infeksi.

b. Latihan Pernapasan

Napas dalam digunakan untuk mendapatkan udara dibelakang

sputum yang terjebak di saluran napas kecil. Langkah yang harus

dilakukan yaitu:

9
 Rilekskan dada bagian atas

 Tarik napas secara perlahan dan dalam

 Bernapaslah perlahan hingga udara dalam paru-paru kosong,

dengan tidak memaksakan udara keluar

 Ulangi 3 hingga 4 kali. Jika merasa ringan, ulangi kembali dari

kontrol pernapasan awal. Setelah melakukan latihan pernapasan,

kembali ke kontrol pernapasan lagi untuk memastikan saluran

napas benar-benar rileks. Terkadang jika pasien sedang dalam

kondisi yang kurang sehat, atau dahaknya sulit untuk dibersihkan,

disarankan agar pasien mengulangi latihan pernapasan dalam

untuk kedua kalinya sebelum terengah atau batuk.

c. Huffing

Huffing digunakan untuk menggerakkan sputum dari saluran napas

kecil ke saluran napas yang lebih besar, yang nantinya akan

dikeluarkan melalui batuk. Batuk saja tidak dapat menghilangkan

sputum dari saluran napas kecil. Langkah yang harus dilakukan yaitu:

 Ambil napas dalam secukupnya

 Kontraksikan otot perut untuk menekan napas dan jaga agar

mulut dan tenggorokan tetap terbuka. Napas harus diperpanjang

tetapi tidak diteruskan hingga paru-paru kosong

 Ambil napas dalam lebih banyak lagi

 Tekan udara keluar seperti sebelumnya

10
 Batuk dan keluarkan dahak apapun. Jika tidak ada sputum yang

dihasilkan dengan satu atau dua kali batuk, cobalah untuk

berhenti batuk dengan menggunakan kontrol pernapasan.

 Biarkan napas menetap dengan kontrol pernapasan dan kemudian

ulangi siklus sampai dada terasa bersih dari sputum.

11
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Author Judul Metode Hasil Source


Tintin Active Cycle Of Quasy Hasil penelitian Research
Sukartini, Breathing experimen menunjukkan bahwa Gate
Sriyono, Menurunkan tal active cycle
Iwan Keluhan Sesak purposive breathing memiliki
Widia Nafas Penderita sampling tingkat signifikansi
Sasmita Tuberkulosis pre- pada penurunan RR
Paru posttest (p = 0,002) dimana
design pada kelompok
perlakuan nilai rerata
RR dari 28,86
menjadi 24,86, pada
kelompok kontrol
nilai rerata tidak
menunjukkan
perbedaan yang
besar yaitu dari
27,43 menjadi 27,14
dan dyspnea (p =
0,014) pada
kelompok perlakuan
dan kelompok
kontrol
menunjukkan rerata
penurunan nilai dari
3,00 menjadi 2,14.

Ririt Ika Manfaat Active Time Active Cycle of Google


Lestari Cycle Of series Breathing Technique Scholar
Breathing dengan (ACBT) dapat lebih
Technique rancangan mudah
(ACBT) Bagi one- mengeluarkan
Penderita group-pre sputum dengan
Penyakit Paru test-post pembuktian rata-rata
Obstruktif test design selisih jumlah

12
Kronik (PPOK) sputum 5.5607 ml,
hasil uji statistik
diperoleh p=0,00
dimana p < 0,05
yang bermakna Ha
diterima, sehingga
diambil kesimpulan
ada manfaat teknik
Active Cycle of
Breathing Technique
(ACBT) untuk
membersihkan jalan
napas sehingga dapat
menurunkan sesak
napas.
Titih Active Cycle Of Quasi ACBT memberikan Google
Huria, Breathing Experimen pengaruh yang Scholar
Dwi Technique t dengan bermakna terhadap
Wulandari (ACBT) pre–post jumlah sputum dan
Ningtias Terhadap test design ekspansi toraks pada
Peningkatan with kelompok intervensi
Nilai VEP1, control daripada kelompok
Jumlah Sputum, group kontrol dengan nilai
Dan Mobilisasi p = 0,026 untuk
Sangkar jumlah sputum dan p
Thoraks Pada = 0,004 untuk
Pasien PPOK Di ekspansi toraks.
Rumah Sakit Sedangkan pada
Paru Respira nilai VEP1, ACBT
Yogyakarta tidak memberikan
pengaruh yang
bermakna dengan
nilai p = 0,058
Shereen Impact Of Active Cohort Hasil penelitian Research
Hamed Cycle Of design menunjukkan pada Gate
Elsayed, Breathing test bejalan 6 menit
Walid Technique On terdapat perbedaan
Kamal Functional yang signifikan
Mohamme Capacity In dalam t-istirahat
d Abdel Patient With antara sebelum dan

13
Basset, Bronchiectasis sesudah perawatan
Karim dimana nilai dari
Ahmed pra-perawatan
Fathy (82,26 ± 27.32) dan
untuk post-
perawatan (130.33 ±
43,85) dimana nilai
t= 7.54 dan nilai p =
0.0001 dengan
peningkatan
presentasi 58.42%.
Index dispnea pre
dan post perawatan
ada perbedaan yang
signifikan dimana
nilai rata-rata pra-
perawatan (100.73 ±
14.91) dan untuk
post perawatan
adalah (71.53 ±
15.58) dimana nilai
t= 10.25 dan nilai p
= 0.0001 dengan
presentasi 28.98%.
Hesham Comparison True Ada perbedaan Research
Abdelhali between active experime signifikan mengenai Gate
m, Heba cycle of nt with mMRC sebelum dan
Aboelnaga breathing with one group sesudah ACBT dan
, Karim postural pre test – fisioterapi
Fathy drainage versus post test konvensional.
conventional Perbandingan
chest sehubungan dengan
physiotherapy in skor dyspnea
subject with MMRC sebelum dan
bronchiectasis sesudah ACBT
menggunakan uji-t
berpasangan
didapatkan (t=
6,325, p= 0,0000)
dimana sebelum

14
dilakukan ACBT
skor MMRC sebesar
2,93 dan setelah
dilakukan ACBT
skor MMRC sebesar
1,6.

3.2 Pembahasan

Penelitian yang dilakukan oleh Sukartini T, dkk (2017) menunjukkan

bahwa latihan active cycle of breathing memiliki tingkat signifikansi pada

penurunan RR (p = 0,002) dan dyspnea (p = 0,014). Keluhan sesak terjadi

akibat kurang terpenuhinya sirkulasi paru karena terhambatnya compliance

dan elastisitas paru serta terdapatnya sekret yang menutupi saluran

pernafasan. Pemberian active cycle of breathing dapat meningkatkan sirkulasi

paru, mengembangkan jaringan paru dan meningkatkan volume paru. Serta

dapat mencegah terjadinya bronkospasme saluran nafas dan dapat

mengeluarkan sekret. Pada jurnal ini dijelaskan bahwa latihan pernafasan

active cycle of breathing diberikan setiap 1 kali / hari selama 10 hari, dengan

durasi pertemuan 20-30 menit. Latihan ini dilakukan berdasarkan 3 tahapan

ACBT yaitu breathing control, thoracic expansion exercise dan forced

expiration technique/huffing, namun tidak dijelaskan mengenai langkah-

langkah yang harus dilakukan pada tiap tahapan latihan tersebut.

Penelitian oleh Lestari, R.I (2015) juga menunjukkan bahwa ada manfaat

Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) terhadap penurunan derajat

sesak nafas dimana dimana p<0.05 yang mengandug arti Ha diterima dan Ho

15
ditolak, sehingga diambil kesimpulan ada manfaat teknik Active Cycle of

Breathing Technique (ACBT) untuk membersihkan jalan napas sehingga

dapat menurunkan sesak napas. Dengan active cycle of breathing technique

(ACBT) dapat lebih mudah mengeluarkan sputum, sesak napas menurun dan

mobilisasi sangkar torak lebih baik. Pada penelitian ini intervensi latihan

pernafasan active cycle of breathing diberikan setiap 1 kali sehari dalam 3

hari terapi. Latihan ini dilakukan berdasarkan 3 tahapan ACBT yaitu

breathing control, thoracic expansion exercise dan forced expiration

technique/huffing. Sama halnya pada jurnal pertama, jurnal ini juga tidak

menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan pada tiap tahapan latihan

tersebut.

Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Huria, T. dan Ningtias, D.W (2017)

dimana dalam hasil penelitiannya menunjukkkan ACBT memberikan

pengaruh yang bermakna terhadap jumlah sputum dan ekspansi toraks pada

kelompok intervensi daripada kelompok kontrol dengan nilai p = 0,026 untuk

jumlah sputum dan p = 0,004 untuk ekspansi toraks. Tujuan latihan

pernafasan adalah untuk mengatur frekuensi dan pola pernafasan sehingga

mengurangi air trapping, memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki

ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja

pernafasan, memperbaiki mobilitas sangkar thoraks, mengatur dan

mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga sesak nafas berkurang

(Khotimah, 2013). Aplikasi latihan active cycle of breathing pada penelitian

ini dilakukan satu kali sehari selama 15 – 20 menit perhari selama 3 hari.

16
Latihan ini dilakukan berdasarkan 3 tahapan ACBT yaitu breathing control,

thoracic expansion exercise dan forced expiration technique/huffing, berbeda

dengan dua jurnal sebelumnya pada jurnal penelitian ini dijelaskan langkah-

langkah yang harus dilakukan pada setiap tahapan latihan active cycle of

breathing.

Dari semua penelitian yang ada dalam analisa jurnal ini semua penelitian

meneliti penyakit yang berbeda-beda diantaranya tuberkulosis, PPOK dan

bronchiectasis tetapi penyakit-penyakit ini masuk dalam penyakit infeksi

saluran pernafasan yang mana merujuk pada 1 gejala yaitu sesak nafas.

Keluhan sesak nafas pada pasien yang mengalami infeksi pernafasan

disebabkan karena kurang terpenuhinya sirkulasi paru karena terhambatnya

compliance dan elastisitas paru serta terdapatnya sekret yang menutupi

saluran pernafasan. Latihan active cycle of breathing dapat memperbaiki

ventilasi dan oksigenasi. Otot pernafasan yang dilatih akan memungkinkan

peningkatan sirkulasi paru sehingga meningkatkan ventilasi hal ini terjadi

pada tahap breathing control. Pada tahap thoracic expansion exercise dapat

mengembangkan jaringan paru dan meningkatkan volume paru. Forced

expiration tecnique dapat mencegah terjadinya bronkospasme saluran

pernafasan dan dapat mengeluarkan sekret yang menutupi saluran pernafasan

(Sukartini T., dkk, 2017).

Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Elsayed et al

(2015) dimana penelitiannya menunjukkan bahwa index dispnea pre dan post

perawatan ada perbedaan yang signifikan, nilai t= 10.25 dan nilai p = 0.0001

17
dengan presentasi 28.98%. Latihan ini memudahkan perpindahan sekret

sehingga mengurangi dysnea pada pasien. Dalam penelitian ini dijelaskan

bahwa ACBT merupakan teknik latihan yang baik untuk pembersihan saluran

pernafasan dan meningkatkan kapasitas fungsional pada responden. Aplikasi

latihan active cycle of breathing pada penelitian ini dilakukan 3 kali/minggu

selama 2 bulan. Latihan ini dilakukan berdasarkan 3 tahapan ACBT yaitu

breathing control, thoracic expansion exercise dan forced expiration

technique/huffing, pada penelitian ini juga dijelaskan langkah-langkah yang

harus dilakukan pada setiap tahapan latihan active cycle of breathing.

Selain itu penelitian oleh Abdelhalim H. et al (2015) juga menunjukkan

adanya perbedaan signifikan mengenai mMRC sebelum dan sesudah ACBT.

Perbandingan sehubungan dengan skor dyspnea MMRC sebelum dan sesudah

ACBT menggunakan uji-t berpasangan didapatkan (t= 6,325, p= 0,0000)

Aplikasi latihan active cycle of breathing pada penelitian ini dilakukan 2

kali/sehari selama 15-20 menit. Latihan ini dilakukan berdasarkan 3 tahapan

ACBT yaitu breathing control, thoracic expansion exercise dan forced

expiration technique/huffing, pada penelitian ini juga dijelaskan langkah-

langkah yang harus dilakukan pada setiap tahapan latihan active cycle of

breathing.

Sukartini T, dkk dalam penelitiannya mengatakan bahwa latihan nafas

dapat mengaktifkan serat-serat saraf simpatis yang sifatnya lemah, karena

beberapa serat ini menembus masuk ke bagian pusat dari paru. batang

bronkus berkontak secara sangat luas dengan norepinefrin dan epinefrin

18
dalam sirkulasi, yang dilepaskan kedalam tubuh oleh perangsangan simpatis

dari medulla granula adrenal. Kedua hormon ini, terutama epinefrin

menyebabkan dilatasi pada batang bronkus akibat kuatnya perangsangan pada

reseptor beta. Sehingga dapat membebaskan jalan nafas dan mengurangi

sesak nafas.

19
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa latihan nafas active cycle of breathing memiliki

manfaat terhadap penurunan sesak sehingga baik untuk dilakukan. Latihan

nafas active cycle of breathing yang dilakukan penderita tuberkulosis paru

dapat meningkatkan sirkulasi paru serta pengembangan paru yang lebih

optimal. Teknik pernafasan ini dapat mencegah bronkospasme pada saluran

pernafasan sehingga tetap terbuka walaupun pada saat ekspirasi.

4.2 Saran

Hasil analisis jurnal ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan bahan

informasi bagi perawat dalam pemberian intervensi keperawatan untuk

mengurangi sesak napas terutama pada penderita tuberkulosis.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdelhalim, H., Aboelnaga, H., & Fathy, K. (2016). Comparison Between Active
Cycle Of Breathing with Postural Drainage Versus Conventional Chest
Physiotherapy in Subjects with Brochiectasis. Egyptian Journal Of Chest
Diseases and Tuberculosis

Central Manchester University. (2009). Royal Manchester Children ’ s Hospital


Active Cycle Of Breathing Technique ( ACBT ).

Desianti, Burhan, & Ratnawati. (2017). Sputum Quality And Bacteriological


Positivity Comparison Between Intervention Of Individually Guided Active
Cycle Breathing Technique (ACBT) andVideo Guided ACBT in
Tuberculosis Case Detection A Randomized Controlled Trial. American
Journal Of Respiratory and Critical Care A1166.

Elsayed, et al. (2015). Impact Of Active Cycle Of Breathing Technique On


Functional capacity In Patient With Bronchiectasis. International Journal
Of Therapies and Rehabilitation Research.

Huriah, T., & Ningtias, D. W. (2017). Pengaruh Active Cycle Of breathing


Technique Terhadap Peningkatan Nilai VEP1, Jumlah Sputum dang
Mobilisasi Sangkar Thoraks Pasien PPOK. Indonesian Journal Of Nursing
Practices Vol 1 No 2, 44-54.

Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional PengendalianTuberkulosis : Indonesia


Bebas Tuberkulosis.

Kemenkes RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta :


Kementrian Kesehatan Indonesia

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta :


Kementrian Kesehatan Indonesia

Lestari R. I. (2015). Manfaat Active Cycle Of Breathing Technique bagi penderita


penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).

Lewis, L. K., Williams, M. T., & Olds, T. S. (2012). The active cycle of breathing
technique: A systematic review and meta-analysis. Respiratory Medicine

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta :
Mediaction Publishing

21
Patrick C, S Shenoi. (2016). Diagnostic for Pulmonary Tuberculosis. Postgrad
Med J.

Santosa, S., Teguh, A. D., & Widjaja, J. T. (2014). Pengaruh Pemberian


Bronkodilator (Ventolin) Secara Inhalasi Terhadap Tingkat Reversibilitas
Faal Paru Penderita Asma Bronkial. JKM, Vol 4 No 1.

Setiati S, et al. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.

Sukartini, T., Sriyono, & Sasmita, I. W. (2015). Pernafasan Active Cycle of


Breathing Meningkatkan Aliran Ekspirasi Maksimum Penderita
Tuberkulosis. Jurnal Ners.

Sukartini, T., Sriyono, & Sasmita, I. W. (2017). Active Cycle Of Breathing


Menurunkan Keluhan Sesak Nafas Penderita Tuberkulosis Paru. Jurnal
Ners.

22

Anda mungkin juga menyukai