Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN GASTROENTERITIS


(GEA) DI RS IMC BINTARO RUANGAN MELATI-B

DISUSUN OLEH:

Jinni, S

NIM : 202107095

PROGRAM PROFESI NERS STIKES IMC BINTARO

Kompleks RS IMC Jl. Raya Jombang No. 56 Ciputat-

Tangerang Selatan 2021


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (Mattaqin & Kumala, 2011).
Gastroenteristis akut yang ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus muntah-
muntah yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang
air besarnya lebih dari 3 – 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi
masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal
tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat
belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara
eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau
konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya.
Kadang – kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.
Penyebab utama kematian yang disebabkan oleh diare adalah karena dehidrasi
sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui feses. Dasar dari semua diare
adalah gangguan transportasi, larutan usus akibat perpindahan air melalui membrane usus
berlangsung pasif dan hal ini ditentukan oleh aliran dan larutan secara aktif maupun pasif,
terutama natrium klorida dan glukosa. Dalam tubuh individu yang sehat sekitar 69% dari
barat badannya terdiri dari air dan secara umum dianggap terdapat dalam dua
kompartemen utama yakni cairan intraselular dan ekstraselular. Kompartemen cairan
ekstraselular dapat dibagi lagi menjadi cairan interstisial dan intravascular.
Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian homeostasis keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh, cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air
(pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika dalam larutan cairan dan
elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan dan minuman dan cairan intravena (IV)
dan distribusi kebagian seluruh tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti dari air
tubuh total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan
elektrolit saling bergantung satu sama lainnya, jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh dengan yang lainnya (Daniel, 2013).
Terapi pertama yang dilakukan bagi bayi dan anak-anak yang menderita diare akut
dan dehidrasi oral (oral dehydration therapy,ORT) atau pemberian oralit. Pemakaian
oralit merupakan salah satu kemajuan dalam bidang pelayanan kesehatan di dunia selama
dawarsa yang lalu. Cara ini dipandang lebih efektif, lebih aman, tidak memberikan rasa
nyeri, dan juga biasanya lebih murah dibandingkan dengan terapi intravena (pemberian
infus). Sebagai hasilnya, American acade-my of pediatrics, World Health organization
(WHO) dan Cennters for disease Control and Prevention merekomendasikan penggunaan
oralit sebagai terapi pilihan bagi sebagian besar kasus dehidrasi karena diare (American
Academy of Pediatrics, 1996; Gastanadudy da Begue, 1999; Hugger, Harkles dan
Rentschler, 1998;lasche dan Duggan, 1999).
Larutan oralit
meningkatkan dan mempermudah reabsorbsi natrium serta air, dan sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa larutan ini sangat mengurangi gejala muntah, kehilangan cairan
akibat diare dan lamanya sakit.
Ganguan volume cairan dan elektrolit merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia. Fisiologis yang harus dipenuhi apabila penderita telah banyak mengalami
kehilangan air dan elektrolit, maka terjadi gejala dehidrasi. Terutama diare pada anak
perlu mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat sehingga tidak mempengaruhi
tumbuh kembang anak (Soliki, 2011).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis
ilmiah tentang asuhan keperawatan dengan gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit
pada An.A dengan Gastroenteritis di ruang Melati I RSUD dr. Pirngadi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan kebutuhan
dasar cairan dan elektrolit
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengkajian keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Mahasiswa mengetahui Analisa data asuhan keperawatan pasien pada gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Mahasiswa mengetahui rumusan masalah asuhan keperawatan pasien gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Mahasiswa mengetahui perencanaan asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Mahasiswa mengetahui implementasi asuhan keperawatan pasien dengan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
f. Mahasiswa mengetahui kriteria hasil evaluasi asuhan keperawatan pasien
dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
BAB 2
PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit


1. Definisi
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia <
1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi > 1 tahun
mengandung air sebanyak 70-75%. seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase
jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki
dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50% berat badan
(Vaughans, 2013).
Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam sel dan diluar
tubuh. Mineral tersebut dimasukkan dalam cairan dan makanan dan dikeluarkan
utamanya melalui ginjal. Elektrolit juga dikeluarkan melalui hati, kulit dan paru-paru
(Kozier, 2010).

2. Patofisiologi
Secara patofisiologi, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan
mukosa lambung, meliputi :
a. Kerusakan mukosa barrier yang menyebabkan difusi balik ion H+meningkat;
b. Perfusi mukosa lambung yang terganggu;
c. Jumlah asam lambung yang tinggi (Wehbi, 2009 dalam Muttaqin dan Kumala
2011).
Faktor- faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya, stress fisik akan
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbuk daerah-daerah
infark kecil; selain itu sekresi asam lambung juga terpacu. Mucosal barrier pada
pasien strees fisik biasanya tidak terganggu (Muttaqin & Kumala, 2009).
Gastroenteristis Akut akibat infeksi H.pylori biasanya bersifat asimtomatik.
Bakteri yang masuk akan memproteksi dirinya dengan lapisan mukus. Proteksi
lapisan ini akan menutupi mukosa lambung dan melindungi dari asam lambung.
Penetrasi atau daya tembus bakteri ke lapisan mukosa yang menyebabkan terjadinya
kontak dengan sel-sel epithelial lambung dan terjadi adhesi (pelengketan) sehingga
menghasilkan respons peradangan melalui pengaktifan enzim untuk mengaktifkan IL-
8. Hal tersebut menyebabkan fungsi barier lambung terganggu dan terjadilah
gastroenteristis akut (Santacroce, 2008 dalam Muttaqin & Kumala, 2009).
Widagdo (2011) menjelaskan bahwa virus tersebar dengan cara fekaloral bersama
makanan dan minuman, dari beberapa ditularkan secara airborne yaitu norovirus,
Virus penyebab diare secara selektif menginfeksi dan merusak sel-sel di ujung jonjot
yang rata disertai adanya sebukan sel radang mononuclear pada lamina propania
sedang pada mukosa lambung tidak terdapat perubahan walaupun penyakit dikenal
sebagai gastroenteristis. Gambaran patologi tidak berkorelasi dengan gejala klinik,
dan terlihat perbaikan proses sebelum gejala klinik hilang.
Kerusakan akibat virus tersebut mengakibatkan adanya adanya absorpsi air dan
garam berkurang dan terjadi perubahan keseimbangan rasio sekresi dan absorpsi dari
cairan usus, serta aktivitas disakaridase menjadi berkurang dan terjadilah malabsorpsi
karbohidrat terutama laktosa. Faktor penyebab gastroenteristis virus lebih banyak
mengenai bayi dibandingkan dengan anak besar adalah fungsi usus berkurang,
imunitas spesifik kurang, serta menurunnya mekanisme pertahanan spesifik seperti
asam lambung dan mukus. Enteritis virus juga meningkatkan permiabilitas terhadap
makromolekul di dalam usus dan ini diperkirakan sebagai penyebab meningkatnya
resiko terjadinya alergi makanan.
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi.
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan.
a. Absorbsi.
b. Gangguan sekresi.
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi

Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang
saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal: Diare akibat
gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada
kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi
usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
sekresi di kolon meningkat.

Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan


imunologi.

4. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.


Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida.
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih
besar.
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan
demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap
seperti Mg, glukose, sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
5. Malabsoprsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam
amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus.
Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan
virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut
juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau
obatobat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi
usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikororganisme tertentu (bakteri
tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi
nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan
anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid
diakibatkan insuficiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang
signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan
malabsorpsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang
intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan
pacuan sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi
karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa,
isomaltosa dan defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar; laktulose,
pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang
berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis
dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian
makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan
kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga
menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi
nutrisilactose.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ada 3 macam yaitu:
6. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan dalam rongga yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
7. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul
diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
8. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri kambuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula. Dari
ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa (asidosismetabolik hipokalemia)
b. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
c. Hipoglikemia
d. Gangguan sirkulasi darah

3. Manifestasi Klinis
Menurut Manjoer Arief tanda dan gejala gastroenteritis dapat berupa bayi atau
anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan menurun, mengalami
diare, feses cair dengan darah atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijauan
karena tercampur empedu, anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi
asam, dehidrasi dan berat badan menurun.
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat

4. Penatalaksanaan Medis
Diare akut secara arbitrer didefinisikan sebagai keluarnya satu atau lebih tinja
diare per hari selama kurang dari 14 hari. Sebagian besar penyakit diare pad anak
disebabkan oleh infeksi. Pada sebagian kasus, tidak perlu melakukan identifikasi
terhadap organisme penyebab karena proses penyakit dan pengobatan serupa apapun
penyebabnya. Terapi utama adalah rehidrasi dan pemeliharaan hidrasi sampai diare
mereda serta menghindari malnutrisi akibat kekurangan asupan nutrisi.
Namun pada beberapa keadaan identifikasi patogen akan mengubah pengobatan
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Apabila tinja mengandung
leukosit atau darah makroskopik atau anak tampak toksik, kemungkinan infeksi
bakteri invasif meningkat dan harus dilakukan biakan tinja. Demikian juga pada anak
dengan gangguan kekebalan atau yang dirawat inap memerlukan evaluasi yang lebih
ekstensif karena resiko infeksi oportunistik.bayi yang berusia kurang dari 2 bulan
dengan diare merupakan kategori khusus. Infeksi bakteri lebih sering dan lebih parah
pada kelompok usia ini. Selain itu virus atau bakteri enteroptogen dapat menimbulkan
enteropatipasca enteritis yang memerlukan pemantauan nutrisi yang teliti. Pada
kelompok usia ini lebih sering terjadi intoleransi laktosa persisten yang memerlukan
perubahan temporer susu formula. Karena kemungkinan sekali anak perlu diperiksa
untuk mengukur hidrasi dan nutrisi secara objektif (mis. Berat anak) serta dipantau
selama perjalanan penyakitnya. Pada neonatus dengan diare diperlukan (pikiran
terbuka) mengenai kemungkinan kausa noninfeksi dan diagnosis penyakit diare
kongenital, termasuk gangguan malabsorpsi primer, kelainan transfortasi dan defek di
struktur membran brush border, harus dipertimbangkan.
a. Rehidrasi Oral Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas
diterimadiseluruh dunia karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan
murah untuk penyakit diare. Larutan rehidrasi oral efektif dalam mengobati anak
apa pun penyebab diare atau beberapa punkadar natrium serum anak saat awitan
terapi. Larutan rehidrasi oral yang optimal harus dapat menggantikan air, natrium,
kalium dan bikarbonat dan larutan tersebut juga harus isotonik atau hipotonik.
Penambahan glukosa kedalam larutan meningkatkan penyerapan natrium dengan
memanfaatkan kontransportasi natrium yang digabungkan dengan glukosa yang
maksimal apanila konsentrasi glukosa tidak lebih daripada 110-140mmol/L (2,0-
2,5 g/L).
b. Asi ekslusif
c. Obat antidiare

5. Pathway GEA

Faktor Faktor Makanan


Faktor Psikis
Malabsorbsi
A. Makanan basi
A. Rasa takut
A. Karbohidrat
B. Alergi makanan
B. Cemas
B. Lemak
C. Beracun
C protein

Penyerapan sari-sari makanan dalam saluran cerna terganggu / tidak


adekuat

Terdapatnya Peradangan Gangguan


zat-zat yang dinding usus motilitas
tidak di serap
usus

Gangguan Hiperperistaltik
Tekanan sekresi
osmosis
meningkat
Kesempata usus
menyerap
makanan
Sekresi air dan
Reabsorbsi elektrolit
usus dalam usus
terganggu meningkat

Merangsang
usus
mengeluarkan
isinya

BAB sering Inflamasi


dengan saluran cerna
konsistensi GEA
cair

Agen Mual dan


priogenik muntah
Kulit sekitar Frekuensi
Cairan yang
anus lecet dan eliminasi
keluar banyak
teriritasi meningkat
Hipertermi Anorexia

Kemerahan / BAB encer Gangguan


Dehidrasi
gatal dengan tanpa
Gangguan pemenuhan
darah / lendir
peningkatankebutuhan
Gangguan suhu tubuh nutrisi
Gangguan keseimbangan
intregitas kulit

Gangguan
eliminasi

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine
dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang
kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
a. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
b. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
c. Tinja :
a) Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.
b) Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya
proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas
atau P. shigelloides.
Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada
S. typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit
pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya
lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi
lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk
mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian
kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih
dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai
menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis
dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi
duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme
ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada
pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik
dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang
membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair
sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi
dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin
diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadiintermiten. Sejumlah tes
serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga
tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba
akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic
Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada
tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.

7. Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktosa.
f. Kejang yang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik

8. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh


a. Volume cairan
Total body water (TBW) dapat ditentukan melalui beberapa perhitungan
yang menerapkan tehnik dilusi dengan menggunakan berbagai zat seperti,
deuterium, tritium dan antipirin. Penentuan jumlah cairan ekstrasel biasanya
diukur secara langsung akan tetapi lebih sulit dibandingkan pengukuran air tubuh
total. Hal ini disebabkan bahan yang digunakan dalam proses dilusi harus hanya
terdapat pada cairan ekstrasel dan tersebar pada seluruh kompartemen ekstrasel.
Beberapa cara mengukur kompartemen cairan tubuh, yaitu :
1) Pengukuran cairan kompartemen tubuh berdasarkan konsentrasi suatu zat
terlarut di dalam kompartemen. Konsentrasi zat = jumlah zat yang
disuntikan volume distribusi
2) Dalam melakukan pengukuran jumlah air dalam kompartemen, perlu
dilakukan perhitungan (koreksi) zat-zat yang diekskresikan dalam kurun
waktu yang dibutuhkan oleh zat tersebut sejak disuntikkan dan terdistribusi
kedalam kompartemen. Vd : jumlah zat disuntikan – jumlah dieksresikan
konsentrasi setelah ekuibilibrium
3) Untuk mengukur volume cairan kompartemen, diperhitungkan zat tertentu
yang terdistribusi dengan sendirinya di dalam kompartemen. Sementara
pengukuran volume kompartemen yang tidak mengandung zat tertentu,
dilakukan dengan melakukan pengurangan.
 Untuk mengukur jumlah total air tubuh (total body water) dibutuhkan zat
deuterium atau disebut deuterated water (D2O), tritium atau disebut
tritiated water (THO). Dan antipirin.
 Volume ekstraseluler (ekstracellular fluid volume, ECFV) diukur dengan
melakukan pemberian label dengan inulin, sukrosa, mannitol dan sulfat.
 Volume intraselular (intracelular fluid volume, ICFV) diukur dengan
melakukan substaksi
ICF = TBW – ECFV
Jumlah cairan tubuh total kurang lebih 55-60% dari berat badan
dan persentase ini berhubungan dengan jumlah lemak dalam tubuh, jenis
kelamin, dan umur. Pengaruh terbesar adalah jumlah lemak tubuh.
Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dibandingkan kandungan
air dalam sel otot. Sehingga cairan tubuh total pada orang yang gemuk
lebih rendah dari mereka yang tidak gemuk. Pada bayi dan anak
persentase cairan tubuh total lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa dan akan menurun sesuai dengan pertambahan usia. Pada bayi
prematur jumlah cairan tubuh total sebesar 70-75% dari berat badan,
sedangkan pada bayi normal dan pada orang dewasa sebesar 55-60% dari
berat badan.
Bila diperkirakan sekitar 55% berat tubuh merupakan air, maka
perhitungan cairan tubuh total menggunakan rumus :
Jumlah total air tubuh (L) = Berat badan (Kg) x 55%
Perhitungan ini hanya berlaku untuk individu dalam keadaan
keseimbangan air tubuh normal. Pada keadaan dehidrasi berat, air tubuh
total berkurang sekitar 10% maka pada keadaan dehidrasi berat air tubuh
total dihitung
Jumlah air tubuh total (L) = 0,9 x Berat badan (Kg) x 55%
b. Distribusi cairan
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi
menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
1) Cairan intraselular
Cairan yang terkandung diantara sel disebut cairan intraselular. Cairan
intrasel (CIS) ditemukan berada didalam sel-sel tubuh. Pada orang dewasa,
sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraseluler (sekitar
27 liter rata-rata untuk orang dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
Kg), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan
cairan intraselular
2) Cairan ekstraselular
Cairan yang berada diluar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif
cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,
sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat dicairan ekstraselular. Setelah usia
1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai dengan sepertiga dari
volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan
berat badan rata-rata 70 Kg. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi :
 Cairan interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-
12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh. Volume ISF adalah sekitar 2
kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.
 Cairan intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L
dimana liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah,
sel darah putih dan platelet.
 Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi
saluran pencernaa. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler
adalah sekitar 1 L, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan
keluar dari ruang transeluler.
Cairan ekstrasel berperan sebagai pengantar semua keperluan sel (nutrien,
oksigen, berbagai io, tracemierals dan regulator hormon/molekul).
c. Fungsi cairan
Menurut Tarwoto 2006, ada 5 fungsi cairan yaitu :
1) Sebuah medium untuk reaksi metabolik didalam sel.
2) Sebuah pengangkut gizi, produk sisa, dan zat lain ke sel.
3) Sebuah pelumas antar organ
4) Sebagai penyekat dan penyerap guncangan
5) Sebuah cara dalam mengatur dan mempertahankan suhu tubuh.

9. Konsentrasi Cairan Tubuh


a. Osmolaritas
Osmolalitas adalah konsentrasi larutan atau partikel terlarut per liter
larutan, osmolaritas ditentukan oleh konsentrasi zat terlarut total didalam
kompartemen cairan dan diukur sebagai bagian dari zat terlarut perkilogram air.
Dengan demikian osmolaritas menciptakan tekanan osmotic sehingga
mempengaruhi pergerakan cairan (Vaughans.2013)
b. Tonisitas
Tonisitas merupakan osmolalitas yang menyebabkan pergerakan air dari
kompartemen yang lain. Menurut Soegianto (2002) Beberapa istilah yang terkait
dengan tonisitas adalah sebagai berikut :
1) Larutan isotonik memiliki osmolalitas yang sama dengan cairan tubuh. Salin
normal, natrium klorida 0,9% yang merupakan sebuah larutan isotonik.
2) Larutan hipertonik memiliki osmolalitas yang lebih tinggi dibandingkan
cairan tubuh; natrium klorida 3% merupakan larutan hipertonik.
3) Larutan hipotonik seperti salin normal (nantrium klorida 0,45%), sebaliknya.

10. Tekanan Cairan


Perbedaan lokasi antara di interstitial pada ruang vaskular menimbulkan tekanan
cairan yaitu tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik atau osmotic koloid. Tekanan
hidrostatik adalah teakanan yang disebabkan karena volume cairan dalam pembuluh
darah akibat kerja dari organ tubuh. Tekanan onkotik merupakan tekanan yang
disebabkan karna protein (Tarwoto,2006).

11. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh


Pergerakan cairan tubuh (hidrodinamik) mencakup penyerapan air di usus, masuk
kepembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh.
Menurut Hidayat (2012), Metode pergerakan elektrolit dan zat terlarut lain adalah
dengan cara osmosis, difusi,filtrasi dan transpor aktif:
a. Osmosis
Osmosis adalah pergerakan air menembus membran sel, dari larutan yang
berkonsentrasi tinggi, dengan kata lain, air bergerak menuju zat terlarut yang
berkonsentrasi lebih tinggi sebagai upaya untuk menyeimbangkan konsentrasi.
b. Difusi
Difusi merupakan percampuran kontinu beberapa molekul di dalam cairan, gas
atau zat padat yang disebabkan oleh pergerakan molekul secara acak. Kecepatan
difusi zat bervariasi sesuai dengan ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan suhu
larutan.
c. Filtrasi
Filtrasi merupakan sebuah proses pergerakan cairan dan zat terlarut secara
bersama menyembrangi sebuah membran dari satu kompartemen ke
kompartemen yang lain. Pergerakan terjadi dari area bertekanan tinggi ke area
bertekanan rendah.
d. Transpor aktif
Zat dapat bergerak menyebrangi membran sel dari larutan berkonsentrasi rendah
ke larutan berkonsentrasi tinggi dengan sebuah transfor aktif. Proses ini terutama
penting dalam mempertahankan perbedaan konsentrasi ion natrium dan kalium
didalam CIS dan CES.

12. Keseimbangan Cairan


Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake dan output. Pemasukan cairan
berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1800-
2500ml/hari. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1200-
1500ml/hari, feses 100ml, paru-paru 300-500ml, dan kulit 600-800ml

13. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


a. Usia
Bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan cairan yang jauh lebih
besar dibandingkan orang dewasa karena laju metabolisme mereka lebih tinggi
meningkatkan kehilangan cairan
b. Jenis kelamin dan ukuran tubuh.
Air tubuh total dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran tubuh. Karena sel
lemak mengandung lebih sedikit atau sama sekali tidak mengandung air dan
jaringan tanpa lemak memiliki kandungan air lebih tinggi.
c. Temperatur lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan
NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 gram/hari.
d. Gaya hidup
1) Diet : pada saat tubuh kekurangan nutrisi tubuh akan memecah cadangan
energi
2) Stress : dapat meningkatkan metabolisme selular, kadar konsentrasi glukosa
darah, dan kadar katekolamin, stress dapat meningkatkan produksi ADH, yang
pada gilirannya menurunkan produksi urin.
e. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal, dan jantung, gangguan
hormon akan mengganggu keseimbangan (Vaughans, 2013)

14. Pengaturan Keseimbangan Cairan


a. Rasa dahaga
Mekanisme rasa dahaga :
1) Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya
menimbulkan produksi angiostensin II yang dapat dapat merangsang
hipotalamus untuk melepaskan supstratneural yang bertanggung jawab
terhadap sensasi haus.
2) Osmoreseptor dihipotalamus mendeteksi peningkatan osmotic dan
mengantisivasi jaringan syaraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa dahaga.
b. Antidiuretik hormon (ADH)
Hormon yang mengatur sekresi dari ginjal, disintesis dibagian anterior
hipotalamus dan bekerja pada duktus kolektivus nefron.
c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal untuk
meningkatkan absorbsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan
konsentrasi kalium, natrium serum, dan sistem renin-angiotensin serta sangat
efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.
d. Prostaglain
Prostagladin adalah asam lemak alami yang terdapat dalam banyak jarigan dan
berfungsi dalam merespon radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus
dan mobilitas gastrointestinal. Dalam ginjal prostagladin berperan mengatur
sirkulasi ginjal, respon natrium, dan efek ginjal pada ADH
e. Glukokortikoid
Meningkatkan responsi natrium dan air, sehingga volume darah naik dan terjadi
retensi natrium. Perubahan kadar glukortikoid menyebabkan perubahan pada
keseimbangan olume darah (Kozier, 2010).

15. Cara Pengeluaran Cairan


Menurut Tarwoto 2006, Pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ seperti :
a. Ginjal
1) Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter
darah untuk disaring setiap hari.
2) Produksi urin untuk semua usia 1 ml/Kg/jam.
3) Jumlah urin yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan
aldosteron.
b. Kulit
1) Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat.
2) Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur
lingkungan yang meningkat dan demam
3) Disebut juga isensibel water loss (IWL) sekitar 15-20ml/jam.
c. Paru-paru
1) Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari
2) Meningkatkan cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan
kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.
d. Gastrointestinal
1) Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari
sekitar 100-200 ml.
2) Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 cc/Kg/BB/24 jam, dengan
kenaikan 10% dari IWL pada setiap kenaikan temperatur 1 derajat Celcius.

16. Pengaturan Elektrolit


a. Natrium (Na+)
1) Merupakan kation yang terbanyak dicairan ekstrasel dan merupakan
kontributor utama terhadap osmolalitas serum.
2) Na+ mempengaruhi keseimbangan air, hantaran impuls saraf, dan kontraksi
otot
3) Sodium diatr oleh intake garam, aldosterone dan pengeluaran urin. Normalnya
sekitar 135-148 mEq/Liter
b. Kalium (K+)
1) Kalium merupakan kation utama didalam intrasel.
2) Kalium sangat penting pengaturan elektrolit
3) Berfungsi sebagai eskatibilitas neorumuskular dan kontraksi otot.
4) Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesis protein, pengaturan
keseimbangan asam basa, karena ion K+ dapat diubah menjadi ion hidrogen.
Nilai normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/liter
c. Kalsium
1) Sebagian besar kalium didalam tubuh berada didalam sistem rangka, relatif
sedikit berada di dalam cairan ekstrasel
2) Kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid.
3) Hormon paratidroid mengabsorbsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi
melalui ginjal.
4) Hormon tirokkalsitonim menghambat penyerapan Ca+
d. Magnesium (Mg2+)
1) Magnesium ditemukan didalam tulang rangka dan cairan intrasel
2) Magnesium berfungsi untuk metabolisme intrasel, yang terutama terlibat
dalam produksi dan penggunaan ATP.
e. Klorida (Cl)
1) Klrorida merupakan anion utama dalam CES
2) Klorida merupakan komponen utama asam lambung sebagai asam
hidroklorida (HCl) dan terlibat dalam pengaturan keseimbangan asam basa.
f. Fosfat PO⁴⁻

1) Merupakan anion utama dalam cairan intrasel

2) Terdapat dalam CE, tulang otot rangka dan jaringan saraf. Anak-anak
memiliki kadar fosfat yang lebih tinggi dibanding orang dewasa.

3) Berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular, metabolisme


karbohidrat, dan pengaturan asam basa

4) Pengaturan oleh hormon paratiroid.

g. Bikarbonat HCO3⁻

1) Bikarbonat terdapat dalam cairan intrasel dan ekstrasel


2) Bikarbonat berfungsi untuk mengatur keseimbangan asam basa sebagai
komponen esensial dan sistem buffer asam karbonat dan bikarbonat, kadar
bikarbonat diatur oleh ginjal (Lowry, 2014).

16. Masalah Keseimbangan Cairan


a. Hipovolemia
Kondisi dimana kekurangan cairan tubuh yang disebabkan oleh asupan
yang tidak memadai atau kehilangan berlebihan. Kehilangan cairan berlebihan
dapat terjadi ketika muntah, diare, perdarahan, penggunaan diuretik berlebih,
trauma karena sakit ginjal, kekurangan aldostero dan melepuh akibat luka bakar
dan askites. Hipovolemia yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal
akut (Vaughans, 2013).
b. Hipervolemia
Kondisi dimana kelebihan cairan disebabkan oleh asupan berlebihan atau
berkurangnya ekskresi cairan. Kondisi yang menyebabkan menurunnya eksresi
cairn antara lain gagal jantung penyakit renal, kelainan endokrin, dan terkadang
kelainan sistem saraf pusat dan pulmonai.

17. Ketidakseimbangan Asam Basa


Pada keadaan normal pH serum darah dipertahankan sekitar 7,35-7,45 agar
aktivitas sel dan reaksi kimia dapat berjalan secara optimal. Keseimbangan asam basa
ditentukan oleh adanya kadar ion hidrogen dalam cairan intrasel maupun ekstrasel.
Ion hidrogen adalah hasil akhir dari katabolisme karbohidrat, lemak, dan protein serta
penguraian dari asam karbonat (H2CO3) yang merupakan senyawa CO2 dengan air.
Jika kadar pH kurang dari 7,35 disebut asidosis, sedangkan, jika pH lebih dari asam
atau kekurangan bikarbonat dalam larutan tubuh.
Menurut Tarwoto, Keseimbangan asam basa diklasifikasikan menjadi asidosis
metabolic, asidosis respiratorik, alkalosis respiratoric.
a. Asidosis respiratorik
Disebabkan karena kegagalan sistem pernapasan dalam membuang CO2
dari cairan tubuh. Kerusakan pernapasan, peningkatan pCO2 arteri diatas
45mmHg dengan penurunan pH<7,35
Penyebab : penyakit obstruksi, restriksi paru, polimielitis, penurunan
aktivitas pusat pernapasan (trauma kepala, perdarahan, narkotik, anastesi, dan
lain-lain
b. Alkalosis respiratorik
Disebabkan karna kehilangan CO2 dari paru-paru pada kecepatan yang
lebih tinggi dalam produksinya dalam jaringan. Hal ini menimbulkan pCO2 arteri
<35 mmHg, pH7,45. Penyebab : hiperventilasi alveolar, ansietas, demam,
meningitis, keracunan aspirin, pneumoni, dan emboli paru
c. Asidosis metabolik
Terjadi akibat akumulasi abnormal pixed acid atau kehilangan basa pH
arteri <7,35, HCO3 menurun dibawah 22 mEq/liter
Gejala : pernapasan kusmaul (dalam dan cepat), disorientasi dan koma.
d. Alkalosis metabolik
Disebabkan oleh kehilangan ion hidrogen atau penambahan rasa pada
cairan tubuh. Bikarbonat plasma meningkat >26 mEq/liter dan pH arteri > 7,45.
Penyebab ; mencerna sebagian besar basa (misalnya BaHCO3, antasida,
soda kue) untuk mengatasi ulkus peptikum atau rasa kembung.

18. Kelainan Elektrolit dan Metabolik


a. Muntah
Muntah adalah ejeksi kuat dari isi lambung, penyebab tersering adalah
gastroenteritis. Pada anak, pikirkan infeksi sistemik, ingesti toksik, apendisitis,
sindroma reye, dan pertusis. Jika muntah adalah gejala satu-satunya, pikirkan
peninggian tekanan intracranial.
b. Diare
Banyak penyebab diare akut dan kronik. Penyebab infeksi mencakup virus
(rotavirus tersering), bakteri (salmonella,shigella, campylobakter tersering, parasit
(giardia, Csriptosporidium), infeksi terlokalisir ditempat lain, terkait antibiotik
dan keracunan makanan khususnya sari buah sindroma, susu iriatif, intoleransi
protein susu, intoleransi laktosa setelah diare infeksi dan radang usus.
c. Dehidrasi
Prinsip umum untuk mengatasi dehidrasi
1) Timbang BB
2) Pastikan menambahkan kehilangan yang sedang berlangsung ke jumlah
rumatan+cairan dan elektrolit pengganti
3) Jika dehidrasi sedang atau berat, berikan bolus cairan awal 20 ml/kg RL atau
NS dalam 20 menit. Ulangi bolus jika respon tidak adekuat.
4) Pada dehidrasi hipotonik dan isotonic, hitung cairan dan elektrolit total
(rumatan+pengganti deficit) untuk 24 jam pertama, berikan separuhnya 8 jam
pertama dan selebihnya dalam 16 jam berikutnya, pada dehidrasi hipertonik,
koreksi deficit cairan dan elektrolit perlahan-lahan dalam 48 jam.
5) Jangan tambahkan kalium ke infuse, keculi jika urine sudah ada. Pengecualian
adalah ketoasidosis diabetic, dimana koreksi hiperglikemiadan asidosis cepat
mengakibatkan hipokalemia.
6) Tambah cairan rumatan sebesar 12% untuk setiap derajat Celcius diatas 37
derajat Celsius.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Cairan


Elektrolit
1. Pengkajian
Ketepatan pengkajian yang dilakukan perawat sangat berpengaruh terhadap kualitas
asuhan keperawatan yang dilakukannya. Terkait dengan gangguan kebutuhan cairan
dan elektrolit, maka ada beberapa aspek yang perlu dikaji oleh perawat antara lain :
a. Riwayat pengkajian.
1) Pemasukan dan pengeluaran cairan dam makanan (oral, parenteral)
2) Tanda umum masalah elektrolit
3) Tanda kekurangan dan kelebihan cairan.
4) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan
elektrolit.
5) Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status cairan
6) Status perkembangan seperti usia atau situasi sosial
7) Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu pengobatan.
b. Pengukuran klinik
1) Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya berat badan menunjukkan adanya masalah
keseimbangan cairan :
 Ringan : lebih kurang 2%
 Sedang : lebih kurang 5%
 Berat : lebih kurang 10%
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
2) Keadaaan umum
 Pengukuran tanda vital seperti temperatur, tekanan darah, nadi, dan
pernapasan
 Tingkat kesadaran
3) Pengukuran pemasukan cairan
 Cairan oral: NGT dan oral
 Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV
 Makanan yang cendurng mengandug air
 Irigrasi kateter atau NGT
4) Pengukuran pengeluran cairan
 Urine : Volume, kejernihan atau kepekatan
 Fesec : jumlah dan konsistensi
 Muntah
 Tube drainase
 IWL
5) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada:
 Integument: keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani
dan sensani rasa
 Kardivaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin dan
bunyi jantung
 Mata: cekung air mata kering
 Neurologi: reflex, gangguan motoric dan sensorik, tingkat kesadaran
 Gastrointestinal: keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-muntah,
bising uus
6) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektrolit, darah lengkap, Ph, berat, jenis urine dan analisis gas
darah

2. Analisa data
Data dasar adalah untuk mengindividualiskan rencana asuhan keperawatan,
mengembangkan dan memperbaiki sepanjang waktu asuhan perawatan untuk klien.
Pengumpulan data harus berhubungan dengan masalah kesehatan tertentu dengan
kata lain pengajian harus relevan.
Pengumpulan data yang tidak akurat, tidak lengkap, atau tidak sesuai mengarah
pada identifikasi kebutuhan keperawatan klien yang tidak tepat dan akibatnya
diagnosa keperawatan yang dibuat menjadi tidak akurat, tidak lengkap atau tidak
sesuai.data yang tidak akurat terjadi bila perawat tidak berhasil mengumpulkan
informasi yang relevan dengan area spesifik atau jika perawat tidak tertur atau tidak
terampildalam teknik pengkajian.

3. Rumusan masalah
Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien.
Bila data pengkajian mulai menunjukkan masalah, perawat diarahkan pada pemilihan
diagnosa keperawatan. Beberapa diagnosis keperawatan akan tampak dengan jelas
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang saksama. Diagnosis utama yang cocok
untuk bayi atau anak diuraikan dalam rencana asuhan keperawatan. Diagnosis lainnya
akan terbukti berdasarkan usia, kondisi, dan etiologi diare.
4. Perencanan
Fase ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan, selama fase ini
diagnosis diprioritaskan, tujuan dan kriteria hasil disusun, intervensi diidentifikasi,
dan sebuah rencana asuhan tertulis dikembangkan. Berikut ini merupakan tujuan yang
akan dicapai pada bayi atau anak yang mengalami dehidrasi dan bagi keluarganya:
a. Bayi atau anak akan mempertahankan hidrasi yang memadai
b. Bayi atau anak akan mempertahankan status nutrisi yang tepat menurut usia.
c. Keluarga akan mendapat dukungan dan penyuluhan yang tepat.

5. Implementasi
Merupakan fase proses keperawatan dimana rencana diterapkan dalam tindakan.
implementasi melibatkan penilaian yang berkesinambungan mengenai situasi untuk
memprioritaskan secara tepat dan membuat modifikasi saat diperlukan.
Penatalaksanaan sebagian besar kasus diare akut dapat dilaksanakan dirumah dengan
pemberian pendidikan yang benar kepada keluarga tentang penyebab diare,
komplikasi yang potensial, dan terapi yang tepat. Keluarga diajarkan untuk memantau
tanda-tanda dehidrasi, khususnya jumlah popok yang basah atau frekuensi berkemih;
memantau cairan yang masuk lewat mulut; dan menilai frekuensi defekasi serta
jumlah cairan yang hilang lewat feses. Jika anak diare akut dan dehidrasi di rumah
sakit, penimbangan berat badannya harus dikerjakan dengan akurat disamping
dilakukannya pemantauan asupan dan haluaran cairan yang cermat. Anak dapat
memperoleh terapi cairan parenteral tanpa pemberian apapun lewat mulut (puasa)
selama 12 sampai 48 jam. Pemantauan pemberian cairan infus merupakan fungsi
primer keperawatan, dan perawat harus yakin bahwa cairan serta elektrolit yang
diberikan lewat infus tersebut sudah memiliki konsentrasi yang benar; kecepatan
tetesan harus diatur untuk memberikan cairan dengan colume yang dikehendaki
dalam periode tertentu dan lokasi pemberian infus harus dijaga

6. Evaluasi
Fase kelima dari proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam proses keperawatan,
evaluasi umumnya merupakan penentuan dari efektivitas rencana asuhan terhadap
seorang pasien.
Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit secara umum dapat
dinilai dari adanya kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit dengan ditunjukkan oleh adanya keseimbangan antara jumlah asupan dan
pengeluaran, nilai elektrolit dalam batas normal, berat badn sesuai dengan tinggi
badan atau tidak ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema, dan lain
sebagainya (Hidayat, 2012).

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S DENGAN GEA DI RUANG


RAWAT INAP MELATI-B RS IMC BINTARO
DISUSUN OLEH:

JINNI, S
NIM : 202107095

PROGRAM PROFESI NERS STIKES IMC BINTARO

Kompleks RS IMC Jl. Raya Jombang No. 56 Ciputat-

Tangerang Selatan 2021

I. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : An. S
Tanggal lahir : 13-Agustus-2018

Jenis kelamin : Prempuan

Alamat : Jl. Prima no.54 rt/rw 04/07

Kel. Pd kacang timur, Kec. Pd aren Tangsel

Agama : Islam

Pendidikan :-

Penanggung jawab

Nama : Ny. R

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Prima no.54 rt/rw 04/07

Kel. Pd kacang timur, Kec. Pd aren Tangsel

Hubungan dengan pasien: Ibu kandung

b. Alasan masuk RS
BAB cair >5x bercampur lendir, demam 1 hari, muntah 2x, mual

c. Riwayat kesehatan sekarang


Ibu pasien mengatakan muntah setiap habis makan, demam 1 hari, diare 5x, muntah 2x

d. Riwayat kesehatan dahulu


Tidak ada

e. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada

f. Genogram
Ket:Perempuan: pasien:
Laki-laki: tinggal satu rumah :
g. Riwayat sosial
1) Hubungan dengan keluarga : Hubungan dengan ibu, bapak baik
2) Hubungan dengan teman sebaya : baik
3) Pembawaan secara umum : pada saat komunikasi dengan perawat klien sangat
kooperatif dan mudah akrab
4) Lingkungan rumah : Bersih, aman dan nyaman
h. Kebutuhan dasar
1) Makanan yang disukai / tidak disukai
Klien mengatakan suka nasi goreng, apel, mangga, apel, bubur
2) Pola tidur
Ibu klien mengatakan tidur siang hanya 2-3 jam semenjak sakit dan tidur malam
sekitar 4 jam.
3) Mandi
Klien saat sehat rajin mandi,klien mandi 1 kali sehari tetapi semenjak sakit klien
tidak ada mandi atau hanya di lap dengan waslap basah.
4) Eliminasi BAB BAK
BAB 4x mencret setelah datang ke RS
BAK uang air kecil klien lancar, frekuensi 4-5x sehari, bau pesing,warna kuning,
konsistensi cair dan tidak ada kesulitan BAK

i. Pemeriksaan fisik
Kesadaran :Compos mentis
GCS :E4 M6 V5
TB/BB :12 kg
TD :90/70 mmHg
Rr :22x/menit
Suhu :38,8 ˚C
Nadi :120x/menit
Spo2 :99 %

1) Kepala
a. Rambut
Rambut pendek , rambut warna hitam, tekstur kasar, tidak ada ketombe, tidak
ada benjolan, dan tidak ada pembengkakan pada kepala
b. Mata
Bentuk simetris kanan dan kiri, konjungtiva berwarna merah muda, sclera
berwarna putih, tidak terdapat oedema, bentuk pupil isokor, reflek pada
cahaya meosis.
c. Telinga
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran.
d. Hidung
Bersih, bentuk simetris, tidak ada sekresi, tidak ada polip, tidak ada gangguan
penciuman.
e. Mulut dan Gigi
Bersih, mukosa bibir kering cenderung pecah-pecah, ,gigi rapi, bibir simetris
kiri dan kanan, tidak ada kelainan.
2) Leher
Tidak ada terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tida ada kelainan pada leher.
3) Thorak
Paru - Paru
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak tampak
menggunakan otot bantu penafasan.

Palpasi : Pergerakan dinding dada teratur, traktil fremitus sama, tidak ada oedem
Perkusi : Sonor

Auskultasi : Irama pernafasan vesikuler

4) Jantung
Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, Ictus cordis Terlihat, tidak ada palpitasi
Palpasi : Suara jantung vesikuler
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara antung terdenger S1 S2, lup dup
5) Abdomen
Inspeksi : Perut klien tampak simetris, tidak ada bekas operasi, tidak ada lesi
Auskultasi : Bising usus 30 x/menit
Palpas : ada nyeri tekan, tidak ada oedem atau masa, pembesaran hepar tidak ada
Perkusi : timpani
6) Punggung
tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, tidak ada kelainan pada punggung
7) Ekstremitas
Atas : CRT < 2 detik
Bawah : Klien tidak terpasang kateter
8) Genetalia
Tampak bersih, tidak ada kelainan pada genetalia
9) Integument
Turgor kulit kering, warna sawo matang, turgor jelek
j. Data penunjang
1) Laboratorium
Laboratorium tanggal 05-11- 2021 Jam 14 : 59
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.3 10.7 - 14.7 gr/dL
Leukosit 19.0 * 5.5 - 15.5 10^3/uL
Eritrosit 4.66 3.50 - 5.20 10^6/uL
Hematokrit 36 35 - 47 %
Trombosit 357 229 - 553 10^3/uL
HITUNG JENIS
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0* 1–3 %
Netrofil batang 0* 4–6 %
Neutrofil segmen 89 * 40 - 70 %
Limfosit 8* 20 -40 %
Monosit 13 2–4 %
INDEX ERITROSIT
MCV 76 * 80 - 100 f1
MCH 26 26 - 34 pg
MCHC 35 32 - 36 G/ dL
KIMIA DARAH
DIABETES
Gula darah 59 * 60-100 mg/dL
sewaktu
Rontgent Thorax AP/PA tanggal 06-11-2021 jam 09.00
-Cor tidak membesar
- sinuses dan diafragma normal
-fulmo :
Hili normal
Corakan bronkovaskular normal
Tidak tampak becak lunak
Kesan :
- Tidak tampak tanda-tanda TB paru aktif/pneumonia

Laboratorium tanggal 05-11- 2021 Jam 20 : 42


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
URINALISA
MAKROSKOPIS
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
KIMIA
Ph 6.0 5.0 - 8.0
Berat jenis 1.030 1.010 - 1.030
Urobilinogen Normal Normal
Bilirubin Negatif Negatif
Protein / albumin Negatif Negatif
Darah samar Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Positif 2 * Negatif
Nitrit Negatif Negatif
MIKROSKOPIS
Leukosit 1–2 0-4
Eritrosit 0–1 0-1
Sel epitel Positif 1 Positif 1
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Parasit Negatif Negatif

Laboratorium tanggal 06-11-2021 Jam 00 : 28


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
k. Data
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.5 10.7 - 14.7 gr/dL
Leukosit 13.3 5.5 - 15.5 10^3/uL
Hematokrit 36 35 - 47 %
Trombosit 336 229 - 553 10^3/uL
Pengobatan
a) IVFD K3B 15 tpm
b) Odr 2 x 1,2 mg
c) Ranitidine 2 x 12 mg
d) Ceftriaxone 1 x 600

e) Data Fokus
a. Data Subjektif
1) Ibu klien mengatakan bab cair . 5x bercampur lendir
2) Ibu klien mengatakan demam 1 hari
3) Ibu klien mengatakan muntah 2x
4) Ibu klien mengatakan mual
5) Ibu klien mengatakan muntah sehabis makan
b. Data Objektif
1) Klien tampak lemas
TD : 90/70 mmHg P : 22 x/mnt SpO2 : 99%
N: 120x/menit S : 38,8 ˚c
a) Input : 1100 cc
b) Output : 620 cc
c) IWL : 120
d) Balance Cairan : + 480
2) BB klien tidak terjadi penurunan
3) Klien hanya menghabiskan 2 sendok dari porsi yang diberikan
4) Mukosa bibir klien tampak kering
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektroilit berhubungan dengan diare
3. Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi

III. ANALISA DATA


NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Hipovolemia (D.0023) Kehilangan cairan Hipovolemia
cairan itravaskuler, aktif (D.0023)
intertisiel, dan atau
intraseluler
Gejala dan tanda mayor
-Subjektif :
(Tidak tersedia)
-Objektif
1. tekanan darah menurun
2. turgor kulit menurun
3. membran mukosa
kering
Gejala dan tanda minor :
-Subjektif
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
-Objektif
1.Suhu tubuh meningkat
2. berat badan turun tiba-
tiba
2 Resiko Kekurangan Resiko
ketidakseimbangan keseimbangan ketidakseimbangan
elektrolit (D. 0037) elektrolit elektrolit (D. 0037)
Berisiko mengalami
perubahan kadar serum
elektrolit

3 Hipertermia (D.0130) Kenaikan suhu tubuh Hipertermia


Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal (D.0130)
diatas rentang normal
tubuh

Gejala dan tanda mayor


-Subjektif :
(Tidak tersedia)

-Objektif :
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal

Gejala dan tanda minor


-Subjektif :
(tidak tersedia)
-Objektif :
1. Kulit merah
2. Kulit terasa
hangat

IV. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
1 Hipovolemia (D.0023) Status cairan ( L.03028) Manajemen syok
kondisi volume cairan hipovolemik
Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisiel (L.02050)
itravaskuler, intertisiel, dan dan intraseluler setelah Mengidentifikasi
atau intraseluler dilakukan tindakan dan mengelola
Gejala dan tanda mayor keperawatan selama ketidak mampuan
-Subjektif : 3x24 jam diharapkan tubuh
(Tidak tersedia) masalah hipovolemia menyediakan
-Objektif teratasi oksigen dan
1. tekanan darah menurun Kriteria hasil : nutrien untuk
2. turgor kulit menurun 1. Tekanan darah mencukupi
3. membran mukosa membaik kebutuhan jaringan
kering 2. Turgor kulit akibat kehilangan
Gejala dan tanda minor : meningkat cairan /darah
-Subjektif 3. Membran mukos berlebih
1. Merasa lemah membaik
2. Mengeluh haus Tindakan
-Objektif Observasi
1.Suhu tubuh meningkat -Monitor status
2. berat badan turun tiba- kardiopulmonal
tiba (frekuensi dan
kekuatan nadi,
frekuensi napas,
TD, MAP)
-Monitor status
oksigenasi
(oksimetri,nasi,
AGD)
-Monitor status
cairan (masukan
dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
-Periksa tingkat
kesadaran dan
respon pupil

Terapeutik
-Ambil sample
darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan
elektrolit

Kolaborasi
-Kolaborasi
pemberian infus
cairan kristaloid 1-
2 L pada dewasa
-Kolaborasi
pemberian
transfusi darah jika
perlu

2 Resiko ketidakseimbangan Keseimbanga elektrolit Pemantauan


elektrolit (D. 0037) (L.03021) elektrolit
Berisiko mengalami kadar serum elektrolit (I.03122)
perubahan kadar serum dalam batas normal Mengumpulkan
elektrolit setelah dilakukan dan menganalisis
tindakan keperawatan data terkait
selama 3x24 jam regualsi
diharapkan elektroilit keseimbagan
seimbang elektroilit
Kriteria Hasil : Tindakan
1. Serum natrium Observasi
membaik - identifikasi
2. Serm kalium kemungkinan
membaik penyebab
3. Serum klorida ketidakseimbangan
membaik elektrolit
-monitor kadar
elektrolit serum
-monitor mual,
muntah dan diare
-monitor tanda dan
gejala hipokalemia
-monitor tanda dan
gejala
hipernatremia

Terapeutik
-atur interval waktu
peantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
-dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi
-jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
-informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

3 Hipertermia (D.0130) Termoregulasi Dukungan


Suhu tubuh meningkat (L.14134) Pengaturan ventilasi (L.01002)
diatas rentang normal suhu tubuh agar berada Memfasilitasi
tubuh tetap pada rentang dalam
normal. Setelah mempertahankan
Gejala dan tanda mayor dilakukan tindakan pernapasan spontan
-Subjektif : keperawatan selama untuk
(Tidak tersedia) 3x24 jam diharapkan memaksimalkan
hipertermi menurun pertukaran gas di
-Objektif :
paru-paru
1. Suhu tubuh diatas
nilai normal
Kriteria hasil : Tindakan

1. Menggigil menurun Observasi


Gejala dan tanda minor
2. Kulit merah menurun 1. Identifikasi
-Subjektif : (tidak tersedia)
3. Takikardi menurun adanya
-Objektif :
4. Takipnea menurun kelelahan otot
1. Kulit merah
5. Bradikardi menurun bantu napas
2. Takikardi
6. Suhu tubuh membaik 2. Identifikasi efek
3. Takipnea
perubahan
4. Kulit terasa 7. Suhu kulit membaik
8. Tekanan darah posisi terhadap
hangat
membaik status
pernapasan
3. Monitor status
respirasi dan
oksigenasi
(mis.frekuensi
dan kedalaman
napas,
penggunaan
otot bantu
napas, bunyi
napas
tambahan,
saturasi oksigen

Terapeutik
1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
2. Berikan posisi
semi fowler
atau fowler
3. Fasilitasi
mengubah
posisi senyaman
mungkin
4. Berikan
oksigenasi
sesuai
kebutuhan
(mis.nasal
canul, masker
wajah, masker
rebreathing atau
non
rebreathing)

Edukasi
1. Ajarkan
melakukan
teknik relaksasi
napas dalam
2. Ajarkan
mengubah
posisi secara
mandiri
3. Ajarkan teknik
batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
bronkodilator, jika
perlu -

V. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
1 Senin, 08 November 1. Mengidentifikasi kemampuan batuk S : Ibu Klien
2021 2. Memonitor adanya retensi sputum mengatakan batuk
Jam 15.00 3. Memonitor tanda dan gejala infeksi sudah berkurang
saluran napas
4. Memonitor pola napas (frekuensi, O : ku/kes : tss/cm
kedalaman, usaha napas) S : 38 0C
5. Mengauskultasi bunyi napas HR : 112 x/mnt
6. Mengatur posisi semi fowler atau RR : 22 x/mnt
fowler SpO2: 98 %
7. Memberikan minum hangat
8. Melakukan fisioterapi dada, jika A : masalah
perlu keperawatan sudah
9. Mengedukasi keluarga untuk teratasi sebagian
melatih nafas dalam
P : Intervensi
dilanjutkan
2 Kamis, 18 November 1. Mengidentifikasi penyebab S : Ibu klien
2021 hipertermia mengatakan demam
Jam 16.00 2. Memonitor tanda-tanda vital nya sudah turun
3. Memonitor suhu tubuh anak tiap
dua jam, jika perlu O : akral hangat, nadi
4. Memonitor intake dan output kuat, SPO2 : 98 %,
cairan Suhu : 37 0C
5. Memonitor warna dan suhu kulit PCT drip 120 mg/4
6. Memonitor komplikasi akibat jam
hipertermia
A : masalah
7. Menyediakan lingkungan yang
keperawatan teratasi
dingin
sebagian
8. Meningkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
P : Intervensi
9. Menganjurkan tirah baring
dilanjutkan
10. Menganjurkan memperbanyak
minum
11. Mengkolaborasi pemberisn
antibiotik, jika perlu.
3 Jumat, 19 November 1. Memonitor asupan makanan S : Ibu klien
2021 2. Memonitor berat badan mengatakan makan
Jam 16.00 3. Memonitor hasil pemeriksaan sudah mau
laboratorium O : porsi makan habis,
4. Memberikan makanan rendah SPO2 : 98 %,
protein dan rendah garam HR : 112 x/mnt, RR :
5. Menganjurkan posisi duduk, jika 22 x/mnt, S : 36 0C
mampu A : masalah
6. Mengkolaborasi dengan gizi untuk keperawatan teratasi
menentukan jumlah kalori dan jenis sebagian
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu P : intervensi
dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai