Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Dosen: Eka Adithia Pratiwi., Ners. M.Kep


Disusun Oleh :
MANIK CHINDRA WIDARI
(105STYC22)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK
2022/2023
BAB I
MASALAH KEPERAWATAN DASAR

A. Latar Belakang
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan
ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau
kekurangan (tarwoto wartonah 2016).
Sebagai contoh Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan
dan elektrolit diantaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit.
Solusi pemenuhan gangguan cairan dan elektrolit dalam pelayanan kesehatan
keperawatan dapat dilakukan dengan pemberian cairan Infus. Salah satu cara untuk
mengatasi gangguan elektrolit adalah pemberian cairan infus. Cairan infus yang
mengandung natrium klorida bisa membantu mengembalikan cairan tubuh dan
elektrolit yang hilang akibat diare atau muntah.
Konsumsi obat-obatan dan suplemen yang mengandung elektrolit juga bisa
dilakukan untuk meningkatkan elektrolit yang rendah. Sementara untuk kadar
elektrolit yang terlalu tinggi, terkadang dibutuhkan obat-obatan untuk mengurangi
jumlah elektrolit berlebih di dalam darah.
Pada kondisi yang sangat parah, gangguan elektrolit mungkin harus ditangani
dengan tindakan medis. Beberapa kondisi gangguan elektrolit membutuhkan tindakan
khusus, seperti hemodialisis (cuci darah) untuk mengatasi kelebihan kalium dalam
darah.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsitensi lembek atau cair,bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih)dalam satu hari.(DEPKES RI,2011).
Diare yaitu penyakit yang sering terjadi ketika terjadi perubahan
konsitensftess.
Seorang dikatakan menderita diare bila fress lenih berair dari
biasanya,dan bila buang air besar lebih dari tiga kali,atau buang air besar yang
berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. (Dinkes 2016).

2. Anatomi Fisiologi
Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari
mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
3. Etiologi
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit)
alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah kategori besar
penyebab diare. Pada balita, penyebab diare terbanyak adalah infeksi virus
terutama Rotavirus (Permatasari, 2012).
a. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%). Beberapa
jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype 1,2,8, dan 9
pada manusia, Norwalk Virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe 40,41), Small
bowel structure virus, Cytomegalovirus.
b. Bakteri
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli (EPEC).
Enteroaggregative E.coli (EaggEC), Enteroinvasive E coli (EIEC),
Enterohemorragie E.coli (EHEC), Shigella spp.. Camphylobacterjejuni
(Helicobacter jejuni), Vibrio cholera 01, dan V. Cholera 0139, salmonella
(non-thypoid)
c. Parasit
Protozoa, Giardia lambia. Entamoeba histolityca. Balantidium coli.
Cryptosporidium, Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora
cayatanensis.
d. Heliminths
Strongyloides sterocoralis, Schitosoma spp., Capilaria philippinensis,Trichuris
trichuria.
e. Non Infeksi
Malabsorbsi. keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas.imonodefisiensi,
obat dan lain-lain.
4. Klasifikasi
Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung kurang
dari 2 minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya mendadak, disertai
lemah dan kadang-kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti atau
berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari, Diare akut dapat terjadi
akibat infeksi virus, infeksi bakteri, akibat makanan.
b. Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal
diare. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu diare
spesifik dan diare non spesifik Diare spesifik adalah diare yang disebabkan
oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare non spesifik adalah diare yang
disebabkan oleh makanan (Wijaya, 2010).

5. Fatofisiologi (WOC)
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare.
Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia
dan gangguan sirkulasi darah (Zein dkk, 2004).
Menurut Tanto dan Liwang (2006) dan Suraatmaja (2007), proses
terjadinya diare disebabkan oleh berbagai factor diantaranya:
a. Faktor infeksi Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang
masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus
dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Amu juga
dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan transpor aktif dalam usus
sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
b. Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan
tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah
diare.
c. Faktor makanan Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang
kemudian menyebabkan diare.
d. Faktor psikologis Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan
yang dapat menyebabkan diare.
Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng.
gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak
menutup kemungkinan diikuti keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila
terjadi dehidrasi berat maka volume darah berkurang nadi cepat dan kecil,
denyut jantung cepat, tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan
syok), berat badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun
cekung, mulut dan kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).
B. Konsep Fisiologis cairan
Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Persentase cairan
tubuh tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang.
Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase jumlah cairan terhadap berat
badan menurun. Seluruh cairan tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam
2 kompartemen, yaitu intraselular dan ekstraselular.
1. Cairan Intra Selular (CIS)
Cairan intra sel (CIS) merupakan cairan yang terdapat dimembran sel tubuh.
Kurang lebih dua pertiga dari cairan tubuh (total body water) berada dalam
kompartemen cairan intraseluler dan kebanyakan terdapat pada masa otot
skeletal.
2. Cairan Ekstra Selular (CES) Cairan ekstra sel (CES) tersusun atas cairan
interstitial (CI) dan cairan intra vascular (CIV). Cairan interstitial (CI)
merupakan cairan diantara sel menyusun sekitar 15% berat tubuh. Cairan intra
vaskular (CIV) terdiri dari plasma (cairan limfe) dan darah menyusun 5%
berat tubuh Kurang lebih sepertiga dari cairan tubuh (total body water) berada
dalam kompartemen cairanekstraseluler (Sunarsih, 2016). Menurut Brunner
& Suddarth (2019) tubuh manusia memperoleh air dan elektrolit dengan
minum dan makan. Dalam beberapa jenis penyakit, cairan mungkin diberikan
melalui jalur parenteral (secara intravena atau subkutan) atau melalui selang
nutrisi enteral dalam lambung atau intestinal. Organ-organ tempat kehilangan
cairan termasuk ginjal, kulit, dan saluran gastrointestinal.
1. Ginjal
Haluaran urin kurang lebih I ml urin per kilogram dari berat badan per
jam (Iml/kg/jam) pada semua kelompok usia.
2. Kulit
Perspirasi merupakan kehilangan air dan elektrolit yang terlihat
melalui kulit dengan cara berkeringat. Kehilangan keringat yang
bervariasi dari 0 sampai 1000 ml atau lebih setiap jam tergantung pada
suhu lingkungan.
3. Paru-paru
Paru-paru normalnya membuang uap air pada antara 300 sampai 400
ml setiap hari. Kehilangannya lebih besar dengan peningkatan
frekuensi atau kedalaman pernafasan. 20 d. Traktus gastrointestinal
Kehilangan yang lazim melalui saluran gastrointestinal hanya100
sampai 200 ml setiap hari.
1. Definisi
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons
terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling
berhubungan ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk
kelebihan atau kekurangan (Wartonah, 2016).
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Kebutuhan cairan
dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis
dan lingkungan.
Keseimbangan cairan yaitu keseimbangan antara intake dan output.
Dimana pemakaian cairan pada orang dewasa antara 1.500ml-3.500ml/hari,
biasanya pengaturan cairan tubuh dilakukan dengan mekanisme haus.
2. Karaktristik
1) Gangguan irama jantung yang dapat berupa denyut jantung terlalu lambat
(bradikardia), denyut jantung terlalu cepat (takikardia). ataupun denyut
jantung tidak teratur.
2) Lemas dan mudah lelah.
3) Mual dan muntah.
4) Kejang
5) Diare.
6) Sembelit.
7) Kram perut.
8) Kelemahan otot hingga tangan dan kaki jadi sulit digerakkan.
9) Sakit kepala.
10) Penurunan kesadaran, bahkan hingga tingkat koma.
11) Sensasi baal atau kesemutan.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit,
diantaranya adalah usia, temperatur lingkungan, diet, stres, dan sakit.
1) Usia Variasi usia berkaitan dengan luas perkembangan tubuh. metabolism
yang diperlukan dan berat badan.
2) Temperatur Lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan
NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari
3) Diet
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi.
Proses ini menimbulkan pergerakan cairan dan interstitial ke intraseluler.
4) Stres
Dapat menimbulkan paningkatan metabolism sel, konsentrasi darah dan
glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.
Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi
urine.
5) Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan
hormon akan mengganggu keseimbangan cairan (Tarwoto & Wartonah, 2010)
4. Tahap-tahapan
Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga perubahan: bentuk yakni
a. Volume
b. Konsentrasi
c. Komposisi.
Ketiga macam gangguan tersebut mempunyai hubungan yang erat satu
dengan yang lainnya sehingga dapat terjadi bersamaan. Namun demikian, dapat
juga terjadi secara terpisah atau sendiri yang dapat member gejala- gejala
tersendiri pula. Yang paling sering dijumpai dalam klinik adalah gangguan
volume. Perubahan Volume
1. Defisit Volume
a. Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139
mEq/L) atau hipernatremik (.150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik
merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi
hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
b. Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir
sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan
natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen ekstravaskular.
intravascular maupun kompartemen
c. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).
Sedangkan dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah.
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang,
maka dehidrasi dapat dibagi atas:
1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB))
2. Dehidrasi sedang (defisit 8%BB).
3. Dehidrasi berat (defisit 12%BB)
2. Kelebihan Volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal
(gangguan GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
3. Perubahan Konsentrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau
hiponatremia maupun hiperkalemia atau hipokalemia
4. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi
osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan
konsentrasi K dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan
mempengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup
mengganggu otot jantung. Demikian pula halnya dengan gangguan ion
kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca kurang dari 8 mEq,
sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak menimbulkan
perubahan osmolaritas.

5. Masalah/Gangguan yang Timbul Pada Kebutuhan dasar manusia


Gangguan Dalam Keseimbangan Cairan, Elektrolit.
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipovolemia
Hipovolume adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
defisiensi cairan dan elektrolit diruang ekstraseluler, tetapi proporsi antara
keduanya (cairandan elektrolit) mendekati normal Hipovolume dikenal juga
dengan sebutan dehidrasi atau deficit volume cairan (fluid volume deficit atau
FVD). Pada saat tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, tekanan osmotic
mengalami perubahan sehingga cairan interstisial dapat masuk ke ruang
intravaskuler. Hal ini menyebabka ruang interstisial kosong dan cairan intrasel
masuk kedalamnya.
Hipovolume dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya
kekurangan asupan cairan dan kelebihan asupan zat terlarut (misalnya protein
dan klorida atau natrium) kelebihan asupan zat terlarut dapat menyebabkan
eksresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta pengeluaran keringat yang
banyak dalam waktu yang lama. Dehidrasi dapat terjadi pada pasien yang
mengalami gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok, dan ginjal. Selain
itu dehidrasi juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami diare dan muntah
secara terus menerus.
Secara umum, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Dehidrasi isotonic, yaitu jumlah cairan yang hilang sebandingdengan
jumlah isotonic yang hilang
2. Dehidrasi hipertonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih besar
daripada jumlah elektrolit yang hilang.
3. Dehidrasi hipotonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih sedikit
daripada jumlah elektrolit yang hilang.
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menyebabkan
penurunan volume ekstrasel (hipovolume) danperubahan hematokrit.

Berdasarkan derajat keparahian, dehidrasi dapat dibagi menjadi:


1. Dehidrasi ringan
Pada dehidrasi ringan, tubuh kehilangan cairan sebesar 5% dari berat
badan sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan yang berlebihan dapat
berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, saluran kemih, paru,
atau pembuluh darah.
2. Dehidrasi sedang
Pada dehidrasi sedang, tubuh kehilangan cairan sebesar 5-10% dari
berat badan atau sekitar 2-4 liter Natrium serum dalam tubuh
mencapai 152-158 mEq/L.. salah satu cirri fisik dari penderita
dehidrasi sedang adalah mata cekung
3. Dehidrasi berat
Pada dehidrasi berat, tubuh kehilangan cairan sebesar 4-6 liter atau
lebih dari 10% dari berat badan. Natrium serum mencapai 159-166
mEq/L. Penderita dehidrasi berat dapat mengalami hipotensi, oliguria,
turgor kulit buruk, pernapasan.(Lyndon Saputra, 2013).
b. Hipervolemia
Hipervolume adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
kelebihan (retensi) cairan dan natrium diruang ekstraseluler. Hipervolume
dikenal juga dengan sebutan overhidrasi atau deficit. volume cairan (fluid
volume acces atau FVE) Kelebihan cairan didalam tubuh dapat menimbulkan
dua manifestasi, yaitu peningkatan volume darah dan edema.
Edema dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu edema perifer atau
edema pitting, edema nonpitting, dan edema anasrka Edema pitting adalah
edema yang muncul didaerah perifer. Penekanan daerah edema, akan
membentuk cekungan yang tidak langsung hilang ketika tekanan dilepaskan.
Hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan kejaringan melalui titik
tekan .Edema pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan yang menyeluruh.
Edema nonpitting tidak menunjukkan kelebiahan cairan ekstrasel karena
umumnya disebabkan oleh infeksi dan trauma yang menyebakan
pengumpulan serta pembekuan cairan dipermukaan jaringan. Kelebihan cairan
vaskuler meningkatkan tekanan hidrostatik cairan dan akan menekan cairan ke
permukaan interstisial.
Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh. Pada
edema anasarka, tekanan hidrostatik meningkat sangat tajam sehingga
menekan sejumlah cairan hingga ke membrane kapiler paru. Akibatnya
terjadilah edema paru dengan manifestasi berupa penumpukan sputum,
dispnea, batuk, dan terdengar suara napas ronki basah.
Kelebihan cairan ekstrasel memiliki manifestasi sebagai berikut.
1) Edema perifer atau edema pitting
2) Asites
3) Kelopak mata bengkak
4) Suara napas ronki basah
5) Penambahan berat badan yng tidak normal (Lyndon Saputra,2013).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Fokus Pengkajian (Riwayat keperawatan, Pemeriksaan Fisik)


1. Pengkajian Keperawatan
Identitas klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, diagnosa medis.
a. Keluhan.
Keluhan yang sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang
menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena
komplikasi pada system sirkulsi-ventilasi, anoreksia, mual dan
muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea,dan pruritus. Kondisi
ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolis
ginjal mengalami kegagalan filtrasi (Eko prabowo dan Andi eka
pranata, 2014).
b. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
c. Pengobatan terakhir.
d. Pengalaman pembedahan.
e. Riwayat penyakit sekarang.
Klien degan gagal ginjal kronis terjadi penurunan urine output
dengan berbagai penyebab (multikausa).Oleh karena itu, informasi
penyakit terdahulu akan menegaskan untuk masalah. Biasanya ada
riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan
(overdosis) khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain
sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. (urolithiasis)
(Eko prabowo dan Andi eka pranata, 2014).
f. Riwayat penyakit dahulu
Gagal ginjal kronik di mulai dengan priode gagal ginjal akut
dengan berbagai penyebab (multikusa). Oleh karena itu,informasi
penyakit terdahulu akan menegaskan untuk maslaah. Biasanya ada
riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan
(operdosis) dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja
ginjal. (urolithiasis) (eko prabowo dan andi eka pranata, 2014).
g. Riwayat penyakit sekarang
ginjal kronik bukan penyakit menular dan menurun, sehingga
silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun
pencetus sekunder seperti DM dan Hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit
tersebut bersifat herediter.
h. Activity Daily Living (ADL)
1. Pola Nutrisi
Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect)Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
2. Pola Eliminasi
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urin output < 400 ml/hari bahkan
sampai pada anuria (tidak adanya urine output).
3. Pola Aktivitas / istirahat
Klien mengalami penurunan tingkat kesadaran dan keadaan umum
yang lemah. Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, keram
otot, defosit fosfat kalsium dan keterbatasan gerak sendi serta
menyebabkan keletihan, kelemahan, malaise, dan aktivitas fisik
rendah.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi
system saraf pusat. Pada TTV Sering didapatkan adanya : RR
meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan
sampai berat. (Arif Muttaqin, 2011).
b. Kepala
a) Inspeksi : Biasanya ditemukan normachepal, rambut tipis dan kasar
b) Palpasi : Biasanya tidak ditemukan benjolan
c. Wajah
a) Inspeksi: Biasanya ditemukan edema
b) Palpasi: Biasanya ditemukan pitting edema (+)
d. Mata
a) Inspeksi: Biasanya ditemukan konjungtiva anemis
e. Telinga
a) Inspeksi: Biasanya tidak ditemukan lesi
f. Hidung
a) Inspeksi : Biasanya ditemukan klien bernapas dengan bau urine
(fetor uremik) dan pernapasan kusmaul.
g. Mulut
a) Inspeksi: Biasanya ditemukan klien dengan bau mulut ammonia,
dan peradangan mukosa mulut.
h. Leher
a) Inspeksi: Biasanya tidak ditemukan pembengkakan
b) Palpasi: Biasanya ditemukan distensi vena jugularis
i. Thoraks Paru
a) Inspeksi : Biasanya terdapat tarikan dinding dada
b) Palpasi: Biasanya premitus kiri dan kanan sama
c) Perkusi: Biasanya terdengar bunyi pekak
D. Implementasi
Keperawatan Implementasi keperawatan merupakan langkah ke empat dalam
tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan
keperawatan. Implementasi keperawatan merupakan pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan oleh perawat dan pasien. Implementasi keperawatan adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Setiadi, 2017).
E. Evaluasi
Evaluasi Keperawatan merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana tindakan
keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon
pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan
keperawatan yang telah diberikan. Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus
menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Manurung, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2015). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.


Doenges, Moorhouse, Geissler. (2015). Rencana Asuhan keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Perry dan Potter. (2015). Fundamental Of Nursing. USA:C.V Moasby Company
St. Louis
PPNI (2017)Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
PPNI (2018)Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
PPNI (2019)Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Harvita, SR. L, & Marpaung, S. (2007). Pengevaluasian Proses Keperawatan Yang
Telah Dilaksanakan Kepada Pasien Diare.
Prabowo, Eko & Andi, Eka, Pranata 2014. Asuhan Keperawatan Sistem
PerkemihanYogyakarta: Nuha Medika
Wiyati, Nining. (2018) Setiadi, 2017. perawatan ibu bersalin. Yogyakarta
Penerbit Fitramaya.
Wartonah, Tarwoto., 2016. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai