DISUSUN OLEH:
NIM : 201841019
PENDAHULUAN
BAB 2
PENGELOLAAN KASUS
2. Patofisiologi
Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Dengan demikian, penularan
penyakit tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang
tertular (terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang
sama. Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita
sakit tuberculosis. Droplet yang mengandung basil tuberculosis yang 11 dihasilkan
dari batuk dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada
atau tidaknya sinar matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam
suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan
berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan
masuk ke system pernapasan dan terdampar pada dinding system pernapasan. Droplet
besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil
akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada predileksi lokasi
terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis akan
membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberculosis
tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi
tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah
limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, sehingga
berkurang atau tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena
fungsi dari macrofage adalah membunuh kuman atau basil apabila prosesini berhasil
dan macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan
meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu maka kuman tersebut
akan bersarang di dalam jaringan paruparu dengan membentuk tuberkel (biji-biji kecil
sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan bertambah besar dan bergabung
menjadi satu dan lama-lama akan timbul perkejuan di tempat tersebut. Apabila
jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan
pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe). (Djojodibroto,
2018).
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak
nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2 bagian
yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2016).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul
gejala demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan
menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi 8
peradangan (inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat
dan terjadilah demam.
b. Malaise Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-
pegal, penurunan berat badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul
peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3
minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk darah Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari
pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa garis atau
bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang banyak.
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
c. Sesak nafas Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika
penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena adanya hal
lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid &
Imam,2013). d. Nyeri dada 9 Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila
yang dirasakan berada pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat
lain seperti leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang
dirasakan akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau
(Smeltzer & Bare,2017).
4. Penatalaksanaan Medis
Tuberculosis paru terutama diobati dengan agens kemoterapi selama periode 6-12
bulan digunkan : isoniazid (INH), Rifampin (RIF), Streptomisin (SM), Etambutol
(EMB) dan Pirasinamid (PZA).
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis paru yang baru
didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, terutama INH, RIF, PZA selama 4
bulan dengan IN dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).
5. Pathway TB
6. Patofisiologi
Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB
paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini mengandung basil TB dan
ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di udara. Droplet nuclei
ini mengandung basil TB. Saat Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi
paruparu maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular.
Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto
rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelanbanyakbakteri; limpospesifik-tuberkulosis
melisis (menghancurkan) 12 basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, yang
menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah
pemajanan. Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil
yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan -jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk
skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karna
gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga
aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel
ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian
menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel
yang menyerang membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2016), komplikasi yang muncul pada TB paru yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang mengakibatkan
kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan pernafasan.
2) Terdapat dalam CE, tulang otot rangka dan jaringan saraf. Anak-anak
memiliki kadar fosfat yang lebih tinggi dibanding orang dewasa.
g. Bikarbonat HCO3⁻
2. Analisa data
Data dasar adalah untuk mengindividualiskan rencana asuhan keperawatan,
mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan perawatan untuk klien.
Pengumpulan data harus berhubungan dengan masalah kesehatan tertentu dengan
kata lain pengajian harus relevan.
Pengumpulan data yang tidak akurat, tidak lengkap, atau tidak sesuai mengarah
pada identifikasi kebutuhan keperawatan klien yang tidak tepat dan akibatnya
diagnosa keperawatan yang dibuat menjadi tidak akurat, tidak lengkap atau tidak
sesuai.data yang tidak akurat terjadi bila perawat tidak berhasil mengumpulkan
informasi yang relevan dengan area spesifik atau jika perawat tidak tertur atau tidak
terampildalam teknik pengkajian.
3. Rumusan masalah
Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien.
Bila data pengkajian mulai menunjukkan masalah, perawat diarahkan pada pemilihan
diagnosa keperawatan. Beberapa diagnosis keperawatan akan tampak dengan jelas
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang saksama. Diagnosis utama yang cocok
untuk bayi atau anak diuraikan dalam rencana asuhan keperawatan. Diagnosis lainnya
akan terbukti berdasarkan usia, kondisi, dan etiologi diare.
4. Perencanan
Fase ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan, selama fase ini
diagnosis diprioritaskan, tujuan dan kriteria hasil disusun, intervensi diidentifikasi,
dan sebuah rencana asuhan tertulis dikembangkan. Berikut ini merupakan tujuan yang
akan dicapai pada bayi atau anak yang mengalami dehidrasi dan bagi keluarganya:
a. Bayi atau anak akan mempertahankan hidrasi yang memadai
b. Bayi atau anak akan mempertahankan status nutrisi yang tepat menurut usia.
c. Keluarga akan mendapat dukungan dan penyuluhan yang tepat.
5. Implementasi
Merupakan fase proses keperawatan dimana rencana diterapkan dalam tindakan.
implementasi melibatkan penilaian yang berkesinambungan mengenai situasi untuk
memprioritaskan secara tepat dan membuat modifikasi saat diperlukan.
Penatalaksanaan sebagian besar kasus diare akut dapat dilaksanakan dirumah dengan
pemberian pendidikan yang benar kepada keluarga tentang penyebab diare,
komplikasi yang potensial, dan terapi yang tepat. Keluarga diajarkan untuk memantau
tanda-tanda dehidrasi, khususnya jumlah popok yang basah atau frekuensi berkemih;
memantau cairan yang masuk lewat mulut; dan menilai frekuensi defekasi serta
jumlah cairan yang hilang lewat feses. Jika anak diare akut dan dehidrasi di rumah
sakit, penimbangan berat badannya harus dikerjakan dengan akurat disamping
dilakukannya pemantauan asupan dan haluaran cairan yang cermat. Anak dapat
memperoleh terapi cairan parenteral tanpa pemberian apapun lewat mulut (puasa)
selama 12 sampai 48 jam. Pemantauan pemberian cairan infus merupakan fungsi
primer keperawatan, dan perawat harus yakin bahwa cairan serta elektrolit yang
diberikan lewat infus tersebut sudah memiliki konsentrasi yang benar; kecepatan
tetesan harus diatur untuk memberikan cairan dengan colume yang dikehendaki
dalam periode tertentu dan lokasi pemberian infus harus dijaga
6. Evaluasi
Fase kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam proses keperawatan,
evaluasi umumnya merupakan penentuan dari efektivitas rencana asuhan terhadap
seorang pasien.
Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan ditunjukkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan dan
pengeluaran, nilai elektrolit dalam batas normal, berat badn sesuai dengan tinggi
badan atau tidak ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema, dan lain
sebagainya (Hidayat, 2012).
LAPORAN KASUS
I. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : An. S
Tanggal lahir : 13-Agustus-2018
Agama : Islam
Penanggung jawab
Nama : Ny. R
b. Alasan masuk RS
BAB cair >5x bercampur lendir, demam 1 hari, muntah 2x, mual
f. Genogram
Ket:Perempuan: pasien:
Laki-laki: tinggal satu rumah :
g. Riwayat sosial
1) Hubungan dengan keluarga : Hubungan dengan ibu, bapak baik
2) Hubungan dengan teman sebaya : baik
3) Pembawaan secara umum : pada saat komunikasi dengan perawat klien sangat
kooperatif dan mudah akrab
4) Lingkungan rumah : Bersih, aman dan nyaman
h. Kebutuhan dasar
1) Makanan yang disukai / tidak disukai
Klien mengatakan suka nasi goreng, apel, mangga, apel, bubur
2) Pola tidur
Ibu klien mengatakan tidur siang hanya 2-3 jam semenjak sakit dan tidur malam
sekitar 4 jam.
3) Mandi
Klien saat sehat rajin mandi,klien mandi 1 kali sehari tetapi semenjak sakit klien
tidak ada mandi atau hanya di lap dengan waslap basah.
4) Eliminasi BAB BAK
BAB 4x mencret setelah datang ke RS
BAK uang air kecil klien lancar, frekuensi 4-5x sehari, bau pesing,warna kuning,
konsistensi cair dan tidak ada kesulitan BAK
i. Pemeriksaan fisik
Kesadaran :Compos mentis
GCS :E4 M6 V5
TB/BB :12 kg
TD :90/70 mmHg
Rr :22x/menit
Suhu :38,8 ˚C
Nadi :120x/menit
Spo2 :99 %
1) Kepala
a. Rambut
Rambut pendek , rambut warna hitam, tekstur kasar, tidak ada ketombe, tidak
ada benjolan, dan tidak ada pembengkakan pada kepala
b. Mata
Bentuk simetris kanan dan kiri, konjungtiva berwarna merah muda, sclera
berwarna putih, tidak terdapat oedema, bentuk pupil isokor, reflek pada
cahaya meosis.
c. Telinga
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran.
d. Hidung
Bersih, bentuk simetris, tidak ada sekresi, tidak ada polip, tidak ada gangguan
penciuman.
e. Mulut dan Gigi
Bersih, mukosa bibir kering cenderung pecah-pecah, ,gigi rapi, bibir simetris
kiri dan kanan, tidak ada kelainan.
2) Leher
Tidak ada terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tida ada kelainan pada leher.
3) Thorak
Paru - Paru
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak tampak
menggunakan otot bantu penafasan.
Palpasi : Pergerakan dinding dada teratur, traktil fremitus sama, tidak ada oedem
Perkusi : Sonor
4) Jantung
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, Ictus cordis Terlihat, tidak ada palpitasi
Palpasi : Suara jantung vesikuler
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara antung terdenger S1 S2, lup dup
5) Abdomen
Inspeksi : Perut klien tampak simetris, tidak ada bekas operasi, tidak ada lesi
Auskultasi : Bising usus 30 x/menit
Palpas : ada nyeri tekan, tidak ada oedem atau masa, pembesaran hepar tidak ada
Perkusi : timpani
6) Punggung
tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, tidak ada kelainan pada punggung
7) Ekstremitas
Atas : CRT < 2 detik
Bawah : Klien tidak terpasang kateter
8) Genetalia
Tampak bersih, tidak ada kelainan pada genetalia
9) Integument
Turgor kulit kering, warna sawo matang, turgor jelek
j. Data penunjang
1) Laboratorium
Laboratorium tanggal 17-02-2022
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.3 10.7 - 14.7 gr/dL
Leukosit 19.0 * 5.5 - 15.5 10^3/uL
Eritrosit 4.66 3.50 - 5.20 10^6/uL
Hematokrit 36 35 - 47 %
Trombosit 357 229 - 553 10^3/uL
HITUNG JENIS
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0* 1–3 %
Netrofil batang 0* 4–6 %
Neutrofil segmen 89 * 40 - 70 %
Limfosit 8* 20 -40 %
Monosit 13 2–4 %
INDEX ERITROSIT
MCV 76 * 80 - 100 f1
MCH 26 26 - 34 pg
MCHC 35 32 - 36 G/ dL
KIMIA DARAH
DIABETES
Gula darah 59 * 60-100 mg/dL
sewaktu
Rontgent Thorax AP/PA tanggal 17 Juli 22
-Cor tidak membesar
- sinuses dan diafragma normal
-fulmo :
Hili normal
Corakan bronkovaskular normal
Tidak tampak becak lunak
Kesan :
- Tidak tampak tanda-tanda TB paru aktif/pneumonia
e) Data Fokus
a. Data Subjektif
1) Ibu klien mengatakan bab cair . 5x bercampur lendir
2) Ibu klien mengatakan demam 1 hari
3) Ibu klien mengatakan muntah 2x
4) Ibu klien mengatakan mual
5) Ibu klien mengatakan muntah sehabis makan
b. Data Objektif
1) Klien tampak lemas
TD : 90/70 mmHg P : 22 x/mnt SpO2 : 99%
N: 120x/menit S : 38,8 ˚c
a) Input : 1100 cc
b) Output : 620 cc
c) IWL : 120
d) Balance Cairan : + 480
2) BB klien tidak terjadi penurunan
3) Klien hanya menghabiskan 2 sendok dari porsi yang diberikan
4) Mukosa bibir klien tampak kering
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektroilit berhubungan dengan diare
3. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
4. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
-Objektif :
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal
IV. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
1 Hipovolemia (D.0023) Status cairan ( L.03028) Manajemen syok
Penurunan volume cairan kondisi volume cairan hipovolemik
itravaskuler, intertisiel, dan intravaskuler, interstisiel (L.02050)
atau intraseluler dan intraseluler setelah Mengidentifikasi
Gejala dan tanda mayor dilakukan tindakan dan mengelola
-Subjektif : keperawatan selama ketidak mampuan
(Tidak tersedia) 3x24 jam diharapkan tubuh
-Objektif masalah hipovolemia menyediakan
1. tekanan darah menurun teratasi oksigen dan
2. turgor kulit menurun Kriteria hasil : nutrien untuk
3. membran mukosa 1. Tekanan darah mencukupi
kering membaik kebutuhan jaringan
Gejala dan tanda minor : 2. Turgor kulit akibat kehilangan
-Subjektif meningkat cairan /darah
1. Merasa lemah 3. Membran mukos berlebih
2. Mengeluh haus membaik
-Objektif Tindakan
1.Suhu tubuh meningkat Observasi
2. berat badan turun tiba- -Monitor status
tiba kardiopulmonal
(frekuensi dan
kekuatan nadi,
frekuensi napas,
TD, MAP)
-Monitor status
oksigenasi
(oksimetri,nasi,
AGD)
-Monitor status
cairan (masukan
dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
-Periksa tingkat
kesadaran dan
respon pupil
Terapeutik
-Ambil sample
darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan
elektrolit
Kolaborasi
-Kolaborasi
pemberian infus
cairan kristaloid 1-
2 L pada dewasa
-Kolaborasi
pemberian
transfusi darah jika
perlu
Terapeutik
-atur interval waktu
peantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
-dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
-jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
-informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
Terapeutik
1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
2. Berikan posisi
semi fowler
atau fowler
3. Fasilitasi
mengubah
posisi senyaman
mungkin
4. Berikan
oksigenasi
sesuai
kebutuhan
(mis.nasal
canul, masker
wajah, masker
rebreathing atau
non
rebreathing)
Edukasi
1. Ajarkan
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
2. Ajarkan
mengubah
posisi secara
mandiri
3. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator, jika
perlu -
4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Intervensi
keperawatan selama Utama :
3x24 jam, maka Dukungan nyeri
diharapkan tingkat nyeri akut : pemberian
menurun dan control analgetik
nyeri meningkat dengan Observasi:
kriteria hasil : 1. Identifikasi
1. Tidak mengeluh karakteristik nyeri
nyeri (mis, pencetus,
2. Tidak meringis Pereda, kualitas,
3. Tidak bersikap lokasi, intensitas,
protektif frekuensi, durasi)
4. Frekuensi nadi 2. Identifikasi
membaik riwayat alergi obat
5. Melaporkan nyeri 3. monitor tanda2
terkontrol vital sebelum dan
6. Kemampuan sesudah pemberian
menggunakan analgesik
Teknik non- 4. Monitor
farmakologi. efektifitas
analgesic
Terapeutik
1. Diskusikan jenis
analgesic yang
disukai untuk
mencapai analgesic
optimal
2. tetapkan target
efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan
respon pasien
3. Dokumentasikan
respon terhadap
efek analgesic dan
efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
1. jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis analgesic,
sesuai indikasi.