Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN GASTROENTERITIS


(TB) DI RS IMC BINTARO RUANGAN SAKURA

DISUSUN OLEH:

Ruth Tiar Nauli Sihombing

NIM : 201841019

PROGRAM PROFESI NERS STIKES IMC BINTARO

Kompleks RS IMC Jl. Raya Jombang No. 56 Ciputat-

Tangerang Selatan 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman Tuberkulosis
menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut
berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat
mati jika terpapar sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin, 2017). Tuberculosis (TBC) adalah infeksius
kronik yang biasanya mengenai paruparu yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Bakteri ini ditularkan oleh droplet nucleus, droplet yang ditularkan melalui
udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi (Priscilla,
2017).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan kebutuhan
dasar cairan dan elektrolit
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Mahasiswa mengetahui Analisa data asuhan keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Mahasiswa mengetahui rumusan masalah asuhan keperawatan pasien gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Mahasiswa mengetahui perencanaan asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Mahasiswa mengetahui implementasi asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Mahasiswa mengetahui kriteria hasil evaluasi asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

BAB 2
PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit


1. Definisi
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia <
1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi > 1 tahun
mengandung air sebanyak 70-75%. seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase
jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki
dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50% berat badan
(Vaughans, 2013).
Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam sel dan diluar
tubuh. Mineral tersebut dimasukkan dalam cairan dan makanan dan dikeluarkan
utamanya melalui ginjal. Elektrolit juga dikeluarkan melalui hati, kulit dan paru-paru
(Kozier, 2010).

2. Patofisiologi
Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian, penularan
penyakit tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang
tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang
sama. Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita
sakit tuberculosis. Droplet yang mengandung basil tuberculosis yang 11 dihasilkan
dari batuk dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada
atau tidaknya sinar matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam
suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan
berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan
masuk ke system pernapasan dan terdampar pada dinding system pernapasan. Droplet
besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil
akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi lokasi
terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis akan
membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberculosis
tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi
tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah
limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, sehingga
berkurang atau tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena
fungsi dari macrofage adalah membunuh kuman atau basil apabila prosesini berhasil
dan macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan
meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu maka kuman tersebut
akan bersarang di dalam jaringan paruparu dengan membentuk tuberkel (biji-biji kecil
sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan bertambah besar dan bergabung
menjadi satu dan lama-lama akan timbul perkejuan di tempat tersebut. Apabila
jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan
pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe). (Djojodibroto,
2018).

3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak
nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2 bagian
yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2016).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul
gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan
menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi 8
peradangan (inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat
dan terjadilah demam.
b. Malaise Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-
pegal, penurunan berat badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul
peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3
minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk darah Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari
pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa garis atau
bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang banyak.
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
c. Sesak nafas Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika
penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena adanya hal
lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid &
Imam,2013). d. Nyeri dada 9 Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila
yang dirasakan berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat
lain seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang
dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau
(Smeltzer & Bare,2017).

4. Penatalaksanaan Medis
Tuberculosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama periode 6-12
bulan digunkan : isoniazid (INH), Rifampin (RIF), Streptomisin (SM), Etambutol
(EMB) dan Pirasinamid (PZA).
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis paru yang baru
didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH, RIF, PZA selama 4
bulan dengan IN dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).

5. Pathway TB

6. Patofisiologi
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB
paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini mengandung basil TB dan
ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di udara. Droplet nuclei
ini mengandung basil TB. Saat Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi
paruparu maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular.
Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto
rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelanbanyakbakteri; limpospesifik-tuberkulosis
melisis (menghancurkan) 12 basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, yang
menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah
pemajanan. Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil
yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan -jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk
skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karna
gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga
aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel
ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian
menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel
yang menyerang membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Kemenkes (2016) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu


diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
a. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung, penderita TB
diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktupagi-sewaktu).
b. Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan hasilnya
BTA positif.
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) : S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB
datang berkunjung pertama kali ke pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien
membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua. 15 P
(pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan kepada petugas pelayanan kesehatan. S (sewaktu) : Dahak ditampung
pada hari kedua setelah saat menyerahkan dahak pagi.
b. Pemeriksaan biakan Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi
mycbacterium tuberculosis.
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada
tidaknya resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji
kepekaan obat harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan
mutu atau quality assurance. (Kemenkes,2014).
4. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada TB
paru meliputi :
a. Laboratorium darah rutin LED normal/meningkat, limfositosis
b. Pemeriksaan sputum BTA Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini
spesifikasi karena klien dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) 16 Yaitu uji serologi imunosperoksidase
memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil
TB.
d. Tes Mantoux/Tuberkulin Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat
histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Teknik Polymerase Chain Reaction Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi
dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen dapat mendeteksi
adanya resistensi.
f. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC) Deteksi Growth Indeks
berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh kuman TB.
g. Pemeriksaan Radiologi Gambaran foto thorak yang menunjang didiagnostis TB
paru yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical lobus bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
3) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
4) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
5) Bayangan millie

8. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2016), komplikasi yang muncul pada TB paru yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang mengakibatkan
kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan pernafasan.

7. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh


a. Volume cairan
Total body water (TBW) dapat ditentukan melalui beberapa perhitungan
yang menerapkan tehnik dilusi dengan menggunakan berbagai zat seperti,
deuterium, tritium dan antipirin. Penentuan jumlah cairan ekstrasel biasanya
diukur secara langsung akan tetapi lebih sulit dibandingkan pengukuran air tubuh
total. Hal ini disebabkan bahan yang digunakan dalam proses dilusi harus hanya
terdapat pada cairan ekstrasel dan tersebar pada seluruh kompartemen ekstrasel.
Beberapa cara mengukur kompartemen cairan tubuh, yaitu :
1) Pengukuran cairan kompartemen tubuh berdasarkan konsentrasi suatu zat
terlarut di dalam kompartemen. Konsentrasi zat = jumlah zat yang
disuntikan volume distribusi
2) Dalam melakukan pengukuran jumlah air dalam kompartemen, perlu
dilakukan perhitungan (koreksi) zat-zat yang diekskresikan dalam kurun
waktu yang dibutuhkan oleh zat tersebut sejak disuntikkan dan terdistribusi
kedalam kompartemen. Vd : jumlah zat disuntikan – jumlah dieksresikan
konsentrasi setelah ekuibilibrium
3) Untuk mengukur volume cairan kompartemen, diperhitungkan zat tertentu
yang terdistribusi dengan sendirinya di dalam kompartemen. Sementara
pengukuran volume kompartemen yang tidak mengandung zat tertentu,
dilakukan dengan melakukan pengurangan.
 Untuk mengukur jumlah total air tubuh (total body water) dibutuhkan zat
deuterium atau disebut deuterated water (D2O), tritium atau disebut
tritiated water (THO). Dan antipirin.
 Volume ekstraseluler (ekstracellular fluid volume, ECFV) diukur dengan
melakukan pemberian label dengan inulin, sukrosa, mannitol dan sulfat.
 Volume intraselular (intracelular fluid volume, ICFV) diukur dengan
melakukan substaksi
ICF = TBW – ECFV
Jumlah cairan tubuh total kurang lebih 55-60% dari berat badan
dan persentase ini berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh, jenis
kelamin, dan umur. Pengaruh terbesar adalah jumlah lemak tubuh.
Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dibandingkan kandungan
air dalam sel otot. Sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk
lebih rendah dari mereka yang tidak gemuk. Pada bayi dan anak
persentase cairan tubuh total lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa dan akan menurun sesuai dengan pertambahan usia. Pada bayi
prematur jumlah cairan tubuh total sebesar 70-75% dari berat badan,
sedangkan pada bayi normal dan pada orang dewasa sebesar 55-60% dari
berat badan.
Bila diperkirakan sekitar 55% berat tubuh merupakan air, maka
perhitungan cairan tubuh total menggunakan rumus :
Jumlah total air tubuh (L) = Berat badan (Kg) x 55%
Perhitungan ini hanya berlaku untuk individu dalam keadaan
keseimbangan air tubuh normal. Pada keadaan dehidrasi berat, air tubuh
total berkurang sekitar 10% maka pada keadaan dehidrasi berat air tubuh
total dihitung
Jumlah air tubuh total (L) = 0,9 x Berat badan (Kg) x 55%
b. Distribusi cairan
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
1) Cairan intraselular
Cairan yang terkandung diantara sel disebut cairan intraselular. Cairan
intrasel (CIS) ditemukan berada didalam sel-sel tubuh. Pada orang dewasa,
sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraseluler (sekitar
27 liter rata-rata untuk orang dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
Kg), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan
cairan intraselular
2) Cairan ekstraselular
Cairan yang berada diluar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat dicairan ekstraselular. Setelah usia
1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai dengan sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat badan rata-rata 70 Kg. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi :
 Cairan interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-
12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh. Volume ISF adalah sekitar 2
kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.
 Cairan intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L
dimana liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah,
sel darah putih dan platelet.
 Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaa. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler
adalah sekitar 1 L, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan
keluar dari ruang transeluler.
Cairan ekstrasel berperan sebagai pengantar semua keperluan sel (nutrien,
oksigen, berbagai io, tracemierals dan regulator hormon/molekul).
c. Fungsi cairan
Menurut Tarwoto 2006, ada 5 fungsi cairan yaitu :
1) Sebuah medium untuk reaksi metabolik didalam sel.
2) Sebuah pengangkut gizi, produk sisa, dan zat lain ke sel.
3) Sebuah pelumas antar organ
4) Sebagai penyekat dan penyerap guncangan
5) Sebuah cara dalam mengatur dan mempertahankan suhu tubuh.

9. Konsentrasi Cairan Tubuh


a. Osmolaritas
Osmolalitas adalah konsentrasi larutan atau partikel terlarut per liter
larutan, osmolaritas ditentukan oleh konsentrasi zat terlarut total didalam
kompartemen cairan dan diukur sebagai bagian dari zat terlarut perkilogram air.
Dengan demikian osmolaritas menciptakan tekanan osmotic sehingga
mempengaruhi pergerakan cairan (Vaughans.2013)
b. Tonisitas
Tonisitas merupakan osmolalitas yang menyebabkan pergerakan air dari
kompartemen yang lain. Menurut Soegianto (2002) Beberapa istilah yang terkait
dengan tonisitas adalah sebagai berikut :
1) Larutan isotonik memiliki osmolalitas yang sama dengan cairan tubuh. Salin
normal, natrium klorida 0,9% yang merupakan sebuah larutan isotonik.
2) Larutan hipertonik memiliki osmolalitas yang lebih tinggi dibandingkan
cairan tubuh; natrium klorida 3% merupakan larutan hipertonik.
3) Larutan hipotonik seperti salin normal (nantrium klorida 0,45%), sebaliknya.

10. Tekanan Cairan


Perbedaan lokasi antara di interstitial pada ruang vaskular menimbulkan tekanan
cairan yaitu tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik atau osmotic koloid. Tekanan
hidrostatik adalah teakanan yang disebabkan karena volume cairan dalam pembuluh
darah akibat kerja dari organ tubuh. Tekanan onkotik merupakan tekanan yang
disebabkan karna protein (Tarwoto,2006).

11. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh


Pergerakan cairan tubuh (hidrodinamik) mencakup penyerapan air di usus, masuk
kepembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh.
Menurut Hidayat (2012), Metode pergerakan elektrolit dan zat terlarut lain adalah
dengan cara osmosis, difusi,filtrasi dan transpor aktif:
a. Osmosis
Osmosis adalah pergerakan air menembus membran sel, dari larutan yang
berkonsentrasi tinggi, dengan kata lain, air bergerak menuju zat terlarut yang
berkonsentrasi lebih tinggi sebagai upaya untuk menyeimbangkan konsentrasi.
b. Difusi
Difusi merupakan percampuran kontinu beberapa molekul di dalam cairan, gas
atau zat padat yang disebabkan oleh pergerakan molekul secara acak. Kecepatan
difusi zat bervariasi sesuai dengan ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan suhu
larutan.
c. Filtrasi
Filtrasi merupakan sebuah proses pergerakan cairan dan zat terlarut secara
bersama menyembrangi sebuah membran dari satu kompartemen ke
kompartemen yang lain. Pergerakan terjadi dari area bertekanan tinggi ke area
bertekanan rendah.
d. Transpor aktif
Zat dapat bergerak menyebrangi membran sel dari larutan berkonsentrasi rendah
ke larutan berkonsentrasi tinggi dengan sebuah transfor aktif. Proses ini terutama
penting dalam mempertahankan perbedaan konsentrasi ion natrium dan kalium
didalam CIS dan CES.

12. Keseimbangan Cairan


Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake dan output. Pemasukan cairan
berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1800-
2500ml/hari. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1200-
1500ml/hari, feses 100ml, paru-paru 300-500ml, dan kulit 600-800ml

13. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


a. Usia
Bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan cairan yang jauh lebih
besar dibandingkan orang dewasa karena laju metabolisme mereka lebih tinggi
meningkatkan kehilangan cairan
b. Jenis kelamin dan ukuran tubuh.
Air tubuh total dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran tubuh. Karena sel
lemak mengandung lebih sedikit atau sama sekali tidak mengandung air dan
jaringan tanpa lemak memiliki kandungan air lebih tinggi.
c. Temperatur lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan
NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 gram/hari.
d. Gaya hidup
1) Diet : pada saat tubuh kekurangan nutrisi tubuh akan memecah cadangan
energi
2) Stress : dapat meningkatkan metabolisme selular, kadar konsentrasi glukosa
darah, dan kadar katekolamin, stress dapat meningkatkan produksi ADH, yang
pada gilirannya menurunkan produksi urin.
e. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal, dan jantung, gangguan
hormon akan mengganggu keseimbangan (Vaughans, 2013)

14. Pengaturan Keseimbangan Cairan


a. Rasa dahaga
Mekanisme rasa dahaga :
1) Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya
menimbulkan produksi angiostensin II yang dapat dapat merangsang
hipotalamus untuk melepaskan supstratneural yang bertanggung jawab
terhadap sensasi haus.
2) Osmoreseptor dihipotalamus mendeteksi peningkatan osmotic dan
mengantisivasi jaringan syaraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa dahaga.
b. Antidiuretik hormon (ADH)
Hormon yang mengatur sekresi dari ginjal, disintesis dibagian anterior
hipotalamus dan bekerja pada duktus kolektivus nefron.
c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal untuk
meningkatkan absorbsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan
konsentrasi kalium, natrium serum, dan sistem renin-angiotensin serta sangat
efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.
d. Prostaglain
Prostagladin adalah asam lemak alami yang terdapat dalam banyak jarigan dan
berfungsi dalam merespon radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus
dan mobilitas gastrointestinal. Dalam ginjal prostagladin berperan mengatur
sirkulasi ginjal, respon natrium, dan efek ginjal pada ADH
e. Glukokortikoid
Meningkatkan responsi natrium dan air, sehingga volume darah naik dan terjadi
retensi natrium. Perubahan kadar glukortikoid menyebabkan perubahan pada
keseimbangan olume darah (Kozier, 2010).

15. Cara Pengeluaran Cairan


Menurut Tarwoto 2006, Pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ seperti :
a. Ginjal
1) Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter
darah untuk disaring setiap hari.
2) Produksi urin untuk semua usia 1 ml/Kg/jam.
3) Jumlah urin yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan
aldosteron.
b. Kulit
1) Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat.
2) Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur
lingkungan yang meningkat dan demam
3) Disebut juga isensibel water loss (IWL) sekitar 15-20ml/jam.
c. Paru-paru
1) Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari
2) Meningkatkan cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan
kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.
d. Gastrointestinal
1) Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari
sekitar 100-200 ml.
2) Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/Kg/BB/24 jam, dengan
kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan temperatur 1 derajat Celcius.

16. Pengaturan Elektrolit


a. Natrium (Na+)
1) Merupakan kation yang terbanyak dicairan ekstrasel dan merupakan
kontributor utama terhadap osmolalitas serum.
2) Na+ mempengaruhi keseimbangan air, hantaran impuls saraf, dan kontraksi
otot
3) Sodium diatr oleh intake garam, aldosterone dan pengeluaran urin. Normalnya
sekitar 135-148 mEq/Liter
b. Kalium (K+)
1) Kalium merupakan kation utama didalam intrasel.
2) Kalium sangat penting pengaturan elektrolit
3) Berfungsi sebagai eskatibilitas neorumuskular dan kontraksi otot.
4) Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesis protein, pengaturan
keseimbangan asam basa, karena ion K+ dapat diubah menjadi ion hidrogen.
Nilai normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/liter
c. Kalsium
1) Sebagian besar kalium didalam tubuh berada didalam sistem rangka, relatif
sedikit berada di dalam cairan ekstrasel
2) Kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid.
3) Hormon paratidroid mengabsorbsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi
melalui ginjal.
4) Hormon tirokkalsitonim menghambat penyerapan Ca+
d. Magnesium (Mg2+)
1) Magnesium ditemukan didalam tulang rangka dan cairan intrasel
2) Magnesium berfungsi untuk metabolisme intrasel, yang terutama terlibat
dalam produksi dan penggunaan ATP.
e. Klorida (Cl)
1) Klrorida merupakan anion utama dalam CES
2) Klorida merupakan komponen utama asam lambung sebagai asam
hidroklorida (HCl) dan terlibat dalam pengaturan keseimbangan asam basa.
f. Fosfat PO⁴⁻

1) Merupakan anion utama dalam cairan intrasel

2) Terdapat dalam CE, tulang otot rangka dan jaringan saraf. Anak-anak
memiliki kadar fosfat yang lebih tinggi dibanding orang dewasa.

3) Berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular, metabolisme


karbohidrat, dan pengaturan asam basa

4) Pengaturan oleh hormon paratiroid.

g. Bikarbonat HCO3⁻

1) Bikarbonat terdapat dalam cairan intrasel dan ekstrasel

2) Bikarbonat berfungsi untuk mengatur keseimbangan asam basa sebagai


komponen esensial dan sistem buffer asam karbonat dan bikarbonat, kadar
bikarbonat diatur oleh ginjal (Lowry, 2014).

16. Masalah Keseimbangan Cairan


a. Hipovolemia
Kondisi dimana kekurangan cairan tubuh yang disebabkan oleh asupan
yang tidak memadai atau kehilangan berlebihan. Kehilangan cairan berlebihan
dapat terjadi ketika muntah, diare, perdarahan, penggunaan diuretik berlebih,
trauma karena sakit ginjal, kekurangan aldostero dan melepuh akibat luka bakar
dan askites. Hipovolemia yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal
akut (Vaughans, 2013).
b. Hipervolemia
Kondisi dimana kelebihan cairan disebabkan oleh asupan berlebihan atau
berkurangnya ekskresi cairan. Kondisi yang menyebabkan menurunnya eksresi
cairn antara lain gagal jantung penyakit renal, kelainan endokrin, dan terkadang
kelainan sistem saraf pusat dan pulmonai.

17. Ketidakseimbangan Asam Basa


Pada keadaan normal pH serum darah dipertahankan sekitar 7,35-7,45 agar
aktivitas sel dan reaksi kimia dapat berjalan secara optimal. Keseimbangan asam basa
ditentukan oleh adanya kadar ion hidrogen dalam cairan intrasel maupun ekstrasel.
Ion hidrogen adalah hasil akhir dari katabolisme karbohidrat, lemak, dan protein serta
penguraian dari asam karbonat (H2CO3) yang merupakan senyawa CO2 dengan air.
Jika kadar pH kurang dari 7,35 disebut asidosis, sedangkan, jika pH lebih dari asam
atau kekurangan bikarbonat dalam larutan tubuh.
Menurut Tarwoto, Keseimbangan asam basa diklasifikasikan menjadi asidosis
metabolic, asidosis respiratorik, alkalosis respiratoric.
a. Asidosis respiratorik
Disebabkan karena kegagalan sistem pernapasan dalam membuang CO2
dari cairan tubuh. Kerusakan pernapasan, peningkatan pCO2 arteri diatas
45mmHg dengan penurunan pH<7,35
Penyebab : penyakit obstruksi, restriksi paru, polimielitis, penurunan
aktivitas pusat pernapasan (trauma kepala, perdarahan, narkotik, anastesi, dan
lain-lain
b. Alkalosis respiratorik
Disebabkan karna kehilangan CO2 dari paru-paru pada kecepatan yang
lebih tinggi dalam produksinya dalam jaringan. Hal ini menimbulkan pCO2 arteri
<35 mmHg, pH7,45. Penyebab : hiperventilasi alveolar, ansietas, demam,
meningitis, keracunan aspirin, pneumoni, dan emboli paru
c. Asidosis metabolik
Terjadi akibat akumulasi abnormal pixed acid atau kehilangan basa pH
arteri <7,35, HCO3 menurun dibawah 22 mEq/liter
Gejala : pernapasan kusmaul (dalam dan cepat), disorientasi dan koma.
d. Alkalosis metabolik
Disebabkan oleh kehilangan ion hidrogen atau penambahan rasa pada
cairan tubuh. Bikarbonat plasma meningkat >26 mEq/liter dan pH arteri > 7,45.
Penyebab ; mencerna sebagian besar basa (misalnya BaHCO3, antasida,
soda kue) untuk mengatasi ulkus peptikum atau rasa kembung.

18. Kelainan Elektrolit dan Metabolik


a. Muntah
Muntah adalah ejeksi kuat dari isi lambung, penyebab tersering adalah
gastroenteritis. Pada anak, pikirkan infeksi sistemik, ingesti toksik, apendisitis,
sindroma reye, dan pertusis. Jika muntah adalah gejala satu-satunya, pikirkan
peninggian tekanan intracranial.
b. Diare
Banyak penyebab diare akut dan kronik. Penyebab infeksi mencakup virus
(rotavirus tersering), bakteri (salmonella,shigella, campylobakter tersering, parasit
(giardia, Csriptosporidium), infeksi terlokalisir ditempat lain, terkait antibiotik
dan keracunan makanan khususnya sari buah sindroma, susu iriatif, intoleransi
protein susu, intoleransi laktosa setelah diare infeksi dan radang usus.
c. Dehidrasi
Prinsip umum untuk mengatasi dehidrasi
1) Timbang BB
2) Pastikan menambahkan kehilangan yang sedang berlangsung ke jumlah
rumatan+cairan dan elektrolit pengganti
3) Jika dehidrasi sedang atau berat, berikan bolus cairan awal 20 ml/kg RL atau
NS dalam 20 menit. Ulangi bolus jika respon tidak adekuat.
4) Pada dehidrasi hipotonik dan isotonic, hitung cairan dan elektrolit total
(rumatan+pengganti deficit) untuk 24 jam pertama, berikan separuhnya 8 jam
pertama dan selebihnya dalam 16 jam berikutnya, pada dehidrasi hipertonik,
koreksi deficit cairan dan elektrolit perlahan-lahan dalam 48 jam.
5) Jangan tambahkan kalium ke infuse, keculi jika urine sudah ada. Pengecualian
adalah ketoasidosis diabetic, dimana koreksi hiperglikemiadan asidosis cepat
mengakibatkan hipokalemia.
6) Tambah cairan rumatan sebesar 12% untuk setiap derajat Celcius diatas 37
derajat Celsius.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Cairan


Elektrolit
1. Pengkajian
Ketepatan pengkajian yang dilakukan perawat sangat berpengaruh terhadap kualitas
asuhan keperawatan yang dilakukannya. Terkait dengan gangguan kebutuhan cairan
dan elektrolit, maka ada beberapa aspek yang perlu dikaji oleh perawat antara lain :
a. Riwayat pengkajian.
1) Pemasukan dan pengeluaran cairan dam makanan (oral, parenteral)
2) Tanda umum masalah elektrolit
3) Tanda kekurangan dan kelebihan cairan.
4) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan
elektrolit.
5) Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status cairan
6) Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial
7) Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu pengobatan.
b. Pengukuran klinik
1) Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya berat badan menunjukkan adanya masalah
keseimbangan cairan :
 Ringan : lebih kurang 2%
 Sedang : lebih kurang 5%
 Berat : lebih kurang 10%
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
2) Keadaaan umum
 Pengukuran tanda vital seperti temperatur, tekanan darah, nadi, dan
pernapasan
 Tingkat kesadaran
3) Pengukuran pemasukan cairan
 Cairan oral: NGT dan oral
 Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV
 Makanan yang cendurng mengandug air
 Irigrasi kateter atau NGT
4) Pengukuran pengeluran cairan
 Urine : Volume, kejernihan atau kepekatan
 Fesec : jumlah dan konsistensi
 Muntah
 Tube drainase
 IWL
5) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada:
 Integument: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani
dan sensani rasa
 Kardivaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan
bunyi jantung
 Mata: cekung air mata kering
 Neurologi: reflex, gangguan motoric dan sensorik, tingkat kesadaran
 Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah,
bising uus
6) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, Ph, berat, jenis urine dan analisis gas
darah

2. Analisa data
Data dasar adalah untuk mengindividualiskan rencana asuhan keperawatan,
mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan perawatan untuk klien.
Pengumpulan data harus berhubungan dengan masalah kesehatan tertentu dengan
kata lain pengajian harus relevan.
Pengumpulan data yang tidak akurat, tidak lengkap, atau tidak sesuai mengarah
pada identifikasi kebutuhan keperawatan klien yang tidak tepat dan akibatnya
diagnosa keperawatan yang dibuat menjadi tidak akurat, tidak lengkap atau tidak
sesuai.data yang tidak akurat terjadi bila perawat tidak berhasil mengumpulkan
informasi yang relevan dengan area spesifik atau jika perawat tidak tertur atau tidak
terampildalam teknik pengkajian.

3. Rumusan masalah
Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien.
Bila data pengkajian mulai menunjukkan masalah, perawat diarahkan pada pemilihan
diagnosa keperawatan. Beberapa diagnosis keperawatan akan tampak dengan jelas
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang saksama. Diagnosis utama yang cocok
untuk bayi atau anak diuraikan dalam rencana asuhan keperawatan. Diagnosis lainnya
akan terbukti berdasarkan usia, kondisi, dan etiologi diare.
4. Perencanan
Fase ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan, selama fase ini
diagnosis diprioritaskan, tujuan dan kriteria hasil disusun, intervensi diidentifikasi,
dan sebuah rencana asuhan tertulis dikembangkan. Berikut ini merupakan tujuan yang
akan dicapai pada bayi atau anak yang mengalami dehidrasi dan bagi keluarganya:
a. Bayi atau anak akan mempertahankan hidrasi yang memadai
b. Bayi atau anak akan mempertahankan status nutrisi yang tepat menurut usia.
c. Keluarga akan mendapat dukungan dan penyuluhan yang tepat.

5. Implementasi
Merupakan fase proses keperawatan dimana rencana diterapkan dalam tindakan.
implementasi melibatkan penilaian yang berkesinambungan mengenai situasi untuk
memprioritaskan secara tepat dan membuat modifikasi saat diperlukan.
Penatalaksanaan sebagian besar kasus diare akut dapat dilaksanakan dirumah dengan
pemberian pendidikan yang benar kepada keluarga tentang penyebab diare,
komplikasi yang potensial, dan terapi yang tepat. Keluarga diajarkan untuk memantau
tanda-tanda dehidrasi, khususnya jumlah popok yang basah atau frekuensi berkemih;
memantau cairan yang masuk lewat mulut; dan menilai frekuensi defekasi serta
jumlah cairan yang hilang lewat feses. Jika anak diare akut dan dehidrasi di rumah
sakit, penimbangan berat badannya harus dikerjakan dengan akurat disamping
dilakukannya pemantauan asupan dan haluaran cairan yang cermat. Anak dapat
memperoleh terapi cairan parenteral tanpa pemberian apapun lewat mulut (puasa)
selama 12 sampai 48 jam. Pemantauan pemberian cairan infus merupakan fungsi
primer keperawatan, dan perawat harus yakin bahwa cairan serta elektrolit yang
diberikan lewat infus tersebut sudah memiliki konsentrasi yang benar; kecepatan
tetesan harus diatur untuk memberikan cairan dengan colume yang dikehendaki
dalam periode tertentu dan lokasi pemberian infus harus dijaga

6. Evaluasi
Fase kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam proses keperawatan,
evaluasi umumnya merupakan penentuan dari efektivitas rencana asuhan terhadap
seorang pasien.
Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan ditunjukkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan dan
pengeluaran, nilai elektrolit dalam batas normal, berat badn sesuai dengan tinggi
badan atau tidak ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema, dan lain
sebagainya (Hidayat, 2012).

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN GEA DI RUANG


RAWAT INAP SAKURA RS IMC BINTARO
DISUSUN OLEH:

Ruth Tiar Nauli Sihombing


NIM : 2021841019

PROGRAM PROFESI NERS STIKES IMC BINTARO

Kompleks RS IMC Jl. Raya Jombang No. 56 Ciputat-

Tangerang Selatan 2022

I. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : An. S
Tanggal lahir : 13-Agustus-2018

Jenis kelamin : Prempuan

Alamat : Jl. Prima no.54 rt/rw 04/07

Kel. Pd kacang timur, Kec. Pd aren Tangsel

Agama : Islam

Tanggal masuk : 17 Juli 22

Tanggal dikaji : 18 Juli 22

Penanggung jawab

Nama : Ny. R

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Prima no.54 rt/rw 04/07

Kel. Pd kacang timur, Kec. Pd aren Tangsel

Hubungan dengan pasien: Ibu kandung

b. Alasan masuk RS
BAB cair >5x bercampur lendir, demam 1 hari, muntah 2x, mual

c. Riwayat kesehatan sekarang


Ibu pasien mengatakan muntah setiap habis makan, demam 1 hari, diare 5x, muntah 2x

d. Riwayat kesehatan dahulu


Tidak ada

e. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada

f. Genogram
Ket:Perempuan: pasien:
Laki-laki: tinggal satu rumah :
g. Riwayat sosial
1) Hubungan dengan keluarga : Hubungan dengan ibu, bapak baik
2) Hubungan dengan teman sebaya : baik
3) Pembawaan secara umum : pada saat komunikasi dengan perawat klien sangat
kooperatif dan mudah akrab
4) Lingkungan rumah : Bersih, aman dan nyaman
h. Kebutuhan dasar
1) Makanan yang disukai / tidak disukai
Klien mengatakan suka nasi goreng, apel, mangga, apel, bubur
2) Pola tidur
Ibu klien mengatakan tidur siang hanya 2-3 jam semenjak sakit dan tidur malam
sekitar 4 jam.
3) Mandi
Klien saat sehat rajin mandi,klien mandi 1 kali sehari tetapi semenjak sakit klien
tidak ada mandi atau hanya di lap dengan waslap basah.
4) Eliminasi BAB BAK
BAB 4x mencret setelah datang ke RS
BAK uang air kecil klien lancar, frekuensi 4-5x sehari, bau pesing,warna kuning,
konsistensi cair dan tidak ada kesulitan BAK

i. Pemeriksaan fisik
Kesadaran :Compos mentis
GCS :E4 M6 V5
TB/BB :12 kg
TD :90/70 mmHg
Rr :22x/menit
Suhu :38,8 ˚C
Nadi :120x/menit
Spo2 :99 %

1) Kepala
a. Rambut
Rambut pendek , rambut warna hitam, tekstur kasar, tidak ada ketombe, tidak
ada benjolan, dan tidak ada pembengkakan pada kepala
b. Mata
Bentuk simetris kanan dan kiri, konjungtiva berwarna merah muda, sclera
berwarna putih, tidak terdapat oedema, bentuk pupil isokor, reflek pada
cahaya meosis.
c. Telinga
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran.
d. Hidung
Bersih, bentuk simetris, tidak ada sekresi, tidak ada polip, tidak ada gangguan
penciuman.
e. Mulut dan Gigi
Bersih, mukosa bibir kering cenderung pecah-pecah, ,gigi rapi, bibir simetris
kiri dan kanan, tidak ada kelainan.
2) Leher
Tidak ada terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tida ada kelainan pada leher.
3) Thorak
Paru - Paru
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak tampak
menggunakan otot bantu penafasan.
Palpasi : Pergerakan dinding dada teratur, traktil fremitus sama, tidak ada oedem

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Irama pernafasan vesikuler

4) Jantung
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, Ictus cordis Terlihat, tidak ada palpitasi
Palpasi : Suara jantung vesikuler
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara antung terdenger S1 S2, lup dup
5) Abdomen
Inspeksi : Perut klien tampak simetris, tidak ada bekas operasi, tidak ada lesi
Auskultasi : Bising usus 30 x/menit
Palpas : ada nyeri tekan, tidak ada oedem atau masa, pembesaran hepar tidak ada
Perkusi : timpani
6) Punggung
tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, tidak ada kelainan pada punggung
7) Ekstremitas
Atas : CRT < 2 detik
Bawah : Klien tidak terpasang kateter
8) Genetalia
Tampak bersih, tidak ada kelainan pada genetalia
9) Integument
Turgor kulit kering, warna sawo matang, turgor jelek
j. Data penunjang
1) Laboratorium
Laboratorium tanggal 17-02-2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.3 10.7 - 14.7 gr/dL
Leukosit 19.0 * 5.5 - 15.5 10^3/uL
Eritrosit 4.66 3.50 - 5.20 10^6/uL
Hematokrit 36 35 - 47 %
Trombosit 357 229 - 553 10^3/uL
HITUNG JENIS
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0* 1–3 %
Netrofil batang 0* 4–6 %
Neutrofil segmen 89 * 40 - 70 %
Limfosit 8* 20 -40 %
Monosit 13 2–4 %
INDEX ERITROSIT
MCV 76 * 80 - 100 f1
MCH 26 26 - 34 pg
MCHC 35 32 - 36 G/ dL
KIMIA DARAH
DIABETES
Gula darah 59 * 60-100 mg/dL
sewaktu
Rontgent Thorax AP/PA tanggal 17 Juli 22
-Cor tidak membesar
- sinuses dan diafragma normal
-fulmo :
Hili normal
Corakan bronkovaskular normal
Tidak tampak becak lunak
Kesan :
- Tidak tampak tanda-tanda TB paru aktif/pneumonia

Laboratorium tanggal 17 Juli 22


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
URINALISA
MAKROSKOPIS
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
KIMIA
Ph 6.0 5.0 - 8.0
Berat jenis 1.030 1.010 - 1.030
Urobilinogen Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Protein / albumin Negatif Negatif
Darah samar Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Positif 2 * Negatif
Nitrit Negatif Negatif
MIKROSKOPIS
Leukosit 1–2 0-4
Eritrosit 0–1 0-1
Sel epitel Positif 1 Positif 1
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Parasit Negatif Negatif

Laboratorium tanggal 17 Juli 22


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
k. Data
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.5 10.7 - 14.7 gr/dL
Leukosit 13.3 5.5 - 15.5 10^3/uL
Hematokrit 36 35 - 47 %
Trombosit 336 229 - 553 10^3/uL
Pengobatan
a) IVFD K3B 15 tpm
b) Odr 2 x 1,2 mg
c) Ranitidine 2 x 12 mg
d) Ceftriaxone 1 x 600

e) Data Fokus
a. Data Subjektif
1) Ibu klien mengatakan bab cair . 5x bercampur lendir
2) Ibu klien mengatakan demam 1 hari
3) Ibu klien mengatakan muntah 2x
4) Ibu klien mengatakan mual
5) Ibu klien mengatakan muntah sehabis makan
b. Data Objektif
1) Klien tampak lemas
TD : 90/70 mmHg P : 22 x/mnt SpO2 : 99%
N: 120x/menit S : 38,8 ˚c
a) Input : 1100 cc
b) Output : 620 cc
c) IWL : 120
d) Balance Cairan : + 480
2) BB klien tidak terjadi penurunan
3) Klien hanya menghabiskan 2 sendok dari porsi yang diberikan
4) Mukosa bibir klien tampak kering
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektroilit berhubungan dengan diare
3. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
4. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

III. ANALISA DATA


NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Hipovolemia (D.0023) Kehilangan cairan Hipovolemia
cairan itravaskuler, aktif (D.0023)
intertisiel, dan atau
intraseluler
Gejala dan tanda mayor
-Subjektif :
(Tidak tersedia)
-Objektif
1. tekanan darah menurun
2. turgor kulit menurun
3. membran mukosa
kering
Gejala dan tanda minor :
-Subjektif
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
-Objektif
1.Suhu tubuh meningkat
2. berat badan turun tiba-
tiba
2 Resiko Kekurangan Resiko
ketidakseimbangan keseimbangan ketidakseimbangan
elektrolit (D. 0037) elektrolit elektrolit (D. 0037)
Berisiko mengalami
perubahan kadar serum
elektrolit

3 Hipertermia (D.0130) Kenaikan suhu tubuh Hipertermia


Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal (D.0130)
diatas rentang normal
tubuh

Gejala dan tanda mayor


-Subjektif :
(Tidak tersedia)

-Objektif :
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal

Gejala dan tanda minor


-Subjektif :
(tidak tersedia)
-Objektif :
1. Kulit merah
2. Kulit terasa
hangat

4. Nyeri akut Kenaikan hasil Nyeri akut


-Subjektif penunjang (D.0077)
1.Mengeluh nyeri (Leukosit : 19.0)
- Objektif
1. Tampak
meringis
2. Bersifat protektif
(misalnya
waspada, posisi
menghindari
nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur

IV. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
1 Hipovolemia (D.0023) Status cairan ( L.03028) Manajemen syok
Penurunan volume cairan kondisi volume cairan hipovolemik
itravaskuler, intertisiel, dan intravaskuler, interstisiel (L.02050)
atau intraseluler dan intraseluler setelah Mengidentifikasi
Gejala dan tanda mayor dilakukan tindakan dan mengelola
-Subjektif : keperawatan selama ketidak mampuan
(Tidak tersedia) 3x24 jam diharapkan tubuh
-Objektif masalah hipovolemia menyediakan
1. tekanan darah menurun teratasi oksigen dan
2. turgor kulit menurun Kriteria hasil : nutrien untuk
3. membran mukosa 1. Tekanan darah mencukupi
kering membaik kebutuhan jaringan
Gejala dan tanda minor : 2. Turgor kulit akibat kehilangan
-Subjektif meningkat cairan /darah
1. Merasa lemah 3. Membran mukos berlebih
2. Mengeluh haus membaik
-Objektif Tindakan
1.Suhu tubuh meningkat Observasi
2. berat badan turun tiba- -Monitor status
tiba kardiopulmonal
(frekuensi dan
kekuatan nadi,
frekuensi napas,
TD, MAP)
-Monitor status
oksigenasi
(oksimetri,nasi,
AGD)
-Monitor status
cairan (masukan
dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
-Periksa tingkat
kesadaran dan
respon pupil

Terapeutik
-Ambil sample
darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan
elektrolit

Kolaborasi
-Kolaborasi
pemberian infus
cairan kristaloid 1-
2 L pada dewasa
-Kolaborasi
pemberian
transfusi darah jika
perlu

2 Resiko ketidakseimbangan Keseimbanga elektrolit Pemantauan


elektrolit (D. 0037) (L.03021) elektrolit
Berisiko mengalami kadar serum elektrolit (I.03122)
perubahan kadar serum dalam batas normal Mengumpulkan
elektrolit setelah dilakukan dan menganalisis
tindakan keperawatan data terkait
selama 3x24 jam regualsi
diharapkan elektroilit keseimbagan
seimbang elektroilit

Kriteria Hasil : Tindakan


1. Serum natrium Observasi
membaik - identifikasi
2. Serm kalium kemungkinan
membaik penyebab
3. Serum klorida ketidakseimbangan
membaik elektrolit
-monitor kadar
elektrolit serum
-monitor mual,
muntah dan diare
-monitor tanda dan
gejala hipokalemia
-monitor tanda dan
gejala
hipernatremia

Terapeutik
-atur interval waktu
peantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
-dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi
-jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
-informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

3 Hipertermia (D.0130) Termoregulasi Dukungan


Suhu tubuh meningkat (L.14134) Pengaturan ventilasi (L.01002)
diatas rentang normal suhu tubuh agar berada Memfasilitasi
tubuh tetap pada rentang dalam
normal. Setelah mempertahankan
Gejala dan tanda mayor dilakukan tindakan pernapasan spontan
-Subjektif : keperawatan selama untuk
(Tidak tersedia) 3x24 jam diharapkan memaksimalkan
hipertermi menurun pertukaran gas di
-Objektif :
paru-paru
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal
Kriteria hasil : Tindakan

1. Menggigil menurun Observasi


Gejala dan tanda minor
-Subjektif : (tidak tersedia) 2. Kulit merah menurun 1. Identifikasi
-Objektif : 3. Takikardi menurun adanya
1. Kulit merah 4. Takipnea menurun kelelahan otot
2. Takikardi 5. Bradikardi menurun bantu napas
3. Takipnea 6. Suhu tubuh membaik 2. Identifikasi efek
4. Kulit terasa 7. Suhu kulit membaik perubahan
hangat 8. Tekanan darah posisi terhadap
membaik status
pernapasan
3. Monitor status
respirasi dan
oksigenasi
(mis.frekuensi
dan kedalaman
napas,
penggunaan
otot bantu
napas, bunyi
napas
tambahan,
saturasi oksigen

Terapeutik
1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
2. Berikan posisi
semi fowler
atau fowler
3. Fasilitasi
mengubah
posisi senyaman
mungkin
4. Berikan
oksigenasi
sesuai
kebutuhan
(mis.nasal
canul, masker
wajah, masker
rebreathing atau
non
rebreathing)

Edukasi
1. Ajarkan
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
2. Ajarkan
mengubah
posisi secara
mandiri
3. Ajarkan teknik
batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator, jika
perlu -
4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Intervensi
keperawatan selama Utama :
3x24 jam, maka Dukungan nyeri
diharapkan tingkat nyeri akut : pemberian
menurun dan control analgetik
nyeri meningkat dengan Observasi:
kriteria hasil : 1. Identifikasi
1. Tidak mengeluh karakteristik nyeri
nyeri (mis, pencetus,
2. Tidak meringis Pereda, kualitas,
3. Tidak bersikap lokasi, intensitas,
protektif frekuensi, durasi)
4. Frekuensi nadi 2. Identifikasi
membaik riwayat alergi obat
5. Melaporkan nyeri 3. monitor tanda2
terkontrol vital sebelum dan
6. Kemampuan sesudah pemberian
menggunakan analgesik
Teknik non- 4. Monitor
farmakologi. efektifitas
analgesic
Terapeutik
1. Diskusikan jenis
analgesic yang
disukai untuk
mencapai analgesic
optimal
2. tetapkan target
efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan
respon pasien
3. Dokumentasikan
respon terhadap
efek analgesic dan
efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
1. jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis analgesic,
sesuai indikasi.

V. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
1 Senin, 18 Juli 2022 1. Mengidentifikasi kemampuan batuk S : Ibu Klien
Jam 15.00 2. Memonitor adanya retensi sputum mengatakan batuk
3. Memonitor tanda dan gejala infeksi sudah berkurang
saluran napas
4. Memonitor pola napas (frekuensi, O : ku/kes : tss/cm
kedalaman, usaha napas) S : 38 0C
5. Mengauskultasi bunyi napas HR : 112 x/mnt
6. Mengatur posisi semi fowler atau RR : 22 x/mnt
fowler SpO2: 98 %
7. Memberikan minum hangat
8. Melakukan fisioterapi dada, jika A : masalah
perlu keperawatan sudah
9. Mengedukasi keluarga untuk teratasi sebagian
melatih nafas dalam
P : Intervensi
dilanjutkan
2 Selasa, 19 Juli 2022 1. Mengidentifikasi penyebab S : Ibu klien
Jam 16.00 hipertermia mengatakan demam
2. Memonitor tanda-tanda vital nya sudah turun
3. Memonitor suhu tubuh anak tiap
dua jam, jika perlu O : akral hangat, nadi
4. Memonitor intake dan output kuat, SPO2 : 98 %,
cairan Suhu : 37 0C
5. Memonitor warna dan suhu kulit PCT drip 120 mg/4
6. Memonitor komplikasi akibat jam
hipertermia
A : masalah
7. Menyediakan lingkungan yang
keperawatan teratasi
dingin
sebagian
8. Meningkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
P : Intervensi
9. Menganjurkan tirah baring
dilanjutkan
10. Menganjurkan memperbanyak
minum
11. Mengkolaborasi pemberisn
antibiotik, jika perlu.
3 Rabu, 20 Juli 2022 1. Memonitor asupan makanan S : Ibu klien
Jam 16.00 2. Memonitor berat badan mengatakan makan
3. Memonitor hasil pemeriksaan sudah mau
laboratorium O : porsi makan habis,
4. Memberikan makanan rendah SPO2 : 98 %,
protein dan rendah garam HR : 112 x/mnt, RR :
5. Menganjurkan posisi duduk, jika 22 x/mnt, S : 36 0C
mampu A : masalah
6. Mengkolaborasi dengan gizi untuk keperawatan teratasi
menentukan jumlah kalori dan jenis sebagian
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu P : intervensi
dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai